Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 868 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naupal
"Konsep mengenai Tuhan bersifat fluksitas atau mengalir. Makna kata "Tuhan" terus menerus mengalami pengayaan semantis dan sosio-pragmatis. Perjalanan konsep Tuhan berkembang sesuai dengan perkembangan alam pikiran manusia Sejarah perkembangan manusia memperlihatkan adanya aliran-aliran dalam konsep ketuhanan, misalnya dikenal konsep teisme, deism; panteisme dan lain sebagainya Aliran-aliran itu muncul sebagai keragaman cara pandang terhadap realitas yang tertinggi dari fenomena di batik dunia yang tampak.
Kekayaan makna konseptual Tuhan menimbulkan pertanyaan yang cukup menggelisahkan penulis. Apa yang menyebabkan keragaman tersebut muncul dan apakah ada suatu landasan dasariah atas keragaman tersebut. Pertanyaan tersebut muncul sebagai akibat dari realitas empirik yang memperlihatkan bahwa konsep tentang Tuhan sernakin terpragmentasi dan multiperspektif; bahkan dalam satu agama pun orang mungkin memiliki pandangan berbeda mengenai Tuhannya. Hal ini dapat terjadi karena konsep Tuhan tidak lahir dari ruang hampa budaya, melainkan dari interpretasi dan penalaran manusia yang terbungkus dalam konteks.
Cara pandang manusia tentang Tuhan dalam perjalanan selanjutnya dilandasi oleh dua sumber:
1. Akal budi (rasio), yang menghasilkan argumen filosofis mengenai keberadaan Tuhan
2. Pengungkapan (revelation) yang tertuang dalam teks-teks suci (wahyu) dengan argumen teologisnya.
Kedua sumber itu yang kemudian sering kali menjadi dua kutub yang saling bertubrukan dan bergesekan, yaitu kebenaran wahyu dan kebenaran akal budi. Kedua legitimasi kebenaran tersebut bagaikan pendulum selalu berayun dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain sehingga ada kelompok yang menafikan kebenaran akal budi dan hanya mau menerima kebenaran wahyu, seperti kelompok aliran kebatinan dalam Islam atau yang terlihat pada masa dark ages sebagian umat Kristiani di Eropa pada abad pertengahan. Sedang sisi ekstrim kebenaran akal terlihat pada para filsuf positivistik yang menafikan segala yang berbau metafesik termasuk Tuhan.
Sikap berlebih-lebihan dari dua kelompok tersebut mendapat perhatian yang cukup mendalam dari para filsuf ketnhanan. Tesis ini akan menunjukkan bagaimana Al-Ghazali dan Thomas Aquinas sebagai tokoh filsuf ketuhanan dalam Islam dan Kristen berusaha mendamaikan kedua paham ekstrim tersebut dengan argumen-argumen yang kokoh. Baik Al Ghazali maupun Thomas Aquinas berusaha menempatkan kedudukan akal dan wahyu secara proporsional sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pandangan kedua filsuf tentang kedudukan akal dan wahyu sangat penting untuk dipahami, karena akan mengantarkan kita kepada pemahanan akan pernikiran filsafat ketuhanan mereka, seperti tentang konsep keesaaan, transendensi dan imanensi, nama-nama dan sifat-sifat Tuhan.
Walaupun ada beberapa hal yang berbeda tentang konsep ketuhanan dari kedua tokoh tersebut, karena perbedaan agama, budaya, dan latar belakang kehidupan dan gagasan dasar ide ketuhanan, tapi keduanya telah berusaha memurnikan ajaran agama masing-masing dari segala bidang, baik dari kaum filsuf dan kaum teolog. Keduanya telah menggunakan argumentasi argumentasi rasional dan filosofis bagi eksistensi Allah dengan tetap menaruh pertalian yang besar terhadap kebenaraan wahyu sebagai argumen tekstual yang bersifat adi kodrati.
Pemikiran-pemikiran filosofis tentang konsep ketuhanan dari Al-Ghazali dan Thomas Aquinas masih perlu untuk diteliti, bahkan tetap relevan hingga kini, walaupun keduanya hidup pada abad pertengahan, sebab ajaran-ajaran mereka hingga kini masih tetap dilestarikan dan terus dikaji. Di hampir seluruh Pondok Pesantren di Indonesia, karya-karya Al-Ghazali masih menjadi bacaan wajib, demikian juga ajaran Thomas Aquinas masih terus dipelajari, bahkan para mahasiswa di Sekolah Tinggi Driyarkara begitu akrab dengan Thomisme."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herdis Herdiansyah
"Kegagalan modernitas memberikan kehidupan yang lebih baik kepada kehidupan manusia dipakai sebagai momentum kebangkitan era baru, era posmodernis. Pergeseran pola-pola konsumsi dan berubahnya tanda menyebabkan hubungan manusia dengan manusia yang lain ditandai dengan perubahan yang revolusioner. Perubahan ini terkait dengan perkemtangan lime pengetahuan dan teknologi. Seksualitas sebagai satu medium hubungan manusia dalam posmodemisme dilakukan dengan keragaman wacana, irnpressif dan bahkan dianggap melanggar tabu yang telah dibakukan. Tabu seksualitas ini adalah prinsip esensialisme yang beranggapan bahwa kodrat biologis manusia menyebabkan orientasi individu ditentukan oleh organ biologisnya. Laki-laki hanya boleh berhubungan dengan perempuan dalam satu ikatan resmi (heteroseksual-monogami). Penelitian ini mempergunakan metodologi analisis deskriptif, komparasi dan (khusus pada bab IV) dengan metode dekonstruksi.
Grand-narrative dalam seksualitas terbentuk lewat etika Victorian, dimana seksualitas dibungkam dan diarahkan harrya untuk beribadah dan bekerja keras (puritanisme). Pemahaman Victorianisme bermula dari doktrin kepercayaan Gereja pada abad pertengahan dimana doktrin Gereja beranggapan bahwa tubuh dan seksualitas adalah sesuatu yang kotor. Doktrin ini beranggapan tubuh dan seksualitas harus diarahkan sedemikian rupa untuk penyatuan diri dengan Tuhan. Grand-narrative seksualitas juga terbangun dengan negasi the others Sarterian. Hubungan dengan yang lain (the others) adalah musuh bagi subjek. Kondisinya saling mengobjekan dengan yang lain. Melampaui grand-narrative dari seksualitas, -sebagai fondasi teoritis- seksualitas posmodernis terbangun melalui klasifikasi Freudian, yakni libido menjadi penggerak dalam kehidupan seseorang. Pemahaman Freudian mengharuskan ego sesuai dengan realitas, tapi bagi Lacan justru ego dibawah kendali realitas. Realitas hasrat ini berbentuk pada pencarian dari libido dalam pelbagai aktivitas kehidupan. Kenikmatan tubuh juga senantiasa bisa bergeser menjadi kenikmatan literal yang bersifat subversif. Marquis de Sade dan Sacher van-Mashoc berusaha untuk melawan moralitas dari modernitas berupa pengekengan dan pengendalian rnenjadi satu bentuk kejahatan sampai batasan yang ekstrim, salah satunya berupa kejahatan atas tubuh melalui teks. Senada dengan Sade dan Mashoc, Battaile beranggapan bahwa tabu dianggap sebagai penghalang dari kehidupan. Untuk mendapatkan kenikmatan maka tabu harus dilanggar dimana tabu ini adalah pengetatan dari sistem sosial.
Teoritisasi yang dipakai dalam penelitian ini memakai analisa Butler, dimana tidak ada identitas asali selain proses pengulangan demi pengulangan. Proses pengulangan adalah imitasi tanpa henti sehingga tidak ada koherensi organ genital dengan preferensi seksual. Dari analisa Foucault, seksualitas merupakan arena kompleks relasi kekuasaan, pengetahuan dan kenikmatan, Seksualitas diatur dan diarahkan untuk membentuk individu yang patuh. Bagi Foucault, apapun peraturan dan tabu yang dipakai, seksualitas akan selalu mencari jalan keluar "penyimpangan" dari aturan yang dilakukan. Dari analisa Foucault, seksualitas tidak bisa dibatasi dan diatur dalam keketatan peraturan dan larangan. Teoritisasi terakhir memakai Baudrillard. BaudrilIard melihat seksualitas posmodernis kini tergantikan menjadi kenikmatan imajinasi dan bergesernya tubuh menjadi mesin, Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat menyebabkan logika hasrat dan politik bujuk rayu menggeser kenikmatan ragawi menjadi proses konsumsi kenikmatan tanpa henti, yang kemudian dikenal dengan zaman post-seksualitas.
Refleksi kritis dan dekonstruksi seksualitas posmodernis dalam wacana seksualitas kontemporer memberikan peluang yang sarna untuk kalangan marginal (feminis sampai minoritas seksual/homoseksualitas) dalam menentukan batasan kenikmatan, rangsangan dan Cara memperoleh kenikmatannya sendiri. Begitupula dengan pornografi yang menjadi salah satu probiematika masyarakat. Ketika memang tidak ada dehumanisasi, eksploitasi objek dan dilakukan lengan kesadaran objek sebagai pilihan dari kebebasannnya, maka pornografi adalah satu perbuatan legal dan patut dihormati, Tapi ketika terjadi eksploitasi dan dehumanisasi maka delik pidana mutlak dikenakan dengan sanksi yang berat bagi pelaku (produser).
Penelitian ini akhirnya menghasilkan kesimpulan bahwa seksualitas posmodernis yang konsep-konsep filosofisnya salah satunya terbangun dengan plularitas wacana, denaturalisasi, dan polimorfisme hasrat (disamping fondasi teoritis pada bab 11) adalah berupa keharusan untuk memberikan penghormatan atas aktivitas-aktivitas seksualitas di luar esensialisme (heteroseksual-monogami). Sebagai bentuk kesadaran dan kebebasan, seksualitas posmodernis akan selalu mencari bentuk pelepasan hasrat. Dengan kondisi ini, maka normalisasi, pengawasan yang membatasi, pengaturan yang ketat justru akan membuat aktivitas seksualitas masyarakat posmodernis semakin beragam, ekspresif, dan subversif Pengakomodiran dan penghormatan aktivitas-aktivitas di luar essensiaiisme mutlak untuk dilakukan, Seksualitas posmodernis juga tidak akan menimbulkan satu kondisi kacau berupa penjungkir balikan nilai-nilai yang selama ini diyakini, tetapi maiah menimbulkan sate kohesi sosial yang positif karena ditopang oleh penghormatan dan pengafirmasian wacana seksualitas diluar apa yang satu individu lakukan. Satu kondisi dimana wacana seksualitas ini sebatas tidak terjadinya satu eksploitasi dan dehumanisasi pihak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Holid
"Realitas sosial sebagai sebuah teks merupakan kajian yang menitikberatkan kepada pencapaian pengetahuan manusia atas realitas yang telah mengalami proses konstruksi (diciptakan). Pertanyaannya adalah bagaimana proses manusia mengetahui tentang realitas sosial ketika realitas sosial itu dikonstruksikan oleh manusia melalui proses interaksi manusia sehari-hari?
Dalam usaha menjawab pertanyaan itu, penulis menggunakan pemikiran yang dikemukakan oleh konstruktivisme sosial. Dalam hal ini penulis mengkaji pemikiran-pemikiran Peter I. Berger dan Thomas Luckmann. John Searle, Stephen Cole dan Andre Kukla. Realitas sosial merupakan konsep filosotis tentang kenyataan sehari-hari manusia. Kenyataan sehari-hari manusia menurut konstruktivisme sosial adalah peristiwa yang di batik sesuatu yang nampak mengalir ide-ide atau gagasan yang sating bersaing. Persaingan gagasan ini muncul melalui simbol-simbol sosial tertentu. Sehingga simbol-simbol sosial itu tidak pernah netral dan lcpas dari gagasan pihak-pihak tertentu yang berkepentingan untuk menguasai pikiran orang lain. Dalam pengertian semacam ini, kenyataan sosial merupakan hasil dari konstruksi pikiran manusia.
Berger dan Luckmann menyebutnya dengan eksternalisasi dari ide-ide manusia. Eksternalisasi ide itu bisa terus berlangsung apabila manusia yang lain menyetujuinya. Ada proses negosiasi dalam kenyataan yang sedang terjadi. Begitu kenyataan sosial tertentu dipilih, manusia yang lain harus menyetujuinya. {ial ini berlawanan dengan pandangan positivisme tentang kenyataan sosial. Kenyataan sosial dipandang sebagai fakta yang tetap dan tidak mengandung gagasan apapun. Apa yang dilihat oleh indra merupakan pengetahuan yang obyektif dan ilmiah.
Pengandaian ini membawa kepada pandangan terhadap adanya universalisasi pengetahuan. Universalisasi pengetahuan ini menurut konstruktivisme dipandang sebagai kedok untuk kepentingan yang lebih besar yakni kolonisasi pengetahuan. Pengetahuan yang sifatnya lokal digeneralisir menjadi pengetahuan yang universal. Lokalitas yang lain yang lebih lemah dipaksa untuk tunduk dan patuh kepada gagasan yang lebih besar sehingga pikiran-pikiran kelompok yang lebih lemah disamakan dengan kelompok yang berkuasa. Jaring-jaring kekuasaan ini membentuk kenyataan sehari-hari ini menjadi sebuah teks yang hanya bisa ditafsirkan dan dikaji lebih dalam untuk mengetahui gagasan dari pihak-pihak yang berkuasa. Ada proses subyektivikasi dalam konstruktivisme sosial. Sehingga keseimbangan relasi dalam membangun kenyataan sosial itu bisa didapatkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T39164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Wahono
"Filsafat sebagai satu disiplin ilmiah kerap dituduh terlalu sibuk di menara gading dan tidak memiliki signifikansi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain. manajemen sebagai disiplin ilmiah lainnya dituduh terlalu pragmatis dan menjadi sekutu dari masyarakat kapitalis yang menggurita, meskipun sejumlah fakta menunjukan bahwa manajemen memadnkan peranan penting dalam memandu umat manusia mengarungi perubahan menuju kehidupan dan masa depan yang lebih haik.
Penelitian ini berusaha memadukan dua disiplin tersebut dengan kecenderungan kepada diskursus filosofis bernama postmodernisme mengingat manusia kini hidup dalam dunia postmodern. Tugas memadukan ini diilhami oleh pernyataan dari Peter Drucker yang menekankan "manajemen sebagai humaniora", yang berarti hahwa manajemen bisa diasosiasikan dengan filsafat, yang merupakan cabang dari humaniora. Dari sini, peneliti berupaya menggunakan postmodernisme untuk menganalisa satu pendekatan manajemen yang dikenal sebagai Appreciative Inquiry (Al).
Pertanyaan-pertanyaan yang memandu penelitian ini adalah (1) Bagaimana kritik AI terhadap pendekatan manajemen modern? dan (2) Apakah Al bisa diklasifikasikan sebagai Pendekatan Manajemen Postmodern? Penelitian ini mengungkapkan hahwa AI memiliki banyak paralelitas atau kesejajaran dengan postmodernisme, sehingga P bisa disebut sebagai Pendekatan Manajemen Postmodern. AI sebagai pendekatan manajemen postmodern adalah sebuah proses Sosio-rasionalis yang mengkritik metafisika kehadiran yang mengatakan dunia itu eterberi; yang mengundang anggota organisasi untuk memandang dunia sebagai dipenuhi keajaiban sehari-hari yang harus diapresiasi terus-menerus yang menolak meta-narasi yang mendorong anggota organisasi untuk memproduksi metafora dan merancang takdir depan mereka sendiri; yang mempromosikan rasa saling hormat antar anggota organisasi yang mendorong upaya menuju kehidupan yang lebih baik dan yang melanggengkan sistem autopioesis yang cocok untuk menghadapi perubahan.
Pada akhirnya, penelitian ini telah membuktikan hahwa filsafat juga bisa memiliki signifikansi praktis dan bahwa manajemen juga bisa mengandung diskursus filosofis. Karenanya, studi mengenai berhagai kemungkinan pengaruh diskursus filsafat lain terhadap pendekatan manajemen harus didorong untuk bisa memberikan sumbangan lebih jauh kepada disiplin filsafat dan manajemen.

Philosophy as a discipline has been zealously accused of being too preoccupied in "ivory tower", of having no practical significance in daily life. On the other hand, management as another discipline has been accused of being too pragmatical and being accomplice of the juggernaut of capitalistic society despite the hard facts pointing to the importance of management in navigating humankind through drastic changes toward a better life and future.
This research aims to show that a philosophical discourse known as postmodernism can also influence management approaches. The research integration is inspired by a statement from Peter Drucker emphasizing "management as liberal arts", meaning that management can he associated with philosophy, a branch of liberal arts.
Based on this purpose, the researcher uses postmodernism to analyze a management approach known as Appreciative Inquiry Questions that guide the research arc (1) What criticisms that Al management approach have raised against the modern one? and (2) Can AI be classified as Postmodern Management Approach? The reseach discloses that Al has many parallels with postmodernism, thus, making the management approach worthy of bearing the name of Postmodern Management Approach. AI as a postmodern management approach is a socio-rationalist process that criticizes the metaphysics of presence saying the world is given; that invites organizational members to critize see the world as full of daily miracles to be appreciated continuosly; that denies meta-narratives; that encourages organizational members to produce metaphors and to make their own destiny; that promotes mutual respects for organizational members; supports efforts to lead a better life; and perpetuates an autopioesis system suitable for dealing with changes. in the final analysis, the research has proven that philosophy can also have a practical significance and that management can also contain philosophical discourses.
As a result. studies on the influence of other philosophical discourses to other management approaches should be fully endorsed to provide further contribution to the discipline of philosophy and management alike""
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T39176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Soekowati
"Revolusi ilmu penngetahuan pada abad ke-17 dan abad ke-18 serta revolusi Kantian pada abad ke-18 yang berlangsung di Barat, telah mengakibatkan tergugahnya kesadaran manusia akan daya konstruksi akalnya. Manusia semakin giat mempergunakan kemahiran akal. Temuan-temuan baru, inovasi-inovasi menyemarakkan kehidupan barat. Ilmupengetahu.an semakin maju dan kehidupan menjadi semakin asyik, mudah, murah, efisien. Dunia barat dilanda demam iptek. Pada abad ke-20 mulai timbul kekuatiran dan kecemasan akan bahaya-bahaya yang tersembunyi di belakang lajunya pertumbuhan ilmu. pengetahuan serta penerapannya.
Berbagai teori diajukan untuk menanggulangi dampaknegatif yang ditimbulkan iptek. Terutama mazhab Frankfurtdengan teori kritis telah mengupas situasi dunia barat.
Tulisan-tulisan teori kritis telah menarik perhatian kaum intelektual muda di Indonesia. Maka timbul pertanyaanapakah ajaran ini dapat ditransfer ke negara kita.
Penulis mengajukan su.atu teori lain, yang lebih cocok dengan Pancasila. Dampak negatif yang ditimbulkan iptek dapat diatasi dengan sikap eling dan waspada yang harus dimiliki para ilmuwan dan para pemilik ilmu pengetahuan, dengan penguasaan alam dalam diri sendiri secara mu.tlak.
Selain itu untuk setiap disiplin ilmu diperlukan pemahaman akan filsafat ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang bersangkutan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, M. Odjak E.
"Penulis telah mencoba menggambarkan pandangan ekonomi yang diutarakan oleh tokoh-tokoh, terutama para pakar yang sering dianggap sebagai filsuf kaliber dunia. Di kemudian hari pandangan mereka dianut oleh kelompok atau masyarakat sebagai ideologi yang mempengaruhi gaya, cara dan sistem kehidupan ekonomi. Dua tokoh besar yang dapat mewakili aliran yang saling bertentangan yang kemudian hari mempengaruhi."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T25110
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Natsir Afandi
"Karya tulis ilmiah ini akan menelaah suatu masalah pokok, yaitu mengenai Kebebasan Menuru Jean Paul Sar_tre dalam 'Ada dan Ketiadaan'. Sartre, lahir di Paris tanggal 21 Juni 1905 dan meningrgal 15 April 1980. Banyak menulis karya-karyanya di bidang filsafat, prose-fiksi, drama dan lainnya. Sartre mendasari filsafatnya dengan bertumpu pada ontologi. Ia mengemukakan masalah ada, yakni : (1) L'etre en-soi (Ada-pada-dirinya), (2) L'erte pour-soi (Ada-untuk-dirinya), dan (3) L'etre pour-les autres (Ada-untuk-orang lain) beserta sifat-sifatnya. Kebebasan merupakan sifat dari "etre pour-soi" yang tidak dapat dilepaskan sifat lainnya, yakni, kesadaran, kebelumselesaian dirinya. Maka, "Kebebasan sebagai Ada dan Ketiadaan" harus dipahami sebagai berikut ini. "Ada" sebagai pour-soi (untuk dirinya) adalah dihukum untuk bebas. "Ada" ini mampu "berbuat" baik secara "meniada" maupun untuk "mengadakan".
Dengan melalui kemampuan menentukan pilihan/tujuan di pikiran, motif, motivasinya, kehendak dan tindakannya guna mewujudkan tujuan objektifnya. Berarti melalui kebebasannya manusia mempunyai kesanggupan untuk menyadari dirinya yang bebas itu memang _ada_ sekaligus mampu memahami fenomena-fenomena dirinya. Maka dari itu dirinya dipahami sebagai ada dan tiada, mampu "membuat" dirinya, dengan membuat dari yang tiada menjadi ada (mampu mewujudkan apa yang di alam pikirannya menjadi kenyataan). Lagi pula Sartre juga mengulas kebebasan dalam hubungannya dengan situasi, faktisitas, serta tanggung jawabnya. Begitu juga kebebasan erat kaitannya dengan pembuatan nilai-nilai yang dilakukan oleh dirinya. Demikianlah menurut Sartre.
Penulis memilih judul Skripsi tersebut, guna mengetahui arti suatu kebebasan. Dan tentunya kita ingin mengetahui pengaruh kebebasan terhadap suatu masyarakat khususnya terhadap kreativitas atau dinamikanya. Maka, tidak heran jika diperlukan pula adanya evaluasi atau pun pembahasan mengenai relevansinya. Namun, guna mengetahui isi tulisan tersebut yang lebih luas sebaiknya dibaca dalam bab-bab selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S16181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Skripsi ini berusaha memaparkan pada pembaca mengenai salah satu tema dalam sekian banyak buah pikiran Hannah Arendt. Berada dalam proses yang bertujuan untuk memahami pemikiran Hannah Arendt, menjadikan penulis sadar bahwa kebernasan pemikiran perempuan ini tidak tegak diatas satu argumen tunggal, tidaklah terbentang tanpa lipatan, linear, walaupun berwujud naratif yang mesra dan penuh kasih. Namun dibalik kerumitan tersebut, paling tidak ada hal yang dapat penulis cerna, yaitu kekritisannya terhadap realitas alam politik serta kepedulian optimistiknya akan masa depan manusia. Lebih lanjut dapat ditelaah upaya Hannah Arendt (yang dibentengi oleh keyakinannya) untuk menyingkapkan mekanisme tersembunyi dalam sejarah yang menjadikan alam politik (serta keseluruhan peradaban modern) kehilangan nilai-nilai khasnya, sehingga tidak dapat dipahami dan menjadi tidak berguna bagi kehidupan manusia, disamping tentunya sederet malapetaka kemanusian yang telah tercatat. Dalam bukunya The Human Condition, perempuan ini menarnpilkan sebuah refleksi berkenaan dengan alam politik, dunia publik, dan beberapa kekuatan yang menghancurkan kehidupan manusia modern (yang terkandung dalam nilai modemitas itu sendiri). Ia menyelami menentang arus pelupaan dan mengangkat apa yang dikatakannya sebagai nilai-nilai yang pemah hilang, seperti keniscayaan natality dan keagungan dari action. Tetap yang menjadi agenda utamanya adalah mengedepankan kebebasan sebagai kebutuhan kemanusiaan manusia, dalam kerangka politik sebagai sarana untuk mewujudkan kebebasan dalam keseharian, dan sekaligus menjaganya dari ancaman kehancuran yang terkandung dalam praktek-praktek anti-politik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S16085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Osmar Oemar Ali
"Skripsi ini berusaha memaparkan pokok-pokok pikiran Ivan Illich dalam bidang kesehatan, berdasarkan beberapa karyanya yang terpenting dan ulasan menurut pandangan berbagai pengarang. Secara garis besar, menurut Illich, modernisasi yang diterapkan dalam bidang kesehatan tanpa limitasi, pengaruhnya terhadap individu maupun masyarakat keseluruhan akan berlawanan dengan tujuan modernisasi itu sendiri. Pengaruh itu berupa degradasi nilai-nilai kemanusiaan, polarisasi sosial, profesi dan monopoli radikalnya yang membuat kebebasan manusia semakin dipersempit dan ketergantungan kepada hasil modernisasi semakin besar sehingga manusia tidak mampu menghadapi lingkungannya dan kehilangan kepercayaan pada dirinya. Dengan demikian manusia mengalami alienasi. Secara eksplisit diungkapkan bahwa dokter, profesi kedokteran dan rumah sakit dalam memberikan pelayanan pemeliharaan kesehatan, baik berupa pencegahan, diagnosis, pengobatan penyakit, maupun meningkatkan kesehatan seseorang berpedoman kepada prinsip-prinsip modernisasi. Hal ini diterapkan dalam kehidupan manusia sejak dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia sehingga seluruh kehidupan manusia ditentukan oleh kedokteran, dan keadaan ini disebutnya medikalisasi kehidupan. Illich memperjuangkan nilai kemanusiaan dari pengaruh tidak baik modernisasi melalui tercapainya masyarakat yang bebas dari dominasi industri. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami pemikiran yang lebih mendalam tentang kehidupan modern, khususnya di bidang kesehatan, apakah nilai-nilai kemanusiaan yang luhur masih tetap mendapat tempat terhormat, atau telah mengalami perubahan atau penghancuran. Pokok pikiran Illich ini apakah mempunyai relevansi dengan keadaan di Indonesia saat ini, akan dituangkan dalam skripsi ini. Seandainya pikiran-pikiran Illich itu ada relevansinya, tentu berguna terutama bagi penentu kebijaksanaan politik di negara ini."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbijoto
"Kode Kehormatan Hakim adalah kode etik dari para hakim, yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma bagi para hakim dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kaidah-kaidah dalam kode tersebut, merupakan norma moral, karena mengikat para hakim dalam menjalankan profesinya. Ikatan itu bukan secara fisik akan tetapi secara psikis, dan karenanya pelaksanaannya secara primer tidak dapat dipaksakan dari luar, akan tetapi harus-timbul dari diri hakim itu sendiri, walaupun secara seconder dimungkinkan adanya penindakan secara fisik.
Apabila dihubungkan dengan tugas sehari-hari hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang dihadapkan kepadanya, maka kewajiban hakim tidak hanya sekedar memperhatikan aspek legalitas (Arbitrary Rules) yaitu sekedar menerapkan norma-norma hukum sehubungan dengan perkara (kasus) yang dihadapkan kepadanya, akan tetapi juga harus diperhatikan aspek legitimasi (Ethical Princip_les), yaitu apakah hakim dalam memutuskan telah sesuai dengan prinsip deontologi sebagaimana yang dimaksudkan dalam kode kehormatan tersebut, yaitu apakah putusannya telah sesuai dengan prinsip kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, berkelakuantidak tercela dan telah mendasarkan pada ketaatannya terhadap Allah.
Dikatakan bahwa hakim dalam menjalankan profesinya telah memenuhi azas legitimasi (Ethical Principles), apabila hakim dalam menjalankan profesinya berpegang teguh pada prinsip deontologis, sebagaimana dikemukakan di atas. Prinsip itu dapat dicapainya apabila sanggup untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya tanpa pamrih dan mempertanggungjawabkan kepada suara hatinya (transendensi diri) serta kepada Allah (transendensi iman) dan ia hanya dapat mempertanggungjawabkannya apabila ia bebas dalam menjalankan profesinya.
Karena kode kehormatan tersebut memuat ajaran tentang moralitas bagi para hakim dalam melaksanakan profesinya, maka penulis akan meninjau Kode Kehormatan Hakim dengan melakukan suatu refleksi (pemikiran secara kritis), dengan menelusuri pemikiran para filsuf dari zaman Yunani kuno sampai zaman Post-Modern terhadap ajaran moralitas bagi para hakim yang termaktub dalam kode kehormatan."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S16003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>