Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pada percobaan binatang kadar prolaktin serum yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya edema. Dari penelitian pada hewan dan manusia dengan hipertensi ditemukan perubahan kadar ion kalsium serum. Percobaan in vitro membuktikan bahwa kadar magnesium yang rendah dalam cairan ekstraseluler meningkatkan tonus dan kepekaan pembuluh darah untuk berkontraksi. Gejala edema, hipertensi, dan spasmus pembuluh darah dijumpai pada kehamilan dengan sindroma preeklampsi. Pada manusia kadar prolaktin serum belum pernah dihubungkan dengan terjadinya edema, perubahan kadar ion kalsium serum pada hipertensi masih kontroversial, dan kaitan antara kadar magnesium serum dan spasmus pembuluh darah pada preeklampsi belum diketahui secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kadar prolaktin, ion kalsium, dan magnesium serum pada preeklampsi, yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam menjelaskan permasalahan tadi. Kadar prolaktin ditetapkan dengan cara tera imunoradiometrik, kadar ion kalsium dengan cara elektroda selektif ion, dan kadar magnesium dengan spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks dengan xylidil blue. Serum diperoleh dari 30 penderita preeklampsi dan 30 orang hamil normal dengan usia hamil antara 32 sampai dengan 43 minggu.
Hasil dan Kesimpulan: Dari analisa terhadap serum tersebut di atas, ternyata 1/ tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar prolaktin serum dan derajat edema, 2/ dijumpai korelasi bermakna antara kadar ion kalsium serum dan hipertensi, dan 3/ tidak ada perbedaan bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsi dan kehamilan normal. Pada preeklampsi didapatkan 1/ kadar prolaktin serum antara 61,7 - 376,7 ng/ml; 2/ kadar ion kalsium 0,99 - 1,19 mmol/L; dan 3/ kadar magnesium serum 1,5-2,4 mg/dL.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: In animal, an increase of serum prolactin was related td the development of edema. In animal as well as in hypertensive humans the serum level of ionic calcium was altered. In vitro studies showed that at low level of extra cellular magnesium the tone and contractibility of the smooth muscle of blood vessels was increased. The syndrome of edema, hypertension, and spasm of blood vessels were found in preeclamptic women. The role of prolactin in the development of edema in human was unknown, the changes of ionic serum calcium in hypertension are still controversial, and the relation between serum level of magnesium and the spasm of blood vessels in preeclampsia was unclear. This study was carried out to measure the serum level of prolactin, ionic calcium, and magnesium in preeclampsia, which may be used to clarify the problem. Prolactin was determined by immunoradiometric assay (Abbott), ionic calcium by ion selective electrode (AVL-980), and magnesium by spectrophotometry using xylidil blue. The determination was carried out in 30 subjects with preeclampsia and 30 normal pregnancies, both at 32 - 43 weeks of pregnancy.
Findings and Conclusions: Analysis of the subjects above revealed that: 1/ there was no correlation between serum prolactin and the degree of edema in preeclampsia, 2/ serum ionic calcium showed a good correlation with hypertension, and 3/ there was no difference in serum magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. In preeclampsia, the concentration of 1/ serum prolactin is 61.7 376.7 ng/mL; 2/ ionic calcium is 0.99-1.19 nmol/L; and 3/ serum magnesium is 1.5-2.4 mg/dL. In normal pregnancy, the concentrations are: 1/ serum prolactin 92.7-357.3 ng/mL 2/ serum ionic calcium 0.87-1.13 mmol/L, and 3/ serum magnesium 1.6-2.4 mg/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan retardasi perkembangan
intrauterin (IUGR) masih merupakan masalah, khususnya di Indonesia, karena
menunjukkan angka kejadian yang tinggi dan pertu diturunkan. Malnutrisi pada
anak kurang dan 1 tahun terbanyak pada bayi BBLR. Penyebab gagal tumbuh
terbanyak pada bayi adalah masalah saluran cerna, terutama maldigesti,
malabsorpsi, dan diare kronik.
Pada penelitian dengan menggunakan hewan coba, didapatkan mukosa
usus halus hipotrofi dan normoplasi pada tikus malnutrisi. Keadaan normoplasi
tercermin dari kandungan DNA mukosa usus halus yang menetap pada
malnutrisi. Keadaan ini selain memperlihatkan bahwa usus halus dapat
mempertahankan jumlah selnya dalam menghadapi pembatasan nutrien, juga
memberi petunjuk bahwa akan dapat berkembang apabila mendapatkan
masukan nutrien yang cukup.
Apakah reatimentasi dapat memulihkan mukosa yang hipotrofi normoplasi
menjadi normotroti normoplasi? Apabila keadaan tersebut terjadi, apakah respon
pemulihan itu berbeda antara tikus yang diinduksi pada masa pranatal dan yang
diinduksi malnutrisi pada masa pascasapih? Penelitian ini berusaha menjawab
pertanyaan tersebut.
Metodologi
Penelitian eksperimental dengan desain post test-control group dilakukan
dengan menggunakan anak tikus jantan jenis Sprague-Dawley, dalam kurun
waktu April 2003 - Desember 2004. Delapan puluh ekor anak tikus jantan yang
dilahirkan dari 10 induk tikus berumur 8 minggu dengan berat badan antara 250-
300 gram, diberikan makanan baku yang lazim digunakan untuk penelitian.
Penelitian dibagi dalam 2 tahap : (1) induksi malnutrisi pranatal yaitu 3 minggu
pada masa gestasi, 3 minggu masa laktasi dan 3 minggu pascalaktasi, dan
induksi malnutrisi pascasapih selama 9 minggu dimulai segra setelah disapih;
dilanjutkan dengan tahap (2) Realimentasi selama 8 minggu. Pada setiap akhir
tahapan dilakukan nekropsi untuk memperoteh data. Data tersebut adalah (1)
kadar albumin serum, (2) ukuran badan (berat badan, panjang badan, Iingkar
dada), (3) ukuran usus (berat usus, panjang usus, diameter usus dan berat
mukosa), (4) morfologi usus halus (tebat mukosa, tinggi vilus, kedalaman kripta,
nisbah vitus/kripta, jumlah virus, kandungan protein, kandungan DNA, dan nisbah
protein/DNA), dan (5) aktivitas disakaridase (laktase, maltase, sukrase).
Hasil Penelitian
Berat badan tikus malnutrisi pranatal dan pascasapih yang direalimentasi lebih
tinggi dari tikus malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi Iebih rendah dari tikus
kontrol. Semua parameter yang digunakan untuk menilai morfologi pada tikus
malnutrisi pranatal dan pascasapih yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus
malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi lebih rendah dibandingkan tikus
kontrol. Aktivitas spesifik disakaridase pada tikus malnutrisi pranatal yang
direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi
lebih rendah dari nilai kontro. Sedangkan aktivitas spesifik disakaridase pada
tlkus malnutrisi pascasapih yang direalimentasi lebih rendah dari tikus malnutrisi
yang tidak direalimentasi, tetapi lebih tinggi dari nilai kontrol. Persentase
peningkatan beberapa parameter terhadap kontrol yaitu berat usus, berat
mukosa, dan kandungan protein mukosa usus halus tikus malnutrisi pascasapih
yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi pranatal yang direalimentasi.
Kesimpulan
Malnutrisi tidak mengurangi populasi enterosit usus halus tikus. Realimentasi
dapat meningkatkan berat badan tikus malnutrisi pranatal dan pascasapih, tetapi
tidak mencapai berat badan tikus normal. Realimentasi pada tikus malnutrisi
pranatal dan pascasapih dapat memperbaiki hipotrotl mukosa usus halus tetapi
tidak mencapai nonnotroti Realimentasi pada tikus malnutrisi pranatal dapat
meningkatkan aktivitas disakaridase tetapi tidak mencapai nilai normal.
Realimentasi pada tikus malnutrisi pascasapin dapat me-ngaklbatkan perubahan
aktivitas disakaridase tetapi tldak mencapai nilai normal. Realimentasi pada tikus
malnutrisi pranatal dan pascasapih dapat memperbaiki maturitas mukosa usus
halus, tetapi tidak mencapai normal. Realimentasi pada tikus malnutrisi
pascasapih memberikan respon yang lebih baik daripada tikus malnutrisi
pranatal.

Abstract
Background
Low birth-weight infant and intrauterine growth retardation (lUGR) are still a
health problem, especially in Indonesia due to high prevalence and need to be
reduced. Malnutrition in infants are most common occur in low birth-weight
infants. The most common etiology of failure to thrive in infants is due to
gastrointestinal origin, particularly nutrient maldigestion and malabsorption, and
chronic diarrhea.
Malnutrition in rats resulted in hypotrophic and norrnoplastic mucosa of the
small intestine. The nomioplasia was reflected from persistent DNA content of
the intestinal mucosa in malnutrition. The finding was not only showed that small
intestine was able to maintain its cell number in condition with restriction nutrient,
however also suggested the posibility of epithelial regeneration if given the
adequate nutrient intake.
Did realimentation recover the hypotrophic normoplastic mucosa to
nonnotrophic normoplastic? lf so, will the recovery response be different between
rats with malnutrition induced in prenatal period and post-weaning period. The
study aim to answer the above question.
Methodology
Experimental animal study with post test-control group design was perfomied
using male litter of Sprague-Dawley rats, from April 2003 to December 2004.
Eighty male Sprague-Dawley rats bom from 10 female rats which were 8 week
old and body weight of 250-300 grams, was fed standard chow. The study was
divided into 2 phases: (1) prenatally-induced malnutrition, i.e. 3 weeks gestation
period, 3 weeks lactation period, and 3 weeks post-weaning period, and post-
weaning-induced malnutrition for 9 weeks starting right after weaning, continued
with phases (2) realimentation for 8 weeks. At the end of each phase, the rats
were sacrilied to obtain data. The data include (1) serum albumin level, (2)
physical parameters (body weight, body length, chest cirouimstance), (3) small
intestinal parameters (intestinal weight, length, diameter, and mucosal weight),
(4) small intestinal morphology (mucosal thickness, villus height, cryptus depth,
ratio of villus/crypt, number of villi, protein content, DNA content, ratio of
protein/DNA), and (5) disaocharidases (lactase, maltase, sucrase) activities.
Results
Both in pranatally and postweaning-induced malnutrition, the body weight of rats
in realimentation group was higher than non-realimentation group, but lower than
control group. All parameters to evaluate the morphology of rats with prenatally
and postweanlng-induced malnutrition in realimentation group were higher than
those of non-realimentation, but lower than control group. Specihc activity of
disaocharidases in rats with prenatally-induced malnutrition in realimentation
group was higher than those without realimentation, but lower than control. While
specific activity of disaccharidases in postweaning-induced malnutrition rats in
realimentation group was lower than those without realimentation, but higher
than control. After relimentation, percentage of increase from control values in
some parameters in realimentation rats (intestinal and mucosal weight, protein
content of intestinal mucosa) in postweaning-induced malnutrition rats was
higher compared to prenatally-induced malnutrition rats.
Conclusions
Malnutrition did not reduced the population of small intestinal enterocytes.
Realimentation was able to increase the body weight of rats in prenatally and
post-weaning-induced malnutrition, but the increase did not reach the nom1al
body weight. Realimentation in rats in prenatally and postweaning-induced
malnutrition was able to improve the hypotrophy of small intestinal mucosa but
not fully recover to nomiotrophic state. Realimentation in rats in prenatally-
induced malnutrition was able to increase the disacxsharidases activities but not
to the nom'|al values. Realimentation in rats of postweaning-induced malnutrition
was able to decrease the disaccharidases activities, but not to nom1al values.
Realimentation was able to improve the maturity of small intestinal mucosa of
rats in prenatally and postweaning-induced malnutrition, but did not reach the
nomtal values. Realimentation in rats of postweaning-induced malnutrition
showed better responses than rats of prenatally-induced malnutrition."
2005
D715
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Latar Belakang
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan retardasi perkembangan
intrauterin (IUGR) masih merupakan masalah, khususnya di Indonesia, karena
menunjukkan angka kejadian yang tinggi dan pertu diturunkan. Malnutrisi pada
anak kurang dan 1 tahun terbanyak pada bayi BBLR. Penyebab gagal tumbuh
terbanyak pada bayi adalah masalah saluran cema, terutama maldigesti,
malabsorpsi, dan diare kronik.
Pada penelitian dengan menggunakan hewan coba, didapatkan mukosa
usus halus hipotrofi dan normoplasi pada tikus malnutrisi. Keadaan normoplasi
tercermin dari kandungan DNA mukosa usus halus yang menetap pada
malnutrisi. Keadaan ini selain memperlihatkan bahwa usus halus dapat
mempertahankan jumlah selnya dalam menghadapi pembatasan nutrien, juga
memberi petunjuk bahwa akan dapat berkembang apabila mendapatkan
masukan nutrien yang cukup.
Apakah reatimentasi dapat memulihkangmukosa yang hipotrofi normoplasi
menjadi normotroti normoplasi? Apabila keadaan tersebut terjadi, apakah respon
pemulihan itu berbeda antara tikus yang diinduksi pada masa pranatal dan yang
diinduksi malnutrisi pada masa pascasapih? Penelitian ini berusaha menjawab
pertanyaan tersebut.
Metodologi
Penelitian eksperimental dengan desain post test-control group dilakukan
dengan menggunakan anak tikus jantan jenis Sprague-Dawley, dalam kurun
waktu April 2003 - Desember 2004. Delapan puluh ekor anak tikus jantan yang
dilahirkan dari 10 induk tikus berumur 8 minggu dengan berat badan antara 250-
300 gram, diberikan makanan baku yang lazim digunakan untuk penelitian.
Penelitian dibagi dalam 2 tahap : (1) induksi malnutrisi pranatal yaitu 3 minggu
pada masa gestasi, 3 minggu masa laktasi dan 3 minggu pascalaktasi, dan
induksi malnutrisi pascasapih selama 9 minggu dimulai segra setelah disapih;
dilanjutkan dengan tahap (2) Realimentasi selama 8 minggu. Pada setiap akhir
tahapan dilakukan nekropsi untuk memperoteh data. Data tersebut adalah (1)
kadar albumin serum, (2) ukuran badan (berat badan, panjang badan, Iingkar
dada), (3) ukuran usus (berat usus, panjang usus, diameter usus dan berat
mukosa), (4) morfologi usus halus (tebat mukosa, tinggi vilus, kedalaman kripta,
nisbah vitus/kripta, jumlah virus, kandungan protein, kandungan DNA, dan nisbah
protein/DNA), dan (5) aktivitas disakaridase (laktase, maltase, sukrase).
Hasil Penelitian
Berat badan tikus malnutrisi pranatal dan pascasapih yang direalimentasi lebih
tinggi dari tikus malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi Iebih rendah dari tikus
kontrol. Semua parameter yang digunakan untuk menilai morfologi pada tikus
malnutrisi pranatal dan pascasapih yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus
malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi lebih rendah dibandingkan tikus
kontrol. Aktivitas spesifik disakaridase pada tikus malnutrisi pranatal yang
direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi
lebih rendah dari nilai kontro. Sedangkan aktivitas spesifik disakaridase pada
tlkus malnutrisi pascasapih yang direalimentasi lebih rendah dari tikus malnutrisi
yang tidak direalimentasi, tetapi lebih tinggi dari nilai kontrol. Persentase
peningkatan beberapa parameter terhadap kontrol yaitu berat usus, berat
mukosa, dan kandungan protein mukosa usus halus tikus malnutrisi pascasapih
yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi pranatal yang direalimentasi.
Kesimpulan
Malnutrisi tidak mengurangi populasi enterosit usus halus tikus. Realimentasi
dapat meningkatkan berat badan tikus malnutrisi pranatal dan pascasapih, tetapi
tidak mencapai berat badan tikus normal. Realimentasi pada tikus malnutrisi
pranatal dan pascasapih dapat memperbaiki hipotrotl mukosa usus halus tetapi
tidak mencapai nonnotroti Realimentasi pada tikus malnutrisi pranatal dapat
meningkatkan aktivitas disakaridase tetapi tidak mencapai nilai normal.
Realimentasi pada tikus malnutrisi pascasapin dapat me-ngaklbatkan perubahan
aktivitas disakaridase tetapi tldak mencapai nilai normal. Realimentasi pada tikus
malnutrisi pranatal dan pascasapih dapat memperbaiki maturitas mukosa usus
halus, tetapi tidak mencapai normal. Realimentasi pada tikus malnutrisi
pascasapih memberikan respon yang lebih baik daripada tikus malnutrisi
pranatal.

Abstract
Background
Low birth-weight infant and intrauterine growth retardation (lUGR) are still a
health problem, especially in Indonesia due to high prevalence and need to be
reduced. Malnutrition in infants are most common occur in low birth-weight
infants. The most common etiology of failure to thrive in infants is due to
gastrointestinal origin, particularly nutrient maldigestion and malabsorption, and
chronic diarrhea.
Malnutrition in rats resulted in hypotrophic and norrnoplastic mucosa of the
small intestine. The nomioplasia was reflected from persistent DNA content of
the intestinal mucosa in malnutrition. The finding was not only showed that small
intestine was able to maintain its cell number in condition with restriction nutrient,
however also suggested the posibility of epithelial regeneration if given the
adequate nutrient intake.
Did realimentation recover the hypotrophic normoplastic mucosa to
nonnotrophic normoplastic? lf so, will the recovery response be different between
rats with malnutrition induced in prenatal period and post-weaning period. The
study aim to answer the above question.
Methodology
Experimental animal study with post test-control group design was perfomied
using male litter of Sprague-Dawley rats, from April 2003 to December 2004.
Eighty male Sprague-Dawley rats bom from 10 female rats which were 8 week
old and body weight of 250-300 grams, was fed standard chow. The study was
divided into 2 phases: (1) prenatally-induced malnutrition, i.e. 3 weeks gestation
period, 3 weeks lactation period, and 3 weeks post-weaning period, and post-
weaning-induced malnutrition for 9 weeks starting right after weaning, continued
with phases (2) realimentation for 8 weeks. At the end of each phase, the rats
were sacrilied to obtain data. The data include (1) serum albumin level, (2)
physical parameters (body weight, body length, chest cirouimstance), (3) small
intestinal parameters (intestinal weight, length, diameter, and mucosal weight),
(4) small intestinal morphology (mucosal thickness, villus height, cryptus depth,
ratio of villus/crypt, number of villi, protein content, DNA content, ratio of
protein/DNA), and (5) disaocharidases (lactase, maltase, sucrase) activities.
Results
Both in pranatally and postweaning-induced malnutrition, the body weight of rats
in realimentation group was higher than non-realimentation group, but lower than
control group. All parameters to evaluate the morphology of rats with prenatally
and postweanlng-induced malnutrition in realimentation group were higher than
those of non-realimentation, but lower than control group. Specihc activity of
disaocharidases in rats with prenatally-induced malnutrition in realimentation
group was higher than those without realimentation, but lower than control. While
specific activity of disaccharidases in postweaning-induced malnutrition rats in
realimentation group was lower than those without realimentation, but higher
than control. After relimentation, percentage of increase from control values in
some parameters in realimentation rats (intestinal and mucosal weight, protein
content of intestinal mucosa) in postweaning-induced malnutrition rats was
higher compared to prenatally-induced malnutrition rats.
Conclusions
Malnutrition did not reduced the population of small intestinal enterocytes.
Realimentation was able to increase the body weight of rats in prenatally and
post-weaning-induced malnutrition, but the increase did not reach the nom1al
body weight. Realimentation in rats in prenatally and postweaning-induced
malnutrition was able to improve the hypotrophy of small intestinal mucosa but
not fully recover to nomiotrophic state. Realimentation in rats in prenatally-
induced malnutrition was able to increase the disacxsharidases activities but not
to the nom'|al values. Realimentation in rats of postweaning-induced malnutrition
was able to decrease the disaccharidases activities, but not to nom1al values.
Realimentation was able to improve the maturity of small intestinal mucosa of
rats in prenatally and postweaning-induced malnutrition, but did not reach the
nomtal values. Realimentation in rats of postweaning-induced malnutrition
showed better responses than rats of prenatally-induced malnutrition."
2005
D753
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0287
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"Bayi dengan berat badan lahir rendah dan retardasi perkembangan intrauterin masih merupakan masalah khususnya di Indonesia, karena menunjukkan angka kejadian yang tinggi dan perlu diturunkan. Malnutrisi pada anak kurang dari 1 tahun terbanyak pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Pada penelitian menggunakan hewan coba, didapatkan nutkosa usus halus hipotmfi dan normoplasi pada tikus maltmtrisi. Keadaan ini memperlihatkan bahwa mukosa usus halus dapat mempertahankan jumlah selnya dalam menghadapi pembatasan nutrien, dan memberi petunjuk akan dapat berkembang bila mendapatkan masukan nutrien yang cukup. Apakah realimentasi dapat memulihkan mukosa yang hipotrofi normoplasi menjadi normofrofi nonnoplasi ? Penelitian ini bertujuan untuk menjawab peitanyaan itu. Penelitian experimental dengan desain post text-control group dilakukan dengan menggunakan 40 ckor anak tikus jantan jcnis Sprague-Dawiey, yang diberikan makanan baku yang latim digunakan untuk penelitian. Penelitian dibagi dalam lahap induksi malnutrisi pranatal dilanjutkan dengan tahap realimentasi. Didapatkan berat badan, tebal mukosa, tinggi vilus, kedalaman kripta, nisbahi vilus/kripta, jumlah vilus, kandungan protein, dan nisbali protein/DNA mukosa usus tikus malnutrisi pranatal yang direalimentasi lebih linggi dari tikus malnultrisi pranatal yang tidak dircalimtmuisi, tetapi lebilt rendah dari tikus kontrol. Aktivitas disakaridttse nmkosa usus halus tikus malntttmi pranatal yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi pranatal yang tidak direalimentasi, tetapi lebih rendah dari tikus kontrol. Disimpulkan bahwa manultrisi pranatal tidak menguranigi populasi enterosit usus halus tikus. Realiinentasi pada tikus malnutrisi pranatal dapat memperbaiki hipotrofi mukosa usus halus dan meningkatkan aktivitas diaakaridase namun lidak mencapai nilai normal. Realimentasi pada tikus inalnutrisi pranatal dapat memperbaiki inatnritas mukosa usus halus tetapi tidak mencapai nilai normal. Informasi ini dapat bermanfaal dalam menetapkan kebijakan pengelolaan malnutrisi maternal. (Med J Indones 2006; 15:208-16)

Low birth-weight infant and intrauterine growth retardation are still a health problem, especially in Indonesia due to high prevalence ami need to be reduced. Malnutrition in infants are most common occur in low birth-weight infants. Malnutrition in nits resulted in hypotrophic and nonnoplastic mucosa of the small intestine. The finding was not only showed that small intestine was able to maintain its cell number in condition with restriction nutrient, however also suggested the posibility of epithelial regeneration if given adequate nutrient intake. Did realimentation recover the hypotrophic nonnoplastic mucosa to norniotrophic. nonnoplastic'.' The study aim to answer that question. Experimental animal study with post test-control group design was performed using 40 male litter of Sprague-Dawley rats, was fed standard chow. The study was divided into phases prenatally-inducccl malnutrition and continued with phase realimentation. The result of this study is the body weight, mucosal thickness, villas height, crypt us depth, ratio of vilus/crypt, number of rilli. protein content, and disaccharidases of rats realimentation group was higher than non-realimentation group, but lower than control group. Prenatally-induced malnutrition did not reduced the population of small intestinal enlem cytes. Realimentalion in rats in prenaially-induced malnutrition was able to improve the hypotrophy of small intestinal mucosa and to increase the distifcharidases activities but did no! reach the normal values. Realimentation in rats in prenatally-induced malnutrition was able to improve the maturity of small intestine mucosa but did not reach the normal values. The information will be helpfull to decide the policy of maternal malnutrition. (Med J Indones 2006; 15:208-16)."
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-208
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library