Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoseph
Abstrak :
Potensi perikanan Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia, yaitu sekitar 6,4 juta ton per tahun. Akan tetapi potensi ini belum tergali dengan baik dan untuk meningkatkan produksi perikanan dibutuhkan armada penangkapan ikan yang sesuai dengan perairan di Indonesia yang mampu memenuhi potensi perikanan Indonesia. Untuk itulah ditawarkan sebuah alternatif pembuatan kapal ikan yang baru dimana kapal memiliki fish hold yang terisi air laut sehingga ikan akan tetap hidup. Alternatif yang ditawarkan adalah dengan merancang kapal ikan Trimaran, yaitu kapal ikan yang terdiri dari 3 lambung dengan fish hold yang terisi air laut. Hal yang paling penting pada kapal trimaran adalah pada kekuatan balok yang menghubungkan antara kedua lambung kecil yang di samping dengan lambung utama yang ditengah. Perhitungan kekuatan baloknya diambil dengan memperhitungkan beban yang diakibatkan oleh lambung utama yang ditengah yaitu pada saat kapal penuh muatan sehingga kedua lambung yang disampingnya harus menanggung beban yang diakibatkan lambung utamanya. Oleh karena itu, balok penghubung harus mampu menahan beban tersebut agar tidak patah. Dengan menggunakan mekanika teknik akan diperoleh momen yang diakibatkan oleh beban tersebut sehingga dapat ditentukan besarnya profil dan dimensi yang akan digunakan sebagai balok penghubung. Tentunya kapal ikan trimaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu untuk menunjang.
Potential product from fishing in Indonesia each year can reach 6.4 million ton. But in the real condition this number can?t fulfill by Indonesian, and one of major caused of it is because Indonesian lack of fishery armada, not just lack of number but also very lack of technology if we compare with the other country. For that purpose we just offer one of alternative a new kind of fishing ship that have fish hold which contain with sea water so the fish can still life after it?s catch and condition would be fresh. The alternative that offers is design of Trimaran fishing ship, Trimaran fishing ship is fishing ship with three hulls, where the hull become fish hold that contain by seawater. The important thing from Trimaran ship is the strength of beam that connected two small hulls in side with the main hull in the center. The Calculation of the beam section is calculate weight that cause by main hull in the center, weight from the main hull that calculate is weight from main hull with full load so this condition will made the two other side hull influence by that weight and take some part to support that weight. Because of this thing the beam that connected the hulls must be strong enough to endure the load, fracture condition should be avoid as possible. With use mechanical technique formula we will be find moment that cause by that weight, with know the moment we can decide what size profile and dimension that can be allowed as a beam connection for hulls of Trimaran. And before we can calculate Trimaran fish ship must design first to support the calculation of beam connection.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S38055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindangen, Henry Yoseph
Abstrak :
ABSTRAK
Keberadaan lembaga penahanan sering juga disebut sebagai salah satu upaya paksa dalam proses penegakan hukum pidana sering dianggap sebagai sebuah ”a necessary evil” atau hal yang menyakitkan namun tetap diperlukan dan tidak dapat dihindari. Upaya untuk membatasi agar penahanan benar-benar digunakan sebagai sebuah upaya terakhir (last resort) pada dasarnya tidak cukup dengan sebatas mengatur secara ketat mengenai syarat-syarat dapat dilakukannya penahanan, melainkan harus diimbangi dengan sebuah mekanisme pengawasan yang efektif untuk menjamin bahwa berbagai syarat-syarat tersebut dipatuhi oleh aparat penegak hukum dalam menerapkan kewenangannya. Peran pengadilan menjadi sangat penting untuk menjamin bahwa kepentingan dan kebutuhan untuk melakukan penahanan dipertimbangkan secara obyektif dan bukan semata-mata bersandar pada aspek subyektifitas dari instansi yang melakukan penahanan tersebut. Permasalahan menjadi menarik mengingat dengan dianutnya prinsip diferensiasi fungsional dalam KUHAP, maka masing-masing lembaga penegak hukum berwenang untuk melakukan penahanan sesuai dengan tingkatan pemeriksaannya masing-masing. Namun demikian, terlepas dari pemisahan secara tegas berbagai fungsi tersebut, KUHAP juga mengatur sebuah mekanisme lain yang dapat difungsikan sebagai bentuk pengawasan terhadap penggunaan penahanan pra persidangan, yaitu melalui mekanisme perpanjangan penahanan. Tesis ini akan berupaya untuk mengupas mengenai keberadaan lembaga perpanjangan penahanan sebagai pengawasan terhadap penahanan pra persidangan, termasuk kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam aturan mengenai perpanjangan penahanan dalam KUHAP seta bentuk pengawasan terhadap penahanan pra persidangan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang saat ini sedang dibahas di parlemen.
ABSTRACT
The existence of the detention as an effort in the process of criminal law enforcement is often regarded as a "a necessary evil", which is painful yet necessary and unavoidable. Efforts to limit the use of pre trial detention as the last resort is not enough basically by strictly regulate the conditions of detention, but must be balanced with an effective monitoring mechanism to ensure that the terms and conditions is observed by law enforcement officers in applying its authority. Role of the courts is essential to ensure that the interests and needs to make an arrest and detention to be considered objectively and not solely rely on the subjectivity aspect of the agency making the arrest. Issues have become particularly attractive given the espoused principles of functional differentiation in KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia), the respective law enforcement agencies are authorized to issue detention order in accordance to each level. Nevertheless, in spite of the strict separation of these functions, the Criminal Procedure Code also regulates a mechanism that may be used as a form of control over the use of pre-trial detention, the detention extension mechanism. This thesis will attempt to strip the existence of an extension detention mechanism as supervision of pretrial detention, including the weaknesses of extension detention mechanism according to KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia) and also about the form of supervision of pretrial detention according to Criminal Procedure Code Draft which is currently being discussed in the House.
2013
T35479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Griselda Yoseph
Abstrak :
Latar Belakang:Media sosial kini dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi kesehatan, khususnya oleh para remaja. Namun, masih sangat sedikit penelitian yang membahas mengenai hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi remaja dalam menggunakan media sosial untuk mencari informasi kesehatan gigi dan mulut serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi ini. Metode:Penelitiandengan desain cross-sectional dilakukan dengan subjek 521 siswa SMP di 5 wilayah kota Jakartapada bulan Oktober 2019.Seluruh subjek diminta untuk melengkapi kuesioner yang berisi34 pertanyaan meliputi profil responden, self-perceived oral health,dandata penggunaan media sosial. Digunakan uji Chi-squareuntuk analisis statistik.Hasil:Mayoritas remaja memiliki preferensi untukmenggunakan media sosial, hanya 6,7% yang tidakmenggunakan media sosial untuk mencari informasi kesehatan gigi dan mulut. Google adalah situs yang paling sering dikunjungi untuk mencari informasi kesehatan gigi dan mulut (76,8%) sedangkanYouTube adalah situs yang paling diinginkan remaja untuk memperoleh informasi kesehatan gigi dan mulut (57,2%). Self-perceived oral healthyang berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi penggunaan media sosial Google untuk mencari informasi kesehatan gigi dan mulutantara lainkebiasaan mencari informasi mengenai gigi berlubang (OR: 1,80; p=0,010), pembersihan karang gigi (OR: 1,87; p=0,014), memutihkan gigi (OR: 2,20; p<,001), bau mulut (OR: 1,94; p=0,010), dan sariawan (OR: 2,861, 95% CI: 1,664-4,921; p<0,001). Sementara itu, jenis kelamin (OR: 0,56; p=0,002), persepsi remaja bahwa gigi mereka rapi (OR: 1,54; p=0,019), dan kepuasan terhadap warna gigi (OR: 1,66; p=0,008) secara signifikanberpengaruh terhadap keinginan remaja untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut melalui YouTube.Kesimpulan:Dalam penelitian ini, remaja sebagian besar memiliki preferensi untuk mencari informasi kesehatan gigi dan mulut melalui media sosial. Hal ini mengindikasikan perlunya perhatian dari tenaga kesehatan profesional untuk menciptakan intervensi kesehatan gigi dan mulut berbasis media sosial, khususnya melalui YouTubekarena lebih cost-effective dan mampu meraih audiens yang lebih luas. ......Background: Social media can now be used to seek oral health information, especially for adolescents. However, only a few studies had been conducted on this matter. Therefore, this study was aimed to assess adolescents’ preference to use social media to receive oral health information and factors associated with this preference. Methods: A cross-sectional survey was conducted, including 521 middle school students in 5 regions in Jakarta on October 2019. All the subjects were asked to fill in a questionnaire with 34 questions that assessed the subjects’ background information, self- perceived oral health, and data on social media usage. Results: Majority of adolescents preferred to use social media for oral health information—only 6,7% didn’t use social media to seek oral health information. Google was chosen as the most frequently used site to seek OHI (76,8%) meanwhile YouTube was chosen by adolescents as the most wanted social media to gain information about oral health (57,2%). Self-perceived oral health that was significantly associated with the frequency of using Google as the site to seek OHI ranged among seeking information about dental cavities (OR: 1,80; p=0,010), dental scaling (OR: 1,87; p=0,014), teeth bleaching (OR: 2,20; p<,001), halitosis (OR: 1,94; p=0,010), and aphtous ulcer (OR: 2,861, 95% CI: 1,664-4,921; p<0,001). Meanwhile, gender (OR: 0,56; p=0,002), perception of neat teeth (OR: 1,54; p=0,019), and satisfaction towards teeth colour (OR: 1,66; p=0,008) were significantly associated towards adolescents’ wantings for YouTube as the main site to gain information about OHI from in the future. Conclusion: Through this study, it could be inferred that most adolescents preferred to use social media in order to seek oral health information. This indicated the need for attention from dental health professionals to make a social media based intervention, especially through YouTube because it’s more cost-effective and it could reach a bigger audience
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Yoseph
Abstrak :
Perkawinan antar mereka yang berbeda agama, tidak diatur dalam UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan. Pasal 57 UU No. 1/1974 itu hanya mengatur mengenai perkawinan campur yang didasarkan pada perbedaan kewarganegaraan, di mana salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Di masyarakat Indonesia yang majemuk perkawinan antar orang-orang yang berbeda agama sering tak terhindarkan, meskipun dalam praktik sering ada banyak kesulitan dan hambatan. Kesulitan yang sama dialami oleh mereka yang menganut agama atau kepercayaan yang tidak diakui resmi oleh pemerintah sampai sekarang tidak ada peraturan perundang-undangan yang menghormati dan melindungi kepetingan dan hak-hak mereka karena Pasal 2 ayat (1) UU No. 1/ 1974 menetapkan bahwa perkawinan hanyalah sah bila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya itu. Maka praktis, segolongan warga negara yang agama atau kepercayaannya tidak diakui secara resmi oleh pemerintah, menjadi seperti dianak-tirikan dalam pelayanan publik pemerintah sehingga mereka sulit memperoleh hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia. Untunglah, ketentuan peralihan, Pasal 66 UU No. 1/1974, masih memberi celah untuk masih dapat menggunakan 'Peraturan Perkawinan Campur' S 1898 No/158 dan 'Ordonansi Perkawinan Kristen Indonesia Jawa, Minahasa dan Ambon' S 1933 No.74, serta Pasal 83 dan Pasal 84 B.W. (KUH Perdata). Ketiga peraturan perundang-undangan itu meskipun tidak tuntas menyelesaikan persoalan perkawinan antar mereka yang berbeda agama setidak-tidaknya memberi jalan keluar minus malum (maksudnya kalau tidak ada rotan, akarpun jadilah). Hukum agama-agama yang ada di Indonesia sangat berbeda satu dari yang lain, masing-masing mandiri dan tidak saling berkaitan karenanya juga tidak dapat saling di damaikan. Bagi agama-agama, kawin campur agama selamanya dilarang dan menjadi halangan perkawinan; itu artinya tidak dapat diharapkan suatu pemecahan masalah perkawinan campur agama dari hukum agama-agama itu sendiri. Satu-satunya cara bagi bangsa Indonesia untuk dapat memecahkan soal Perkawinan Antar Mereka Yang Berbeda Agama adalah mengamandemen UU No.l/1974, alternatif lain satu-satunya adalah membuat undang-undang baru mengenai perkawinan yang memungkinkan orang-orang berbeda agama atau orang-orang yang agama dan atau kepercayaannya tidak diakui resmi oleh pemerintah bisa memperoleh hak-hak mereka. Undang-undang baru mengenai perkawinan itu harus mencerminkan semangat dan jiwa ayat (1) Pasal 27 UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S21174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library