Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
Akhmad Nigroho
"Serat Ajipamasa berisi tentang kisah kusumawicitra, raja kediri yang gemar berkelana mengunjungi rakyatnya. Dari perjalannya itulah muncul cerita-cerita tentang keadilan dan kebijaksanaan Kusumawicitra dalam memutuskan persoalan yang terjadi di tengah rakyatnya. Hal ini karena Kusumawicitra menerapkan pedoman seorang raja, yakni: Asthabrata; sama-beda-dana-dhendha; nistha-madya-utama; Ananta-aniti-apariksa-amisesa maupun panca pratama. Karena itulah kusumawicitra dapat dijadikan sebagai sosok pemimpin ideal jawa. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan. Setelah serat Ajipamasa ditemukan kemudian ditransliterasikan dari huruf Jawa ke dalam huruf latim, selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pragmatik, yang menitikberatkan pada aspek pembacanya, namun tidak memberikan perhatian kepada material lingistik teks dan struktur di dalamnya. Penelitian ini bertujuan mengangkat ajaran pemimpin negara dan diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi pemimpin negara, aparatur negara serta masyarakat luas. "
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Arifin Suryo Nugroho
"Kiai merupakan sosok pemimpin agama yang turut andil dalam membentuk dan membangun karakter bangsa melalui pesantren. Model pendidikan yang khas di pesantren menjadikan kiai sebagai tauladan sepenuhnya dalam berbagai kegiatan hidupnya. Kepiawaiannya tidak saja berhenti dalam konteks pendidikan karakter, moral agama, tetapi juga perannya dalam memperdayakan sosial dan ekonomi masyarakat hingga pendidikan politik untuk menjadi warga negara yang baik. Dalam konteks nasionalisme, kiai tidak hanya pandai dan fasih berbicara mengenai paham kebangsaan. Dalam sejarah bangsa ini telah mencatat nama-nama kiai nasionalis yang rela berkorban untuk lepas dari rezim kolonialisme. Kecintaannya kepada tanah air itu diperkuat dan selaras oleh ajaran islam. Perjuangan dan pengorbanan mereka pun semata-mata karena melaksanakan perintah allah. Kiai sebagai aktor dalam pendidikan pesantren telah membuktikan kontribusi danperan mereka dalam sejarah untuk turut mewujudkan cita-cita negeri yang subur dan makmur, adil dan aman baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Bambang Hendarta Suta Purwana
"Organisasi sosial masyarakat Dayak Kanaytn di Kalimantan Barat terus mengalami perubahan seiring dengan penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, pembukaan perkebunan kelapa sawit, pengambangan institutsi pendidikan modern dan penyebaran agama Kristen. Tulisan ini menganalisa proses marginalisasi kepemimpinan tradisional masyarakat Dayak Kanayatn dalam konteks sosial dan politik yang melingkupinya, khususnya kehadiran lembaga negara, lembaga kapital dan agen-agen perubahan lainnya. Data dalam tulisan ini berasal dari hasil studi kepustakaan dan dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Pemberlakuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa menyebabkan para pemimpin tradisional bukan bagian dari aparat pemerintahan. Peran kepemimpinan tradisional ini semakin memudar ketika agama Katolik dan Kristen semakin berpengaruh dalam kehidupan warga masyarakat. Basis legitimasi sosial kepeimpinan tradisional semakin terkikis ketika perusahaan perkebunan kelapa sawit mengkooptasi para pemimpin adat untuk mengamankan kepentingan pihak perusahaan."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Bambang Hudayana
"Gejala penguatan seni-budaya di berbagai masyarakat desa di Indonesia mengundang pertanyaan tentang konteks desentralisasi dan otonomi desa yang melatarbelakanginya dan siapa aktor yang menggerakkan. Artikel ini menggambarkan bahwa desentralisasi dan otonomi desa memberikan kontribusi terhadap penguatan seni-budaya lokal. Di tingkat desa penguatan seni-budaya tersebut diakukan oleh para pemimpin formal, pemimpin informal dan warga sebagai upaya mewujudkan desa wisata berbasis pada potensi lokal. Namun demikian, masing-masing pihak tersebut memberikan kontribusi sesuai dengan kapasitas dan kepentingan politik dan ekonomi yang berlainan"
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sartini
"Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengungkap dan menjelaskan aspek kepemimpinan pada eksistensi wong pinter di Temenggung Jawa Tengah. Alasan mengapa diambil wong pinter di Temanggung Jawa Tengah adalah karena istilah wong pinter pada masyarakat ini memiliki arti khusus. Implisit di dalam istilah wong pinter adalah menjunjung tinggi moralitas dan nasihat sehingga di dalamnya terdapat aspek kepemimpinan. Berdasarkan hasil analisis melalui pendekatan beberapa teori kepemimpinan, wong pinter mempunyai kontribusi sebagai pemimpin informal individual yang mampu memberikan contoh dan mempengaruhi masyarakat dengan nasihatnya. Wong pinter biasanya tidak menonjolkan kelebihannya. Wong pinter bukanlah pemimpin manajer atau eksekutor yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan suatu masalah dan melakukan suatu tindakan karena pada umumnya mereka bukan pemimpin formal, melainkan berkontribusi dalam memberikan pertimbangan kepada masyarakat termasuk para pemimpin mengenai suatu keputusan yang sebaiknya diambil."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Endah Susilantini
"Kumbakarna seorang ksatria tinggi besar berwajah raksasa yang menyeramkan. Ia putra kedua Bagawan Wisrawa dan Dewi Kaekasi dari Negara Alengka, dan cucu Prabu Sumali dari garis keturunan ibunya. Kumbakarna merupakan anak kedua dari empat bersaudara putra sulung Bagawan Wisrawa bernama Rahwana, Wibisana dan yang bungsu terlahir sebagai raseksi bernama Sarpakenaka. Dalam keluarganya Kumbakarna mempunyai peran yang sangat besar. Ia rela berkorban demi negara yang telah memberikan kenikmatan kepada leluhur, keluarga, orang tua, dan saudara-saudaranya. Sebagai kstaria tangguh, Kumbakarna diangkat menjadi pemimin prajurit dan diberi kedudukan di Daksina. Demi membela tanah air, orang tua dan keluarganya, Kumbakarna rela mati tanpa memiliki rasa permusuhan melawan Prabu Rama. Permasalahan yang diangkat bagaimana watak Kumbakarna yang digambarkan dalam cerita pewayangan. Sedang metode yang digunakan adalah metode kepustakaan. Tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran budi luhur dan ajaran moral yang berisi nilai-nilai keteladanan. Di samping itu, juga mencontohkan watak pemimpin yang digambarkan pada sosok Kumbakarna sebagai tokoh ideal yang mengajarkan nilai-nilai moralitas. Hasil yang diharapkan semoga keteladanan Kumbakarna dapat dijadikan sebagai suri tauladan bagi para pemimpin di negeri ini."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Hendraswati
"Pangeran Antarasari adalah sosok pemimpin daerah yang berjuang memimpin perjuangan rakyat Banjar melawan Belanda tahun 1859-1905. Pangeran Antasari tidak hanya dikenal sebagai pemimpin pergerakan, namun juga sebagai pemimpin agama. Kepemimpinan, perjuangan, dan kepahlawanan Pangeran Antasari diakui secara luas oleh banyak kalangan, karena Pangeran Antasari memiliki model kepribadian luhur yang bisa diteladani sebagai ujur, sederhana, hemat dan bersahaja, teguh memegang dasar-dasar ajaran agama dan keyakinannya, dan berjuang untuk kepentingan masyarakatnya. Pengabadian nama Pangeran Antasari pada beberapa sarana dan prasarana, instansi atau lembaga menunjukkan suatu bentuk peringatan dan penghargaan terhadap Pangeran Antasari sebagai seorang pejuang yang gagah berani dalam Perang Banjar. Pangeran Antasari wafat 11 Oktober 1862 di Puruk Cahu (Muara Teweh Kalimantan Tengah). Tahun 1958 tulang belulang Pangeran Antasari diangkat dan makamnya dipindahkan ke Komplek Pemakaman Pahlawan Perang Banjar di Kelurahan Surgi Mufti Banjarmasin."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Siti Munawaroh
"Kiai merupakan kepemimpinan yang bersifat tradisional dan memiliki kharismatik yang disegani masyarakat karena kemampuan yang mereka miliki. Dalam ralitas sosial masyarakat yang berbasis Islam tradisional seperti Sampan Madura, Kiai tidak hanya berkutat pada persoalan agamaan sich, akan tetapi peran yang ada sangat luas dan bahkan mendominasi. Berkaitan dengan hal tersebut, kajian ini untuk mengetahui peran Kiai pada masyarakat di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Sampag Madura dengan metode kualitatif. Hasil yang didapat , peran Kiai tidak hanya soal agama saja, tetapi sebagai konsultan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan, antara lain pada acara aqiqah dan pemberian nama anak ketika lahir, ingin menikahkan anaknya, selamatan orang meninggal, membuka usaha, anaknya sakit, anak mau masuk sekolah yang lebih tinggi, dan membuat rumah. Temuan ini diharapkan bermanfaat dan bisa..."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Yeremias T. Keban
"Kepemimpinan tradisional dengan pola paternalistik biasanya terdapat di negara non Barat termasuk Indonesia. Sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia telah memberikan peluang terpilihnya tokoh-tokoh terdidik untuk menjadi pemimpin formal di daerah seperti bupati dan walikota. Hasil telah pustaka..."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Suyami
"Tulisan ini berangkat dari permasalahan bahwa di tengah kemajuan teknologi dan era globalisasi, warga Trah Banakeling tetap teguh pada ajaran leluhurnya. Mereka tidak terpengaruh oleh pesona hingar-bingar kemajuan dunia. Tulisan ini ingin mengungkap: 1) inti ajaran leluhur Trah Banakeling sehingga begitu terpatri pada diri pengikutnya; 2) mengungkap sistem kepemimpinan dalam kehidupan warga Trah Banakeling yang begitu kuat mengikat ketaatan seluruh warganya; 3) menggali nilai keteladanan dalam kepemimpinan warga Trah Banakeling. Penggalian data dilakukan dengan sistem kepemimpinan pada masyarakat umum..."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D I Yokyakarta , 2015
JANTRA 10:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library