Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Warto
Yogyakarta : Departemen Sosial, 2004
362.19 WAR u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Warto
"Penelitian ini ingin mencoba mengungkapkan masalah kerja wajib blandong dalam usaha eksploitasi hutan di Jawa selama paro pertama abad XXX. Kerja wajib (kerja paksa) blandong di sini diartikan sebagai bagian dari kerja wajib negara (heerendiensten) di masa kolonial, yang dilakukan oleh penduduk desa yang tinggal di sekitar hutan. Adapun kerja blandong itu meliputi berbagai macam pekerjaan, seperti penebangan kayu di hutan, pengangkutan ke tempat-tempat penampungan kayu, penanaman kembali hutan, serta pekerjaan lainnya yang masih berhubungan dengan eksploitasi hutan. Berbeda dengan penduduk desa lainnya, penduduk desa yang secara langsung terlibat dalam kegiatan eksplotasi hutan (kerja blandong) dibebaskan dari segala beban kerja wajib lainnya, karena pekerjaan itu merupakan jenis pekerjaan yang sangat berat di antara kerja wajib lainnya.
Tidak jelas sejak kapan tepatnya kerja blandong itu mulai dikenal di Jawa, tetapi praktek kerja-wajib blandong sesungguhnya telah berlangsung eukup lama, jauh sebelum datangnya orang-orang Belanda ke Jawa. Baru setelah VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie, Kongsi Dagang Hindia Timur) menguasai sebagian daerah pesisir utara pulau Jawa, kerja blandong mulai diintensifkan. Secara umum daerah kerja blandong waktu itu dibagi menjadi dua, yaitu blandong di daerah pesisir bagian barat Semarang dan blandong di bagian timur Semarang, terutama di daerah-daerah yang memiliki hutan jati. Dengan kata lain, praktek kerja blandong itu semula hanya dikenal di daerah pantai utara Jawa, mulai dari Cirebon di pesisir bagian barat sampai di Banyuwangi di pesisir ujung timur Jawa. Tetapi sejalan dengan meluasnya pengaruh kekuasaan Belanda di Jawa, praktek kerja blandong juga makin meluas sampai ke wilayah pedalaman.
Penelitian ini akan dipusatkan di salah satu daerah blandong yang terkenal, yaitu di wilayah Karesidenan Rembang, Jawa Tengah. Daerah Rembang sejak dulu dikenal sebagai daerah sentral hutan jati di Jawa. Maka dalam usaha mengeksploitasi hutan di sana, VOC pada 1777 menetapkan empat distrik blandong di Kabupaten Rembang, yaitu distrik Waru, Mondotoko, Kaserman, dan Trambalang. Selain itu, di Kabupaten Lasem dan Tuban - yang juga merupakan bagian dari wilayah Karesidenan Rembang - kerja blandong juga sudah cukup lama dijalankan. Demikian juga dua Kabupaten lainnya, yakni Blora dan Bojonegoro, menjadi daerah pusat penebangan hutan sejak daerah ini diserahkan oleh Raja Mataram kepada pemerintah kolonial pada awal abad XIX. Jauh sebelum itu, di daerah Blora khususnya, kerja blandong sebenarnya sudah lama dijalankan, ketika daerah ini disewa oleh VOC dari Sunan.
Meskipun praktek kerja blandong di daerah Rembang sudah berlangsung cukup lama, namun penelitian ini hanya ingin mengungkapkan masalah itu sejauh ditemukannya sumber-sumber arsip yang mendukung. Khususnya nengenai pelaksanaan kerja blandong .selama awal abad XIX, telah diatur sedemikian rupa oleh Dereksi Kehutanan yang berdiri sejak 1808, sehingga banyak ditemukan informasi mengenai kerja blandong. Tetapi setelah lembaga kehutanan itu dihapus pada 1827, pengawasan hutan dan pengaturan eksploitasi hutan menjadi tidak efektif, karena berada di bawan Departemen Perkebunan, yang berlangsung sampai 1865.
Penelitian mengenai kerja blandong khususnya dan kerja wajib lainnya di Jawa abad XIX, belum banyak dilakukan. Ada beberapa studi yang secara umum membicarakan masalah itu, yaitu antara lain yang dilakukan oleh Djuliati Suroyo (1981, 1987), R.E Elson (1988), dan "Eindresume", yaitu laporan mengenai macam-macam kerja wajib di Jawa dan Madura yang disusun oleh pegawai pemerintah Hindia Belanda pada 1901-1903. Dalam tulisannya yang pertama, Djuliati membicarakan secara garis besar mengenai kerja wajib negara selama abad XIX di Karesidenan Kedu. Dia menjelaskan hubungan perkembangan kerja wajib dan pemilikan tanah, pendapatan petani, struktur kekuasaan, pelapisan masyarakat, dan perkembangan penduduk. Sedangkan pada tulisannya yang kedua, dia membicarakan eksploitasi buruh di Hindia Belanda dan di British-India selama abad XIX. Kemudian Elson lebih memusatkan perhatian pada pengerahan tenaga kerja petani selama berlangsungnya tanam Paksa, yang dikaitkan dengan adanya hubungan patronase dalam masyarakat Jawa.
Namun dari beberapa studi yang disebutkan itu belum ada yang secara khusus menyinggung masalah kerja wajib blandong. Uraian singkat mengenai masalah itu dalam konteks politik kehutanan di Jawa, dapat ditemukan inisalnya dalam tulisan Cordes (1881), Nancy Peluso (1988), dan Boomgaard (1988). Namun demikian, mereka itu umumnya membicarakan kerja blandong hanya sambil lalu dan lebih memusatkan perhatiannya pada politik kehutanan dalam skala makro. Oleh karenanya, bagaimana dampak?"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T9621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Warto
"The study is done to reveal heroism value heritage of Diponegoro Prince in Java War. The approach used was qualitative desciriptive focusing on library study as the main base. Data gathered through tracking various informations collected from several literatures and documents which relevant to the goal of the study. It was found that heroism value from Diponegoro Prince in Java War included extraordinary brave and strong attitude, moral glorious, mental sturdy, and always gave attitude and simple live example. Based on the finding, it is recommended that generation as development pioneers and motivators fulfil independent era, should always base on heroism value heritage of Diponegoro Prince."
Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta, 2016
360 MIPKS 40:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Warto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengungkap bentuk keswadayaan masyarakat perdesaan yang dilaksanakan secara bergotong royong, berikut nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Lokasi penelitian di Desa Sukarena, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian menemukan bahwa masyarakat setempat masih mengembangkan keswadayaan secara bergotong royong. Pola keswadayaan yang dikembangkan dalam membantu anggota masyarakat dengan cara sambatan, rewang, sinoman, keswadayaan meny pekerjaan dengan cara kerja bakti di bidang mata pencaharian, pembangunan prasarana dan saran. Keswadayaan dalam mengumpulkan dana sosial, yang dilakukan melalui kegiatan jimpitan, pralenan, arisan dan simpan pinjam, serta kegiatan menabung. Keswadayaan lokal masyarakat desa tersebut perlu disebarluaskan melalui sebuah program di Kementerian Sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat"
Yogyakarta: B2P3KS, 2016
300 JPKS
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Warto
"ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengungkap strategi karang taruna dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial untuk menuju berprestasi tingkat nasional. Penelitian dilakukan pada Karang Taruna Dipo Ratna Muda di Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, atas pertimbangan karang taruna tersebut pernah meraih prestasi nasional juara pertama dua kali (2009 dan 2016). Pengumpulan data menggunakan wawancara berpanduan, observasi, dan telaah dokumen. Data dianalisa secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan tiga strategi yang dijalankan pengurus Karang Taruna Dipo Ratna Muda dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pertama, mengembangkan semangat nilai kepahlawanan dalam pengabdian. Kedua, memperbanyak jumlah dan variasi kegiatan baik yang bersifat edukatif, ekonomis, produktif, rekreatif, maupun kegiatan yang bersifat sosial. Ketiga, mengaktifkan seluruh karang taruna unit sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial faktor pendukung keberhasilan karang taruna meraih prestasi nasional meliputi keberadaan semangat pengabdian generasi muda, loyalitas jajaran pengurus, dan adanya dukungan pemerintah desa baik berupa penyediaan kantor sekretariat maupun pendanaan. Faktor penghambatnya adalah pengurus kesulitan menentukan waktu bertemu karena kesibukan Direkomendasikan, agar strategi tersebut digunakan sebagai acuan baik oleh Kementerian Sosial dalam pembinaan, maupun oleh pengurus karang taruna lain dalam upaya menumbuhkembangkan dan memajukan karang taruna yang berperan sebagai mitra kerja pemerintah dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial"
Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta, 2018
300 JPKS 17:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Warto
2008
T38360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library