Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuliusman
Abstrak :
Tingkat kematian karena keracunan asap kebakaran jauh lebih besar dibandingkan dengan kematian karena luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk penjernihan asap dan penyerapan CO mengunakan material berukuran nano. Penelitian ini dibagi tiga tahapan, tahap pertama dilakukan seleksi adsorben dalam menyerap CO dengan metode adsorpsi isotemis. Tahap kedua dilakukan uji pembuatan asap dari tisu. Tahap ketiga dilakukan uji penjernihan asap menggunakan adsorben terpilih di tahap pertama dalam kompartemen tunggal yang dilengkapi alat pendeteksi asap fotoeletrik berbasis micro controller. Variabel penelitian adalah ukuran partikel, massa adsorben dan ketinggian sensor di dalam ruang uji dengan parameter tingkat penjernihan 10% (t10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi memiliki kemampuan yang baik dalam penyerapan CO. Nilai ngibbs berturut-turut karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi, adalah 0,0682 dan 0,0352 mmol/g. Massa tisu 6 gram dapat menghasilkan asap yang pekat. Proses penjernihan asap lebih efektif menggunakan adsoben dibandingkan tanpa adsorben, waktu t10 adsorben dibawah 50% dari t10 tanpa adsorben. Adsorben dengan ukuran partikel 53 μm mempunyai kemampuan paling baik. Kolom bagian atas lebih cepat jernih dibandingkan tengah dan bawah. Urutan kemampuan adsorben dalam menjernihkan asap berturut-turut: Accom> ACZnCl2> zeolit alam. Nilai t10 terbaik dari ACcom untuk bagian atas, tengah dan bawah kolom adalah 4, 4,6 dan 7,7 menit.
Mortality level due to fire smoke poisoning larger than caused by burn. The aim of this study is smoke clearing and CO adsorption using nano sized material. This study is conducted in three stages, the first stage is the selection of adsorbent to adsorb CO using isotherm adsorption method. The second stage is smoke production testing from tissue as raw material. The final stage is smoke clearing testing using adsorbent chosen in the first stage, conducted in a single compartment equipped with a photoelectric smoke detector based on micro controller. The variables in this study are particle size, adsorbent mass, and detector height in the compartment test, with degree of clearing called t10 as observed parameter. The results showed that activated carbon and activated natural zeolite has the best ability to adsorb CO. ngibbs value for activated carbon and activated natural zeolite is 0.0682 and 0.0352 mmole/g respectively. 6 grams of tissue can produce high density of smoke. Smoke clearing process using adsorbent more effective than without adsorbent, with t10 using adsorbent less that 50% compared to without adsorbent. Adsorbent with particle size 53μm has the most excellent abilities. Top section of compartment cleared faster than middle and bottom section. The order of adsorbent ability in smoke clearing is as follows: ACcom > ACZnCl2 > natural zeolite. The best parameter of t10 for ACcom at the top, middle, and bottom of compartment is 4, 4.6 and 7.7 minutes respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
D2117
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliusman
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S48703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yuliusman
Abstrak :
The purpose of this research is to study the effectiveness of smoke clearing with adsorbents measured in situ using the photoelectric type smoke detection system. The influence of the type, size and the mass of the adsorbents was evaluated against the smoke clearing process. Adsorbent types studied were commercial activated carbon, ZnCl2-activated carbon, and activated natural zeolite, with the size of 0.6-1.0 ?m, 1.0 to 2.0 ?m, 53-106 ?m, and 106-212 ?m, and the mass of 1, 3, and 5g. The smoke was generated by burning tissue paper using an electrical soldering apparatus. The adsorbent was dispersed using a pressurized nitrogen system. The results showed that in comparison with no adsorbent, the activated carbon and natural zeolite were more effective for clearing the smoke. The order of clearing effectiveness was best achieved by commercial activated carbon, ZnCl2-activated carbon and activated natural zeolite, respectively. Particle size of 53 micron provided the most effective performance. The more mass of adsorbent dispersed, the faster the clearing process. Clearing process at the top of the column was faster than that at the bottom. The best t10 value obtained for the top, middle and bottom column were 4, 4.6, and 7.7 minutes, respectively. In addition, the average adsorption of carbon monoxide was less than 15%.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2015
UI-IJTECH 6:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Yuliusman
Abstrak :
Penderita LLA yang berusia tiga hingga sembilan tahun memiliki risiko standar mengalami resistensi terhadap kemoterapi dan risiko rendah mengalami kekambuhan penyakit. Salah satu penyebab resistensi terhadap kemoterapi ini adalah ekspresi gen MDR1 C3435T. Penderita LLA anak di RSCM memiliki frekuensi alel T yang lebih banyak dibandingkan alel C. Penelitian ini ingin mengetahui tinggi rendahnya ekspresi gen MDR, dihubungkan dengan faktor risiko usia dan frekuensi tiap alel polimorfisme gen MDR1 C3435T. Analisis ekspresi gen dilakukan pada 30 pasien penderita LLA anak yang berusia tiga hingga sembilan tahun di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM dan 1 non penderita sebagai pembanding. Tinggi rendahnya ekspresi gen MDR1 dianalisis menggunakan metode 5? nuclease assay dengan alat RT-PCR pada cDNA penderita. Optimasi metode analisis yang dilakukan memberikan hasil bahwa jumlah cDNA yang optimal adalah 4.800 ? 9.600 ng per 20 µl reaksi. Analisis ekspresi gen yang dilakukan menggunakan metode komparatif memperlihatkan bahwa sebanyak 21,875% penderita memiliki ekspresi gen MDR1 relatif lebih tinggi serta 78,125% penderita memiki ekspresi gen MDR1 relatif lebih rendah dibandingkan dengan non penderita. Hal ini sesuai dengan tingginya jumlah alel T dan faktor risiko berupa usia penderita. ...... Three to nine years old ALL patients associated by having standard risk to get chemoteraphy resistance and low risk to relapse. The main cause of the chemoteraphy resistance is the presence of MDR1 gene?s polymorphism, C3435T. Previous research showed that T allel?s frequency was greater than C allel?s in children with ALL in Cipto Mangunkusumo hospital. This research purpose is to link the MDR1 gene?s expression, it?s polymorphic allel frequency and age risk factor. MDR1 gene expression was assessed in 30 ALL patients whose age between 3 and 9 years old in Pedriatric Department Cipto Mangunkusumo Hospital and 1 healthy subject for reference. The gene expression analysis was done with 5? nuclease assay method using RT-PCR in patient?s cDNA. The optimized method used 4.800 ? 9.600 ng cDNA in 20 µl reaction. A relatively high gene expression was possessed by 21,875% patients while the other 78,125% patients own a relatively low gene expression compared to the reference sample. For conclusion, the high T allel frequency and the age of the patients predispose their lower gene expression.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Yuliusman
Abstrak :
Setiap perusahaan, termasuk perusahaan farmasi, membutuhkan unit business development untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya maupun mengembangkan bisnisnya agar menjadi lebih besar. Apoteker memiliki pengetahuan khusus dan unik mengenai ilmu farmasi dan pasar farmasi yang dapat menjadi keunggulan kompetitif dibandingkan dengan profesi lain yang bekerja di business development suatu perusahaan farmasi. Oleh sebab itu, Apoteker membutuhkan suatu pengalaman praktis dalam bekerja di business development. Pengalaman praktis diperoleh melalui praktek kerja profesi Apoteker yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016 di corporate business development PT. Kalbe Farma,Tbk. Ada pun tujuan dari praktek kerja profesi ini adalah memahami tugas dan wewenang Apoteker di korporasi; memahami peran Apoteker dalam pengembangan industri farmasi melalui pembuatan bisnis baru atau perluasan portofolio bisnis yang telah ada; serta memahami tahapan pengembangan bisnis baru atau portofolio bisnis dalam suatu perusahaan farmasi. Tugas dan wewenang Apoteker pada divisi corporate business development secara umum adalah memastikan kelangsungan bisnis, manajemen proyek dan melakukan inovasi. Peran Apoteker pada divisi corporate business development di PT.Kalbe Farma,Tbk. adalah sebagai penganalisa pasar, penganalisa bisnis dan produk baru, peninjau produk dan bisnis baru, pencarian ide bisnis baru dan pengembangan portofolio bisnis, serta presentasi hasil analisa dan ide bisnis baru atau pengembangan portofolio bisnis tersebut kepada pihak yang berkepentingan seperti pemegang saham, pihak marketing, dan pimpinan perusahaan. Tahapan pengembangan bisnis baru ataupun pengembangan portofolio bisnis adalah pencarian ide, pematangan dan penilaian ide, persiapan rencana bisnis, pengambilan keputusan, pengusulan produk baru, eksekusi ide, pemantauan eksekusi, pemantauan paska peluncuran produk, dan marketing.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Yuliusman
Abstrak :
Praktek kefarmasian dan standar pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, yaitu Apoteker. Agar dapat menjalankan pekerjaan tersebut, Apoteker harus memiliki pengetahuan yang cukup dan pengalaman praktis dalam mengelola apotek dan sediaan farmasi. Oleh sebab itu, selama bulan April 2016 dilakukan praktek kerja profesi apoteker di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34A Mangga Besar. Pelaksanaan praktek kerja ini dilakukan agar mahasiswa dapat memahami tugas dan fungsi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek. Dari hasil praktek kerja profesi, diketahui bahwa tugas dan tanggung jawab Apoteker meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, serta pelayanan farmasi klinis. Apoteker juga berperan sebagai pemberi layanan, pengambil keputusan, komunikator, pemimpin, pengelola, pembelajar seumur hidup dan peneliti. Wawasan, pengetahuan dan pengalaman praktis yang diperoleh selama PKPA antara lain dalam hal pengkajian resep, penyiapan resep, dispensing, pemberian informasi obat, pelayanan swamedikasi, pemusnahan resep, pengelolaan stok obat, serta pelaporan Narkotika dan Psikotropika menggunakan SIPNAP secara online. Permasalahan yang ada dalam praktek kefarmasian antara lain adalah terjadinya kekurangan stok karena pengadaan obat yang dilakukan secara sentral dan menggunakan metode pola konsumsi. ...... Pharmaceutical service and pharmaceutical care have to be done by pharmacists, health workers who have skill and knowledge in pharmaceutical area. Pharmacists have to possess sufficient knowledge and practical experience in managing pharmacy and pharmaceutical products to fulfill their role. Thus, an internship in Atrika Apotek in Kartini Raya No 34A, Mangga Besar was done during April 2016. Internship was done to understand the role and function of head pharmacist in implementing pharmaceutical care in pharmacy. From the internship, the task and responsibility of pharmacists such as managing pharmaceutical products, health tool, and disposable medical devices; as well as implementing clinical pharmacy was known. Pharmacists also have role as service deliver, decision maker, communicator, leader, manager, life time learner, and researcher. Insight, knowledge and practical experiences that were obtained are prescription assessment; prescription compounding and dispensing; medicine information; self medication; prescription disposal; medication supply management; and narcotics psychotropics reporting using online SIPNAP. The problem with current pharmaceutical practice that was observed is low medication supply due to central medicine procurement using consumption method.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Yuliusman
Abstrak :
Dinas kesehatan merupakan instansi daerah yang mempunyai tugas utama melakukan pembinaan dan pengawasan setiap kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Instansi ini membutuhkan pekerja berupa tenaga kesehatan termasuk apoteker agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oleh sebab itu, dilakukan praktek kerja profesi apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Pusat yang bertujuan untuk memahami peran, tugas dan tanggung jawab apoteker di instansi pemerintahan; memiliki pengetahuan tentang tupoksi instansi pemerintahan di bidang farmasi; serta memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman praktis melakukan pekerjaan di instansi pemerintahan. Praktek kerja profesi dilakukan pada tanggal 18-29 Januari 2016. Dari hasil praktek kerja profesi, diperoleh pengetahuan bahwa peran, tugas dan tanggung jawab apoteker di instansi pemerintahan seperti Suku Dinas Kesehatan antara lain pengawasan, pengendalian, monitoring dan evaluasi perizinan dan non perizinan pada sumber daya kesehatan; memberikan rekomendasi kepada PTSP dalam rangka penetapan dan pemberian sanksi atas pelanggaran dan penyalahgunaan perizinan dan non perizinan pada sumber daya kesehatan; serta pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup kota administrasi. Tupoksi Suku Dinas Kesehatan di bidang farmasi antara lain melakukan binwasdal terhadap sarana farmasi dan sarana kesehatan; pengelolaan obat buffer dan obat program; monitoring harga obat generik; rekpitulasi laporan POR dan persentase penggunaan obat generik; pembuatan LPLPO serta laporan ketersediaan obat di puskesmas; analisa dan verifikasi RKO di puskesmas dan RSUD; serta analisa dan pelaporan SIPNAP sarana pelayanan kefarmasian. Pekerjaan di instansi pemerintahan yang dilakukan selama PKPA antara lain rekapitulasi data POR puskesmas, rekapitulasi data jumlah tenaga kesehatan puskesmas dan kegiatan binwasdal ke apotek. Ada pun masalah kefarmasian di pemerintahan yang diamati antara lain kurangnya jumlah apoteker yang bekerja di pemerintahan. ...... Health Department is a district institute which main purpose is to develop and supervise all activity realted to health resources and health effort. This institute need health workers, including pharmacist, to fulfill it's purpose. Thus, internship in Jakarta Pusat Health Department was done in order to understand the pharmacist role, task, and responsibility in government institute as well as attaining knowledge, insight, skill and practical experience in working in governmental institution. The internship was done from 18 to 29 January 2016. From the internship, it is known that pharmacist role, task and responsibility in governmental institution like health department are mentoring, supervising, monitoring and evaluating license and non-license matter for health resources; giving recommendation for PTSP in establishing and imposing sanction for licensing and non licensing related offense and misuse for health resources; also manage medicine and health products supplies in the administration town. The task and function of the health department are mentoring, supervising and controlling the pharmacy and health institutions; managing buffer stock and program's medicine; monitoring generic medicine price; POR report recapitulation; generic medicine usage percentage; making LPLO and medicine supply in community health center and RSUD; also analysing and reporting the SIPNAP. Work in government institution that was done were POR data recapitulation; health workers number in community health center recapitulation; and mentoring, supervising, monitoring a pharmacy. The pharmaceutical problem government institution that was observed was the limited number of pharmacist.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library