Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Kautsar
Abstrak :
Obat Anti Inflamasi Non steroid (OAINS) telah diketahui dapat menurunkan ketahanan mukosa lambung terhadap terbentuknya ulkus. Penggunaan OAINS kronis dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya ulkus. Untuk mengatasi hal ini, maka akan diteliti apakah capsaicin dapat memberi perlindungan pada mukosa lambung yang telah diberi paparan OAINS. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa capsaicin memiliki pengaruh gastroproteksi baik pada hewan coba maupun pada manusia. Tikus Sprague Dawley dengan berat 150-200 gram dan jumlah 12 ekor dibagi dalam 4 kelompok. Semua tikus dibius dan dilakukan laparotomi. Lambung diolesi asam asetat pada tunika serosa untuk pembentukan ulkus. Pada kelompok kontrol tidak dilakukan apapun. Pada kelompok perlakuan 1 tikus diberi capasaicin pada hari ke-3 setelah induksi ulkus dengan dosis 10 mg/kg BB selama 5 hari. Pada tikus kelompok perlakuan 3 dan 4 masing-masing diberikan piroksikam dan piroksikam serta capsaicin yang juga dimulai pada hari ke-3 selama 5 hari. Pada hari ke- 10 setelah pembuatan ulkus, luas ulkus yang terbentuk diukur dengan program Adobe Photoshop CS II dan dianalisis. Kelompok yang di beri capsaicin menghasilkan rata-rata luas ulkus yang lebih kecil (2 mm2) dibanding kontrol (5,33 mm2). Kelompok yang diberi capsacin dan piroksikam juga menunjukkan rata-rata luas ulkus yang lebih kecil (9,67 mm2) jika dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan piroksikam saja (12,33 mm2). Namun, hasil ini secara statistik tidak bermakna. ......Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) have been proven to reduce the gastric mucosal defence system. Chronic use of NSAID can increase the likelihood of gastric ulcer. To overcome this problem, we studied the effect of capsaicin to protect gastric mucosa against NSAID. Previous studies have proved that capsacion has gatroprotective effect to both experimental animals and humans. Sprague Dawley rat weighed 150-200 gram (12) were divided into 4 groups. All of the rats were anesthesized and performed laparotomy procedure. The gastric was given acetic acid solution on its serosal surface to create an ulcer. Nothing was done in the control group. In Group 1, the rats were given capsaicin on day 3 after ulcer induction. The dosage of which was 10 mg/BW for 5 days. In group 3 and 4, the rats were given piroxicam and piroxicam combine with capsaicin respectively on the day 3 after ulcer induction for 5 days. On day 10 after ulcer induction, ulcer area was measured by Adobe Photoshop CS II and was analysed. The Average ulcer area in capsaicin group (2 mm2) is smaller than control grop (5,33 mm2). The Average ulcer area in capsaicin and piroxicam group (9,67 mm2) is also smaller than piroxicam group (12,33 mm2). However, these results are statistically insignificant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Adelina
Abstrak :
Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Selatan dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 88 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Selatan. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi wasted sebesar 4,5 % dan status gizi non-wasted sebesar 95,5 %. Dengan proporsi jenis kelamin bayi laki-laki 51,1%, dan perempuan 48,9%, pemberian ASI sebesar 30,7%, ibu bekerja 11,4%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 14,8 % dan 60,2%, tingkat pendidikan ibu rendah 54,5%, sedang 34,1 %, dan tinggi 11,1%, tingkat penghasilan keluarga sedang 48,9% dan tinggi 51,1 %, semuanya tidak memiliki hubungan yang bermakna. ......Nutritional Status described how great individual physiological requirement has met. Nutritional stauus is corelated to many factors. This research’s aims are first, to know the frequency distribution of infants 1,5-8 months of age in South Jakarta and its corelation with babies’ sex, maternal education level, woking mother, familiy annual income, maternal age of giving birth, dierhea and upper respiratory track infection and eksclusive breast milk in infants.The study design of the research iscross sectional. The number of the respondent is 88. The respondents are mother who have baby 1,5-8 months of age in South Jakarta. The data that were collected are infants’ nutritional status, babies’ sex, maternal age of giving birth, maternal educational level, working mother, familiy annual income level, diarhea and upper respiratory track infection in infant and eksclusive breast milk in infants. All those variables were analyzed with Chi-square test (p<0,05). From this research, the percentage of infants with non-wasting nutritional status is 95,5 % and the percentage of wasting is 4,5 %. The percentage of boys is 51,1 % and girls is 48,9 %. Percentage of babies receiving eksclusive breast milk is 30,7%, working mother 11,4%, Dhiarhea and upper respiratory track infectin in infants rea 14,8% and 60,2%. And all of them show no significant correlation to nutriotional status.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nur Utami
Abstrak :
ABSTRAK Tujuan tesis ini adalah mengetahui pengaruh suplementasi sitikolin 1000 mg per hari selama 4 minggu terhadap hasil elektroretinografi pada pasien NPDR non-proliferative diabetic retinopathy . Desain penelitian ini adalah uji klinis acak terkontrol tersamar ganda. Tiga puluh delapan mata yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dirandomisasi untuk masuk ke dalam kelompok plasebo P-NPDR atau sitikolin 1000 mg S-NPDR . Pada akhir penelitian didapatkan 18 mata pada kelompok sitikolin dan 16 mata pada kelompok plasebo. Keluaran primer penelitian ini adalah nilai amplitudo P50 dan N95 PERG within group dan intergroup yang dinilai pada baseline dan 4 minggu paska pemberian intervensi. Analisis hasil didapatkan pada S-NPDR didapatkan perbaikan nilai rerata amplitudo N95 sebelum terapi, 4.85 1.9-10.3 V, dan setelah terapi, 5.7 1.9-17.1 V, P = 0.04 . Terdapat kecenderungan perbaikan amplitudo P50 yang lebih baik pada kelompok T-NPDR dan perbaikan amplitudo N95 yang lebih baik pada S-NPDR yang tidak bermakna secara statistik P = 0.45; P = 0.35.
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of citicoline 1000 mg oral supplementation given for 4 weeks on electroretinography abnormalities in patients with NPDR non proliferative diabetic retinopathy . The study design was a double blind randomized controlled clinical trial. Thirty eight patients who matched the inclusion and exclusion criteria were randomized into two groups the plasebo P NPDR and citicoline C NPDR . In the end, there were 18 eyes in citicoline group and 16 eyes in plasebo group. The primary outcome was P50 and N95 amplitude in PERG within group and intergroup which were taken at the baseline and 4 weeks after treatment. Results at the end of treatment, the N95 amplitude in C NPDR showed improvement, 4.85 1.9 10.3 V, before treatment to 5.7 1.9 17.1 V, after treatment with P 0.04. In P NPDR showed positive trend in P50 amplitude while in C NPDR showed positive trend in N95 amplitude, but these values were not statistically significant P 0.45 P 0.35.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library