Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufik Agung Wibowo
"Pada penyakit yang membutuhkan terapi jangka panjang diperlukan terapi obat dengan dosis tinggi dalam jangka panjang. Hal ini tentunya dapat menimbulkan efek samping yang berat dan serius. Belakangan ini telah banyak dikembangkan berbagai penelitian mengenai pembawa obat (drug carrier), yaitu suatu sediaan yang dibuat agar obat dapat langsung atau mempermudah obat masuk ke dalam organ atau reseptor sasaran. Dengan memasukkan obat ke bahan pembawa obat misalnya liposom, diharapkan efek samping sistemik yang terjadi dapat ditekan. Liposom dapat dibuat dari berbagai macam lipid. Kombinasi bebeapa lipid dapat dilakukan untuk menambah kestabilan liposom, salah satunya adalah liposom formulasi baru yang dibuat dari kombinasi lesitin kuning telur (Egg yolk Phosphatidil Choline / EPC) dan Tetraeter Lipid (TEL) 2,5 mol % dari Thermoplasma acidophilum yang kemudian dinamakan sebagai liposom EPCTEL 2,5. Salah satu kriteria pembawa obat yang baik hendaknya bersifat mudah didegradasi oleh tubuh (biodegradable). EPC merupakan fosfolipid; sementara fosfolipid adalah komponen utama penyusun membran biologis sehingga aman bagi tubuh. Di lain pihak TEL, lipid yang berfungsi untuk meningkatkan kestabilan liposom merupakan lipid hasil ekstraksi membran Thermoplasma acidophilum yang belum diketahui degradasinya dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa liposom EPC-TEL 2,5 aman digunakan dalam pengobatan jangka panjang dengan menilai hasil biodegradasi TEL secara in vivo di hepar mencit, yaitu dengan menilai spot atau retention factor (Rf) hasil degradasi TEL yang diperoleh dari suspensi hepar mencit jantan dan betina C3H setelah 30 menit pemberian liposom EPC-TEL 2,5 secara intraperitoneal dengan dosis 0,1 mmol TEL yang setara dengan 148,8 µg TEL, dibandingkan dengan kontrol pada lempeng kromatografi lapis tipis (KLT).
Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukannya bercak TEL pada lempeng KLT baik pada kontrol maupun pada hepar 30 menit setelah injeksi TEL intraperitoneal. Hasil tersebut di atas belum dapat menyimpulkan ada tidaknya degradasi TEL di hepar 30 menit setelah injeksi liposom EPC-TEL 2,5 secara intraperitoneal sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat yang lebih sensitif.

Treatment of disease that require longterm utilisation at high doses is associated with serious adverse effects. Lately, many attempts have been performed to find the appropriate drug carrier to deliver the drug directly into the target organ or receptor so that the systemic adverse effect can be minimized and the effectivity as well as efeciency can be increased. Liposome can be made from many kinds of lipid. Several lipid combinations can be used to increase liposome?s stability, one of which is new liposome formulation made from lecithin / Egg yolk Phosphatidil Choline (EPC) and 2,5 mol % Tetraether lipid (TEL) from Thermoplasma acidophilum, named EPC-TEL 2,5 liposome. A good drug carrier must be degraded easily by body (biodegradable).
The aim of this study was to find out that is whether TEL in EPC-TEL 2,5 liposome can be degraded by liver, in vivo. Parameter used for determining TEL degradation is whether there are more than one spot in liver 30 minutes post-intraperitoneal injection with dose 0,1 mmol (148,8 µg TEL) compared to control?s Rf in Thin Layer Chromatography (TLC).
Result shows there are no TEL spots on TLC sheet both for control liver and liver taken 30 minutes after intraperitoneal liposome injection. Thus, the result couldn?t conclude TEL degradation in liver, hence further studies using more sensitive device is needed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09056fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Agung Wibowo
"Latar Belakang dan tujuan: Penyakit hati kronik pada pasien pediatrik merupakan salah satu masalah utama kesehatan pada populasi anak-anak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Penilaian derajat fibrosis hati diperlukan untuk menentukan tatalaksana yang sesuai, menentukan prognosis, dan tindak lanjut pasca pengobatan. Pemeriksaan USG elastografi acoustic radiation force impulse ARFI merupakan metode penilaian derajat fibrosis hati yang bersifat tidak invasif, mudah dan cepat dikerjakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai titik potong derajat fibrosis USG elastografi ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik.
Metode: Pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik menjalani pemeriksaan USG elastografi ARFI. Didapatkan nilai shear wave velocity SWV dari pemeriksaan ARFI yang menunjukkan elastisitas jaringan hati pada 18 subjek dan dihubungkan dengan hasil biopsi hati METAVIR . Kurva receiver-operating characteristic ROC dilakukan untuk menentukan titik potong derajat fibrosis hati.
Hasil: Rerata nilai median ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik tanpa fibrosis hati 1,21 m/s; fibrosis ringan F1 1,13 m/s; fibrosis signifikan F2 ; fibrosis berat F3 2,76 m/s; dan sirosis F4 3,84 m/s. Kurva ROC menunjukkan titik potong ARFI pada 1,98 m/s memiliki sensitivitas 100 untuk mendeteksi derajat fibrosis ge;F3.
Kesimpulan: USG elastografi ARFI merupakan metode yang dapat diandalkan, cepat, dan non invasif untuk menentukan derajat fibrosis berat dan sirosis pada pasien pediatrik. Hasil pemeriksaan ARFI dapat membantu klinisi dalam tindak lanjut pengobatan dan alternatif biopsi hati pada kondisi tertentu.

Background and objectives: Chronic liver disease in pediatric patients is one of the major health problems with high rates of morbidity and mortality. Assessment of the degree of liver fibrosis is needed to determine appropriate management, determine prognosis, and post treatment follow up. Ultrasound acoustic radiation force impulse ARFI elastography examination is a non invasive, easily and rapidly performed liver fibrosis assessment method. The objective of this study was to obtain the cut off value of fibrosis degree with ARFI examination in pediatric patients with chronic liver disease.
Methods: Pediatric patients with chronic liver disease underwent ARFI ultrasound measurements. Shear wave velocity SWV value obtained from ARFI examination showing elasticity of liver tissue in 18 subjects and associated with liver biopsy results METAVIR . The receiver operating characteristic ROC curve is performed to determine cut off value of degree of liver fibrosis.
Results Mean of SWV value in pediatric patients with chronic liver disease without liver fibrosis 1.21 m s mild fibrosis F1 1.13 m s significant fibrosis F2 severe fibrosis F3 2.76 m s and cirrhosis F4 3.84 m s. The ROC curve shows the cut off at 1.98 m s yielded a 100 sensitivity to detect the degree of fibrosis ge F3.
Conclusions USG elastographic ARFI is a reliable, rapid, and non invasive method for determining the degree of severe fibrosis and cirrhosis in pediatric patients. The results of the ARFI examination may assist the clinician in the follow up of treatment and alternatives of liver biopsy in certain condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library