Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jurita Harjati
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dalam bidang kardiologi untuk menilai fungsi jantung sering digunakan pembebanan. Biasanya dilakukan pembebanan dalam bentuk kerja isotonik. Pada keadaan dimana tidak dapat dilakukan kerja isotonik, dapat dilakukan pembebanan dengan kerja isometrik (handgrip test) untuk menilai fungsi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembebanan kerja isometrik dan isotonik yang sesuai terhadap fungsi ventrikel kiri dengan STI dan konsumsi oksigen miokardium dengan Tri-produk yang menimbulkan peningkatan frekuensi jantung yang sama. Pemeriksaan dilakukan pada 50 pria sehat, usia 20-25 tahun terhadap STI (QS2, LVET, PEP dan ratio PEP/LVET), tekanan darah dan Tri-produk (FJ x TD rata-rata x LVET) dalam keadaan istirahat, waktu kerja isometrik (handgrip test) dan kerja isotonik (ergometer sepeda). Hasil penelitian dianalisis secara statistik. Hasil dan Kesimpulan: Terdapat pemendekan bermakna (p<0,05) pads lamanya QS2, LVET dan PEP pada kedua jenis kerja dibandingkan istirahat. Pemendekan QS2 dan PEP waktu kerja isotonik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isometrik, sedangkan pemendekan LVET waktu kerja isotonik tidak berbeda bermakna (p>0,05) dibandingkan kerja isometrik. Tidak terdapat perubahan pada fungsi ventrikel kiri yang dinilai dari ratio PEP/LVET waktu kerja isometrik dibandingkan kerja isotonik. Tekanan darah sistolik, diastolik dan rata-rata waktu kerja isometrik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isotonik. Tidak terdapat perbedaan bermakna {p>0,05) antara tekanan darah diastolik waktu kerja isotonik dibandingkan istirahat. Tri-produk waktu kerja isometrik adalah rata-rata 30% lebih besar dibandingkan kerja isotonik dengan peningkatan frekuensi jantung yang sama, hal mans menatakan bahwa pembebanan jantung dengan kerja isometrik cukup berat dan dapat digunakan untuk menilai fungsi jantung.
ABSTRACT Evaluation Of The Left Ventricular Function And Myocardial Oxygen Consumption During Isometric Work By Way Of Measurement Of Systolic Time IntervalsScope and Method of Study: Loading the heart during the evaluation of its function is a frequently used method. Usually the heart is loaded by isotonic work, like the ergo cycle or the treadmill test. But in cases where isotonic cannot be performed, loading the heart with isometric work (handgrip test) can also be used. The purpose of this research work is to examine the effect of isometric and isotonic work of equivalent intensity on the left ventricular function and on the myocardial oxygen consumption as evaluated respectively by the STI and Tri-product. Examination of the STI (QS2, LVET, PEP and PEP/LVET), heart rate, arterial blood pressure and tri-product were performed on 50 young males, age 20 - 25 years, at rest and at the end of isometric work (handgrip test) and isotonic work (ergo cycle). The results are statistically analyzed. Findings and Conclusions: A statistically significant (p 4 0.05) decrease in the duration of Q52, LVET and PEP is found during both kinds of work when compared to values at rest. The decrease in QS2 and PEP during isotonic work is greater as compared to those during isometric work, which is statistically significant (p 4 0.05). However, the duration of LVET during both kind of work. does not differ significantly. There is also no statistic-ally significant difference in the left ventricular function as evaluated by PEP/LVET between the two kind of work. The rise in systolic, diastolic and mean blood pressure is higher during isometric work as compared with isotonic work, which is statistically significant (p < 0.05). There is no significant difference in the diastolic blood pressure during isotonic work and rest (p > 0.05). The tri-product calculated for isometric work is on the average 30 % higher than for isotonic work, which means that loading the heart with isometric work will be sufficiently high for the purpose of evaluating the performance of the heart.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Muslim
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ermita Isfandiary Ibrahim
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Penentuan LBM penting untuk penetapan dosis pemakaian obat-obatan, pemberian cairan, penentuan taraf metabolisme, pengaturan gizi pada masa pertumbuhan, penentuan kegemukan dan evaluasi kegemukan. Selama ini yang dipakai adalah Berat Badan Total (BBT), padahal jumlah lemak tubuh normal ialah 15 - 18% BBT pada pria dewasa atau 20 - 25% BBT pada wanita dewasa. Banyak cara untuk menentukan LBM antara lain ekskresi kreatinin urin 24 jam. Cara ini didasarkan atas pemikiran bahwa kreatinin berasal dari kreatin sedangkan ± 98% kreatin terdapat di otot yang merupakan bagian terbesar LBM. Tujuan penelitian ialah mempelajari hubungan antara kreatinin urin 24 jam dengan LBM pada orang Indonesia. Bila hubungan ini cukup kuat akan dibuat suatu rumus prediksi LBM, rumus ini kemudian dibandingkan dengan 3 rumus lain yaitu rumus dari Forbes, Cheek dan Miller. Penelitian dilakukan pada 77 mahasiswa pria umur 20 - 23 tahun. LBM diperoleh dari BBT dikurangi lemak tubuh, sedangkan lemak tubuh diperoleh dengan memasukkan berat jenis tubuh (BJT diperoleh dengan densitometer) ke dalam rumus Siri. Kemudian dibuat persamaan regresi dengan LBM sebagai variabel dependen dan kreatinin urin 24 jam sebagai variabel independen. Hasil dan Kesimpulan: Didapat hubungan cukup kuat antara kreatinin urin 24 jam dan LBM dengan r = 0,59. Rumus prediksi yang diperoleh ialah : LBM = 25,76 + 0,0145 Cr mg/24 jam. Nilai rata-rata dari selisih antara nilai LBM perhitungan dengan nilai prediksi LBM hasil rumus Peneliti, Forbes, Cheek, dan Miller berturutturut: 0,38%; 3,50%; 9,46% dan 6,95%. 'Standard error' masingmasing 0,85%; 1,08%; 1,13% dan 1,33%. Kisarannya berturut-turut: -19,66% sampai +20,69%; -19,53% sampai +23,83%; -14,19% sampai +31,93%; dan -6,73% sampai +-36,03%. Ditetapkan bahwa suatu rumus dapat diterima bila 95% subyek penelitian dengan nilai prediksi LBM berkisar ± 10%. Jumlah subyek penelitian yang masuk dalam kisaran ± 10% darn. LBM perhitungan, bila nilai LBM nya diprediksi dengan keempat rumus di atas berturut-turut: 65 orang = 84,42%; 55 orang = 71,43%; 39 orang = 50,65%; dan 38 orang = 49,35%. Mengingat tak ada satu pun rumus yang dapat diterima maka perlu dilakukan pengujian kembali rumus yang telah dibuat.
ABSTRACT 24-Hour Creatinine Excretion And Lean Body Mass (LBM)Scope and Method of Study: LBM is important in determining dosage of drugs, administration of fluids, metabolic rate, nutrition in growth and obesity. Total body weight (TBW) is usually used for this purpose, whereas in reality it includes total body fat which is 15-18% of TBW in males, and 20-25% in females. There are many ways of determining LBM, one of which utilizes 24-hour urinary creatinine excretion. The method is based on the fact that creatinine is formed from creatine, and about 98% of creatine can be found in muscles which makes up most of LBM. The aim of this investigation is to study the correlation between 24-hour urinary creatinine excretion and LBM in Indonesians. If a strong correlation exists, a predictive formula will be constructed, which will then be compared with 3 other formulae from Forbes, Cheek, and Miller. The study was done on 77 male students aged 20-23 years. LBM was calculated from TBW minus body fat; body fat was derived from Siri formula using Total Body Density measured with a densitometry. A regression equation was made with LBM as dependent variable and 24-hour urinary creatinine as independent variable. Findings and Conclusions: A strong correlation exists between 24-hr urinary creatinine excretion and LBM with r = 0.59. The predictive formula obtained is: LBM (kg) = 25.76 + 0.0145 Cr mg/24h. The mean difference between predicted LBM in this investigation, LBM obtained from Forbes, Cheek, Miller, and computed LBM are, respectively, 0.38%, 3.50%, 9.46%, and 6.95%, with standard error of 0.85%, 1.08%, 1.13% and 1.33%; ranging from -19.66% to +20.69%, -19.53% to +23.83%, -14.19% to +31.93%, and' -6.73% to 36.03%. An equation was accepted if 95% of all LBM predicted from that equation fell within ± 10% of the calculated LBM. Using subjects in this investigation, the amount of LBM obtained from the 4 mentioned equations that fell within ± 10 % of calculated LBM are, respectively, 65 subjects (84.42%), 55 subjects {71.43%), 39 subjects (50.65%), and 38 subjects (49.35%). Since none of the above equation can Be satisfactorily accepted, the LBM pre-diction equation obtained from this investigation needs to be tested further.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januar Arifin, auhtor
Abstrak :
Sepakbola adalah olahraga yang paling popular di Indonesia, hampir semua pria Indonesia mengenal olahraga ini dan pernah memainkannya pada waktu kecil. Di seluruh Indonesia terdapat ratusan bond perserikatan yang masingmasing mempunyai puluhan klub, dapat dibayangkan berapa banyak jumlah pemain sepakbola PSSI. Untuk menjadi pemain sepakbola yang baik diperlukan pengetahuan yang cukup serta mental dan kondisi fisik yang baik. Kondisi fisik disini meliputi unsur-unsur kesegaran jasmani. Salah satu unsur kesegaran jasmani yang penting bagi pemain sepakbola adalah kapasitas aerobik, yang dapat dikatakan identik dengan "panjang nafas". Bila unsur ini tidak cukup baik, seseorang tidak akan dapat menjadi pemain sepakbola yang baik walaupun unsur-unsur kesegaran jasmani yang lain baik nilainya. Bouchard dkk (4) menyatakan bahwa kapasitas aerobik adalah unsur yang dominan bagi pemain sepakbola. Ada dua macam pemeriksaan kapasitas aerobik (V02max) yaitu cara langsung dan cara tak langsung (prediksi). Selama ini pemeriksaan kapasitas aerobik pemain sepakbola di Indonesia kebanyakan dilakukan secara prediksi saja (tak langsung) dan kebanyakan dilakukan dengan cara Astrand memakai ergometer sepeda, atau cara lain yang lebih sederhana seperti cara Cooper. Hal ini mungkin akibat keterbatasan alat dan dana yang ada, atau mungkin karena ada anggapan bahwa cara ini cukup baik/tepat. Cara Astrand memakai ergometer sepeda atau cara Cooper ini dibuat bukan spesifik untuk pemain sepakbola. Pada pengukuran dengan cara Astrand memakai ergometer sepeda, pemain diminta untuk mengayuh ergometer sepeda dengan beban tertentu, kemudian dilihat berapa frekuensi nadinya; dengan melihat pada nomogram yang telah dibuat Astrand dapat ditentukan kira-kira berapa V02max pemain tersebut. Cara ini tidak mahal, mudah dilaksanakan, alatnya mudah dipindah-pindahkan dan tidak memerlukan arus listrik (2,13,24), serta tidak mengesalkan atlit karena bebannya tidak maksimal. Venerando dan Dal Monte (17) telah melakukan suatu penelitian dan berkesimpulan bahwa pengukuran V02max paling baik (tinggi) hasilnya bila pemain tersebut bergerak sesuai dengan gerakan olahraga yang bersangkutan. Ternyata memang pengukuran V02max dengan berbagai gerakan yang berbeda akan menghasilkan nilai Vo2max yang berbeda pula (3,11)?
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library