Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 346 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Indonesia yang dikenal sebagai sebuah negara kepulauan, selama 50 tahun pembangunan di abad ke-21, pembangunan ekonomi mengabaikan pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan. Sumber daya alam & lingkungan yang merupakan nilai fungsi berjangka panjang dikalahkan oleh kepentingan "masa kini". Untuk itu perlu ada perubahan wawasan pembangunan dengan pendekatan yang memperhitungkan kondsi bioregion kepulauan dan kekhasan masyarakat kepulauan. Sustainabilitas pembangunan yang memerlukan sinergi modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal keuangan dan modal alam harus didukung pendekatan bottom-up dan top-down.
Jakarta: Ilmu Lingkungan, 2006
577 JLI 1:1 2006
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pekanbaru: Ilmu Lingkungan, 2009
Ilm l
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Adi Pradana
Abstrak :
Riset ini dilaksanakan dikarenakan adanya permasalahan tidak sesuainya antara prediksi laju erosi dengan kondisi aktual laju erosi pada salah satu area reklamasi PT. X. Tujuan riset ini adalah untuk mengurangi dampak erosi pada kegiatan reklamasi pertambangan PT. X. Metode riset ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan laju erosi dengan USLE, perhitungan Indeks Bahaya Erosi (IBE) penilaian keberhasilan reklamasi, wawancara dengan masyarakat desa disekitar PT. X, perhitungan nilai ekonomi akibat erosi dengan valuasi ekonomi dengan menggunakan Nilai Ekonomi Total (NET) dan wawancara kepada ahli dibidang K3 dan reklamasi tambang untuk menentukan tingkat risiko dan prioritas pengendalian erosi. Hasil penelitian ini menunjukkan faktor penyebab erosi yang paling dominan faktor penyebab erosi yang berpengaruh pada laju erosi adalah faktor P dengan perhitungan laju erosi dengan pendekatan USLE sebesar 35.351,69 ton/ha/tahun dan nilai Indeks Bahaya Erosi (IBE) dengan kategori Sangat Tinggi mendominasi area reklamasi dengan persentase 61,11%. Hasil penilaian keberhasilan reklamasi menunjukkan bahwa baru 2 dari 8 area reklamasi yang memiliki nilai diatas nilai minimum 80 dan tidak ada hubungan yang signifikan antara IBE terhadap nilai keberhasilan reklamasi namun ada hubungan signifikan dan berbanding terbalik antara IBE dengan parameter pengendalian erosi dan sedimentasi. Hasil perhitungan NET adalah Rp13,7 milyar/tahun dan prioritas utama dalam pengendalian erosi dari hasil judgement para ahli dari tingkat risiko rendah-sangat tinggi adalah kriteria efektivitas dengan jenis pengendalian erosi yaitu pengaturan kemiringan lereng sesuai standar geoteknik. ......This research was carried out due to the mismatch between the predicted erosion rate and the actual condition of the erosion rate in one of the reclamation areas of PT. X. The purpose of this research is to reduce the impact of erosion on the mining reclamation activities of PT. X. This research method is carried out by using the calculation of the rate of erosion with USLE, the calculation of the Erosion Hazard Index (IBE) for the success of reclamation assessment, interviews with village communities around PT. X, calculation of economic value due to erosion using Total Economic Value (NET) and interviews with experts in the field of K3 and mine reclamation to determine the level of risk and priority for erosion control. The results of this study indicate that the most dominant factor causing erosion that affects the rate of erosion is the P factor with the calculation of the erosion rate using the USLE approach of 35,351.69 ton/ha/ year and the Erosion Hazard Index (IBE) value in the Very High category dominates. Reclamation area with a percentage of 61.11%. The results of the reclamation success assessment show that only 2 out of 8 reclamation areas have a value above the minimum value of 80. There is no significant relationship between IBE and the reclamation success value. However, there is a significant and inversely proportional relationship between IBE with erosion and sedimentation control parameters. The result of the calculation of NET is Rp13.7 billion/year and the main priority in erosion control from the results of the judgment of experts from the low-very high-risk level is the effectiveness criteria with the type of erosion control, namely setting the slope according to geotechnical standards.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Kajian Ilmu Lingkungan, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadid Sukmana
Abstrak :

Air lindi TPST Bantargebang akan mempengaruhi kualitas air tanah dengan tingkat pencemaran yang berbeda-beda pada jarak tertentu. Perilaku sanitasi lingkungan hingga perilaku sosial dan perilaku ekonomi warga menjadi faktor yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas air tanah warga sekitar. Tujuan riset adalah menganalisis kualitas air tanah dan perilaku sanitasi lingkungan serta sosial ekonomi pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang Bekasi. Riset menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melakukan perhitungan analisis kualitas air menggunakan instrumentasi laboratorium dan melakukan analisis deskriptif dari kuisioner maupun data penduduk lainnya. Parameter fisik seperti kekeruhan di titik 2 jarak 300 meter belum memenuhi baku mutu, secara parameter kimia semua memenuhi baku mutu, secara parameter mikrobiologi semua belum memenuhi baku mutu. Tidak terdapat hubungan antara jarak permukiman pemulung ke TPST Bantargebang dengan kualitas air tanah. Penerapan perilaku sanitasi lingkungan pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang tergolong tinggi. Perilaku sosial pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang masuk kedalam kategori rendah. Perilaku ekonomi pada permukiman pemulung sekitar TPST masuk kedalam kategori sedang. Riset ini dapat berkontribusi untuk memberikan saran dalam tata kelola pelestarian air tanah Di TPST Bantargebang

 


Leachate Bantargebang TPST will affect the quality of groundwater with different levels of pollution at a certain distance. The problem of environmental sanitation to socio-economic is a factor that must improve the water quality of citizens Bantargebang TPST. The aim of the research was to analyze groundwater quality and environmental and socio-economic sanitation behavior in the scavenger settlements around Bantargebang TPST Bekasi. This research uses quantitative methods. Quantitative methods are used to perform water quality analysis calculations using laboratory instrumentation and conduct descriptive analysis of questionnaires and other population data. Physical parameters such as turbidity at point 2, distance of 300 meters does not meet the quality standard, all chemical parameters meet the quality standard, chemical parameters meet the quality standards, in all microbiological parameters have not met the quality standard. There is no correlation between the distance between scavenger settlements to Bantargebang TPST and groundwater quality. The application of environmental sanitation behavior to the scavenger settlements around Bantargebang TPST is high. The social behavior in the settlements of scavengers around Bantargebang TPST falls into the low category. The economic behavior in the scavenger settlements aroundaround TPST falls into the medium category. This research can contribute to providing information on building sanitation and the environment in Bantargebang TPST

 

Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Kajian Ilmu Lingkungan,
T52310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Aswin Yoga Putra
Abstrak :
ABSTRAK Peningkatan banjir pesisir akibat perubahan iklim yang terjadi di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, telah memaksa masyarakat untuk mengambil beberapa strategi adaptasi. Selama ini, strategi adaptasi berfokus pada ekonomi dan fisik, sementara aspek psikologi dan sosial juga memainkan peran penting dalam menentukan strategi yang tepat terhadap masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk, mengidentifikasi luas kerentanan wilayah terdampak banjir pesisir di Kecamatan Cilincing, mengidentifikasi hubungan faktor adaptasi psikososial-kultural masyarakat (psikologis, sosiologis, kultural), serta menganalisis pengaruh faktor kapasitas (sosial, ekonomi, lingkungan) terhadap adaptasi psikososial-kultural masyarakat. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan gabungan metode kuantitatif-kualitatif, dan analisis korelasi Spearman. Luas kerentanan wilayah terhadap bencana banjir pesisir di Kecamatan Cilincing tersebar hampir di seluruh wilayah, yaitu seluas 12,22 Km2 atau 37,16% wilayah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hanya dua dari tiga hubungan antar variabel yang memiliki hubungan, yakni psikologis-sosiologis dan sosiologis-kultural. Adaptasi psikologis-sosiologis memiliki nilai korelasi -0,298. Adaptasi sosiologis-kultural memiliki nilai korelasi 0,474, yang berarti semakin tinggi adaptasi masyarakat dari sisi psikologisnya, maka semakin rendah tingkat adaptasi dari sisi sosiologisnya. Sementara, semakin tinggi adaptasi masyarakat dari sisi sosiologisnya, maka semakin tinggi pula tingkat adaptasi dari sisi kultural. Selain itu, untuk kapasitas masyarakat, hanya kapasitas sosial yang berpengaruh signifikan terhadap adaptasi psikososial-kultural. Hal ini dikarenakan perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh bencana memunculkan keterkaitan antara sosial dan psikologis individu yang memberikan dampak terhadap kesehatan mental, strategi penanganan, serta upaya adaptasi mereka terhadap bencana tersebut.
ABSTRACT The rising of coastal flood due to the climate change that occurred in Cilincing area, North Jakarta, has forced the community to take some adaptation strategies. However, the current adaptation strategy only emphasizes on the economic and physical, while ignoring the psychology and the social aspects that also play a vital role in deciding a proper strategy towards the problem. The purpose of this study was to identify the extent of vulnerability of coastal flood affected areas in Cilincing Subdistrict, identify the relationship of psychosocial adaptation factors of society (psychological, sociological, cultural), and analyze the influence of capacity (social, economic, environmental) factors on community psychosocial adaptation. The study uses a quantitative approach, using a combination of quantitative-qualitative methods, and Spearman correlation analysis. The area of vulnerability of the area to coastal floods in the District of Cilincing is spread in almost all regions, covering an area of 12,22 Km2 or 37,16% of the area. Based on the results, it can be inferred that psychological adaptation determines society's sociological and anthropological adaptation. Psychological adaptation has a negative relationship to sociological adaptation with a correlation coefficient (R) = -0,298 with significant value 0,00. Indicating the higher the psychological adaptation, the lower the sociological adaptation of society. Sociological adaptation has a positive relationship to cultural adaptation with correlation coefficient (R) = 0,474 with significant value 0,00. Indicating the higher the sociological adaptation, the higher the anthropological adaptation. In addition, for community capacity, only social capacity has a significant effect on psychosocial adaptation. This is because the environmental changes caused by the disaster give rise to interrelationships between the social and psychological individuals that have an impact on mental health, coping strategies, and their adaptation efforts to the disaster.
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T52623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Dwifebri Christian Wibowo
Abstrak :
Sub DAS Cikapundung, sebagai bagian dari DAS Citarum, masih sangat potensial bagi penyediaan air baku untuk kebutuhan penduduk Kota Bandung dengan penggunaan lahan di DAS Cikapundung sangat beragam antara lain permukiman, perkebunan, dan pariwisata. Sungai Cikapundung yang juga berfungsi sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah sungai terbesar di Kota Bandung. Perubahan tata guna lahan di DAS Cikapundung, yaitu perubahan lahan hutan menjadi lahan terbangun, memberikan dampak pada kuantitas air sungai. Studi ini bertujuan untuk membuat model guna lahan yang optimal di Sub DAS Cikapundung-Maribaya yang adalah hulu dari DAS Cikapundung untuk keberlanjutan debit Sungai Cikapundung. Metode yang digunakan adalah overlay peta guna lahan, observasi lapangan, analisis korelasi, analisis Poligon Thiessen, analisis Thomas- Fiering, analisis deskriptif, dan system dynamics. Berdasarkan hasil model system dynamics, kedua skenario intervensi yang dilakukan menghasilkan peningkatan rerata besaran debit pada tahun 2019-2028 dengan komposisi masing-masing luas lahan yang dihasilkan adalah 43,2 persen untuk lahan hutan tanaman, 22,9 persen untuk lahan permukiman, 19 persen untuk lahan pertanian lahan kering, 6,9 persen untuk lahan pertanian lahan kering bercampur, dan 5,4 persen untuk lahan hutan kering sekunder. Selain itu, masih pembangunan daya tarik wisata (DTW) dan akomodasi penginapan masih dapat dilakukan dengan syarat setiap DTW dan akomodasi penginapan baik yang sudah dibangun maupun yang akan dibangun memiliki sumur resapan dengan kapasitas 155,5 m3/detik, rorak dengan kemampuan infiltrasi 0,00002 m3/detik, dan penanaman tanaman karet dengan kemampuan infiltrasi 0,0017 m3/detik. ......The Cikapundung watershed, as part of the Citarum watershed, is still very potential for the provision of raw water for the needs of the residents of Bandung City with the use of land in the Cikapundung watershed, which is very diverse including settlements, plantations, and tourism. Cikapundung River which also functions as a source of raw water for the Regional Water Company (PDAM) is the largest river in the city of Bandung. Changes in land use in the Cikapundung watershed, namely changes in forest land to build land, have an impact on the quantity of river water. This study aims to create an optimal land use model in the Cikapundung-Maribaya watershed which is the upstream of the Cikapundung watershed for the sustainability of the Cikapundung River flows. The methods used are overlapping land use maps, field observations, correlation analysis, Thiessen Polygon analysis, Thomas-Fiering analysis, descriptive analysis, and system dynamics. Based on the results of the dynamics system model, the two intervention scenarios carried out resulted in an increase in the average flowrate in 2019-2028 with the composition of each area being produced is 43,2 percent for plantation forest land, 22,9 percent for residential land, 19 percent for dry land agriculture, 6,9 percent for mixed up agricultural land, and 5,4 percent for secondary dry forest land. In addition, the construction of tourist attractions (DTW) and accommodation accommodation can still be carried out on condition that each DTW and accommodation accommodation, both those that have been built and those that will be built, have infiltration wells with a capacity of 155,5 m3/second, rorak with the ability of infiltration 0,00002 m3/second, and planting of rubber plants with infiltration ability 0,0017 m3/second.
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raity Arief Hidajat
Abstrak :
Kebutuhan energi listrik di Indonesia terus meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, dan juga bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Salah satu sumber energi listrik yang potensial berasal dari energi panas bumi, dimana Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di 331 lokasi dengan potensi sebesar 28.579 MW. Namun potensi panas bumi sebagian besar berada di kawasan konservasi seperti di kawasan Taman Nasional. Pengembangan dan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) menurut Word Wildlife Fund (WWF), menyebabkan pembukaan lahan yang merusak struktur vegetasi dan mempengaruhi habitat satwa liar. Data dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak menunjukan adanya penuruan jumlah populasi macan tutul jawa dari 50 ekor pada tahun 2013 menjadi 40 ekor pada tahun 2018. Pengembangan PLTP banyak mendapat tantangan dari masyarakat sekitar mengenai kesempatan kerja dan berusaha yang belum mendapatkan perhatian. Untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai keberlanjutan PLTP dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial, dan menilai indeks keberlanjutannya. Lokasi penelitian adalah di PLTP Gunung Salak yang berada di dalam Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan pendekatan kuantitatif dan metode penelitian mixed method. Variabel penelitian ditetapkan melalui wawancara kepada para nara sumber ahli yang diolah dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Ada 7 variabel penelitian yang dijabarkan dari hasil pengolahan data dan analisa, yaitu: Kondisi tutupan lahan dalam kondisi yang baik dan tidak ada penurunan tutupan lahan sejak tahun 2003-2018, konservasi hutan dengan metode indeks Shannon Wiener berada dalam keanekaragaman sedang, konservasi satwa dengan metode camera trap menunjukan macan tutul jawa masih ada dan hidup di sekitar area PLTP dengan jumlah sekitar 10 ekor dengan indeks kelimpahan relatih 1,55% dan digolongkan dalam kategori rendah, pendapatan pekerja lokal melebihi dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sehingga layak memenuhi kebutuhan hidup, serapan tenaga kerja lokal telah mencapai 72% dari kapasitas tenaga kerja di PLTP dan berada dalam komposisi tenaga kerja lokal dan non lokal di beberapa daerah yang berkisar antara 60-75%, penyerapan produk masyarakat lokal oleh PLTP masih kurang, hal ini tidak sesuai dengan harapan masyarakat karena persyaratan higienitas dan keamanan pangan. Secara keseluruhan indeks keberlanjutan PLTP Gunung Salak mencapai 55% yang berarti berada pada kondisi cukup berkelanjutan. ......Electrical energy needs in Indonesia continues to increase rapidly along with economic growth, technological improvement, and also the increasing of population. One of the potential sources of electrical energy comes from geothermal, where Indonesia has a huge potential in 331 locations throughout Indonesia with a potential of 28,579 MW. However, most of the geothermal source location is in conservation areas such as in National Park areas. Development and operation of Geothermal Power Plants according to the Word Wildlife Fund (WWF), causing land clearing that resulting in damage of vegetation structures and affects wildlife habitats. Data from the Mount Halimun Salak National Park shows a decline in the population of Java leopard from 50 in 2013 to 40 in 2018. The development of Geothermal Power Plants has received many challenges from the surrounding community regarding employment and business opportunities that have yet to receive attention. And it is necessary to research the sustainability of geothermal power plants from environmental, economic and social aspects, and assessing the sustainability index. The research location is Gunung Salak Geothermal Power Plant which is located inside the Mount Halimun Salak National Park (TNGHS) with a quantitative approach and mixed method research. Research variable is determined through interviews to expert resource persons which are processed by Analytical Hierarchy Process (AHP). There are 7 research variables which is described from the results of data processing and analysis, namely: Land cover conditions are in good condition and there has been no decrease in land cover since 2003-2018, forest conservation using the Shannon Wiener index method are in moderate diversity, animal conservation using the camera trap method shows that Javan leopards still exist and live around the area of ​​the Power Plant with around 10 heads and classified in the low category with a relative abundance index of 1.55%, the income of local workers exceeds the survey of the Need for Decent Living (KHL) so that it is feasible to meet the needs of life, the absorption of local labor has achieved 72% of the workforce capacity at the Power Plant and are in the composition of the local and non-local workforce in several regions ranging from 60-75%, the absorption of local community products by the Power Plant is still lacking, this not according to community's expectations because of the hygiene and food safety requirements. Overall the sustainability index of the Gunung Salak Geothermal Power Plant reaches 55% which means it is in a fairly sustainable condition.
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manis Yuliani
Abstrak :
Peningkatan jumlah sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang tepat menyebabkan TPA menjadi cepaPeningkatan jumlah sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang tepat menyebabkan TPA menjadi cepat penuh. Penerapan PLTSa diperlukan untuk mengurangi volume sampah secara signifikan. Permasalahaan yang dihadapi adalah kondisi sampah masih tercampur dan didominasi oleh sampah organik. Diperlukan unit pre-treatment sampah untuk menangani sampah sebelum masuk ke PLTSa. Tujuan dari riset ini adalah menganalisis kinerja unit pre-treatment sampah untuk mendukung operasional PLTSa. Metode penelitian ini adalah mixed methods. Metode kuantitatif digunakan untuk perhitungan nilai kalor sampah berdasarkan komposisinya, nilai BCR untuk kelayakan finansial, dan skor kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan kerja di unit pre-treatment sampah berdasarkan Skala Likert. Metode kualitatif berupa metode triangulasi yang digunakan untuk memastikan kebenaran hasil skala likert. Hasil yang diperoleh adalah nilai kalor sampah meningkat dari 5,95 MJ/kg menjadi 7,76 MJ/kg; nilai BCR sebesar 0,29; dan aspek kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan kerja memiliki skor 190,44. Berdasarkan hasil tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa kinerja unit pre-treatment sampah telah mampu mencapai tujuan yang diharapkan yaitu standar minimal nilai kalor untuk pembakaran, tetapi diperlukan dukungan finansial agar unit tersebut dapat berjalan. ......An increase in the amount of waste that is not matched by proper waste management causes the landfill to become full quickly. The application of the Waste to Energy Plant is needed to reduce the volume of waste significantly. The problem of this study is the waste condition is still mixed and dominated by organic waste. Waste pre-treatment unit is needed to handle waste before entering Waste to Energy Plant. The purpose of this research is to analyze the performance of the waste pre-treatment unit to support the operations of the Waste Energy Plant. This research method is a mixed-methods. Quantitative methods are used to calculate the waste heating value, financial feasibility, and work health, safety, and welfare scores. The qualitative method is the triangulation method. The results obtained are the heating value of waste increased from 5.95 MJ/kg to 7.76 MJ/kg; BCR value of 0.29; and work health, safety, and welfare have very well scored. Based on these results, this study concludes that the performance of the waste pre-treatment unit has been able to achieve the expected goal of a minimum standard of heating value for combustion. Financial support is needed so that the waste pre-treatment unit can operate.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Setiawan
Abstrak :
Kabupaten Belitung merupakan wilayah yang secara administratif tergabung dalam wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung., Kabupaten ini telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah. Sejarah pengembangan pulau ini tidak lepas dari penambangan timah yang menurut beberapa catatan telah dilakukan sejak lebih dari seratus lima puluh tahun yang lalu (Sujitno, 1996). Penambangan timah di daerah ini telah berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat, memberikan kontribusi bagi pengembangan infrastruktur dan pengembangan kota dan berbagai keuntungan lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional (1998) dan perubahan dalam sistem ketatanegaraan dengan terbitnya UndangUndang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah memicu terjadinya aktivitas pertambangan timah oleh masyarakat yang dilakukan secara illegal (tanpa izin). Berdasarkan pemberitaan media massa, kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah mencapai ribuan jumlahnya di wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Post Belitung, 2001). Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) timah memberikan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Dampak positifnya antara lain: penyediaan alternatif lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat. Sedangkan dampak negatif yang timbul adalah: terjadinya perubahan bentang alam, hilangnya vegetasi dan fauna yang terdapat pada areal PETI, lahan menjadi porak poranda akibat penambangan yang tidak terkendali bahkan pencemaran berupa peningkatan kekeruhan dan sedimentasi terhadap perairan di sekitar areal penambangan. Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk kegiatan pemulihan lingkungan Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang besar bagi daerah untuk mengelola sumberdaya alam dan sekaligus memelihara kelestarian fungsi lingkungan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti dan pemberitaan media massa, perkembangan PETI dan dampak lingkungannya dari tahun ke tahun semakin meningkat pula. Karenanya peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang sesuai tugas pokok fungsinya terkait dalam pengelolaan pertambangan dan lingkungan hidup. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung, organisasi yang terkait dalam pengendalian PETI di Kabupaten Belitung, bagaimana hasil yang telah dicapai dalam pengendalian tersebut, dan faktor-faktor yang menghambat pengendalian kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kondisi terkini pertambangan bahan galian timah di Kabupaten Belitung. 2. Mengkaji efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung dalam pengendalian pertambangan tanpa ijin timah (peti) timah di Kabupaten Belitung. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi organisasi pengelola lingkungan tersebut dalam pengendalian PETI tim a h. Penelitian tergolong penelitian deskriptif, yaitu berusaha untuk mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku, untuk selanjutnya didalamnya terdapat upaya untuk mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Sedangkan metode yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif - kuantitatif . Hasil penelitian ini adalah: 1. Pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. Perda ini telah mengakomodir kepentingan masyarakat dalam usaha pertambangan, yaitu dengan adanya ketentuan mengenai izin usaha pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat (SIUPR). Namun persoalannya, hingga saat ini Organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan pertambangan belum sepenuhnya dapat mengiplementasikan hal tersebut. Ketiadaan pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu contoh ketidak mampuan instansi pemerintah tersebut dalam menerapkan kebijakan pengelolaan pertambangan. Aktivitas pertambangan oleh masyarakat di Kabupaten Belitung pada saat ini, erat kaitannya dengan ketiadaan lapangan kerja, rendahnya skill (kemampuan/keahlian) masyarakat
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Prakoso
Abstrak :
Tumbuh berkembangnya DKI Jakarta untuk pemenuhan fasilitas perkotaan yang diikuti dengan alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menyebabkan terjadinya penurunan kondisi lingkungan fisik kritis perkotaan seperti peningkatan suhu udara dan kebisingan perkotaan. Kondisi tersebut dapat diminimalkan dengan keberadaan hutan kota, melalui keberadaan vegetasi yang menghasilkan jasa ekosistem salah satunya adalah Hutan Kota Srengseng (HKS). Sehingga, riset ini bertujuan untuk menganalisis menganalisis kondisi vegetasi, iklim mikro, kebisingan, kenyamanan audial-termal, dan merumuskan strategi prioritas untuk pengelolaan hutan kota berbasis pemilihan jenis. Riset ini menggunakan metode kuantitatif melalui observasi lapangan dan penyebaran kuisoner kepada para ahli untuk penentuan prioritas pengelolaan. Analisis yang dilakukan dalam riset ini adalah melalui analisis vegetasi, analisis deskriptif dengan menggunakan instrument baku mutu serta Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil yang diperoleh adalah jenis Kapuk (Ceiba pentandra) dan Mahoni daun besar (Swietenia macrophylla) adalah jenis yang berperan pada masing-masing tingkat pertumbuhan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon karena memiliki nilai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi. Keberadaan vegetasi di HKS mampu memberikan efek pendinginan suhu udara serta peningkatan kondisi kelembaban sebesar 2,44⁰C dan 12,27%. Kemampuan reduksi kebisingan yang dihasilkan oleh HKS adalah sebesar 31,28 dB(A). Di lain sisi, HKS belum mampu memberikan kenyamanan audial-termal pada kategori nyaman. Prioritas pengelolaan HKS untuk mencapai kenyamanan audial-termal adalah melalui pengayaan jenis dengan komposisi 47,42% (audial) dan 55,28% (termal). Jenis prioritas yang ditanam secara berturut-turut adalah Tanjung (Mimustop elengi) dan Kirai Payung (Felicium decepiens). ......The growth of DKI Jakarta for the fulfillment of urban facilities followed by land conversion of Green Open Space (GOS) has led to a decline in urban critical physical environmental conditions such as an increase in air temperatures and urban noise. This condition can be minimized by the presence of urban forests, through the presence of vegetation that produces ecosystem services, one of which is Srengseng Urban Forest (SUF). Thus, this research aims to analyze the analysis of vegetation conditions, microclimate, noise, audial-thermal comfort, and formulate priority strategies for urban forest management based on species selection. This research uses quantitative methods through field observations and distributing questionnaires to experts to determine management priorities. The analysis conducted in this research is through vegetation analysis, descriptive analysis using quality standard instruments and Analytical Hierarchy Process (AHP). The results obtained are the type of Ceiba pentandra and Swietenia macrophylla are the types that play a role in each level of growth, namely seedlings, saplings, poles and trees because they have the highest Importance Value Index (IVI). The presence of vegetation was able to provide a cooling temperature effect and an increase in humidity conditions of 2,44 ⁰C and 12,27%. The ability to reduce noise produced by SUF is 31,28 dB(A). On the other hand, SUF has not been able to provide audial-thermal comfort in the comfortable category. The priority of SUF management to achieve audial-thermal comfort is through species enrichment with a composition of 47,42% (audial) and 55,28% (thermal). Priority types planted consecutively are Mimustop elengi and Felicium decepiens.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>