Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yustina Sari
Abstrak :
Penelitian ini didasarkan pada pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstiusi yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, konsep pengawasan internal yang dilaksanakan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman, dalam hal ini terkait dengan pengisian jabatan dan pengawasan hakim di Mahkamah Konstitusi. Kedua, perubahan susunan, kedudukan, dan peran Majelis Kehormatan dalam menjalankan fungsi pengawasan atas hakim konstitusi. Ketiga, menganalisis perubahan susunan, kedudukan, dan peran Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan relasinya dengan pengisian jabatan hakim konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan yang bersifat internal di lingkungan hakim di masa lalu dianggap tidak berjalan dengan efektif sehingga memunculkan gagasan perlunya pengawasan yang dilakukan oleh suatu lembaga khusus. Adanya peran pihak eksekutif dan legislatif maupun lembaga non-yudisial dalam proses perekrutan hakim, tidaklah dianggap sebagai hal yang dapat mempengaruhi kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Adanya keinginan untuk mengaktifkan kembali pengawasan eksternal memberikan pengaruh yang cukup besar pada susunan, kedudukan dan peran Majelis Kehormatan termasuk di dalamnya keterlibatan 3 (tiga) lembaga negara yang berperan dalam pengisian jabatan hakim konstitusi di dalam susunan Majelis Kehormatan di Indonesia secara langsung. ...... This research is based on the establishment of Constitutional Court of honor assembly which is regulated in Act No.24/2003 regarding Constitutional court and its amendments, Act No. 8/2011. The method used in this study is a yuridis normatif by using the secondary data. First, the concept of internal control which is implemented in the judial power, in this case related to recruitment system and surveillance mechanism in the constitutional court. Second, the amendment in the composition, position and role of the Constitutional Court of Honor Assemblies in performing supervisory functions. And the third is to analyze the changes in the composition, position and role of the Constitutional Court of honor assemblies in performing supervisory functions and ts relation to recruitment system of Constitutional Judges. There results showed that the internal surveillance in the past is considered ineffective, and this leads to the idea of the need for supervision by the special agency. On the other hand, the participation of the executive, legislatif and/or non-judicial body in recruitment system of Constitutional Court Judges should not be considered as a threat to judicial independency. There is an inclination to re-enable the external supervision to constitutional judges which leads to a significant change of the composition, position, and role of the Constitutional Court of Honor Assemblies, including the involvement of the executive, legislative and judiciary in its honor assemblies.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Sari
Abstrak :
Penelitian ini didasarkan pada proses dan mekanisme pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik beserta UU perubahannya yaitu UU No. 2 Tahun 2011. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, kewenangan yang dimiliki oleh partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu anggotanya yang duduk di DPR. Kedua, mekanisme pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur oleh uu dan peraturan terkait seperti peraturan KPU. Ketiga, menganalisis kewenangan yang dimiliki Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu anggotanya dan kesesuaian proses penyelesaian perselisihan pemberhentian antarwaktu tersebut dengan peraturan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu ini masih terus diperdebatkan oleh pihak-pihak tertentu. Kewenangan tersebut telah diajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan pengujian. Hasil dari pengujian tersebut adalah hak recall yang dimiliki poleh partai politik ini tidak bertentangan dengan pelaksanaan demokrasi perwakilan. Disamping itu, dalam studi kasus yang penulis sampaikan, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan proses pemberhentian antarwaktu dengan mekanisme yang diatur oleh undang-undang. ......This research is based on the processes and the mechanism of the intertemporal dismissal and the replacement or usually named as recall which are regulated in Act No.27/ 2009 regarding MPR, DPR, DPD and DPRD and Act No. 2/2008 regarding Political Parties Act and its amendments, Act No. 2/2011. In this paper, there are three main issues. First, the political parties?s authority to proposed the dismissal and replacement of their members in the parliament (DPR). The second is to describe about the mechanism of the recall process based on the regulation in Indonesia. And the third is to analyze about the authority of Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) as a party that registered in DPR, to propose the recalling process to their members in DPR and also analyze about the compatibility of the dispute settlement process according to the regulations. The method used in this study is a yuridis normatif by using the secondary data. The results showed that the political parties in Indonesia have the authority to propose the recall process for their members that registered in DPR. There are several people that disagree about this recall authority which is own by the political parties. This recall by political parties?s proposed has been tested by the constitutional court (Mahkamah Konstitusi) and the results showed that this authority to recall their members in the parliament is not contradict with the implementation of the representative democracy. In addition, in the case studies that is included in this matters, it turns out that there is still an incompatibality between the implementation of the recall process according to the mechanism that regulated by the law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S1600
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library