Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nangoi, Roy Cornelis
"perkembangan pesat dalam bidang teknologi informasi khususnya jaringan informasi membawa dampak perubahan mendasar terhadap lingkungan didalam bidang perekonomian. Menurut Kenichi Ohmae, dampak tersebut dapat dibagi pada tiga tingkatan. Yang pertama pada tingkatan makro yang memungkinkan perpindahan modal secara sekejab ketempat dimana saja didunia ini. Hal ini berarti bahwa aliran modal tidak perlu lagi dikaitkan dengan perpindahan fisik dari barang melainkan dengan jaringan ¡nformasi dapat menembus batas-batas negara. Tingkatan kedua adalah perusahaan dimana para manajer dapat secara langsung mengetahui tentang pasar dan produk, sehingga mereka lebih tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Yang ketiga pada tingkatan pasar, yang menyebabkan para peianggan dan tempat mana saja dapat mengetahui tentang produk dan jasa yang tersedia, dan nilai relatif yang ditawarkan.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan poterisi pasar yang luas tidak terlepas dan dampak tersebut. Hal ini menimbulkan berbagai peluang yang besar dalam bidang usaha jasa jaringan informasi. Berbagai perusahaan jasa jaringan informasi memperluas wilayah pemasaranniya untuk menjangkau Indonesia. IBM Corporation melalul perusahaan agen tunggalnya PT. USI Jaya memanfaatkan peluang ¡ni dengan merangkul para perusahaan pengelola jasa telekomunikasi di Indonesia untuk membentuk suatu aliansi sebagai usaha bersama dalam bidang usaha jasa jaringan filai tambah (value added network). Dengan perkembangan jaringan Internet yang pesat akhir-akhir ¡ni, maka perusahaan ini juga meluncurkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eman Kusdiyana
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambok Parulian S.; Lyliana
"ABSTRAK
Era globalisasi mempengaruhi kehidupan masyarakat suatu negara,
termasuk Indonesia. Pola hidup sehat juga melanda penduduk dunia yang
semakin menyadari bahwa banyak masalah yang dapat mengakibatkan
penurunan tingkat harapan hidup. Oleh karena itu mereka terus menekan pola
hidup yang dapat mendukung hidup sehat.
Salah satu produk yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
adalah minuman kesehatan. Minuman kesehatan adalah minuman yang
menawarkan khasiat menunjang kesehatan tubuh manusia. Produk ini dikemas
dengan trendi, praktis dan dalam bentuk siap minum.
Persaingan dalam industri minuman, khususnya minuman kesehatan
semakin tajam dengan makin banyaknya pemain baru dalam industri. Setiap
pemain berusaha untuk memperkenalkan produk baru bagi masyarakat
Indonesia melalui iklan yang gencar, terutama pada media cetak dan elektronik
yang dikonsumsi masyarakat menengah-atas.
Pada mulanya pasar yang dituju adalah kelompok menengah-atas yang
tidak mengalami kesulitan finansial untuk membeli produk ini. Peluang ¡ni
didukung dengari proyeksi penduduk dan Lembaga Demografi UI yang
menyatakan bahwa pada lima belas tahun mendatang, kelompok baby boomer
Indonesia atau kelompok 20-39 tahun merupakan kelompok dengan daya beli
terkuat. Tetapi kemudian terjadi perluasan pembeli, dimana ternyata ada
kelompok menengah bawah yang merupakan pembeli potensial. Akhirnya
beberapa perusahaan mulai melakukan diferensiasi produk sesuai dengan target
pasarnya.
Masalah utama yang dihadapi oleh produsen adalah kesulitan
menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa produk ini memang
benar-benar menyehatkan dan tidak mengandung bahan yang membahayakan
manusia. Fenomena ini umum terjadi pada produk yang masih baru, tetapi
dengan semakin terbukanya sistem informasi maka hambatan ini akan diatasi.
Industri minuman kesehatan Indonesia masih dalam tahap pergerakan
dan pengenalan produk (introduction) menuju pertumbuhan (growth), sehingga
industri ini sangat menarik untuk diikuti lebih lanjut. Di masa depan, industri
minuman kesehatan akan semakin kompetitif dan berkembang.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glen L. Livain
"Instrumen derivatif yang terus berkembang pesat menyebabkan portofolio semakin kompleks Nilai portofolia tersebut sangat tergantung pada variabel pasar seperti suku bunga dan nilai tukar. Instrumen derivatif selain digunakan untuk meng-offset (hedging) risiko dapat digunakan juga untuk berspekulasi mencari keuntungan. Pada kenyataannya banyak perusahaan merugi karena praktek tersebut. Hal ini mendorong timbulnya kebutuhan akan pengukuran kuantitatif risiko pasar dan suatu portfolio. Salah satu teknik pengukuran yang tersedia adalah Value at Risk (VaR). VaR merangkum seluruh risiko pasar yang ada pada portofolio dalam 1 (satu) bilangan. VaR menyatakan jumlah uang yang mungkin hilang akibat perubahan harga di pasar pada tingkat kepercayaan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Dalam karya akhir ini, dikaji aspek-aspek praktis perhitungan VaR dengan Metode Simulasi Monte Carlo yang diterapkan pada portofolio FX Forward USD/IDR jangka waktu 1 bulan. Prinsip dan Simulasi Monte Carlo adalah melakukan simulasi berulang ulang untuk menghasilkan berbagai kemungkinan harga portofolio yang membentuk distribusi simulasi. Dari distribusi simulasi tersebut, VaR dapat ditentukan. Hasil perhitungan VaR diuji dengan backtesting untuk mengetahui validitasnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjetjep Muljana
"ABSTRAK
Industri minyak dan gas bumi yang merupakan tulang punggung pembangunan
Indonesia, dikelola oleh Pertamina bersama dengan Kontraktor Asing dalam bentuk
Kontrak Production Sharing, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, ?Undang
Undang No.44/PRP/1960 dan No.8/1971. Dalam kontrak tersebut Kontraktor Asing
membiayai semua operasi perminyakan yang akan diganti dan hasil minyak/gas yang
dihasilkan, sedang sisanya akan dibagi antara Pertamina dan Kontraktor Asing dengan
rasio yang ditentukan dalam kontrak.
Dalam melaksanakan bisnisnya, Kontraktor Asing dan Pertamina melaksanakan
pengendalian biaya melalui prosedur program kerja dan anggaran, pelaporan
keuangan dan statistik, serta pengadaan barang dan jasa. Sistem pengendalian biaya
yang digariskan oleh Pertamina bertujuan mengendalikan biaya seefisien mungkin
bagi kepentingan Pertamina sesual dengan misi yang ditetapkan dalam Undang
Undang No.8/1971. Sedangkan ?X? Petroleum Company (sebagai salah satu
kontraktor yang menjadi tempat penelitian) melaksanakan sistem pengendalian
biayanya sesuai ketentuan dan kantor pusatnya, yang kemudian dijabarkan dan
disesuaikan dengan sistem yang ditentukan Pertamina.
Dengan adanya perbedaan misi antara Pertamina dan Kontraktornya, maka
pelaksanaan sistem pengendalian biaya tidak dapat berjalan secara optimal dan tujuan
agar biaya dapat dikeluarkan secara efisien tidak sepenuhnya dapat dicapai.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada ?X? Petroleum Company, ada
beberapa hal dalam sistem pengendalian biaya yang dapat diperbaiki agar sistem ini
bekerja secara optimal baik bagi kepentingan Pertamina maupun Kontraktornya.
Kesimpulan dan saran bagi perbaikan sistem pengendalian pada Kontrak Production
Sharing adalah sebagai berikut:
1. Secara umum sistem pengendalian biaya pada Kontrak Production Sharing tidak
disesuaikan dengan perkembangan lingkungan yang kadang bergejolak
(misalnya perkembangan harga minyak). Untuk itu sebaiknya dibuat sistem yang
dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan tidak kaku.
2. Perlakuan akuntansi yang digabung dengan negosiasi bisnis dapat
mengakibatkan rancunya sistem pengendalian biaya, sebaiknya perlakuan
akuntansi tetap mengacu kepada Standard Akuntansi Keuangan sedangkan
insentif bisnis dapat diberikan dalam bentuk lain. Dengan demikian pengendalian
biaya tidak dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
3. Saat ini Pertamina hanya menerima laporan keuangan dan Kontraktor, sehingga
Pertamina tidak mengetahui sistem alokasi biaya yang dilaksanakan
Kontraktornya dan mengakibatkan salah interpretasi. Hal ini dapat diatasi bila
Pertamina menerapkan Accounting Procedure yang terdapat dalam kontrak, yaitu
menentukan daftar perkiraan (Chart of Accounts) serta sistem alokasi biayanya
bagi seluruh Kontraktor di Indonesia.
4. Perbedaan kepentingan antara Pertamina dan Kontraktornya dalam hal-hal
tertentu dapat menghambat lancarnya operasi. Hal ini hanya dapat ditanggulangi
dengan keterbukaan antara Pertamina dan Kontraktor dalam merumuskan tujuan
perusahaan balk jangka panjang, menengah maupun pendek dalam bentuk
program kerja dan anggaran.
5. Pengukuran kinerja dengan cara benchmarking melalui laporan operasional
statistik kurang dapat dipergunakan karena kniteria maupun kiasiflkasi biayanya
belum seragam. Untuk ¡tu sebaiknya semua Kontraktor Production Sharing
dipertemukan dan bersama-sama membuat bench marking, agar dapat dihasilkan
suatu tolok ukur yang benar dan perbaikan yang menuju kearah efisiensi biaya
dapat dllaksanakan dengan Iebih akurat.
6. Persetujuan pengeluaran biaya melalui anggaran, AFE (Authorization For
Expenditure) dan penetapan lelang yang sering memerlukan waktu yang lama
membuat anggaran sebagai salah satu sistem pengendalian biaya tidak dapat
melaksanakan fungsinya dan . perencanaan sering tertunda dan mengakibatkan
membesarnya pengeluaran biaya. Hal ini hams segera ditunggulangi dengan
mengurangi waktu dan jenjang tingkat persetujuan.
7. Keppres No.16 tahun 1994 beserta semua petunjuk teknis pelaksanaan yang
bertujuan untuk mengetatkan pengeluaran biaya, ternyata dapat juga
mengakibatkan bertambah besarnya biaya yang disebabkan oleh adanya syarat
kandungan lokal yang memberikan toleransi harga yang lebih mahal dan
prosedur penunjukan pemenang lelang yang berjenjang dan makan waktu. Hal ¡ni
hams segera ditanggulangi dengan tidak sepenuhnya menerapkan Keppres no.16
tahun 1994 terhadap Kontraktor Production Sharing, atau segera menetapkan
peraturan yang bersifat debirokratisasi dan deregulasi untuk menyederhanakan
rantai persetujuan pengadaan barang dan jasa, agar biaya clapat ditekan serendah
mungkin."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mully Mulyati
"ABSTRAK
Iklim globalisasi dunia usaha yang semakin kompetitif senantiasa
memacu adanya inovasi-inovasi baru. Dalam marketing channel inovasi ini
berupa pemotongan mata rantai distribusi sekaligus pemanasaran biaya iklan,
melalui konsep pemasaran yang dikenal dengan nama Multi-Level Marketing.
Sistem MLM ini diperuntukkan bagi mereka yang menginginkan untuk dapat
berusaha sendiri dengan keterbatasan dana, keterampilan dan waktu.
Karenanya sistem ini dapat menjadi pilihan bagi mereka yang ingin dengan
cepat meningkatkan penghasilannya.
Dewasa ini perkembangan jumlah perusahaan yang menerapkan MLM
sistem semakin banyak. Dengan penerapan sistem MLM ini, perusahaan
mengharapkan dapat meningkatkan tingkat penjualannya karena sistem ini
memiliki kelebihan dalam hal marketing channelnya (memotong sebagian
mata-rantai distribusinya) yang memungkinkan perusahaan secara langsung
mendatangi konsumennya (melalui para distributornya).
Banyaknya jumlah perusahaan yang menerapkan sistem MLM, dan
banyaknya distributor yang telah tergabung didalanmya dapat dianggap
sebagai salah satu indikator kesuksesan sistem ini. Untuk penulisan ini,
dilakukan observasi terhadap beberapa perusahaan yang menerapkan sistem
MLM dalam strategi pemasarannya. Terhadap hasil observasi, dilakukan
analisis ke-empat faktor bauran pemasarannya yang mana akan dapat di
identifíkasi salah satu faktor tersebut yang dominan berpengaruh terhadap
keberhasilan strategi pemasaran MLM yang diterapkan oleb perusahaan. Dari
hasil analisis tersebut akan dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang
mendukung kesuksesan sistem MLM ini di Jndonesia ( dengan mengambil
sampel observasi dari beberapa perusahaan MLM).
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty Marliati
"ABSTRAK
Revolusi dalam bidang turisme, telekomunikasi dan transportasi yang merupakan
ciri transisi ekonomi pada abad XXI nanti serta akan dengan diberlakukannya AFTA
2000, akan berdampak langsung terhadap perusahaan nasional Indonesia. Perusahaan
penerbangan Garuda Indonesia sebagai salah satu BUMN harus siap memposisikan
dirinya ditengah ketatnya kompetisi dalam jasa penerbangan baik di domestik dan
intemasional. Dampak dari globalisasi ini akan sangat besar, khususnya dalam hal
pendapatan dan pangsa pasar. Unit pemasaran sebagai salah satu unit pendapatan di
Garuda Indonesia merupakan unit yang paling berkepentingan dalam upaya
mempertahankan posisi pendapatan dan pangsa pasar setelah masuknya pesaing
pesaing baru nanti.
Kunci sukses pemasaran adalah membuat perencanaan pemasaran yang tepat dan
efektif sesual dengan kondisi yang dimiliki perusahaan serta tanggap terhadap perubahan
situasi yang teij adj. Perencanaan pemasaran sangat penting artinya untuk setiap
operasional bisnis dan untuk mengefektiÍkan serta mengefisienkan program pemasaran
dan produk balk berupa barang maupun jasa. Dengan membuat perencanaan
pemasaran, kita dapat melihat dengan jelas arah yang akan dituju serta apa yang akan
dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Perencanaan pemasaran yang dibuat oleh bagian pemasaran merupakan
salah satu dari 4 macam perencanaan yaitu perencanaan korporat, perencanaan keuangan.,
perencanaan pemasaran, dan perencanaan armada yang dibuat oleh bagian
pemasaran untuk mendukung perencanaan lainnya dalam pemsahaan.
Dalam operasi penerbangan internasionalnya, area South West Pacific adalah
salah satu area yang dilayani oleh perusahaan penerbangan PT. Garuda Indonesia,
yang meliputi kota kota: Darwin, Cairns, Melaide, Melbourne, Perth, Sydney, Brisbane
dan Auckland di Selandia Baru. Dengan menggunakan jenis pesawat Airbus 300-600
untuk wilayah Australia dan DC 10 untuk Selandia Barn serta menggunakan kota
Denpasar sebagai pusat persinggahannya, rute ini menyumbang rata rata sebesar 8,3
% dan total pendapatan Garuda Indonesia (antara tahun 1990-1993).
Dengan kontribusi tersebut, rute South West Pasifik sangat potensial untuk
dikembangkan. Didukung oleh armada baru yaitu Airbus 300-600, frekuensi yang
banyak, pelayanan yang berkualitas serta tarif tiket yang kompetitif area ini diharapkan
akan mampu menyumbang pendapatan yang lebih besar lagi kepada Garuda. Dengan
membuat perencanaan pemasaran yang efektif dibarapkan program program pemasaran
akan mencapai sasaran sesuai dengan tujuan perusahaan.
Proses pembuatan perencanaan pemasaran adalah dengan membuat analisis
terhadap situasi yang meliputi perkiraan terhadap permintaan, faktor demografi,
kondisi bisnis dan ekonomi, serta politik dan peraturan. Keadaan lingkungan umum
yang harus diperhatikan adalah keadaan keuangan, kebijaksanaan pemerintah, serta
media. Keadaan pesaing juga harus dianalisis kekuatan maupun kelemahannya baik
pesaing utama maupun pesaing potensial. Setelah menganalisis situasi baik eksternal
maupun internal, langkah selanjutnya adalah menentukan target pasar dan menemukan
masalah dan peluang. Tujuan,target pemasaran dan strategi pemasaran adalah
langkah berikutnya yang barus dianalisis.
Kendala kendala yang dihadapi dalain pembuataia perencanaan pemasaran
adalah kurangnya inforinasi yang lengkap, baik daii internal maupun eksternal.
Dukungan data dan informasi daii pihak yang berkepentingan sangat membantu sekali,
tenitania untuk data eksternaiPereflcaflaafl pemasaran untuk area South West Pacific
yang ttlah dibuat dihrapkan dapat dijadikan acuan dalam membuat perencanaan pemasaran untuk area area lainnya."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I.G.N Dwi Pradipta
"Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkamiya kembali kepada masyarakat, sehingga memerlukan sistem informasi yang efektif dan efisien agar dapat berfungsi untuk berkembang melindungi kepentingan masyarakat dan menghadapì persaingan yang semakin global.
Ikatan Akuntan Indonesia (lAI) dan Bank Indonesia (BI) telah mengadakan kerjasama dalam rangka penyusunan strandar akuntansi keuangan tenatang akuntansi perbankan (PSAK 31) sebagai pedoman bank dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai keadaan bank secara wajar.
Dalam implementasi PSAK 31 tersebut ada beberapa masalah yang dihadapi oleh bank, karena adanya perbedaan mengenai dasar pengakuan pendapatan bank yang dipakai sebelum PSAK 31, dengan perbedaan ini mengakibatkan hasil yang berbeda dalam pengukuran tingkat rentabilitas suatu bank, dalam hal ini penulis mengambil studi kasus pada Bank Tabungan Negara.
Berdasarkan hasil analisa terhadap laporan keuangan Bank Tabungan Negara tahun 1992 dan 1993, dimana PSAK 31 mulai diberlakukan untuk laporan keuangan pada tanggal 31 Desember 1993, dapat disimpulkan bahwa pengakuan pendapatan bank sebelum berlakunya PSAK 31 berdasarkan kas, sehingga bunga yang telah jatuh waktu tetapi belum dibayarkan oleh debitur oleh bank hanya dicatat dalam rekening administratif tunggakan bunga debitur, dan ketika tunggakan bunga tersebut dilunasi baru diakui sebagai pendapatan bunga. Sedangkan dalam PSAK 31 pendapatan bunga diakui secara akrual (accrual basis), kecuali pendapatan bunga dan kredit dan aktiva produktif non performing. Pendapatan dan aktiva yang non performing hanya boleh diakuj apabila pendapatan tersebut benar-benar telah diterima.
Pengakuan pendapatan provisi dan komisi kredit sebelum berlakunya PSAK 31 diakui ketika pendapatan tersebut diterima oleh bank setelah disetujuinya perjanjian kredit tersebut, tetapi setelah berlakunya PSAK 31 komisi dan provisi yang berkaitan langsung dengan kegiatan perkreditan diperlakukan sebagai pendapatan yang ditangguhkan dan diamortisasi secara sistimatis selama jangka waktu komjtmen djt. Apabila komitmen tersebut diselesaikan sebelum jangka walctimya maka sisa komisi dan provisi djakuj sebagai pendapatan pada saat penyclesajan kornjtmen tersebut. Komisi dan provisi yang tidak berkaitan dengan kegiatan perkredritan dan jangka waktu, diakui sebagal pendapatan pada saat terjadinya transaksi.
Pencatatan penanaman dalam bentuk penyertaan sebelum berlakunya PSAK 31 dilakukan dengan cara metode bìaya, dan dengan berlakunya PSAK 31 pencatatai tersebut dilakukan dengan metode ekuitas jika suatu perusahaan mempunyai investasi dalarn saham dengan hak suara pada perusahaan lain dalam jumlah lebih darì 20 %, dan rnetode bìaya jika kurang dan 20 %.
Dengan berlakunya PSAK 31 maka akan mempengan.thi penyajian laporan keuangan bank dan dapat meningkatkan jumlah asset seria pendapatan bank, sebingga laba bersih bank juga akan mengalami kenaikan, dengan meningkatnya laba bersih bank maka pajak penghasílan yang dibayarpun meningkat pula, bal inilah yang menj adj kendala dalam pelaksanaan Pemyataan Standar Akuntansi Keuangan secara konsisten, karena dengan aLiran kas masuk yang sama diharuskan membayar pajak atan dividen yang lebth tinggi karena meningkatnya pendapatan bank."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>