Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1188 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meta Dewi Tedja
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Virus Hepatitis B (VHB) merupakan penyebab tersering hepatitis kronik, sirosis hepatis dan karsinoma hepatoselular di negara-negara Asia Tenggara. VHB merupakan virus DNA berukuran 3,2 kb, mempunyai untai ganda dengan susunan genom yang kompak dan sating tumpang tindih. Materi genetik VHB tersimpan daiam 4 Open Reading Frames pada untai negatif. Transmisi VHB terjadi melalui kontak dengan darah, komponen darah atau cairan tubuh lainnya. Diagnosis infeksi VHB didasarkan adanya HBsAg dalam serum. Hilangnya HBsAg dan terbentuknya anti-HBs merupakan petanda eliminasi virus. Namun demikian mutasi yang terjadi pada gen penyandi HBsAg mengakibatkan perubahan antigenisitas HBsAg sehingga virus lolos dart pemeriksaan yang menggunakan antibodi monoklonal terhadap HBsAg. Untuk mengetahui perubahan molekuler pada gen penyandi HBsAg maka dilakukan penelitian program magister ini dengan tujuan umum untuk mengetahui dasar molekuler kegagalan deteksi serologi HBsAg pada serum donor darah di Indonesia. Untuk itu dilakukan isolasi DNA VHB, ligasi ke vektor dan transformasi ke bakteri E.coli, dilanjutkan dengan reaksi sekuensing yang hasilnya dianalisis dengan perangkat bioinformatika. Hasil dan kesimpulan: Pada serum donor darah dengan HBsAg (-), anti-HBs (-) dan anti-HBc (+) berhasil didapat DNA VHB pada 20 (29,9%) dart 67 sampeI; pada donor darah dengan HBsAg (-), anti-HBs (+) dan anti-HBc (+) didapat DNA VHB pada 5 (7.5%) dart 67 sampel. Sehingga jumlah total DNA VHB (+) didapat pada 25 (8,I%) dari 309 sampel dengan HBsAg (-), Pada sekuensing determinan 'a' gen S DNA VHB didapat 7 (28%) dari 25 sampel menunjukkan mutasi asam amino. Terdapat 3 pola substitusi asam amino: pola pertama substitusi M I 33L sebanyak I (4%) dari 25 sampel, polar kedua T123A sebanyak I (4%) dari 25 sampel, dan pola ketigaTI43M sebanyak 5 (20%) dari 25 sampel. Semua virus; termasuk dalam subtipe adw. Pada studi bioinformatika, substitusi ini menyebabkan terjadinya penurunan nilai indeks antigenisitas asam amino yang bersangkutan dan asam amino yang berada di sekitarnya. Substitusi asam amino pada gen S mengakibatkan terjadinya perubahan sekuens gen P daerah reverse transcriplase yang tumpang tindih dengan gen S.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T8366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatnita Parama Tjita
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Adanya penyebaran, perpindahan galur S. typhi terutama galur S. typhi yang resisten terhadap satu atau beberapa antibiotika lini pertama dan plastisitas genom S. typhi, maka ingin diketahui bagaimana keragaman genetik S. typhi di Indonesia. Untuk itu dilakukan analisis genom S. typhi resisten antibiotika lini pertama menggunakan teknik PFGE. S.typhi resisten diperoleh melalui uji sensitivitas menggunakan metode difusi cakram Kirby Bauer. PFGE merupakan salah satu metode karakterisasi genotipe yang mempunyai kemampuan diskriminasi yang tinggi untuk memisahkan galur dalam satu spesies bakteri. Tahapan PFGE yang dilakukan adalah preparasi plug DNA, pemotongan DNA dengan enzim restriksi secara in situ, elektroforesis dan visualisasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program NTSYS (Numerical Taxonomy System) versi 1,6. Hasil dan Kesimpulan : Dari 100 isolat S. typhi, ditemukan 16(16%) isolat yang resisten terhadap antibiotika lini pertama. Monoresisten yaitu terhadap ampisilin sebanyak 1(1%) isolat, terhadap kloramfenikol sebanyak 1(1%) isolat dan terhadap tetrasiklin sebanyak 8(8%) isolat. Multiresisten terhadap ampisilin-tetrasiklin sebanyak 2 (2%) isolat, terhadap kloramfenikol-tetrasiklin sebanyak 1(1%) isolat, terhadap ampisilin-kloramfenikol-tetrasiklin sebanyak 2(2%) isolat dan terhadap kloramfenikol-trimetoprim sulfametoksazol-tetrasiklin sebanyak 1(1%) isolat. Dari 16 isolat S. typhi resisten tersebut ditemukan 13 pola PFGE yang berbeda dan diversitas genom yang besar antar isolat ditunjukkan dengan nilai F yaitu antara 0,080-1,000. Kelompok tetrasiklin resisten memiliki nilai F 0,085-1,000, kelompok kloramfenikol resisten memiliki nilai F 0,238-1,000 dan kelompok ampisilin resisten memiliki nilai F 0,128-0,873.
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Miftahul El Jannah
Abstrak :
Latar belakang penelitian: Identifikasi spesies Candida penting untuk diagnosis, penentuan jenis obat dan prediksi kepekaan jamur terhadap obat anti fungal. Selama ini identifikasi dilakukan dengan uji konvensional: fisiologi-morfologi, yang relatif lama, hingga diagnosis dini sukar ditegakkan. Mengatasi masalah tersebut telah dikembangkan medium kromogenik yang mampu membedakan beberapa spesies Candida berdasarkan warna koloni. medium kromogenik yang saat ini tersedia di Indonesia adalah CHROMagar-Candida. Tujuan penelitian: Membandingkan cara identifikasi Candida spp. dengan metode konvesional dan medium kromogenik CHROMagar Candida, serta mengetahui spesifisitas dan sensitivitasnya Metodologi penelitian: Penelitian merupakan uji diagnostik. Sebanyak 134 sampel ditanam pada agar Sabouraud Dekstrosa dan dipurifikasi (340 isolat). Setiap isolat diidentifikasi dengan CHROMagar Candida, uji fisiologi dan morfologi (agar tajin/tepung jagung-Tween 80, dan uji pembentukan germ tube). Hasil dan kesimpulan: Dengan CHROMagar-Candida, dapat diidentifikasi 148 (43,5%) isolat, 192 (56,7%) tidak dapat diidentifikasi. Spesies yang teridentifikasi: C. tropicalis (21,5%) koloni berwama ungu di tengah pucat di tepi, C. albicans (11,8%) warna koloni hijau terang, C parapsilosis (5,9%) koloni berwarna putih hingga merah jambu pucat, C glabrata (2,1%) koloni merah jambu pucat dengan permukaan koloni halus, C krusei (0,3%) koloni merah jambu pucat dengan permukaan koloni kasar dan Trichosporon sp (2,1%) koloni berwarna abu-abu dengan tipe koloni halus dan kasar. Yang tidak dapat diidentifikasi, C pelliculosa, C. guilliermondii, C. langeroni, C Intermedia, C mogii, C lusitaniae, C utilis, C fennica, C obtuse, C sphaerica, C famata dan R. rubra. Spesifisitas dan sensitivitas CHROMagar-Candida untuk identifikasi C trop/calls 80,8% dan 27,8%, C albicans 99,3% dan 65,5%, C parapsilosis 96,9% dan 100%, Trichosporon sp 100% dan 21,8%. CHROMagar-Candida tidak dapat menggantikan uji konvensional dalam mengidentifikasi Candida spp, terutama Candida non-C albicans.
Identification Of Candida Species From Clinical Specimens, Using Chromogenic Medium, Physiology And Morphology Test.Background : Species identification of Candida is important to establish to diagnosis, to determine the medicine needed and also to predict susceptibility of fungi to antifungal drugs. Up to now, identification is conducting using conventional method i.e. physiology-morphology which is time consuming. Thus early diagnosis could not be established. To offer come this problem chromogenic medium has been develop to distinguish species of Candida based on the colour of colony. Chromogenic medium that find on Indonesia is CHROMagar-Candida. Aim :To compare CHROMagar Candida and conventional method in identification of Candida spp. specificity and sensitivity of CHROMagar Candida was also determined. Research Methodology: This study diagnostic investigation using cross sectional design. Those were 134 samples plated on Sabouraud Dektrosa Agar/SDA than purified that yields 340 isolates. It is isolate was identified by CHROMagar Candida and conventional method. Result and Conclusions: Using CHROMagar 148 (43.5%) isolates can be identified were as 192 (56.7%) could not be identified. Species that can be identify were : C. tropicalis (21.5%) with purple colour in the centre and pale purple at the edge of colony, C alb/cans (11.8%) with bright green colour, C parapsilosis (5.9%) with white to pale pink, C. glabrata (2.1%) has a pale pink colour and smooth surface, C krusei (0.3%) is pale pink and rough surface, and Trichosporon sp. (2.1%) is gray with smooth or rough surface. Species that can not be identified by CHROMagar-Candida were : C pelliculosa, C guilliermondii, C langeroni, C intermedia, C mogii, C.lusitaniae, C utilis, C fenica, C. obtuse, C. sphaerica, C fanata, and R. rubs Specificity and sensitivity CHROMagar Candida identifying C. tropicalis is 80.8% and 27.8%, C. alb/cans is ' 99.3% and 65.5%, C.parapsllosis is 96.9% and 100%, Trichosporon sp is 100% and 21.8% consecutively. Although conventional can not replace by CHROMagar Candida especially for Candida non C alb/cans identifications.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Wati
Abstrak :
Enzim adalah suatu protein yang bekerja sebagai katalisator organik, mengatur reaksi-reaksi kimia dalam setiap organisme (1). Enzim-enzim yang sepanjang waktu terdapat di dalam plasma dan melakukan fungsi fisiologiknya dalam plasma dikenal sebagai enzim khas plasma seperti lipase lipoprotein, pseudokolinesterase dan proenzim-proenzim untuk pembekuan darah. Enzim-enzim tersebut di atas umumnya disintesis di dalam hati tetapi terdapat dalam darah dengan konsentrasi yang sama atau lebih tinggi dibandingkan konsentrasinya di dalam jaringan (2).Enzim-enzim plasma yang tidak melakukan fungsi fisiologiknya di dalam plasma dikenal sebagai enzim tidak khas plasma. Enzim-enzim ini terdapat di dalam sel organ atau jaringan tertentu, dan dalam keadaan normal hanya sejumlah kecil yang ada dalam plasma. Bila terjadi kerusakan organ atau jaringan, aktivitas enzim-enzim ini di dalam plasma akan meningkat melebihi keadaan normal. Kenaikan aktivitas enzim-enzim ini di dalam plasma selain tergantung pada konsentrasinya di dalam jaringan, juga pada luas organ yang rusak dan lokasi enzim di dalam sel (2,3). Contoh enzim tidak khas plasma yaitu enzim fosfatase asam, enzim
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supri Irianti Handayani
Abstrak :
Ruang lingkup, bahan dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian retrospektif di laboratorium Patologi Anatomik FKUI/RSUPNCM. Sampel diambil dari Arsip Bagian Patologi Anatomik. Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) atau limfoma malignum sel B jenis sel besar dinilai ulang untuk menentukan tiga suptipe DLBCL berdasarkan klasifikasi Kiel, yaitu varian sentroblastik, varian imunoblastik dan varian anaplastik. Dari blok paraffin ketiga varian tersebut dilakukan pulasan HE dan pulasan imunohistokimia p53 dengan menggunakan antibodi monoklonal p53 dan pulasan imunohistokimia Ki-67 dengan menggunakan antibodi monokional Ki-67. Perhitungan positifitas p53 dan positifitas Ki-67 pada sel yang berwama coklat tua dari 1000 sel secara acak. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi p53 dan ekspresi Ki-67 pada ketiga varian dilakukan uji Tukey dan Duncan. Hasil dan kesimpulan : Dan 28 kasus DLBCL didapatkan 10 kasus varian sentroblastik, 8 kasus varian imunoblastik dan 10 kasus varian anaplastik. Hasil uji Tukey dan Duncan menunjukkan bahwa ekspresi p53 pada ketiga varian DLBCL yaitu varian sentroblastik, varian imunoblastik dan varian anaplastik terdapat perbedaan bermakna. Hasil uji Anova rnenunjukkan bahwa ekspresi Ki67 pada ketiga varian DLBCL yaitu varian sentroblastik, varian imunoblastik dan varian anaplastik tidak ditemukan perbedaan. ......Scope of study and Method : The study was carried out in Anatomical Pathology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia/RSUPNCM- retrospectively. We collected the sample from Anatomical Pathology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia/RSUPNCM archives. To defined three of DLBCL, we estimated repeatedly- according to Kiel classification, i.e. centroblastic, immunoblastic and anaplastic variants. We stained three of variant paraffin block with HE and p53 immunohistochemistry staining with p53 monoclonal antibody and Ki-67 immunohistochemistry staining with Ki-67 monoclonal antibody. We estimated p53 and Ki-67 positivity on dark brown cell from 1000 cells, randomly. On this study we used the Tukey and Duncan test, to find the differentiation of p53 and Ki-67 expression on three variants. Result and Conclusion : We found 10 cases of centroblastic variants, 8 cases of immunoblastic variant and 10 cases of anaplastic variant from 28 cases DLBCL. The Tukey and Duncan test showed that there is significant differentiation of p53 expression on three DLBCL variants. The Anova test showed that there is no differentiation of Ki-67 expression on three DLBCL variants.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Yogy
Abstrak :
TB is still major problem even though number of TB cases had been decline steadily due to discovery and continuing research of TB drugs since 1940 and also increasing of funding and attention to global TB problem. Indonesia is the third country in descending order of TB case numbers. It is considered as the third main cause of death after cardiovascular and respiratory diseases in this country. Several years ago, East Nusa Tenggara province had the highest incidence of sputum smear positive compared with other provinces in Indonesia. TB creates certain burdens in the community, initially in health and nutrition aspect, and then followed by other human aspects including economy and social. It is, therefore, eradicating TB in an effective and efficient way becomes a very emerging issue on TB treatment strategy. Since TB is an immune-related disease, hence, enhancing the immune system might be considered as an important strategy to be considered on TB treatment. Zinc, vitamin A and a new discovered protein, leptin, take a part on that issue. A cross sectional study was conducted with a main objective of investigating the relationship between nutritional and leptin status of new diagnosed pulmonary TB disease with the disease severity in selected districts of East Nusa Tenggara province, Indonesia. This research report is divided into three parts. Part 1 includes comprehensive reviews on the background of the study, literature review, problem statement and rationale, objective, hypotheses, conceptual framework and variable indicator matrix. Part 2 wraps up the manuscript for publication, entitled "Micronutrients and Leptin status Are Associated with the Radiological Features Among New Diagnosed Pulmonary Tuberculosis Patients." It is written and formatted based on author's guideline of the Journal of Nutrition. Part 3 covers the supporting documents including detailed methodology and other result, author's guideline of the journal, questionnaire, ethical approval, informed consent, official permit letter, references and curriculum vitae. It is expected that the results of this study may contribute to the body of knowledge about the severity of TB that reflects the specific profile of nutritional status (body fat, BMI, MUAC and micronutrient status) and plasma leptin. Furthermore, it will serve as reference data for further investigations, better interventions and treatments on active pulmonary TB patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismawati
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Proteasom adalah partikel subseluler yang berperan dalam degradasi protein intrasel. Dari kepustakaan diketahui bahwa konsentrasi proteasom serum pada penderita kanker meningkat dibandingkan individu normal. Belum diketahui apakah konsentrasi proteasom juga meningkat pada tahap prakanker. Telah dilakukan penelitian induksi karsinogenesis hati pada tikus Wistar dengan menggunakan N,2-Fluorenilasetamida (FAA) 40 lag. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati apakah terjadi perubahan konsentrasi proteasom dalam plasma dan jaringan hati pada tahap prakanker dan bagaimana efek pemberian tomat terhadap konsentrasi proteasom. Pada penelitian ini tikus dibagi menjadi 5 kelompok : kelompok kontrol 1(KKl) yaitu kelompok tikus yang hanya diberi akuabides, kelompok kontrol 2 (KK2) yaitu kelompok tikus yang diberi Pulvis Gum Arab (PGA) + minyak kelapa, kelompok kontrol 3 (KK3) yaitu kelompok tikus yang diberi emulsi tomat, kelompok perlakuan 1 (KP1) yaitu kelompok tikus yang diinduksi FAA dan kelompok perlakuan 2 (KP2) yaitu kelompok tikus yang diberi emulsi tomat dan diinduksi FAA. Pengamatan dilakukan dengan mengambil plasma dan jaringan hati setelah perlakuan selama 4 minggu dan 8 minggu. Dilakukan pengukuran konsentrasi proteasom dan pemeriksaan histopatologis jaringan hati untuk menilai derajat kerusakan hati. Pengukuran konsentrasi proteasom dilakukan dengan ELISA. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik Anava 1 arah, kecuali untuk konsentrasi proteasom plasma 4 minggu digunakan uji non parametrik Kruskal Wallis dengan batas kemaknaan p <0,05. Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi proteasom plasma KP1 berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol dan KP2 setelah 8 minggu, sedangkan konsentrasi proteasom jaringan hati KP1 telah berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol dan KP2 sejak perlakuan 4 minggu. Pengamatan secara histopatologis menunjukkan adanya perubahan pada tahap prakanker pada perlakuan 8 minggu pada KP1 dan tidak pada kelompok yang lain. Dengan demikian hasil pengamatan konsentrasi proteasom pada tikus menunjukkan, bahwa peningkatan konsentrasi proteasom plasma terjadi pada tahap prakanker sementara peningkatan konsentrasi proteasom hati terjadi lebih dahulu daripada plasma dan kelainan histopatologisnya. Dari penelitian ini ternyata tomat memiliki efek protektif terhadap terjadinya karsinogenesis hati.
Proteasome is subcellular particle, which have role in degradation of intracellular protein. It is known that concentration of proteasome in serum cancer patients is higher than normal subject, but whether proteasome concentration increased at precancer is still unknown. This study was conducted to investigate the alteration of proteasome concentration during hepatocarcinogenesis induced by N, 2-Fluorenilacetamide (FAA) and protective effect of tomato. This research use rats that divided randomly into 5 groups: control group I (KKI), which only received bidistilled water, control group 2 (KK2), received Pulvis Gummi Arabic (PGA) + palm oil, control group 3 (KK3), received tomato emulsion, group of treatment I (KPI), which induced by FAA and group of treatment 2 (KP 2), induced by FAA and received tomato emulsion. The rats were sacrificed in the forth and eights week after treatment. Some parts of the liver were taken for histological examination and the rest were homogenized. Concentration of proteasome was determined from liver homogenats and plasma by ELISA method. This study showed that proteasome concentration in plasma KP 1 is significantly increase compared to all control groups and KP 2 after 8 weeks, while concentration of proteasome in liver KP 1 significantly increase compared to all control groups and KP 2 after 4 weeks. Histological examinations showed signs of precancer only at KP 1 after 8 weeks treatment and not in other groups. This study suggested that proteasome concentration of rats? plasma were increased in precancer; elevation of liver proteasome were detected before alteration of liver cell occurred; and tomato emulsion has protective effect in liver carcinogenesis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolazenia
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Infeksi cacing dan atopi akan meningkatkan respon Th2. Pada infeksi cacing terjadi peningkatan IgE poliklonal yang dapat menekan atopi. Hipotesis tentang adanya efek proteksi dari infeksi cacing terhadap atopi telah lama menjadi kontroversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing dan atopi pada ibu hamil di daerah endemis filariasis. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Sebanyak 286 orang ibu hamil dari daerah endemis filariasis, Kelurahan Jati Sampuma dan Jati Karya, Bekasi, diperiksa tinja untuk infeksi cacing usus, dan serologi Immunochromatographic test untuk infeksi filaria (Wuchereria bancrofi). Atopi pada ibu hamil dilihat dari Skin prick test yang positif dan riwayat alergi. ELISA digunakan untuk menentukan kadar IgE total, dan pengisian kuesioner untuk menilai status sosial ekonomi, pendidikan, dan riwayat alergi. Hasil : Ada kecenderungan bahwa infeksi cacing (filaria dan atau cacing usus) mempunyai efek proteksi terhadap atopi (OR = 0,63 (95%CI: 0,37-1,08); P=0,09). Kadar IgE total rata-rata paling tinggi pada infeksi cacing filaria dengan prosentase atopi paling rendah (OR=0,51), diikuti oleh subjek yang terinfeksi cacing usus (4R=0,76) dan subjek tanpa infeksi cacing kadar IgE total rata-ratanya paling rendah dengan prosentase atopi paling tiriggi (DR=1,58). Infeksi cacing lebih banyak ditemukan pada sosial ekonomi dan pendidikan kurang, tetapi tidak terdapat perbedaan kasus atopi pada sosial ekonomi dan pendidikan baik dibanding kurang. Dengan mengontrol variabel sosial ekonomi, pendidikan, infeksi cacing usus, infeksi cacing campur (cacing usus dan atau filaria) dan kadar IgE total terdapat perbedaan bermakna kasus atopi pada ibu hamil yang terinfeksi filaria dengan tidak terinfeksi (DR=0,45, 95%CI(0,21-0,98); p=0,04). Kesimpulan : Infeksi cacing (terutama filaria) mempunyai efek proteksi terhadap atopi pada ibu hamil di daerah endemis filariasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Dame Joyce
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Uji biokimia dengan metoda konvensional rutin merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi bakteri batang negatif Gram baik untuk tujuan diagnosis atau untuk tujuan survei epidemiologi. Untuk mengetahui cara identifikasi yang lebih baik maka dilakukan perbandingan antara metode konvensional rutin dengan sistem Microgen. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi secara paralel antara metode konvensional rutin dan Microgen. Hasil dan Kesimpulan : Dari 40 isolat bakteri batang negatif Gram yang diisolasi dengan uji Microgen didapat : 28 isolat (70%) famili Enterobacteriaceae dan 12 isolat (30%) adalah bakteri batang negatif Gram non fastidious sedangkan dengan cara konvesional rutin. diperoleh hasiI 26 isolat (66,67%) Enterobacteriaceae dan 14 isolat (33,33%) batang negatif Gram non fastidious. Terdapat ketidak sesuaian identifikasi sebanyak 5 isolat (12,5% ) sedangkan 35 isolat (87,5%) identifikasinya sesuai antara sistem Microgen dengan konvensional rutin. Ketidaksesuaian identifikasi tersebut 2 (5%) pads tingkat species yaitu antara S.liquefaciens dengan E. aerogenes dan P stutzeri dengan P.aeruginosa, serta 3 isolat( 7,5% ) pada tingkat genus.yaitu Salmonella grup dengan K ozaenae , A. baumannii dengan K ozaenae serta a diversus dengan E. cloacae
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T17706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cityta Putri Kwarta
Abstrak :
ABSTRAK
Asma alergi merupakan penyakit atopi degeneratif yang disebabkan alergi atau hipersensitifitas tipe-1. Lebih dari 50% penderita asma alergi disebabkan adanya reaksi hipersensitif terhadap alergen Tungau Debu Rumah (TDR). Skrining subjek penelitian berdasarkan manifestasi asma dan Skin Prick Test (SPT) didapatkan 25 subjek atopi asma yang disebabkan alergi terhadap alergen TDR dan 21 subjek nonatopi. Respon imunitas seluler dievaluasi melalui teknik kultur Kultur sel mononuklear darah tepi (SMDT) yang diisolasi dari darah menggunakan teknik ficoll gradient. Kultur SMDT dari masing-masing subjek distimulasi dengan Alergen TDR, PHA (kontrol positif), dan RPMI (kontrol negatif) selanjutnya diinkubasi dalam inkubator CO2 5%, 37⁰C selama 72 jam. Dengan metode multiplex assay, supernatan hasil kultur dilakukan pengukuran IFNγ untuk menilai mediator proinflamasi tipe-1, Interleukin 13 (IL-13) untuk menilai mediator proinflamasi tipe-2, dan IL-10 sebagai anti inflamasi serta kadar Indoleamine 2,3-Dioxygenase (IDO) diukur dengan metode ELISA Sandwich. Terdapat peningkatan rasio sitokin proinflamasi tipe-2 (IL13) terhadap anti inflamasi (IL10) dan penurunan rasio sitokin proinflamasi tipe-1 (IFN) terhadap proinflamasi tipe-2 (IL-13) yang dihasilkan dari kultur SMDT pada kelompok atopi asma dibandingkan dengan kelompok nonatopi. Perubahan pola keseimbangan mediator pro inlamasi tipe-1, tipe-2 dan anti inflamasi pada subjek asma alergi diduga mempengarui produksi IDO yang ditemukan secara signifikan lebih rendah dibanding subjek non atopi.
ABSTRACT
Allergic asthma is degenerative atopy caused by type 1 allergic or hypersensitivity. More than 50% of people with allergic asthma are caused by hypersensitivity reactions to house dust mite allergens (HDM). Screening of research subjects based on asthma manifestations and Skin Prick Test (SPT) found 25 subjects with atopic asthma caused by allergies to TDR allergens and 21 nonatopic subjects. The cellular immune response was evaluated through a culture of peripheral blood mononuclear cell culture (PBMC) technique isolated from blood using the ficoll gradient technique. PBMC cultures from each subject were stimulated with HDM allergens, PHA (positive control), and RPMI (negative controls) then incubated in a 5% CO2 incubator, 37⁰C for 72 hours. With the multiplex assay method, IFNγ measurements were carried out by the culture supernatant to assess type 1 proinflammatory mediator, Interleukin 13 (IL-13) to assess type 2 proinflammatory mediators, and IL-10 as anti-inflammatory and Indoleamine 2,3-Dioxygenase levels (IDO) is measured by the ELISA Sandwich method. There was an increase in the ratio of type-2 (IL13) proinflammatory cytokines to anti-inflammatory (IL10) and a decrease in type-1 (IFN) proinflammatory cytokine to proinflammatory type-2 (IL-13) resulting from PBMC culture in the asthma atopy group compared to the nonatopic group. Changes in the balance pattern of type 1, type-2 and anti-inflammatory pro-inflammatory mediators in allergic asthma subjects suspected to affect IDO production were found to be significantly lower than non-atopy subjects.
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>