Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutopo
Abstrak :
Standarisasi benang bedah di bedah sentral rumah sakit penting untuk tujuan efisiensi biaya dan sumber daya, mengurangi terjadinya benang kadaluarsa dan kehilangan. Kesulitan untuk standarisasi sering kali disebabkan pemakai mempunyai kesukaan terhadap benang tertentu, munculnya dokter bedah baru menyebabkan muncul pula kode kode baru dan kode-kode sebelumnya menjadi tidak bergerak lagi atau lambat bergeraknya. Standarisasi akan menghilangkan resiko yang akan datang terhadap stok yang berlebihan. Secara keseluruhan mengurangi kesulitan dalam administrasi dari inventors yang juga berarti mengurangi biaya inventori. Tersedianya data yang akurat pemakaian benang dapat dijadikan dasar yang lebih baik untuk menganalisa, memperkirakan dan merencanakan pemakaian berikutnya. Data sekunder persediaan benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto periode Maret 1997 sampai dengan April 1998 diteliti dengan Analisis ABC sehingga diketahui pemakaian yang banyak ( fast moving) dan sedikit ( slow moving) demikian pula diketahui nilai investasi yang tinggi, sedang dan rendah. Dipilih 14 dokter spesialis sebagai respondens mewakili semua spesialis pemakai bedah sentral untuk mengisi kuesioner, sehingga didapatkan nilai kritis dari masing-masing benang bedah. Dengan pembobotan nilai investasi, nilai pemakaian dan nilai kritis tersebut didapatkan indeks kritis dari masing-masing benang. Hasil Analisis Indeks Kritis ABC sebagai berikut : Kelompok A merupakan kelompok kritis tinggi terdapat 44 jenis benang bedah (28,39%) dengan nilai kumulatif pemakaian Rp 188.834.636,- (46,31 %) dan kelompok B merupakan kelompok kritis sedang terdapat 65 jenis benang (41,84%) dengan nilai kumulatif Rp 75.132.959,- (18.42%) dan kelompok C merupakan kelompok kritis rendah terdapat 46 jenis benang (29,77%) dengan nilai investasi Rp. 143.807.411,- (35,27%). Hasil Analisis Indeks Kritis ABC tersebut selanjutnya didiskusikan untuk disederhanakan dengan cara menghapuskan jenis benang yang spesifikasinya sama dari berbagai produk dan dengan pertimbangan penilaian kritisnya benang oleh para dokter spesialis. Hasil dari penyederhanaan jenis benang tersebut dari semula 155 jenis dapat disederhanakan menjadi 62 jenis benang. Susunan 62 jenis benang bedah tersebut merupakan standar benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto dan ditetapkan sebagai Daftar Benang Esensial RSPAD Gatot Soebroto. Saran selanjutnya kepada rumah sakit adalah mengembangkan suatu formula benang bedah yang tepat yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam prosedur standar operasi dan lapisan jaringan. Menyusun Efficient Pack (Paket Hemat) dengan cara mengidentitikasi pemakaian benang bedah yang paling efisien dengan menentukan jumlah yang dibutuhkan dan meminimalkan benang yang terbuang. Rumah Sakit diharapkan dalam situasi krisis moneter saat ini dapat menetapkan biaya Palle (Paket Hemat) setiap prosedur dengan tetap mengutamakan kualitas penanganan pasien, sehingga harga terjangkau dengan kualitas terjamin.
The standardization of surgical suture at the Central Surgery Unit is of great importance for cost efficiency and human resources. It checks the possibility of using expired suture and prevents loss. There are several difficulties in developing a standard on suture. First, standardization would be more difficult if surgeons has different preferences for certain kinds of suture. Second, new surgeons would devise new codes and thus make old codes unworkable or just too slow-moving. Standardization could decrease a possibility of over-stocking. On the whole, it helps in inventory control and saves cost. The availability of accurate data on the use of sutures is useful for analyzing, estimating and planning future needs. Secondary data on the inventory of surgical sutures at the Central Surgery Unlit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebroto ) during the period March 1997 to April 1998 were used and analyzed using ABC Analysis. This analysis separated fast-moving and slow-moving sutures. In addition the analysis who divided high investment value of suture from the low one. Fourteen specialist doctors representing deferent specialties and who frequently used the Central Surgery Unit for surgery were asked using questionnaires. A critical score of the use of each type of suture was gathered. After compiling the investment score, usage score, and critical score. A critical index for each type of suture were developed. The result was as follows Group A represented the high critical group. This group used 44 different types of surgical suture ( 28.39 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 188.834.636,- ( 46.31 % ). Group B which represented the medium critical group, used 65 different types of surgical suture ( 41.84 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 75.132.959,- ( 18.42 % ).Group C , which represented the low critical group, used 46 different types of sugical suture (29.77 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 143.807.411,- ( 35.27 % ). Based on the importance of critical index value of sutures used by specialist doctors, the ABC Critical Index Analysis was further simplified by eliminate sutures of the same specification from different producers. Finally, 62 types of sutures out of originally 155 were chosen to be the standard surgical suture to be used at the Central Surgery Unit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebroto ) ,and called as the Essential Sutures of the Central Army Hospital ((RSPAD Gatot Soebroto ). It is suggested that a special formula for surgical suture should be developed, in accordance to appropriateness of standard operating procedure and tissues layer. An Efficient Pack (Paket Hemat) should also be devised by identifying the most efficient use of surgical suture and by determining the amount to be used, to minimize its wastage. In conclusion, during this monetary crisis, hospitals should try to establish the cost of such an Efficient Pack (PaHe) for each procedure affordable to the patient without even decreasing the quality of care for patients. Bibliography : 35 (1978 - 1993)
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T8220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Abstrak :
Standarisasi benang bedah di bedah sentral rumah sakit penting untuk tujuan efisiensi biaya dan sumber daya, mengurangi terjadinya benang kadaluarsa dan kehilangan. Kesulitan untuk standarisasi sering kali disebabkan pemakai mempunyai kesukaan terhadap benang tertentu, munculnya dokter bedah baru menyebabkan muncul pula kode kode baru dan kodekode sebelumnya menjadi tidak bergerak lagi atau lambat bergeraknya. Standarisasi akan menghilangkan resiko yang akan datang terhadap stok yang berlebihan. Secara keseluruhan mengurangi kesulitan dalam administrasi dari inventori yang juga berarti mengurangi biaya inventori. Tersedianya data yang akurat pemakaian benang dapat dijadikan dasar yang Iebih baik untuk menganalisa, memperkirakan dan merencanakan pemakaian berikutnya. Data sekunder persediaan benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto periode Maret 1997 sampai dengan April 1998 diteliti dengan Analisis ABC sehingga diketahui pemakaian yang banyak (fast moving) dan sedikit ( slow moviig) demikian pula diketahui nilai investasi yang tinggi, sedang dan rendah. Dipiih 14 dokter spesialis sebagai respondens mewakili semua spesialis pemakai bedah sentral untuk mengisi kuesioner, sehingga didapatkan nilai kritis dan masing-masing benang bedah. Dengan pembobotan nilai investasi, nilai pemakaian dan nilai kritis tersebut didapatkan indeks kritis dari masing-masing benang. Hasil Analisis indeks Knitis ABC sebagai berikut Kelompok A merupakan kelompok knitis tinggi terdapat 44 jenis benang bedah (28,39%) dengan nilai kumulatifpemakaian Rp 188,834.636,- (46,31 %) dan kelompok B merupakan kelompok kritis sedang terdapat 65 jenis benang (41,84%) dengan nilai kumulatif Rp 75.132.959,- (18.42%) dan kelompok C inerupakan kelompok kritis rendah terdapat 46 jenis benang (29,77%) dengan nilai investasi Rp. 143.807.411,- (35,27%). Hasil Analisis Indeks Kritis ABC tersebut selanjutnya didiskusikan untuk disederhanakan dengan cara menghapuskan jenis benang yang spesifikasinya sama dari berbagai produk dan dengan pertimbangan penilaian kritisnya benang oleh para doktcr spesialis. Hasil dari penyederhanaan jenis benang tersebut dari semula 155 jenis dapat disederhanakan menjadi 62 jenis benang. Susunan 62 jenis benang bedah tersebut merupakan standar benang bedah di Bedah Sentral RSPAD Gatot Soebroto dan ditetapkan sebagai Dafiar Benang Esensial RSPAD Gatot Soebroto. Saran selanjutnya kepada rumah sakit adalah mengembangkan suatu formula benang bedah yang tepat yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam prosedur standar operasi dan lapisan jaringan, Menyusun Efficient Pack (Paket Hemat) dengan cara mengidentifikasi pemakaian benang bedahyang paling efisièn dengan menentukan jumlah yang dibutuhkan dan meminimalkan benang yang terbuang. Rumah Sakit diharapkan dalam situasi krisis moneter saat mi dapat menetapkan biaya PaNe (Paket Hemat) setiap prosedur dengan tetap mengutamakan kualitas penanganan pásien, sehingga harga terjangkau dengan kualitas terjarmin.
The standardization of surgical suture at the Central Surgery Unit is of great importance for cost efficiency and human resources. It checks the possibility of using expired suture and prevents loss. There are several difficulties in developing a standard on suture. First, standardization would be more difficult if surgeons has different preferences for certain kinds of suture. Second, new surgeons would devise new codes and thus make old codes unworkable or just too slow-moving. Stadardization could decrease a possibility of over-stocking. On the whole, it helps in inventory control and saves cost. The availability of accurate data on the use of sutures is useful for analyzing, estimating and planning future needs. Secondary data on the inventory of surgical suturesat the Central Surgery Unit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebrojo ) during the period March 1997 to April 1998 were used and analyzed using ABC Analysis. This analysis separated fast-moving and slow-moving sutures. In addition the analysis who divided high invesment value of suture from the low one. Fourteen specialist doctors representing defferent specialties and who frequently used the Central Surgery Unit for surgery were asked using questionaries. A critical score of the use of each type of suture was gathered. After compiling the investment score, usage score, and.critical score. A critical index for each type of suture were developed. The result was as follows Group A represented the high critical group. This group used 44 different types of surgical suture (28.39%) amounting to a cumulative usage value of Rp. 188.834.636,- (46.31 %). Group B which represented the medium critical group, used 65 different types of surgical suture (41.84 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 75.132.959,- (18.42 %). Group C , which represented the low critical group, used 46 different types of sugical suture (29.77 %) amounting to a cumulative usage value of Rp. 143.807.411,- (35.27 %). Based on the importance of critical index value of sutures used by specialist doctors, the ABC Critical Index Analysis was further simplified by eliminate sutures of the same specification from different producers. Finally, 62 types of sutures out of originally 155 were chosen to be the standard surgical suture to be used at the Central Surgery Unit of the Central Army Hospital (RSPAD Gatot Soebroto ) and called as the Essential Sutures of the Central Army Hospital ((RSPAD Gatot Soebroto) It is suggested that a special formula for surgical suture should be developed, in accordance to appropriatenes of standard operating procedure and tissues layer. An Efficient Pack (Paket Hemat) should also be devised by identifying the most efficient use of surgical suture and by determining the amount to be used, to minimize its wastage. In conclusion, during this monetary, crisis, hospitals should try to establish the cost of such an Efficient Pack (Pal-le) for each procedure affordable to the patient without even decreasing the quality of care for patients.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Malang: FMIPA-UM, 2003
530.12 SUT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Abstrak :
ABSTRAK
Baja lapis mempunyai sifat mampu las yang berbeda dengan baja tanpa lapis yang dipengaruhi oleh komposisi dan tebal lapisan. Parameter penting dalam pengelasan adalah arus dan waktu pengelasan. Baja lapis seng dilakukan pengelasan titik, make perlu diketahui kedua parameter tersebut sehingga dapat ditentukan nilai optimumnya.

Dalam penelitian ini ada 9 kondisi pengelasan yang dihasilkan untuk 3 nilai arus dan 3 nilai waktu pengelasan. Setiap kondisi pengelasan tersebut menghasilkan kekuatan tarik, distribusi kekerasan, penampakan makro dan struktur makro. Semua pengujian dalam penelitian ini memakai standar JIS (Japan Industrial Standard).

Dari hasil penelitian, menunjukan bahwa semakin besar nilai arus akan meningkatkan kekuatan las. Kondisi pengelasan yang optimum dari penelitian ini, didapatkan arus sebesar 12000 Ampere dan waktu las 19 cycle dengan diameter las = 5,455 mm dan tebal penetrasi las = 71,75 % dan beban maksimum geser adalah 205 Kg dan tank silang sebesar 264 kg.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Abstrak :
ABSTRAK
Proses semprot logam merupakan suatu proses perlakuan permukaan untuk memperoleh ketahanan aus yang lebih baik dari logam induknya dan bisa juga untuk memperbaiki dimensi material yang mengalami pengecilan. Pada penelitian iui digunrakan paduan babbitt sebagai umpan dalam bentuk umpan kawat yang dicairkan oleh nyala api dari gas oksigen-asetilen. Paduan babbit itu sering digunakan sebagai bantalan karena memiliki sifat tahan aus dan bersifat sebagai pelumas.

Dalam penelitian ini digunakan dua parameter proses semprot logam yaitu kecepatan umpan dan jarak semprot. Adapun kecepatan umpan yang dicimbil adalah 1/54 m/det dan 1/61 m/det, dengan jarak semprot 7,63, 12,70, 17,78 cm. Dari parameter tersebut dapat dipelajari karakteristlik hasil pelapisan dengan melakukan pengujian kekerasan, porositas dan keausan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kekerasan terlinggi dan ketahanan aus tertinggi yang diperoleh dari deposit lapisan babbitt dicapai pada kondisi dengan kecepatan umpan 1/64 m/det dengan jarak penyemprotan 12, 70 cm.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Abstrak :
Potongan suatu isotermal dari sistem Besi-Nikel-Sulfur pada temperatur 1173 K telah ditentukan secara eksperimental diseluruh rentangan komposisi. Serbuk murni dari besi dan nikel sebagai material utama direduksi dengan gas hydrogen pads temperatur 1273 K, sebelum mereka dicampur dengan sulfur dengan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian ditutup dalam kapsul quartz dalam keadaan vakum. Kapsul quartz tersebut dipanaskan pada temperatur 1173 K dan kemudian di celupkan dengan cepat (quenching) ke dalam air es. Sampel-sampel tersebut dipelajari secara metalografi dan analisa secara kuantitatif dengan elektronmikro probe. Dari hasil analisa tersebut dikorelasikan dengan data-data yang ada dalam literatur baik dari binary maupun ternary dari sistem Besi-Nikel-Sulfur dan dievaluasi secara termodinamik.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, [date of publication not identified]
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanny Septimawan Sutopo
Abstrak :
Tulisan ini berupa etnografi deskripsi dengan menggunakan data kualitatif tentang komuniti bendega yang berada di pinggiran Danau Tamblingan Bali, yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, berisi pendahuluan dan latar belakang komuniti bendega. Bagian kedua, berisi uraian tentang sejarah pariwisata Bali dengan dinamikanya di daerah Tamblingan. Sedangkan bagian ketiga, berisi uraian tentang permasalahan yang diangkat. Sehingga tulisan ini sesuai dengan permasalahan mengungkapkan tentang adanya pengaruh turisifikasi budaya dalam menghadapi dinamika pariwisata terhadap eksistensi komuniti bendega di Danau Tamblingan Bali. Permasalahan penelitian dibangun melalui 3 (tiga) variabel besar, yaitu pariwisata, akulturasi yang di dalamnya mengandung konsep turisifikasi budaya dan eksistensi komuniti bendega, Ketiga variabel ini dijabarkan keterkaitannya melalui konteks-konteks dari rangkaian peristiwa yang terjadi pada komuniti bendega di banjar Tamblingan Bali. Uraian tentang dinamika pariwisata dihadirkan dalam bentuk sejarah kepariwisataan, mulai melihat sejarah pariwisata Bali sampai dengan dinamika pariwisata di Danau Tamblingan dengan sekaligus menampilkan contoh-contoh kegiatan pariwisata di daerah ini. Sebelum masuk pada pembahasan turisifikasi budaya, diterangkan dahulu tentang teori terkait, yakni teori akulturasi (acculturation) di mana merupakan alur untuk masuk pada pembahasan tentang turisifikasi budaya dengan dilandasi oleh konsep tourisification-nya Picard. Adanya turisifikasi budaya yang dilakukan oleh komuniti bendega ditunjukkan dengan jelas melalui contoh bentuk-bentuk tindakan warga komuniti ini dalam "merekayasa" budaya mereka sedemikian rupa untuk suatu kepentingan pariwisata. Hasil dari turisifikasi budaya yang dilakukan oleh warga berupa keuntungan-keuntungan yang diterima oleh komuniti bendega tersebut, seperti keuntungan secara financial, memperkuat posisi masyarakat dalam periwisata sehingga mendapatkan keterikatan dengan keberlangsungan pariwisata, dan keuntungan lainnya adalah keuntungan kultural, yaitu lebih terpeliharanya budaya bendega. Dengan demikian dapat terlihat keterkaitan antara turisifikasi budaya dalam menghadapi pariwisata di mana sejumlah keuntungan diperoleh oleh komuniti bendega, dan eksistensi komuniti pendukung adat budaya ini. Pada bagian akhir tulisan, dengan mengacu pada proposisi yang dibuat dan permasalahan penelitian menghadirkan konsep kepariwisataan yang terjadi pada komuniti bendega di Danau Tamblingan yang merupakan pengembangan dari konsep yang dibangun oleh Picard tentang tourisification pada masyarakat Bali. Tiga saran telah diberikan berkaitan dengan penelitian ini. Pertama, bagi pihak Pemerintah Daerah diharapkan untuk segera menentukan arah kebijakan yang tepat dan ideal berkaitan dengan perkembangan pariwisata di daerah ini dan kondisi masyarakat setempat. Kedua, bagi warga komuniti bendega diharapkan untuk lebih membuka diri terhadap pengetahuan yang berkembang demikian cepat agar dapat memahami kondisi kemasyarakatannya dalam posisi bagaimanapun untuk bisa melangkah ke depan secara lebih baik. Bagi pengembangan kajian Antropologi Pariwisata untuk mencapai kajian yang membawa manfaat banyak dalam penerapannya, disarankan agar institusi pendidikan pariwisata juga belajar tentang kajian ilmu Antropologi Pariwisata ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutopo
Abstrak :
Sistem administrasi PBB sebelum diberlakukan Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan menimbulkan masalah ketidakadilan dalam menetapkan pajak, ketidakpastian dalam menyampaikan pajak yang terutang, lemahnya sanksi dan sulitnya melakukan pembayaran PBB sebagai akibatnya penerimaan PBB sangat rendah. Setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan upaya penyempurnaan administrasi PBB terus dilakukan sehingga tahun 1993/1994 Pemerintah telah melaksanakan SISTEP ke Daerah Tingkat 11 seluruh Indonesia.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor penetapan pajak, ketepatan dalam menyampaikan SPPT, penerapan sanksi dan cara pembayaran pajak dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemungutan pajak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif yaitu tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual.

Berdasarkan analisa secara statistik 4 (empat) angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r signifikansi 5% yang besarnya 0,361. Pernyataan pertama signifikan (r hitung = 0,551 a r tabel = 0,361). Pernyataan ke dua signifikan (r hitung = 0,706 > r tabel = 0,361). Pernyataan ke tiga non-signifikan ( r hitung = 0,325 < r tabel = 0,361). Pernyataan ke empat signifikan (r hitung = 0,412 > r tabel = 0,361).

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa faktor-faktor ketepatan dalam penetapan pajak, penyampaian SPPT secara tepat waktu dan cara pembayaran pajak yang sederhana dapat meningkatkan keberhasilan pemungutan pajak sedangkan penerapan sanksi yang tidak penuh dapat mengurangi tingkat keberhasilan pemungutan pajak.

Dari hasil penelitian dapat disarankan : koordinasi antar instansi terkait perlu ditingkatkan, hubungan baik dengan aparat pemerintah daerah perlu ditingkatkan, secara selektif terhadap Wajib Pajak tertentu perlu diterapkan sanksi secara penuh, untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar PBB maka penyuluhan secara terpadu dan berkesinambungan perlu terus dilakukan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Sutopo
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan karena masih rendahnya performance (prestasi kerja) tenaga pelaksana gizi Puskesmas dalam pencapaian cakupan kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga di Kabupaten Dati II Subang, Propinsi Jawa Barat.

Adanya informasi tentang hubungan faktor diferensiasi tenaga pelaksana gizi di Puskesmas dengan prestasi kerjanya dalam pencapaian cakupan kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga merupakan tujuan umum dari penelitian ini, sedangkan tujuan khusus adalah untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan kemampuan, motivasi dan persepsi peran tenaga pelaksana gizi Puskesmas dalam pencapaian cakupan kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga di Kabupaten Dati II Subang, Propinsi Jawa Barat.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dilakukan adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Selanjutnya dilakukan dengan analisis persentase dengan uji Chi Square, dan uji Phi.

Penelitian ini dilakukan terhadap 112 orang responden yang merupakan tenaga pelaksana program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga pada 30 Puskesmas di 22 Kecamatan yang ada diwilayah Kabupaten Dati II Subang, Propinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis persentase dan dengan hasil uji Chi Square serta Uji Phi telah menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kemampuan, motivasi dan presepsi peran tenaga pelaksana gizi puskesmas dengan prestasi kerjanya dalam pencapaian cakupan kegiatan usaha perbaikan gizi Keluarga ditingkat Puskesmas.

Dengan analisis persentase dan hasil uji Chi square menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kemampuan tenaga pelaksana gizi Puskesmas sesuai pendidikannya dengan cakupan Kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Dengan uji Chi Square tersebut juga ada hubungan bermakna antara motivasi tenaga pelaksana gizi Puskesmas sesuai pendidikannya dengan cakupan Kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Dengan uji Chi square tersebut pula menunjukkan adanya hubungan bermakna antara presepsi peran tenaga pelaksana gizi Puskesmas sesuai dengan pendidikannya dengan cakupan UPGK.

Peneliti mengemukakan beberapa saran, yaitu perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan sampel dan daerah penelitian yang lebih luas. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah menambah jumlah tenaga pelaksana gizi di Puskesmas mengingat masih kurangnya tenaga khusus yang menangani kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga di Puskesmas.

Hasil penelitian ini menunjukkan luasnya wilayah kerja dan target kerja yang tinggi membutuhkan tenaga yang mencukupi disamping itu kemampuan mereka yang mempunyai kategori pendidikan non tehnis medis tersebut adalah lebih rendah dari pads tenaga yang mempunyai latar belakang pendidikan tehnis medis, sehingga perlu difikirkan adanya latihan berupa on the job training untuk menyelaraskan kemampuan petugas dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Latihan berupa on the job training ini dimaksudkan selain untuk meningkatkan kemampuan, juga meningkatkan persepsi peran tenaga pelaksana gizi Puskesmas dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>