Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh
"Krisis ekonomi yang melanda Indonesia termasuk Propinsi Jambi sejak pertengahan tahun 1997 nyaris melumpuhkan sendi-sendi kehidupan. Dampak negatif krisis ekonomi terjadi pada beberapa aspek termasuk pangan dan gizi.
Penelitian mengenai situasi pangan dan gizi sebelum dan selama krisis ekonomi di Propinsi Jambi ini dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan situasi pangan dan gizi pada saat sebelum krisis ekonomi (1990-1997) dan selama krisis ekonomi (1998-2000) serta isyarat-isyarat dini yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan untuk melakukan intervensi agar dampak yang lebih parah dapat dicegah.
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder di mana beberapa set data pangan dan gizi selama 11 tahun disejajarkan dalam suatu time series. Adapun data yang dimaksud adalah : produksi pangan, ketersediaan pangan, konsumsi pangan, angka kecukupan gizi terutama energi dan protein serta status gizi anak balita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama krisis ekonomi, rerata produksi. ketersediaan, konsumsi pangan dalam bentuk energi terjadi penurunan secara berturut turut sebagai berikut : dart 2335 Kal/kap/hr menjadi 1931 Kal/kap/hr.; 2523 Kal/kap/hr. menjadi 2222 Kal/kap/hr. dan 2161 Kal/kap/hr menjadi 2026 Kal/kap/hr. Sedangkan dalam bentuk protein secara berturut-turut sebagai berikut: dart 56,29 gr/kap/hr menjadi 49,34 gr/kap/hr; 59,20 gr/kap/hr menjadi 56,16 gr/kap/hr dan 56,13 gr/kap/hr menjadi 50,15 gr/kap/hr.
Konsumsi energi baik sebelum maupun selama krisis ekonomi belum memenuhi kecukupan. Sebelum krisis ekonomi baru memenuhi 98,54 % dan selama krisis ekonomi memenuhi 93,06 % kecukupan. Rumah tangga di perkotaan sebelum krisis ekonomi yang mengkonsumsi energi kurang dari kecukupan adalah yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 100.000,-/kapita/bulan. Selama krisis ekonomi meluas pada rumah tangga yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 300.000,-/kapita/bulan. Diperdesaan sebelum krisis ekonomi rumah tangga yang mengkonsumsi pangan (energi ) kurang dari kecukupan adalah yang berpendapatan kurang dari Rp 60.000,-/kapita/bulan. Selarna krisis ekonomi meluas pada rumah tangga yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 100.000.-/kapita/bulan.
Status gizi kurang pada anak balita sebelum rnaupun selama krisis ekonomi prevalensinya menurun, namun anak-anak yang berstatus gizi buruk meningkat cukup tajam. Hal ini menunjukkan situasi yang kurang menggembirakan. Karena anak-anak yang berstatus gizi kurang padA tingkat marginal jatuh ke dalam status gizi buruk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya krisis ekonomi di Propinsi Jambi membawa dampak yang negatif terhadap produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan serta status gizi anak balita. Disarankan agar program pangan dan gizi diupayakan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan pemberian rnakanan tambahan kepada anak balita. Sasaran program ditujukan kepada rumah tangga yang berpendapatan kurang dari Rp 300.000,-/kap/bulan diperkotaan dan kurang dari Rp 100.000,-/kap/bulan di pedesaan.
Daftar bacaan : 64 (1955 - 2001)

Food and Nutrition Situation Before and During Economic Crisis In Jambi Province (1990-2000)The economic crisis that hit Indonesia including Jambi Province since 1997 deactivated the pivotal strength of the life. Some negative effects happended in all aspect of live including food and nutrition.
The research about situation of food and nutrition (before and during economic crisis) was conducted in order to know and compare the food and nutrition situation before economic crisis (1990-1997) and during economic crisis (1998-2000) and as early signs which will be used as a guideline on decision making to do intervention in order that the worse effect could be prevented.
This research was secondary data analyze in which some data set of food and nutrition during 11 years were paralleled in a time series. The data consisted of food production, food supply, food consumption, recommended dietary allowance especially energy and protein and nutritional status of under five children.
The result of this research showed that during the economic crisis, the average of food production, food supply and food consumption in energy decreased from 2335 Cal/cap/day to 1931 Cal/cap/days, 2523 Cal/cap/day to 2217 Cal/cap/day and 2161 Cal/cap/clay to 2026 Cal/cap/day respectivelly. While the protein decreased from 56.29 gr/cap/day to 49.34 gr/cap/day, 59.20 gr/cap/day to 56.16 gr/cap/day and 56.13 gr/cap/day to 50.15 gr/cap/day respectivelly. Both before and during economic crisis, the energy consumption did not meet their allowance yet. Before economic crisis, the household in the urban area that consumped energy less than their allowance was that had income less than Rp l 00,000.00/cap/month. During the economic crisis it extended to the household that had income less than Rp 300,000.00/cap/month. In the rural area, the household that consumped energy less than Rp 60,000/cap/month. During the economic crisis it extended to the household that have income less than Rp 100,000.00/cap/month
Before and during economic crisis, the prevalence of mild malnutrition of underfive children decreased but the prevalence of severe malnutrition of underfive children increased sharply. It showed bad situation, because the underfive children who mild malnutrition in marginal level downed to severe malnutrition.
So the conclusion was during the economic crisis, Jambi Province brought negative effect on food production, food supply, food consumption and nutritional status of underfive children.
It was supposed to food and nutrition program shaped to income generating for household and food feeding for underfive children. Priority to the household who had income less than Rp 300,000.00/cap/month in urban area and less than Rp 100,000.00/cap/month in rural areas.
References : 64 (1955 - 2001)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T11485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh S.
Solo: Azka Pressindo, 2017
570 TEG k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh A.
"Selama kurang lebih 250 tahun kepulauan Jepang menutup diri dari dunia luar dengan pelaksanaan politik sakoku(isolasi) di bawah rezim keshogunan Tokugawa. Keshogunan Tokugawa mengelompokkan masyarakat Jepang ke dalam 4 kelas sosial yaitu pedagang, pengrajin, petani dan yang paling tinggi kedudukannya adalah kelas samurai. Hanya kelas samurai lah yang mempunyai hak-hak istimewa di dalam masyarakat, bisa dibilang bahwa mereka adalah kelas yang paling elit dalam strata sosial pemerintahan feudal Tokugawa. Kedudukan kelas samurai berubah sejak dimulainya peristiwa Restorasi Meiji. Pemerintahan Meiji pada saat itu melakukan restorasi dan reformasi besar-besaran dalam bidang politik, sosial, kebudayaan dan ekonomi; seluruh rakyat Jepang dari berbagai kalangan mengalami efek positif maupun efek negatifnya pada saat itu. Perubahan ini pun berdampak pada posisi dan kedudukan kelas samurai pada saat itu. Pemerintah Meiji menganggap keberadaan kelas samurai selama masa damai hanya menjadi gangguan saja yang otomatis berdampak pada hak-hak istimewa yang dimiliki oleh kelas samurai sejak era sebelumnya. Makalah ini berusaha membahas secara lebih detil efek-efek modernisasi di Jepang selama peristiwa Restorasi Meiji kepada kelas samurai dalam bidang politik, sosial, budaya maupun ekonomi.

For more than 250 years, the islands of Japan isolated themselves from the outside world by implementing the politic of sakoku (isolation) under the regime of Tokugawa. Tokugawa regime grouped the Japanese society into 4 social classes, i.e merchants, craftsmen, farmer and the highest of all the samurai. Only the samurai class had special privileges in the society. It can be said that they are the elite class in the feudal Tokugawa government. The position of samurai class changed since the beginning of Meiji Restoration. The Meiji government in those time greatly restored and reformed the political, social, cultural and economic areas; the whole Japanese people from all classes of society experiences positive as well as negative effects at that time. Their change also affected the positive and power of the samurai class. The Meiji government considered the presence of the samurai class during the peace era, only as disturbance that automatically affected the special privileges that the samurai class had once in the previous era. This paper attempt to discuss in more detail the modernization effect in Japan during the occurance of meiji Restoration to the samurai class, in the area of politic, social, culture and economy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh
"[ABSTRAK
Laporan magang ini membahas mengenai audit beban operasional PT XYZ yang
dilakukan oleh KAP ABC untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2014. Secara lebih rinci, laporan magang ini membahas mengenai kebijakan
akuntansi perusahaan, metode alokasi beban, standar akuntansi, prosedur audit atas
akun-akun yang terkait audit beban operasional program PT XYZ. Berdasarkan
hasil proses audit, dijelaskan bahwa standar akuntansi atas beban operasional
program PT XYZ telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang berlaku, serta prosedur audit yang dijalankan oleh KAP ABC atas
beban operasional program PT XYZ telah sesuai dengan teori dan standar audit
yang berlaku. Selain itu, pada laporan magang ini dijelaskan mengenai temuan
audit selama proses audit beban operasional program PT XYZ untuk tahun 2014.;

ABSTRACT
The internship report discusses about the audit of program operating expense in PT
XYZ for the year ended December 31 2014. In a more details, it discusses
accounting policy, expense allocation, accounting standard, and audit procedures
of accounts related to program operational expense in PT XYZ. Based on the audit
results, it shows that the accounting standard of program operational expenses
complies with the Indonesia Financial Accounting Standard. In addition, the audit
procedures, which are applied by the KAP ABC, have complied with the theory and
the audit standards which prevail. This internship report also explaines about the
audit findings during the audit process of program operating expense in PT XYZ
for the year ended December 31, 2014., The internship report discusses about the audit of program operating expense in PT
XYZ for the year ended December 31 2014. In a more details, it discusses
accounting policy, expense allocation, accounting standard, and audit procedures
of accounts related to program operational expense in PT XYZ. Based on the audit
results, it shows that the accounting standard of program operational expenses
complies with the Indonesia Financial Accounting Standard. In addition, the audit
procedures, which are applied by the KAP ABC, have complied with the theory and
the audit standards which prevail. This internship report also explaines about the
audit findings during the audit process of program operating expense in PT XYZ
for the year ended December 31, 2014.]"
2015
TA-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Teguh
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999
330 MUH m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Supangkat, Teguh
"Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Dengan adanya krisis tersebut, kinerja perbankan di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang memburuk. Agar dapat bangkit dari kondisi krisis moneter yang berdampak pada terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, maka salah satu langkah awal yang dilakukan Pemerintah adalah perbaikan (reformasi) di sektor ekonomi, terutama restrukturisasi di bidang perbankan. Restrukturisasi di bidang perbankan ini dimaksudkan untuk memacu tingkat kesehatan bank melalui berbagai tindakan seperti pemulihan tingkat solvabilitas, profitabilitas dan menempatkan kembali fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Pemulihan solvabilitas bank (net worth) adalah langkah yang berhubungan dengan penambahan modal/ekuitas dan pembenahan terhadap kualitas aktiva produktif.
Penilaian kinerja bank oleh lembaga pengawas bank di beberapa negara terdapat perbedaan namun sebagai konsep dasar adalah penilaian menggunakan CAMEL (Capital, Assets Quality, Managements, Earnings dan Liabilities). Penilaian faktor CAMEL dimulai dengan menghitung nilai kredit dari setiap komponen dari masing-masing faktor. Dalam faktor permodalan dikenal rasio CAR sebagai faktor penilai kecukupan modal bank, sedangkan faktor kualitas aktiva produktif menggunakan dua rasio perhitungan yaitu rasio kualitas aktiva produktif dan rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif. Penilaian manajemen atas dasar pertanyaan atau pernyataan yang meliputi 100 aspek pertanyaan, sedangkan faktor rentabilitas menggunakan dua rasio yaitu rasio ROA dan rasio BOPO serta faktor terakhir yaitu faktor likuiditas menggunakan dua rasio yaitu rasio LDR dan rasio antar bank. Untuk memperoleh nilai kredit, hasil kuantifikasi faktor CAMEL dikurangi atau ditambah dengan nilai kredit hasil pelaksanaan ketentuan tertentu yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank. Atas dasar jumlah nilai kredit ini, diberikan predikat tingkat kesehatan yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. Penilaian kinerja dengan model CAMEL masih belum menggambarkan kondisi bank secara keseluruhan, oleh karena itu dilakukan analisis dengan metode "stress testing" dan analisis sensitivitas terutama untuk melihat kecukupan modal bank.
Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa kinerja bank pada akhir tahun 1997 masih menunjukkan kondisi yang baik dengan CAR bank secara keseluruhan sebesar 9,19% dan 10 bank yang diteliti sebesar 9,1.1%. Setelah adanya krisis perbankan, kinerja bank pada umumnya menurun sangat drastis dan juga kinerja bank yang dilakukan rekapitalisasi baik dari segi permodalan, aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas. Modal bank rekapitalisasi mengalami penurunan dari Desember 1997 sebesar 9,11 menjadi negatif 37,99% bulan Desember 1998 dan juga modal bank secara keseluruhan negatif 15,68%. Selain itu kualitas aktiva produktif dan NPL bank yang diteliti memburuk dengan rasio KAP 39,95% dan rasio NPL 61,94%. Sementara itu untuk ROA bank secara keseluruhan negatif 18,76% dan bank rekapitalisasi negatif 39,72%. Dibandingkan dengan standar tingkat kesehatan (CAMEL) semua rasio baik untuk keseluruhan bank maupun bank rekapitalisasi di bawah standar tingkat kesehatan.
Program rekapitalisasi yang dilakukan pemerintah berdampak pada perubahan kinerja bank yang tercermin dari adanya perubahan rasio CAR dari rasio negatif sebesar 77,6% menjadi positif 17,8%, rasio KAP dari rata-rata 50,4% menjadi 7,9%, rasio NPL dari rata-rata 62,3% menjadi 23,8%, rasio ROA dari rata-rata negatif 28,0% menjadi negatif 19,2% dan rasio LDR dari rata-rata sebesar 86,5% menjadi 39,6%. Namun demikian sampai dengan Desember 1999 kinerja bank rekapitalisasi yang diteliti, masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Dari segi permodalan masih terdapat 4 bank yang modalnya di bawah 8%, sampai dengan posisi bulan Desember 2000 kondisi CAR bank rekapitalisasi rata-rata sudah di atas standar yaitu 19,58% namun masih terdapat 3 bank yang dibawah 8%. Tiga bank yang dibawah standar ini adalah bank-bank swasta yang direkapitalisasi terlebih dahulu yang disebabkan antara lain klaim inter bank yang belum dapat diselesaikan, kondisi perkreditan yang terus memburuk dan belum selesainya program restrukturisasi kredit. Dari segi NPL untuk mencapai rasio 5% rata-rata baru mencapai 15,52% dan baru 2 bank rekapitalisasi yang telah memenuhi.
Perilaku portofolio bank pada saat sebelum rekapitalisasi menunjukkan suatu perilaku portofolio yang normal dimana sumber dana sebagian besar ditempatkan pada porsi kredit yang diberikan pada tahun 1997 sebesar 18,8% dan tahun 1998 sebesar 85,1% yang berarti proses intermediasi dapat berjalan dengan baik. Namun pada periode 1999 dan 2000 ada perubahan perilaku portofolio bank, dimana penyediaan dan pada periode tersebut lebih banyak pada SBI dan Obligasi dengan komposisi 60,7% dan 63,6%, sedangkan porsi kredit untuk bank yang direkap sebesar 35,7% dan 26,2%. Dengan adanya struktur portofolio yang demikian maka proses intermediasi perbankan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dari hasil analisis sensitivitas apabila dilakukan swap obligasi pemerintah dengan kredit berakibat pada perubahan CAR yang cukup drastis dari rata-rata CAR bulan Juni 2001 sebesar 18,37% turun menjadi 8,02%. Sedangkan apabila obligasi dilakukan trading 30% maka CAR berubah dari 18,37% menjadi 11,31% dan terdapat 4 bank yang tidak memenuhi CAR 8%. Hasil metode "stress testing" apabila ada perubahan pertumbuhan kredit CAR bank yang direkapitalisasi turun dari rata-rata 20,8% menjadi 12,06%, sedangkan apabila dibarengi dengan kenaikan suku bunga 2% maka CAR bank menjadi 9,27%.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar restrukturisasi dapat berjalan dengan baik diperlukan prasyarat kondisi ekonomi yang stabil agar kegiatan bank "sustainable" dan perlu didampingi penyehatan sektor riil. Prasyarat lain yaitu mencabut ketentuan-ketentuan yang "counter productive", perbaikan aspek legal dan sumber daya manusia yang kompeten. Terhadap bank yang belum dapat mencapai CAR 8% dapat ditempuh dengan cara merger namun perlu dilakukan penyehatan aset bank yang akan di merger terlebih dahulu terutama pemindahan kredit yang bermasalah dan penyelesaian klaim inter bank. Disisi lain diperlukan pengawasan bank yang lebih baik dengan ketentuan-ketentuan yang telah disesuaikan dengan standar internasional dan mengarahkan bank untuk menerapkan praktek good coorporate governance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T7335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Teguh
"Kehidupan politik didalam struktur Golongan Karya sejak berbentuk Sekber Golkar hingga menjadi Golkar pada tahun 1971 selalu diwarnai dengan interaksi politik antar kelompok-kelompok di dalam struktur Golongan Karya yang tidak lain mencerminkan trik menarik pengaruh satu kelompok dengan kelompok lainnya dan intrik-intrik politik para aktor-aktor politiknya untuk mendapatkan nilai plus dari Soeharto. Ketidakmampuan Trikarya untuk tetap bertahan dalam percaturan politik setelah pemilu pertama pada tahun 1971 merupakan indikasi mulai melemahnya keberadaan di dalam Golkar. Semakin berkurangnya wewenang yang melekat pada Trikarya di dalam lingkaran kekuasaan diakibatkan peranan segelintir tokoh atau aktor politik kepercayaan Jenderal Soeharto.
Golongan Karya merupakan sebuah organisasi politik yang sangat majemuk dari berbagai kelompok yang tergabung di dalamnya. Akibat dari kemajemukan tersebut diasumsikan bahwa dipastikan akan terjadi pengelompokan di dalam organisasi tersebut. Pengelompokan tersebut menimbulkan perbedaan kepentingan yang akan saling berbenturan.
Keberadaan kelompok di dalam arena politik bukan saja ada melainkan sangat diperlukan. Kelompok sangat memainkan peranan melalui seperangkat tuntutan, mengekspresikan sikap-sikap dan membuat pernyataan politik. Kadang-kadang kelompok akan menaruh perhatian terhadap kepentingan yang konkrit atas kebutuhan material para anggotanya, mengekspresikan kepentingan umum di dalam issue-isue politiknya atau turut menghimbau tumbuhnya suatu kebijakan Baru. Berperannya kelompok di dalam sistem politik pada dasarnya merupakan suatu proses yang digerakan oleh nilai-nilai sosial untuk mengalokasikan kekuasaan (otoritas).
Akibat dari alokasi tersebut maka diikuti dengan munculnya keputusan-keputusan yang akan mengikat masyarakat umum. Keputusan-keputusan tersebut muncul akibat adanya kegiatan politik. Karena di dalam masyarakat juga terdapat kelompok-kelompok maka keputusan yang didasari oleh berbagai kegiatan politik tersebut dipastikan bersinggungan dengan kepentingan antar kelompok-kelompok tersebut. Sehingga akan muncul pertentangan antar kelompok atau antar kepentingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi bentuk keputusan yang akan dipilih.
Kemudian lebih lanjut dalam setiap fenomena politik di dalam sistem politik - apapun corak dari sistem politik tersebut - selalu mengarah kepada bagaimana untuk mendapatkan kekuasaan dan kemudian mempertahannya. Selanjutnya untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan tersebut maka kelompok-kelompok di dalam sistem politik haruslah menguasai sumber-sumber materiil dan kewenangan sebanyak mungkin. Akibat langkanya sumber-sumber itu maka kelompok-kelompok itu menjalankan peranannya untuk mengalokasikan materi dan kewenangan tersebut. Dengan demikian suatu kelompok dikatakan menjalankan peranannya terhadap kelompok lain atau terhadap sistem politik jika kelompok tersebut dapat secara aktif memperjuangkan kepentingannya. Kelompok-kelompok itu akan saling menjalankan peranannya jika mereka berkompetisi untuk mengakumulasikan sumber-sumber materiil dan kewenangan.
Menurut Marck dan Snyder, perpecahan atau konflik dapat timbul dari kelangkaan posisi dan sumber-sumber (resources), semakin sedikit posisi atau sumber yang diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi, semakin tajam pula konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan sumber tadi. Di dalam hierarkis sosial mana pun hanya ada sejumlah terbatas posisi kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari seseorang yang dapat menduduki masing-masingnya. Sama dengan itu, hanya ada beberapa contoh unit sosial dimana penyediaan keputusan begitu hebatnya sehingga semua pihak dapat memuaskan keinginannya.
Dengan kata lain, jika posisi dan sumber yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah mereka yang ingin menempati posisi dan meraih sumber itu maka kemungkinan berkembangnya suatu konflik besar sekali. Penyederhanaan jumlah unsur yang terdiri dan banyak ormas fungsional ditambah dengan militer dan birokrasi merupakan tantangan tersulit yang harus dihadapi pengurus Golongan Karya.
Hal lain yang sangat mendasar adalah dikeluarkannya keputusan Ketua Umum Sekber Golkar Nomor Kep.101/VII/Golkar/1971 yang isinya para tokoh Trikarya tidak lagi di posisikan pada susunan DPP Golkar dikarenakan KING tidak lagi menjadi badan perjuangan politik. Kemudian melalui Munas I tahun 1973 yang diantara keputusannya yaitu menetapkan Munas sebagai lembaga pengambilan keputusan tertinggi juga menetapkan bahwa para tokoh Trikarya tetap pada posisi semula yaitu menjadi bagian dari keanggotaan Dewan Pembina Sehingga berdasarkan hasil Munas tersebut mengakibatkan pembatasaan dalam alokasi kekuasaan dimana kelompok tradisional seperti Trikarya dan kelompok KING bergeser oleh dominasi kelompok Hank dan kelompok Sipil yang ada di Bapilu. Perubahan tersebut di lain sisi banyak dipengaruhi oleh semangat pembaharuan politik yang melepaskan pengaruh santimen berdasarkan ikatan primodialisme sehingga mengakibatkan Trikarya benar-benar harus menghilangkan identitas kelompoknya sekaligus tidak dapat lagi menuntut porsi kekuasaan atas nama kelompok mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Teguh
Bandung: Progressio, 2006
153.8 MAR o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Teguh
"Persaingan global yang ketat mengharuskan perusahaan manufaktur untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing. Untuk mencapai semua itu, perusahaan perlu memperbaiki operasi manufakturnya. Manufacturing Resources Planning (MRP II) dan Just-in-Time (JIT) merupakan teknologi Baru dalam operasi manufaktur yang makin banyak digunakan. Namun pemahaman akuntan manajemen mengenai operasi manufaktur modern sangat kurang, sedangkan praktek akuntansi manajemen tradisional tidak lagi sesuai dengan kemajuan operasi manufaktur. Karena itu skripsi ini berusaha memberikan pemahaman yang jelas dan menyeluruh mengenai MRP II dan JIT bagi akuntan manajemen. Metode penelitian yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah studi pustaka. MRP II dan JIT, keduanya mampu meningkatkan daya saing perusahaan melalui pengurangan persediaan, peningkatan kualitas, pengiriman tepat waktu dan penggunaan sumber daya secara ekonomis. MRP II memiliki kekuatan pada segi perencanaan dan pengendalian, sedangkan kekuatan JIT pada segi pelaksanaan, seperti pengaturan lantai pabrik (shop floor). Walau teknik pengendalian JIT (pull) berbeda dari MRP II (push), filosofi keduanya sejalan, dan dapat diintegrasikan. Perusahaan dapat menggunakan MRP II untuk perencanaan makro sumber daya perusahaan dan menggunakan JIT untuk pelaksanaan mikro di lantai pabrik. Pengintegrasian MRP II dan JIT memberikan perusahaan solusi terbaik dari gabungan kekuatan kedua sistem itu. Supaya tidak menjadi penghambat kemajuan yang dicapai MRP H dan JIT, sistem akuntansi manajemen hams mengadaptasi perkembangan baru dalam manufaktur. Karena itu akuntan manajemen perlu meningkatkan pemahamannya mengenai teknologi manufaktur modern. Fungsi akuntansi perlu bekerja sama lebih erat dengan fungsi operasi agar dapat mengembangkan sistem akuntansi manajemen yang relevan dan sesuai dengan penerapan MRP II dan JIT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S19113
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosua Martin Teguh
"ABSTRAK
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia terdapat fenomena kurang/lebih bayar dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batubara yang menimbulkan utang dan piutang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana fenomena tersebut bisa terjadi serta dampaknya. Penelitian studi kasus dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap data keuangan, peraturan, dan wawancara dengan responden terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena tersebut secara umum disebabkan oleh kebijakan dan perencanaan yang kurang memadai. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penyebab, kondisi dan dampak fenomena tersebut sehingga dapat mengurangi potensi kurang/lebih bayar dana bagi hasil, serta peningkatan transparansi antar pemerintah.

ABSTRACT
In implementing fiscal decentralization in Indonesia there is a phenomenon of less/over payment revenue sharing funds from mineral and coal resources that create debt and receivables between the Central Government and the Regional Government. This study aims to answer how this phenomenon can occur and its effects. Case study research is conducted with a qualitative approach towards financial data, regulations, and interviews with related respondents. The results of the study indicate that this phenomenon is generally caused by inadequate policies and planning. This study is expected to provide an overview of the causes, conditions and impacts of this phenomenon so that it can reduce the potential for less/over payment revenue sharing funds, as well as increase transparency among governments.
"
2019
T53740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>