Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puji Wahono
"ABSTRAK
Sejalan dengan judulnya, tesis ini dikembangkan terutama berdasarkan pada upaya untuk menjelaskan terjadinya proses perubahan tata niaga industri baja di Indonesia. Perubahan yang kemudian lajim dikenal dengan istilah deregulasi baja tersebut, merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di bidang ekonomi secara keseluruhan. Tindakan itu dilakukan sebagai reaksi alas perubahan ekonomi politik internasional pada awal tahun 1980-an. Tujuan utama dari perubahan kelembagaan ekonomi itu adalah untuk mendorong kinerja ekonomi nasional agar mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Namun demikian kebijakan tersebut juga dapat dilihat sebagai upaya reorientasi terhadap besarnya campur tangan pemerintah di bidang ekonomi. Untuk itu yang tidak dapat dihindarkan adalah terjadinya perubahan pelaku utama di bidang ekonomi, dari dominasi perusahan-perusahaan milik negara (BUMN) kepada ekonomi yang dijalankan oleh swasta. Akibatnya mekanisme ekonomi yang digunakan juga akan berubah, dari titik berat pada government control mechanism kepada market mechanism.
Sementara itu bagi Indonesia, industri baja merupakan salah satu industri hulu yang sejak awal pembangunannya telah memiliki kaitan erat dengan perkembangan masalah politik ketika itu. Secara ekonomi, arti penting industri baja dapat dilihat dari keterkaitannya dengan industri menengah dan hilir pengguna baja yang jumlahnya sangat luas, dan sangat dibutuhkan dalam rangka pembangunan nasional. Sedang secara politik, pembangunan industri baja itu sendiri tidak lepas dari latar belakang politik dan strategi keamanan nasional, terutama dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan barang vital yang menggunakan bahan baku baja, mulai dari industri ringan sampai ke industri berat serta industri peralatan militer. Sehingga pemilikan industri hulu baja dinilai akan menjamin adanya pasokan bahan baku yang aman dalam rangka pengembangan industri nasional.
Melihat arti penting dan tujuan kebijakan pemerintah tersebut, maka sebagai negara yang demokratis, peran serta masyarakat akan menjadi sangat penting pula artinya. Sebab kebijakan deregulasi akan mengarah kepada terjadinya democratic economic policy making, dimana masyarakat sebagai bagian terbesar dari partisipan di bidang ekonomi harus menjadi penentu dari kebijakan, terutama sekali yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu penelitian ini berusaha untuk melihat kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja dari proses perumusannya. Bertolak dari permasalahan yang ingin diungkapkan tersebut, maka penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam penelitian kwalitalif dan metode analisanya bersifat diskriptif analitis. Artinya adalah, bahwa penelitian ini disamping menggambarkan fenomena yang ada juga menganalisis keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya. Adapun pendekatan yang digunakan adalah Ekonomi Politik (Political Economy), yaitu suatu pendekatan- yang berusaha mengkaitkan antara masalah-masalah ekonomi dengan politik. Pendekatan ini dianggap lebih cocok karena selain penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimana suatu kebijakan dirumuskan, juga karena studi ini ingin mengungkapkan jawaban politik dari pendekatan ini, yaitu siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan dan bagaimana prosesnya. Melihat pada kenyataan yang ada, maka sebagai unit analisisnya di sini adalah negara (state centred), karena walaupun mayarakat diyakini mulai besar peranannya namun dalam proses perumusan kebijakan keikutsertaan mereka masih banyak dipertanyakan.
Pembahasan tesis ini diawali dengan adanya perubahan di sektor penerimaan negara,
menyusul jatuhnya harga minyak di pasar internasional dan kecenderungan perubahan ekonomi politik secara global. Sejak awal Orde Baru, melalui dukungan devisa dari minyak, pemerintah melalui berbagai perusahaan negara (BUMN), secara aktiv menjadi pelaku utama di bidang ekonomi. Namun dengan jatuhnya harga minyak yang tajam dan terus menerus, pemerintah secara bertahap terpaksa hares menyerahkan sebagian besar pengelolaan ekonomi kepada swasta. Akan tetapi proses ini terjadi tidak dengan cara yang sederhana karena melibatkan berbagai kepentingan politik di tingkat pengambilan keputusan. Pertentangan terutama terjadi antara mereka yang mendukung ekonomi terbuka (pro-deregulasi), melawan mereka yang pro-nasionalisme ekonomi (status-quo). Oleh karena itu dilakukannya kebijakan deregulasi ini, bukan berarti hilangnya pengaruh kelompok pro-nasionalisme ekonomi, karena pertentangan pemikiran ekonomi yang terjadi tidak berlangsung secara zero-sume game, sehingga terjadi semacam tarik ulur (trade-off) dalam daregulasi yang dilakukan, terutama dalam masalah proteksi. Dua aliran utama (mainstream) ekonomi Indonesia ini, masing-masing memiliki pendukung dalam birokrasi maupun masyarakat pelaku bisnis, terutama mereka yang diuntungkan dari sistem yang bersangkutan. Mereka ini merupakan aktor-aktor yang mempunyai kepentingan melekat (vested interest), yang keberadaannya kerapkali menjadi pertimbangan utama dari deregulasi. Dalam penelitian ini juga dijelaskan perkembangan industri baja dalam negeri terutama PT Krakatau Steel sebagai pelaku utama, mulai dari awal pembangunannya sampai pada perkembangan terakhirnya, terutama berkenaan dengan kebijakan deregulasi baja yang telah memangkas segala fasilitas yang selama ini diberikan pemerintah.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa, faktor-faktor yang menjadi pendorong deregulasi baja dan ekonomi secara keseluruhan adalah jatuhnya harga minyak, tekanan dari dalam birokrasi pemerintah, tekanan dari kreditor internasional, tekanan dari kalangan swasta dan situasi serta kondisi ekonomi politik internasional dan nasional yang telah bertaut menjadi satu kekuatan pendorong yang tidak terabaikan. Sementara itu, sebagai negara yang mengandalkan pada single commodity migas sebagai sumber devisa negara, jatuhnya harga minyak sangat dirasakan akibatnya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk melakukan alih strategi, dari ekonomi yang berorientasi ke dalam (inward looking) ke ekonomi yang berorientasi ekspor (outward looking); dari kebijakan industri substitusi impor (ISI), yang lebih menekankan pada pemenuhan barang pengganti impor dan ekspor bahan mentah kepada industri yang berorientasi ekspor (export oriented) yang menekankan kepada produk barang olahan (industri manufaktur).
Dalam prosesnya, deregulasi lebih merupakan inisiatif dari pemerintah ketimbang swasta (masyarakat). Oleh karenanya keterlibatan masyarakat baik melalui Kadin, sebagai lembaga perwakilan para pelaku bisnis, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, serta Parpol sebagai lembaga aspirasi secara umum, adalah tidal( kentara. Minimnya peran mereka ini sebagian diakibatkan adanya strategi korporatisme negara yang dikenakan pemerintah sejak Orde Baru dengan sokongan dari besarnya penerimaan negara dari minyak. Adapun sebab lain dari lemahnya keterlibatan perwakilan masyarakat tersebut menurut pemerintah adalah, dikarenakan terlalu luasnya cakupan organisasi-organisasi tersebut, sehingga dianggap tidak langsung berkaitan dengan industri terkait (baja). Sementara itu Asosiasi (baja) dan Pers diyakini oleh pemerintah memiliki keterkaitan yang kuat dalam kebijakan deregulasi yang dirumuskan. Peran mereka terutama dalam memberikan input yang berkaitan dengan struktur biaya (cost stucture) produksi maupun perkembangan harga dan bahan baku di pasar internasional maupun domestik. Dari penelitian ini juga ditemukanbahwa, mudahnya deregulasi dilakukan terhadap industri baja antara lain dikarenakan industri ini sepenuhnya milik negara. Sedang swasta yang bergerak di sektor hulu satu-satunya milik Liam Soe Liong CRMI (Cold Rolled Milling Steel Industry) sudah diambil alih oleh PT Krakatau Steel milik negara (BUMN) beberapa waktu sebelum deregulasi Oktober 1993 dikeluarkan.
Implikasi dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini sangat terkait dengan pertanyaan pendekatan ekonomi politk, terutama siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dari kebijakan tersebut. Mereka yang dirugikan dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini adalah PT Krakatau Steel, yang selama ini ditunjuk menjadi distributor utama kebutuhan baja nasional dan menikmati berbagai fasilitas proteksi dan subsidi akhirnya hams dilepaskan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan keuntungan yang tajam menyusul dikeluarkannya Paket Deregulasi 23 Oktober 1993, yang secara telah menghapus sama sekali dan mengurangi proteksi bea masuk (BM) dan bea masuk tambahan (BMT) atas sebagian besar produk baja. Adapun mereka yang diuntungkan dari kebijakan ini adalah perusahaan-perusahaan yang banyak menggunakan baja sebagai bahan bakunya, seperti perusahaan konstruksi, industri alat-alat berat, otomotif, makanan kalengan dan seterusnya yang banyak bergerak di sektor menengah dan hilir dalam proses produksi. Sedangkan ancaman terhadap prospek deregulasi Baja ini, terutama berkenaan dengan adanya tuduhan dumping yang dialamatkan terhadap produsen baja asing yang selama ini menjual produk mereka ke Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan raregulasi barn (reregulasi), karena mereka mendapat dukungan dari Menteri Perindustrian (juga Komisaris utama PT Krakatau Steel), yang berjanji untuk segera menerapkan UU Anti Dumping.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wahono
"ABSTRAK
Penciptaan pengetahuan (knowledge creation) memiliki arti yang sangat strategis dan sekaligus panting bagi perkembangan dunia bisnis belakangan ini. Sebab pengetahuan dapat menghasilkan inovasi dan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Para manajer perusahaan, karenanya harus dapat mengidentitikasi dan membantu perusahaan dalam mengakses berbagai pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka penciptaan nilai secara berkesinambungan.
Semakin pentingnya pengetahuan bagi perusahaan dapat dilihat dari perkembangan produk yang dihasilkan. Semakin canggihnya produk baik dari segi isi maupun produksi, telah mengakibatkan landasan bersaing perusahaan pun ikut bergeser pula, yakni semakin mendasarkan pada pengetahuan. Intinya adalah pada pengembangan pengetahuan yang sangat berharga dan sulit ditiru, serta yang dapat menghasilkan keunggulan bersaingsecara berkelanjutan.
Meskipun arti pentingnya pengetahuan mendapatkan pengakuan secara Iuas, tetapi tidak banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan dan diimplementasikan, terutama pengetahuan tasit (tacit knowledge) yakni pengetahuan yang berakar pada keahlian dan pengalaman yang tertanam di dalam diri setiap individu. Karena itu meski meski diakui pentingnya pengetahuan tersebut bagi keunggulan bersaing perusahaan, tetapi tidak banyak perusahaan yang memperoleh manfaat dari pengetahuan tersebut.
Bertolak dari hal itu maka penelitian dilakukan terhadap industri batik. Industi yang banyak mengandalkan pada saat tidak berwujud atau pengetahuan tasit tersebut. Industri batik dipilih juga karena selain memiliki basis akar budaya yang Iuas di seluruh wilayah nasional dan banyak digeluti oleh masyarakat, terutama lapisan bawah, Serta banyak menyerap tenaga kerja. Industri batik juga merupakan produk yang inovatif disamping masih menyimpan potensi yang belum dikembangkan secara optimal.
Penelitian ini dilakukan di empat daerah pusat perkembangan industri batik yakni Solo, Yogyakarta, Pekalongan, dan Cirebon. Empat daerah ini sekaligus mewakili karakteristik batik yang ada yakni Solo dan Yogyakarta mewakili batik keraton, sedangkan Pekalongan dan Cirebon mewakili batik pesisir. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi model penciptaan pengetahuan para perusahaan batik di empat daerah industri.
Penelitian ini menggunakan pendekatan positivistik dan melibatkan 171 responden yang mewakili masing-masing perusahaan (sample) yang berasal dari sebanyak 220 popuiasi perusahaan batik skala menengah dan besar di empat daerah. Data diperoleh dengan menggunakan metode survey dengan menggunakan daftar pertanyaan. Sedangkan untuk pendalamannya dilakukan wawancara dengan para informan yang dipilih dan mewakili perusahaan mereka masing-masing. Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan statistik model persamaan struktural (Struktural Equation Modelling-SEM).Adapun software yang digunakan dalam mengolah data ini adalah Program LISREL (Linear Structural Retations) yersi 8.50. Penelitian dilakukan pada Agustus 2004 sampai dengan Juni 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi konversi pengetahuan dari sosialisasi, ekstemalisasi, kombinasi, dan internalisasi dalam perusahaan batik di empat daerah. Konversi pengetahuan inilah yang kemudian menghasilkan pengetahuan baru serta kemudian menjadi pendorong bagi inovasi. Penciptaan pengetahuan di empat daerah industri batik dapat berlangsung karena didukung oleh Iingkungan perusahaan. Terdapat satu variable yang tidak signitikan, yakni variabel pengulangan yang termasuk di dalam kondisi pendukung.
Ditemukan pula bahwa proses penciptaan pengetahuan perusahaan berlangsung dengan baik di Pekalongan, kemudian Cirebon, menyusul Yogyakarta dan terakhir Solo. Demikian pula daerah pesisir Pekalongan dan Cirebon Iebih baik dibandingkan daerah keraton Solo dan Yogyakarta dalam hal penciptaan pengetahuan. Sementara itu antara Yogyakarta dengan Cirebon, meskipun keduanya mewakili daerah dengan karakteristik batik yang berbeda, tetapi keduanya tidak berbeda dalam hal penciptaan pengetahuan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan batik yang berada di empat daerah industri batik memiliki berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi perusahaan-perusahaan yang mampu menciptakan inovasi secara terus menerus. Mengingat penelitian ini unit analisisnya perusahaan, maka potensi yang dimiliki perusahaan-perusahaan batik berupa adanya penciptaan pengetahuan, tidak akan mampu memberikan berarti banyak apabiia tidak didukung oleh kondisi Iingkungan (makro ekonomi) yang kondusif.

ABSTRACT
Knowledge creation plays an important role in the development of business nowadays because knowledge could generate innovation that could lead into competitive advantages. Therefore the management should be abie to identify and access various knowledge needed for a continuous process of value creating.
Even though the importance of knowledge has been widely acknowledged, there is not much study has been done in the correlation to how knowledge is created and implemented especially the one conceming tacit knowledge, a knowledge uniquely owned by one individual that originated from his or her skills and experiences. Therefore, even though the importance of it for company's competitive advantage is already been acknowledge, not many company get benefit from it.
This study is focusing in batik industry, because the base of this industry is more into intangible assets or tacit knowledge. It also has a wide cultural basis in Indonesia and takes up a lot of man power. Batik is an innovative product that still hasn't reach its full potential. Therefore with this study we can reveal the importance of tacit knowledge in terms of helping the innovation process in batik industry.
The study take place in four batik industry region which is Solo, Yogyakarta, Pekalongan and Cirebon. This four regions are also representing the characteristic of batik. Solo and Yogyakarta are representing ?Batik Keraton? and Pekalongan and Cirebon are representing ?Batik Pesisi|". The objective of this study is to reconstruct a model of company's knowledge creation process in all four industry region.
The approach used in this study is ?positivistic". There are 171 respondents who representing each company (sample) originated from middle and large scale batik companies in the four study areas. The data is acquired using questionnaires and in depth interviews with selected companies? representatives. Strukturai Equation Modelling-SEM is used for the data processing and analysis while the software used is LISREL (Linear Structural Relations) 8.50 version. The study took place from August 2004 to June 2005.
This study shows that the conversion of knowledge from socialization, externalization, combination and internalization is exist in the batik's companies in all four area. Later on this conversion will lead into new knowledge and becoming the drive for innovation. Knowledge creating processes in all four batik industrial area could take place because it is supported by companies? environment but there is one insignificant variable which is redundancy.
It also discovered that company's knowledge creating process is signiticantly found in Pekalongan and then Cirebon, Yogyakarta and Solo. The study also conclude that ?Pesisir" areas, Pekalongan and Cirebon is better than Yogyakarta and Solo in terms of knowledge creating process and found out that even though Yogyakarta and Cirebon is representing different batik characteristic, they both share the same approach in the knowledge creating process.
This study is concluding that batik's companies in four industrial areas have the potential to create a continuous innovation process. Considering the unit analysis in this study is company, this potential will not have a significant effect without a conducive macro economy condition."
Depok: 2005
D798
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library