Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victoria Diora Artha
"Dalam suatu perceraian tak jarang terjadi sengketa mengenai pembagian harta, terkhususnya mengenai benda tidak bergerak yaitu tanah. Dalam Putusan Mahkamah Agung 2457 K/Pdt/2020, pihak istri WNI bernama Hany Ratna Gulaso (“HRG”) dan pihak suami WNA bernama Enrico Brandonisio (“EB”) telah memilih untuk pisah harta pada saat perkawinan. Namun demikian, setelah membeli suatu tanah hak milik di Indonesia atas nama HRG, pasangan suami istri tersebut membuat suatu Surat Kesepakatan Bersama untuk memperjanjikan tanah sebagai milik bersama. Hal ini menimbulkan masalah karena asas nasionalitas yang dianut dalam UUPA tidak memperbolehkan WNA untuk mempunyai hak atas hak milik. Rumusan masalah yang diangkat dalam tesis ini adalah kedudukan harta pasca perceraian suatu perkawinan campuran berdasarkan hukum Indonesia dan juga kedudukan harta pasca perceraian sebagai akibat dari adanya Surat Kesepakatan Bersama. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini menunjukkan bahwa benda tidak bergerak berupa tanah di Indonesia yang beralaskan hak milik, HGU, HGB tidak bisa menjadi harta bersama dalam perkawinan campuran karena harus dilepaskan dalam jangka waktu satu tahun atau akan jatuh kepada Negara. WNI tetap berhak atas tanah beralaskan hak tersebut hanya jika telah menyepakati perjanjian pisah harta. Dalam Putusan, EB dan HRG terikat dalam perjanjian pisah harta, sehingga sewaktu mereka membuat Surat Kesepakatan Bersama, pasangan suami istri tersebut bertindak sebagai subjek hukum dengan hak milik bersama bebas, sehingga objek sengketa seharusnya bukan merupakan harta bersama. Oleh karenanya, Surat Keputusan Bersama tersebut sebenarnya merupakan perjanjian nominee yang melanggar ketentuan UUPA.

In a divorce, disputes on distribution of marital assets, especially immovable assets such as land, may occur. In the Supreme Court Judgment 2457 K/Pdt/2020, Hany Ratna Gulaso ("HRG"), an Indonesian national as the wife, and Enrico Brandonisio ("EB"), an Italian national as the husband, have chosen to separate their assets at the time of marriage by agreeing on a nuptial agreement. Nevertheless, after purchasing a piece of land with Ownership Rights in Indonesia, the pair also made a Letter of Agreement to treat the object as marital property. This raises a problem because the nationality principle adhered to in the Indonesian Agrarian Law prohibits foreigners from having Ownership Rights over land in Indonesia. This research studies the status of marital assets post-divorce in a mixed marriage and the status of marital assets due to the so-called Letter of Agreement agreed upon by the husband and wife. It is doctrinal research with an analytical descriptive research typology. This research finds that an immovable asset in the form of land with Ownership Rights in Indonesia is not an object of marital property in a mixed marriage because the land must be released to the third party within one year, or the State will seize it. Indonesian nationals will still have Ownership Rights over land located in Indonesia only if a nuptial agreement separating the marital property exists. In the Supreme Court Judgment, EB and HRG are bound in a nuptial agreement to separate their assets, so that when they agreed on the Letter of Agreement, they act as legal subjects with free joint property rights. Therefore the disputed land should not be treated as marital property. Consequently, the Letter of Agreement is, in fact, a nominee agreement which violates the Indonesian Agrarian Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Diora Artha
"Undang-Undang Hak Cipta tidak memberikan penjelasan khusus mengenai frasa “Persetujuan Tertulis” dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, dalam Putusan No. 10/HKI/Hak Cipta/2014/PN Niaga Sby, terjadi perbedaan persepsi antara PT Siloam International Hospitals (Tergugat) dan dr. Arnold Bobby Soehartono (Penggugat). PT Siloam International Hospitals mengganggap Perjanjian Tertulis yang mengacu pada Peraturan Perusahaan yang mengikat dr. Arnold Bobby Soehartono sebagai Persetujuan Tertulis dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta. Skripsi ini menggunakan bentuk penelitian hukum normatif, tipe penelitian deskriptif, alat pengumpulan data studi kepustakaan. Hasil penelitian Penulis adalah mengenai Hak Publisitas yang melekat pada model potret dan dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Hak Publisitas adalah hak untuk mengontrol penggunaan identitas, nama, suara, kemiripannya dan mendapatkan kompensasi atas penggunaan komersial tersebut. Persetujuan lahir ketika terjadi kesepakatan antara para pihak, dan dalam hal ini Undang-Undang Hak Cipta menghendakinya dalam bentuk tertulis. Perjanjian kerja adalah perjanjian dengan objek tertentu yaitu pekerjaan, sedangkan peraturan perusahaan adalah peraturan sepihak yang dibuat oleh Pemberi Kerja. Perjanjian kerja yang mengacu pada peraturan perusahaan adalah persetujuan tertulis, tetapi dalam Putusan tidak terjadi pemberian izin atas Hak Publisitas, melainkan Hak Cipta. Penulis berpendapat bahwa Hakim kurang tepat memberikan pertimbangannya karena tidak memfokuskan pada narasi Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta. 

Law Number 28 of 2014 does not provide an explanation regarding the phrase "Written Agreement" in Article 12 Verse(1). In Decision No. 10/HKI/Hak Cipta/2014/PN Niaga Sby, there is a perception difference between PT Siloam International Hospitals (Defendant) and dr. Arnold Bobby Soehartono (Plaintiff). PT Siloam International Hospitals considers Work Contract that refers to Company Regulations as Written Agreement in Article 12 Verse (1) of Law Number 28 of 2014. This undergraduate thesis uses normative legal research, with descriptive type of research, and the literature study as the data collection tool. The results of the research is that Publicity Right is protected by Law Number 28 of 2014. Publicity Right is the right to control use of identity and to get compensation for the commercial usage. Agreement is born when there is consent between parties, and Law Number 28 of 2014 requires it in written form. Work Contract is an agreement with certain object, namely work. Therefore, a Work Contract is considered a written agreement, only in the Decision there is no transfer of Publicity Rights, only Copyrights. The author opine that the judge did not focus on the narrative of Article 12 paragraph (1) Law Number 28 of 2014. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library