Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurma Hidayati
Abstrak :
Diagnosa dini TB dan memulai pengobatan secepat mungkin merupakan hal yang sangat esensial dalam program pemberantasan TB, dimana hal ini sangat tergantung dari upaya temuan kasus (case finding). Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan sehingga memperburuk penyakit, meningkatkan risiko kematian dan memperpanjang transmisi infeksi di komunitas. Program pemberantasan TB yang baik akan meminimalkan keterlambatan diagnosis dan meningkatkan kepatuhan berobat pasien. Informasi dasar tentang besarnya masalah dan faktor risiko terjadinya keterlambatan diagnosis dan pengobatan TB paru akan sangat berguna untuk mengestimasi dampak strategi DOTS dimasa datang dan juga untuk mengembangkan strategi yang sesuai untuk mengurangi keterlambatan diagnosa TB para. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya keterlambatan diagnosis TB dan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis pada tingkat penderita (patient delay) dan pada tingkat sistem kesehatan (health system delay) serta keterlambatan total (total delay). Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ciracas Jakarta Timur dengan menggunakan metode potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel 162 orang. Subyek penelitian adalah seseorang yang didiagnosa menderita TB para dari bulan Juli 2002 sampai dengan bulan Juni tahun 2003 baik dalam status masih aktif, sudah sembuh maupun yang putus berobat berusia < l5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan waktu keterlambatan pasien (median) 2 minggu, pelayanan kesehatan 1 minggu dan keterlambatan total 6,05 minggu. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan pasien mencari pengobatan < 4 minggu adalah faktor umur > 33 tahun (OR 2.44; 95% CI 1.02-5.83), gejala pertama batuk (OR 5.12; 95% CI 1.68-15.6), persepsi gejala serius (OR 2.57; 95% CI 1.206 - 5.48), jarak tempuh > 30 menit berkendaraan (OR 3.17; 95% CI 1.34-7.52), dan status perkawinan belum menikah (OR 7.03; 95% Cl 1.61-30.54). Faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan pelayanan kesehatan > 1 minggu adalah UPK I yang dikunjungi milik swasta (OR 2.41; 95% CI 1.108-5.243). Lamanya gejala sebelum diagnosa TB ditegakkan (OR 0.27; 95% CI 0.127-0.574) dan jarak tempuh ke UPK I tersebut (OR 0.364; 95% CI 0.136-0.973) merupakan faktor pencegah keterlambatan pelayanan kesehatan > 1 minggu. Faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan total > 5 minggu lamanya gejala sebelum diagnosa TB ditegakkan (OR 5.41; 95% CI 2.55-11.46). Untuk mengurangi keterlambatan diagnosis TB para, perlu dilakukan pendidikan ke masyarakat dengan mempertimbangkan aspek sosial dan budaya, terutama dalam hal pengenalan gejala TB paru dan mendorong motivasi untuk mencari pengobatan secepat mungkin. Perlu pengembangan cakupan program penanggulangan TB ke fasilitas pelayanan kesehatan non-pemerintah. Perlu ditingkatkan kewaspadaan petugas kesehatan di fasilitas kesehatan swasta dan pemerintah untuk mengenali gejala TB sedini mungkin,
Early diagnosis of the disease and prompt initiation of treatment is essential for an effective tuberculosis control program. Delays in diagnosis may affects the eradication of the TB patients, increase the risk of death and enhance tuberculosis transmission in the community. Good control programs will reduce duration of illness average by minimizing diagnostic delay and ensuring the patients adherence to short-course treatment. Baseline information on the magnitude and risk factors of delays in diagnosis of tuberculosis will be useful in estimating the impact of DOTS strategy over time, as well as for developing appropriate strategies to reduce diagnostic delays. The aims of this study is to determined the risk factors associated with delays in health care seeking (patient delay) and delays in diagnosis by health providers (health system delay) among tuberculosis patients diagnosed at health facilities. The cross-sectional study was conducted in Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. A total 162 TB patients > 15 years old diagnosed at health facilities during July 2002-Juni 2003 were interviewed using a structured questionnaire. This study found that the median of patient, health system and total delay were 2 weeks, I weeks and 6.05 weeks respectively. In multivariate analysis, age > 33 years old (OR 2.44; 95% CI 1.02-5.83), first symptoms was cough (OR 5.12; 95% CI 1.68-15.6), felt serious symptoms (OR 1,6; 95% CI 1.09-234), time to reach the first health facilities > 30 minute (OR 3.17; 95% CI 1.34-7.52), and not married (OR 7.03; 95% CI 1.61-30.54) were associated with patient delays 4 weeks. Longer patient delays (OR 0.27; 95% CI 0.127-0,574), first consultation to private provider (OR 2.41; 95% CI 1.108-5.243) and time to reach the first health facilities > 30 minute (OR 0.364; 95% Cl 0.136-0.973) were associated with health system delay > l weeks. Longer patient delays (OR 5.41; 95% CI 2.55-11.46) was associated with total delay > 5 weeks. To reduce diagnostic delays, there must be a public educated and information to be aware about sign and symptom of TB and to motivate to seeks care more quickly. Social and culture approached should be taken into account in design of TB information campaigns and in prioritizing public health interventions about TB. It is urgency that TB programs should be expanded to private sectors as well as public sectors. Government and private physician should maintain and enhance a high index of suspicion for TB.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shela Rachmayanti
Abstrak :
Latar Belakang: SARS-CoV-2 variant of concern, Delta, menyebabkan lonjakan kasus dan mortalitas yang sangat tinggi di Indonesia pada pertengahan tahun 2021. Hal ini berdampak pada tingginya beban fasilitas kesehatan sehingga banyak pasien yang melakukan isolasi mandiri. Studi ini bertujuan untuk mempelajari dampak komorbiditas terhadap mortalitas pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri pada periode tersebut. Metode: Studi kohort retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta dari bulan Mei–September 2022. Population eligible adalah mereka yang berusia ≥18 tahun, terkonfirmasi positif Covid-19 dengan PCR dan melakukan isolasi mandiri, serta merupakan warga tetap DKI Jakarta. Probabilitas kesintasan dihitung dalam pengamatan 30 hari dengan menggunakan metoda Kaplan Meier. Analisis multivariat untuk mengestimasi risiko terjadinya kematian karena adanya komorbiditas dilakukan dengan menggunakan Regresi Cox multiple dan Cox-Extended jika ditemukan pelanggaran terhadap asumsi proportional hazard (adjusted Hazard Ratio dan IK95%). Hasil: Terdapat 15.088 kasus Covid-19 terkonfirmasi dan melakukan isolasi mandiri. Kesintasan selama 30 hari pengamatan secara keseluruhan adalah 96,31%. Kesintasan lebih rendah terjadi pada kelompok dengan komorbiditas, berusia ≥60 tahun, laki laki dan memiliki gejala (p<0.00). Cox-extended multivariat menunjukan risiko kematian pada kelompok yang memiliki komorbiditas pada pengamatan <7hari adalah sebesar aHR3,78(IK95%: 2,94-4,87) dan pada pengamatan 7 hari atau lebih sebesar aHR1,78(IK95%: 1,41-2,95). Analisa multivariat lebih lanjut mendapatkan bahwa pasien dengan hipertensi dan DM mempunyai risiko untuk kematian sebesar aHR 3,20 (IK95%: 2,25-4,57) dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai keduanya (hipertensi dan DM). Gangguan imunologi merupakan komorbid yang paling berperan meningkatkan mortalitas [aHR13,14 (IK95%: 2,79-91,71)] Kesimpulan: Besarnya risiko mortalitas karena morbiditas selama masa pengamatan 30 hari ternyata berbeda pada pengamatan <7 hari (lebih tinggi) dibandingkan dengan 7-30 hari. Gangguan imunologi, adanya hipertensi dan DM Bersama merupakan komorbiditas yang paling berperan terhadap kesintasan, disamping variable lain, yaitu usia lanjut, laki laki dan bergejala. ......Background: SARS-CoV-2 variant of concern, Delta, caused a surge in both the number of cases and deaths in Indonesia in mid-2021. This led to an increased burden to health facilities which caused patients to self-isolate at home. This study aims to investigate the impact of comorbidities to COVID-19 mortality among patients who self-isolated during that period. Methods: This retrospective cohort study was conducted using surveillance data from May-September 2022, provided by DKI Jakarta District Health Office. The eligible population comprised of patients ≥18 years of age, COVID-19 confirmed by PCR, underwent self-isolation, and DKI Jakarta residents. The 30-day cumulative survival probability was calculated using Kaplan-Meier methods. Multivariable analysis was conducted to estimate mortality risk due to comorbidities using multiple Cox regression or Cox-extended if the proportional hazard assumption was violated (adjusted Hazard Ratio and 95%CI). Results: A total of 15.088 patients with confirmed COVID-19 infection who underwent self-isolation were analysed. Overall 30-day survival was 96.31%. Survival was lower among those with comorbidities, age ≥60 years, male and symptomatic patients (p<0.00). Multivariable Cox-extended analysis revealed that the risk of mortality in patients observed <7 days was aHR3,78 (95%CI: 2,94-4,87) and those in patients observed ≥7 days was aHR1,78 (95%CI: 1,41-2,95). Further multivariable analysis showed that the risk of mortality of patients with both hypertension and diabetes was aHR 3,20 (95%CI: 2,25-4,57) compared to patients with neither condition. Immunological dysfunction was identified to pose the highest risk for mortality with aHR13,14 (95CI%: 2,79-91,71). Conclusion: The risk of mortality posed by comorbidities during the 30-day follow-up was higher during <7-day observation compared to those with follow-up during 7–30 days. Survival was affected the most by immunological dysfunction, followed by the presence of both hypertension and diabetes, aside from other variables: old age, male and presence of symptoms.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library