Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mediana Sutopo Liedapraja
"ABSTRAK Kanker endometrium merupakan keganasan ginekologi tersering keempat pada wanita. Di seluruh dunia, setiap tahun 142,000 wanita terdiagnosis kanker endometrium dan angka mortalitas sekitar 42,000. Kanker endometrium dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2 berdasarkan histologi dan karakteristik molecular. Kanker endometrium sekitar 80%-90% adalah tipe 1 yaitu adenokarsinoma endometrioid. Tipe I berhubungan dengan estrogen berlebih, faktor-faktor risiko antara lain obesitas, diabetes mellitus, menopause lambat dan nulliparitas. Insiden tipe 2 sekitar 10-20%, angka mortalitas lebih tinggi pada tipe ini. Faktor risiko pada tipe 2 tidak diketahui dengan pasti, dan tidak bergantung pada estrogen. Kanker endometrium tipe 2 memiliki angka kesintasan yang lebih buruk dibandingkan tipe 1.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan faktor risiko yaitu obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan status menopause pada kanker endometrium tipe 1 dan tipe II.

Metode: Penelitian desain potong lintang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pasien yang terdiagnosa kanker endometrium dengan hasil histologi dan ditatalaksana selama juli 2014-desember 2016. Data pasien obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan status menopause dicatat dan dianalisa.

Hasil: Didapatkan total 255 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Pada kanker endometrium tipe 1 didapatkan Indeks massa tubuh (IMT) overweight yaitu 25,09 kg/m2, sedangkan tipe 2 didapatkan berat badan ideal. Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pada kedua tipe kanker tidak signifikan bermakna, pada analisis multivariat didapatkan tipe 2 lebih banyak didapatkan pada status menopause yang lebih awal.

Kesimpulan: Profil faktor risiko antara tipe 1 dan tipe 2 kanker endometrium hampir serupa pada penelitian ini, dikarenakan karakteristik pasien dan jalur etiologi yang bervariasi. Kanker endometrium tipe 2 lebih banyak terjadi pada usia menopause lebih awal.


ABSTRACT Endometrial cancer (EC) is a four common malignancy in women.The incidence in worldwide about 142,000 women diagnosed and 42,000 deaths due to endometrial cancer. There were two distinct types based on histologic and molecular characteristics. Type I EC comprise 80-90%, commonly referred to as the endometrioid type. Type I EC is an estrogen dependent tumor, risk factors for type I EC are obesity, diabetes mellitus, late menopause and nulliparity. Type II EC incidence about 10-20%, mortality was higher in this type. The risk factors of type II EC were not well known and not through the estrogen pathway. Type II EC have worse survival rate compared to type I EC.

Purpose:  The purpose of this study is to identify correlation and compare risk factors between obesity, diabetes mellitus type II and menopausal state in type I and type II endometrial cancer

Method: This cross sectional study was conducted in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo hospital, records of all patients with histology proven endometrial carcinoma, diagnosed and treated from 2013-2017 were reviewed. Patients data including obesity, diabetes mellitus type II, and menopausal state were recorded. All of the information was collected and analyze.

Result: From total of 255 subjects of this study that complete inclusion criteria. Overweight BMI was found in endometrial cancer type 1. Diabetes mellitus type 2 and menopausal state was not statistically significant (p >0.25). On multivariate analysis found endometrial cancer type 1 was found higher in early menopause women.

Conclusions: The risk factor profiles for type 1 and type 2 are similar in this study, suggesting patient characteristics and various etiologic pathways.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gumilang Wiranegara
"Latar Belakang : Pemeriksaan DNA virus Human Papilloma HPV telah digunakan secara luas dalam program deteksi kanker serviks.Pemeriksaan HPV dapat dilakukan melalui pengambilan mandiri sehingga dapat meningkatkan angka cakupan deteksi dini kanker serviks. Namun akurasi klinis dari metode pengambilan mandiri terhadap pengambilan oleh dokter belum banyak dipublikasikan diIndonesia.Tujuan : Untuk mengetahui tingkat akurasi hasil pengambilan sampel mandiri untuk pemeriksaan DNA Hybrid Capture HPVrisiko tinggiterhadap pengambilan sampel oleh dokter dalam deteksi dini lesi pra kanker serviks.Metode : Penelitian uji diagnostikpotong lintangini dilakukan di Poliklinik Kolposkopi Obstetri dan Ginekologi RS Ciptomangunkusumo. Perempuan yang datang kepoliklinik dengan rujukan kelainan sitologi dan hasil inspeksi visual asam asetat positif masuk kedalam perlakuan. Subyek diambil secara konsekutif dan mengambil peran serta dengan melakukan pengambilan sampel apusan vagina secara mandiri dan berikutnya dilakukan pengambilan sampel apusan serviks oleh dokter. Pengambilan sampel menggunakan sikat apusan dari Digene, dan dilakukan pemeriksaanDNA HPV risiko tinggi dengan teknik Hybrid Capture dari Qiagen Lab. Hasil pengambilan sampel oleh dokter dijadikan sebagai standar baku. Dari kedua hasil tersebut dilakukan uji diagnostik kappauntuk menilai kesetaraan dari dua metode pengambilan sampel tersebut.Hasil :Didapatkan 70 subyek dengan kelainan sitologi dan IVA positif, satu diantaranya tidak melanjutkan pemeriksaan karena mengeluh nyeri saat memasukkan sikat apusan. Prevalensi HPV risiko tinggi pada populasi sampel ini adalah 44,9 . Dari hasil analisis kedua pemeriksaan didapatkan nilai kappa cukup baik sebesar 0,76 dengan akurasi hasil pengambilan mandiri sebesar 88,41 . Sensitifitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif metode pengambilan mandiri terhadap pengambilan oleh dokter sebesar 80,65 IK95 ; 63,72-90,81 , 94,74 IK95 ; 82,71-98,54 , 92,59 IK95 ; 76,63-97,94 , 85,71 IK95 ; 72,16-93,28 .Kesimpulan :Penelitian ini menunjukkan bahwa metode pengambilan sampel mandiri dan dokter terhadap HPV DNA risiko tinggi memiliki kesetaraan yang cukup baik. Pengambilan sampel mandiri dapat dijadikan sebagai metode alternatif deteksi dini kanker serviks di Indonesia. Kata kunci: Pengambilan sampel mandiri; Pengambilan sampel dokter; Uji HPV DNA

Background Human Papilloma Virus HPV DNA detection already widely used in cervical cancer screening program. HPV testing can be done on self taken sampling therefore it offers alternative opportunity to increase cervical cancer screening coverage. However clinical accuracy from self taken sampling methods compare to physician taken sampling has not widely published in Indonesia.Objective To determine the accuracy of Hybrid Capture HPV DNA high risk result from self taken sampling methods to physician taken sampling in cervical cancer screening.Methods This cross sectional diagnostic research conducting in O G Colposcopy polyclinic Ciptomangunkusumo Hospital. All women came with cytology abnormality dan positive VIA were enrolled. Subject was consecutively selected and took place in both vaginal self taken sampling and continued with physician taken sampling. Sample retrieval using Digene cytobrush and high risk HPV DNA test using Hybrid capture DNA II from Qiagen Labs. The sample result taken by physician was taken as gold standard. From those two methods were analyzed and compare with kappa diagnostic test to assess the equality of two methods.Result There were 70 subjects with cytology abnormality and positive VIA, one of them can not finished self examination due to feeling pain while inserting cytobrush. HPV prevalence from this sample population was 44.9 . From analysis result between two methods found kappa value was fairly good at 0.76 with self sampling accuracy was 88.41 . Sensitivity, specificity, positive predictive value and negative predictive value self taken sampling methods to physician taken sampling was 80,65 95 CI 63,72 90,81 , 94,74 95 CI 82,71 98,54 , 92,59 95 CI 76,63 97,94 , 85,71 95 CI 72,16 93,28 .Conclusion This study showed that HPV DNA testing self taken sampling and physician taken sampling had a good equality. HPV testing self sampling can be use as an alternative cervical cancer screening program in Indonesia. Keywords self taken sampling, physician taken sampling, HPV DNA test."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandyo Triasmoro
"Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah CD4, infeksi HPV, faktor risiko, dan terjadinya lesi prakanker pada pasien terinfeksi HIV.
Metode: Studi potong-lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Indonesia. 80 subjek penelitian dikumpulkan dari bulan Juli-Oktober 2021. Data subjek penelitian dikumpulkan menggunakan kuesioner terstruktur, meliputi usia, pendidikan, paritas, inisiasi seksual dini, jumlah pasangan seksual, riwayat merokok, riwayat kontrasepsi oral, riwayat penyakit menular seksual, dan jumlah CD4 terendah. Pemeriksaan sitologi, kolposkopi, dan tes HPV-DNA dilakukan pada seluruh subjek penelitian, dan 11 subjek melakukan pemeriksaan lanjutan histopatologi karena ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan awal. Penginputan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS versi 25. Analisis bivariat, perhitungan odd ratio dan p value dilakukan untuk mengidentifikasi jumlah CD4, HPV-DNA, dan faktor risiko yang terkait dengan lesi prankanker serviks.
Hasil: Dari data penelitian didapatkan bahwa 81,2% memiliki jumlah CD4 yang baik, dengan rata-rata jumlah CD4 sebesar 437,05 sel/mm3. Sebagian besar subjek memiliki HPV-negatif; namun, terdapat 22,2% subjek yang diketahui HPV-positif, memiliki lesi prakanker. Penelitian kami juga menemukan bahwa jumlah CD4 (p=0,01, OR 7,625; CI 95% 1,744-33,331) dan HPV-DNA (p<0,01, OR 12,286; CI 95% 1,456–103,65) secara signifikan berhubungan dengan lesi prakanker serviks. Kami juga menemukan korelasi antara inisiasi seksual dini dan hasil sitologi (p=0,05, OR 6,4; CI 95% 1,1306–36,2292).
Kesimpulan: Jumlah CD4 yang rendah dan HPV-DNA positif berhubungan dengan perkembangan lesi prakanker. Pasien terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah juga dikaitkan dengan hasil HPV-DNA positif. Inisiasi seksual dini, sebagai faktor risiko kanker serviks, diketahui meningkatkan hasil skrining yang tidak normal. Oleh karena itu, metode skrining co-testing direkomendasikan sebagai strategi untuk mencegah kanker serviks pada semua pasien terinfeksi HIV.

Introduction: This study aimed to determine the association between CD4 count, human papillomavirus (HPV) infection, risk factors, and the occurrence of precancerous lesions among HIV-infected patients.
Methods: This cross-sectional study was conducted at the Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Indonesia. All samples were collected between July and October 2021, and 80 HIV-infected subjects were included in the study. All participant data were collected using a structured questionnaire, including age, education, parity, early sexual initiation, number of sexual partners, history of smoking, history of oral contraception, history of sexually transmitted diseases, and the lowest CD4 count. Cytological examination, Colposcopy, and HPV DNA tests were performed on all participants, and 11 subjects underwent biopsy due to abnormalities. Data entry and analysis were performed using IBM SPSS 25th version. Bivariate analysis was performed, and odds ratios and p-values were computed to identify the CD4 count, HPV DNA, and risk factors associated with histopathology results.
Results: Among the participants, 81.2% had a good CD4 count, with a mean CD4 count of 437.05 cells/mm3. Most of the subjects were HPV-negative; however, 22.2% of HPV-positive subjects had precancerous lesions based on histopathologic results. Our study found that CD4 count was correlated with precancerous lesions (p=0.01, OR 7.625; CI 95% 1.744-33.331) and HPV DNA was significantly associated with cervical precancerous lesions (p<0.01, OR 12.286; CI 95% 1.456–103.65). Another finding was the correlation between early sexual initiation and cytology results (p = 0.05, OR 6.4; CI 95% 1.1306–36.2292).
Conclusion: Low CD4 counts and HPV DNA positivity are associated with the development of precancerous lesions. HIV-infected patients with low CD4 counts were also associated with positive HPV DNA results. Early sexual initiation, as a risk factor for cervical cancer, was found to increase abnormal screening results. Therefore, co-testing screening methods are recommended as a strategy to prevent cervical cancer in all HIV-infected patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadina Huliah
"Sedikitnya 17 juta bayi yang dilahirkan setiap tahun mempunyai berat badan lahir yang rendah (BBLR), mewakili 16% bayi yang lahir tiap tahunnya. Penyebab BBLR adalah preterm dan pertumbuhan janin terhambat (PJT, intra uterine growth restriction IIUGR). Preterm terutama terdapat di negara maju sedangkan sebagian besar PJT ada di negara berkembang. '?x. Sulitnya mengetahui angka pasti insiden NT karena pencatatan tentang usia gestasi yang sahib sering tidak tersedia di negara yang sedang berkembang. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah persalinan yang banyak terjadi di rumah sehingga pencatatan tentang bayi yang dilahirkan tidak ada.
Janin PJT mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi serta kemungkinan mengalami gangguan perkembangan kognitif dan neurologik pada usia kanak-kanak. Hipotesis foetal origin of adult diseases menyatakan bahwa gangguan nutrisi pada periode kritis pertumbuhan janin di dalam rahim akan menyebabkan perubahan permanen pada struktur dan metabolisme tubuh. Perubahan ini akan meningkatkan kerentanan terhadap hipertensi, penyakit jantung koroner dan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIIDM) pada masa dewasa.
Penyebab PJT sangat kompleks, di negara sedang berkembang faktor risiko utama adalah faktor maternal berupa status gizi ibu yang tidak adekuat sebelum konsepsi, kekurangan gizi dan infeksi yang terjadi pada masa kanak-kanak, nutrisi yang jelek saat kehamilan, genetik, penyakit sistemik, dan faktor eksternal. Faktor lain sebagai penyebab PJT adalah faktor janin, faktor plasenta. Adapun manifestasi klinis dari PJT yang paling sating muncul adalah perubahan pada plasenta.
Selama kehamilan normal, terjadi perubahan fisiologi yang panting sebagai adaptasi ibu untuk menjamin tersedianya aliran aliran darah yang adekuat bagi janin. Plasenta manusia adalah organ multifungsi yang menyediakan oksigen, homeostasis cairan, nutrisi dan sinyal endokrin bagi janin selama dalam kandungan sampai terjadinya persalinan. Perfusi plasenta yang tidak adekuat merupakan hal yang fundamental dalam terjadinya PJT. Gangguan perfusi plasenta yang akan menyebabkan hipoksia intraplasenta akan mengakibatkan berkurangnya transfer oksigen dan nutrien dari ibu ke janin sehingga oksigenasi dan pertumbuhan janin akan terganggu. Bagaimana regulasi perfusi uteroplasenta masih belum jelas sampai saat ini, dikatakan berada dibawah kontrol beberapa mediator yang dihasilkan oleh plasenta. Sebagai akibat dari hipoksia intraplasenta akan terjadi resistensi plasenta yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu berkurangnya jumlah kapiler terminal, meningkatnya vasokonstriksi pada villi karena dikeluarkannya substrat vasoaktif lokal dan berkurangnya zat vasorelaksan. Terjadi pula peningkatan kontraktilitas pembuluh darah plasenta dan pasien dengan janin PJT dibandingkan wanita hamil yang normal7. Kenyataan ini menandai adanya kerusakan endotel atau disfungsi endotel pada sirkulasi uteroplasenta akibat dari hipoksia intraplasenta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Fauziah
"Selama ini kasus karsinoma ovarium yang datang ke RSCM ditangani oleh Subbagian Ginekologi Onkologi, dan telah membuat panduan tatalaksana karsinoma ovarium. Karsinoma ovarium stadium lanjut sejak tahun 1994. dilakukan pemberian neoadjuvant kemoterapi yang dilanjutkan dengan pembedahan sitoreduksi. Kurangnya data awal maupun kajian dalam bentuk penelitian mengenai perubahan metode pemberian kemoterapi, dari metode konvensional yaitu pembedahan sitoreduksi (tanpa neoadjuvant kemoterapi) yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian adjuvant kemoterapi, menjadi pemberian neoadjuvant kemoterapi tcrlcbih dahulu kemudian dilanjutkan pembedahan sitoreduksi menimbulkan pertanyaan, bagaimana efek pemberian neoadjin.ant kemoterapi pada karsinoma stadium lanjut di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Pada pasien karsinoma ovanium stadium lanjut yang dilakukan pengobatan kemoterapi selama kurun waktu tertentu di Subbagian Ginekologi Dnkologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1. Bagaimanakah praktek pemberian neoadjuvant kemoterapi pada karsinoma ovarium stadium lanjut?
2. Bagaimanakah efek pemberian neoadjuvant kemoterapi terhadap pencapaian sitoreduksi optimal?
3. Bagaimanakah efek pemberian neoadjuvant kemoterapi terhadap morbiditas pembedahan?
4. Bagaimanakah efek pemberian neoadjuvant kemoterapi terhadap kualitas hidup?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Rahmadi
"ABSTRAK
Tujuan Penelitian: Untuk melihat keakuratan koding diagnosis dan prosedur medis serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan klaim INA CBGs RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Deskriptif observasional, simple random sampling, perhitungan kuantitatif menggunakan data retrospektif, data resume medis elektronik pasien.
Hasil: Didapatkan 43% coding diagnosis utama oleh dokter tidak sesuai. 62% koding diagnosis sekunder DPJP tidak sesuai, namun mengalami perbaikan setelah dilakukan reseleksi dan entry data oleh coder sebesar 97%. Kesesuaian coding prosedur medis sebesar 98% dan 100% grouper yang sesuai, tapi masih ditemukan kesalahan coding dan severity level sebesar 27,7%. Akibat ketidaksesuaian coding dan grouping severity level menimbulkan kerugian Rp 584.099 per kasus pada tahun 2016, dan bila dihitung berdasarkan biaya riil terhadap klaim INA CBGs maka didapatkan selisih negatif yang jauh lebih besar yaitu Rp 17.263.241 per kasus.
Kesimpulan: Penyebab kerugian klaim RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diakibatkan ketidakcermatan dokter dalam penulisan resume medis elektronik dan coding, serta diperburuk oleh ketidaktelitian coder dalam melakukan reseleksi dan prosedur entry coding.

ABSTRACT
Objective : To know the accuracy of diagnostic coding, medical procedures and factors affecting the difference in claims of hospital INA CBGs and BPJS Health
Methods: observational descriptive, simple random sampling methode,retrospective data sourced from patient's electronic medical resume .
Results: 43% of the principal diagnosis codes were not appropriate. 62% of secondary diagnosis codes by Doctor are not appropriate, but improved to 97% after the reselection and data entry by the coder.The suitability of medical procedures coding reaches 98% and 100% accuracy of diagnosis grouping. However, there is still 27.7% cases of difference in severity level due to mismatch of coding and causing potential loss of Rp 584.099 IDR each case during period of 2016, If calculated based on the ratio of hospital real cost tariff to the INA CBGs claims, there will be a much larger negative difference of 17.263.241 IDR each case.
Conclusion: Causes of negative claims (loss) of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo with BPJS payments due to incompleteness in electronic medical resume input and bad coding standard, and continued with the coder s inaccuracy in reselection diagnosis and data entry that causes potential losses."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Caecilia Herawati S.R. Dewi
"Latar belakang: Kanker ovarium merupakan penyebab kematian kelima terbanyak karena kanker pada wanita. Diperlukan uji diagnostik preoperatif dan intraoperatif yang tajam dan akurat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas karena kanker ovarium.
Tujuan: Mengetahui nilai diagnostik RMI, Skor Purwoto, dan potong beku terhadap pemeriksaan histopatologi pada tumor ovarium suspek ganas.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) dari data sekunder yang berasal dari 114 rekam medis pasien suspek keganasan ovarium yang menjalani pembedahan antara bulan Januari 2010 hingga Desember 2010 di RSCM.
Hasil: Nilai diagnostik untuk RMI adalah sensitivitas 85%, spesifisitas 63%, NDP 68%, NDN 82%, RKP 2,29, RKN 0,23, akurasi 74%, dan AUC 0,800. Nilai diagnostik untuk Skor Purwoto adalah sensitivitas 80%, spesifisitas 59,3%, NDP 65%, NDN 76%, RKP 1.97, RKN 0,34, akurasi 69%, dan AUC 0,780. Nilai diagnostik untuk potong beku adalah sensitivitas 93%, spesifisitas 98%, NDP 98%, NDN 94%, RKP 54,7, RKN 0,07, akurasi 96%, dan AUC 0,968.
Kesimpulan: RMI dan skor Purwoto dapat digunakan untuk evaluasi diagnostik keganasan ovarium praoperatif. Meskipun telah dilakukan evaluasi kemungkinan keganasan praoperatif, tetap diperlukan pemeriksaan potong beku. Hasil evaluasi RMI dan Skor Purwoto jinak dapat ditatalaksana di pusat pelayanan dengan fasilitas yang tidak memerlukan surgical staging. Meskipun hasil evaluasi RMI dan skor Purwoto jinak sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan potong beku untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan yang masih belum dapat dibuktikan dengan pasti melalui evaluasi praoperatif.

Introduction: Ovarian cancer is the fifth leading cause of death from cancer in women. The sharp and accurate preoperative and intraoperative diagnostic tests are needed in reducing morbidity and mortality due to ovarian cancer.
Purpose: This study aims to determine the diagnostic value of RMI, Purwoto Score, and frozen section compared to histopathologic examination in suspected malignant ovarian tumors.
Methods: This study used cross-sectional design of secondary data from the medical records of 114 patients with suspected ovarian malignancy who underwent surgery between January 2010 and December 2010 at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Results: The diagnostic value for RMI are sensitivity 85%, specificity 63%, PPV 68%, NPV 82%, positive likelihood ratio 2.29, negative likelihood ratio 0.23, accuracy 74%, and AUC 0,800. Diagnostic value for Purwoto Score are sensitivity 80%, specificity 59.3%, PPV 65%, NPV 76%, positive likelihood ratio 1.97, negative likelihood ratio 0.34, accuracy 69%, and AUC 0.780. Diagnostic value of frozen section are sensitivity 93%, specificity 98%, PPV 98%, NPV 94%, positive likelihood ratio 54.7, negative likelihood ratio 0.07, accuracy 96%, and AUC 0.968.
Conclusion: RMI and Purwoto Score can be used for preoperative diagnostic evaluation of ovarian malignancies. Although it has been performed preoperative evaluation of malignancy, is still required frozen section examination. Benign case of RMI and Purwoto Score can be managed at the service center with facilities that do not require surgical staging and still need to be confirmed with frozen section examination to rule out malignancy that still has not been proven with certainty through preoperative evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trestyawaty
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan menilai hubungan laktat ibu dan laktat arteri umbilikalis dengan asidemia janin.
Metode: Penelitian desain uji diagnostik dengan 42 ibu hamil dengan janin tunggal hidup usia gestasi ≥ 34minggu dengan FDJP < 5 atau kecurigaan asidemia janin di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2012 hingga Februari 2013. Laktat ibu dievaluasi segera saat ditegakkan diagnosis kecurigaan asidemia janin, analisa gas darah dan laktat arteri umbilikalis diambil segera saat bayi lahir. Asidemia janin ditegakkan dengan pH arteri umbilkalis < 7,2. Kadar laktat diukur dengan menggunakan Lactate Pro. Nilai diagnostik laktat ibu dan laktat a.umbilikalis untuk memprediksi asidemia janin diuji dengan metode Receiver Operating Character (ROC).
Hasil: Sebanyak 39 subyek penelitian yang diperoleh data laktat ibu & laktat arteri umbilikalisnya dan 3 subyek penelitian yang diperoleh data laktat ibunya saja. Untuk memprediksi asidemia janin laktat ibu mempunyai akurasi 88.9% (IK 95% 0,791-0,987). Secara statistik terdapat asosiasi antara laktat ibu dengan asidemia janin (p<0,001). Bila kadar laktat ibu ≥ 4,70 mmol/l akan dapat diprediksi akan terjadi asidemia janin sebesar 92%. Sedangkan bila kadar laktat ibu < 4,7 mmol/l maka prediksi tidak akan terjadi asidemia janin sebesar 58,8%. Untuk memprediksi asidemia janin laktat arteri umbilikalis mempunyai akurasi 82,4% (IK 95% 0,660-0,988). Secara statistik terdapat asosiasi antara laktat arteri umbilikalis dengan asidemia janin (p=0,035). Bila kadar laktat arteri umbilikalis ≥ 4,1mmol/l maka akan diprediksi akan terjadi asidemia janin sebesar 88,89%. Sedangkan bila kadar laktat arteri umbilikalis < 4,1mmol/l maka prediksi tidak akan terjadi asidemia janin sebesar 75%. Secara statistik terdapat hubungan antara laktat ibu dengan laktat arteri umbilikalis (p=0,017). Semakin bertambah laktat ibu maka semakin besar laktat arteri umbilikalisnya (r=0,238). Tidak ada hubungan secara statistik antara nilai Apgar dengan laktat ibu (AUC 60,6%), laktat arteri umbilikalis (AUC 65%) dan asidemia janin (AUC 65%). Tidak ada perbedaan nilai AUC antara laktat ibu dan laktat arteri umbilikalis dalam memprediksi asidemia janin (p=0,515).
Kesimpulan: Laktat ibu dan laktat arteri umbilikalis memenuhi standar uji diagnostik yang baik untuk memprediksi kejadian asidemia janin. Laktat ibu dapat memprediksi asidemia janin sebelum bayi lahir.

Objectives: To asses the association among maternal lactate and umbilical arterial lactate with fetal acidemia.
Methods: This was a diagnostic test study, which was held on the 42 pregnant women with a singleton live fetus, gestational age ≥ 34 weeks and modified biophysical profile < 5 or suspected fetal acidemia at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from November 2012 until February 2013. Maternal lactate was evaluated immediately at the time that the diagnosed of suspected fetal acidemia was established. Blood gas analysis and umbilical arterial lactate were taken immediately when the baby was born. Fetal acidemia is defined as umbilical arterial pH <7.2. Lactate levels were measured using the Lactate Pro. Diagnostic value of maternal lactate and umbilical arterial lactate to predict fetal acidemia was tested by the method of Receiver Operating Character (ROC).
Results: Both maternal and umbilical arterial lactate were obtained from 39 subjects. Maternal lactate only was obtained from 3 subjects. To predict a fetal acidemia, the maternal lactate has an accuracy of 88,9% (CI 95% 0,791- 0,987). There was an association between fetal acidemia and maternal lactate statistically ( p<0.001). If maternal lactate levels ≥ 4.70 mmol / l, it would be predicted that 92% fetal acidemia are occurred. Meanwhile, if maternal lactate levels <4.7 mmol/l then there will be a prediction that 58.8% was no fetal acidemia. To predict a fetal acidemia, the umbilical arterial lactate has an accuracy 82,4% (CI 95% 0,660-0,988). There was an association between fetal acidemia and umbilical arterial lactate statistically (p=0,035). If umbilical arterial lactate levels ≥ 4,1 mmol/l, it would be predicted 88,89% fetal acidemia are occurred, meanwhile if umbilical arterial lactate levels < 4,1 mmol/l then there will be a prediction that 75% was no fetal acidemia. Statistically there was an association between maternal lactate and umbilical arterial lactate (p=0,017). If maternal lactate increased, the umbilical arterial lactate would be increased (r=0.238). Statistically there was no association between Apgar score with maternal lactate (AUC 60.6%), umbilical arterial lactate (AUC 65%) and fetal acidemia (AUC 65%). There is no difference in AUC values between maternal lactate and umbilical arterial lactate in predicting fetal acidemia (p = 0.515).
Conclusion: Maternal lactate and umbilical arterial lactate meet a good standard diagnostic test for predicting the incidence of fetal acidemia. Maternal lactate can predict fetal acidemia before the baby is born.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Derdameisya Soedibjo
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi terjadinya dismenorea pada remaja perempuan usia sekolah menengah umum (SMU) di indonesia serta hubungannya dengan karakteristik menstruasi dan pengaruhnya terhadap proses belajar.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang, dilaksanakan pada bulan November 2013, bertempat di tiga sekolah menengah atas di Jakarta, yaitu SMU 6, SMU 68, dan SMU 70. Remaja perempuan di ketiga sekolah tersebut diminta mengisi kuesioner yang dibagikan terkait dengan nyeri haid. Data dari kuesioner tersebut kemudian dianalisis dengan uji statistik.
Hasil: Dari ketiga sekolah tersebut didapatkan 110 kuesioner yang terisi dengan lengkap. Subjek memiliki median usia 15 tahun dan sebagian besar berada di kelas 1 SMA. Proporsi dismenorea didapatkan sebesar 65,5%. Usia menarche didapatkan lebih tinggi pada subjek yang tidak menderita dismenorea (p = 0,039). Dismenorea tampak mengganggu proses belajar secara bermakna, terutama terkait kehadiran (p = 0,026), aktivitas (p = 0,049), dan konsentrasi (p < 0,001). Nilai rapor terakhir sebagai faktor keluaran tidak dipengaruhi oleh kejadian dismenorea primer pada remaja perempuan.
Kesimpulan: Dismenorea mengganggu proses belajar secara bermakna sehingga diperlukan edukasi dan tatalaksana farmakologis sedini mungkin agar tidak menurunkan kualitas hidup pelajar remaja wanita.

Objective: This study was aimed to assess the prevalence of dysmenorrhea in female teenagers of high school age in Indonesia and its relation with menstrual characteristic as well as study process.
Methods: This study used cross sectional design, were conducted on November 2013 in three different high schools: SMU 6, SMU 68, and SMU 70. Female students were asked to answer given questionnaires about menstrual pain. Data were collected and further analyzed using statistical analysis.
Results: Out of the three high schools, there were 110 questionnaires which were fully answered. Subjects had median age of 15 years old and most of them were in the first grade. Dismnenorrhea proportion were found 65.5%. Menarche age was found higher in subjects who didn’t suffer from dysmenorrheae (p = 0.039). Study process was disturbed by dysmenorrheae significantly, especially associated with absence (p = 0.026), activity (p = 0,049), and concentration (p < 0.001). Final report score was not affected by primary dismenorrehae in the female students.
Conclusion: Dysmenorrheae disturbed study process significantly so that education and pharmacology treatment are to be given as soon as possible in order to prevent decreased quality of life of female students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Romi Saut Halomoan
"Latar Belakang : Pasien kanker serviks di Indonesia terbanyak dalam stadium lanjut. Terapi standarnya adalah radiasi. Respons terapi radiasi tidak selalu komplet. MnSOD merupakan garda terdepan melawan radikal bebas yang dihasilkan radiasi. Aktifitas MnSOD dipikirkan dapat digunakan sebagai prediktor respons terapi radiasi. Diperkirakan semakin tinggi aktifitas MnSOD akan semakin buruk respons radiasinya.
Tujuan : Menilai aktifitas MnSOD pada biopsi KSS serviks stadium IIIB sebagai prediktor keberhasilan terapi radiasi.
Metode : Penelitian potong lintang komparatif ini dilakukan di Divisi Onkologi Ginekologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI, RSCM Jakarta dan Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI. Dilakukan penelusuran data base penelitian sebelumnya untuk mengindentifikasi sampel respons positif dan negatif, dilanjutkan pemeriksaan aktifitas MnSOD dengan sprektrofotometri metode McCord dan Fridovich menggunakan kit RanSOD . Data komparatif yang didapat kemudian di analisis.
Hasil : Didapatkan 76 sampel yang memenuhi kriteria inklusi terdiri dari respons positif 47 61,8 negatif 29 38,2 . Dilakukan kategorisasi aktifitas MnSOD dengan titik potong pada nilai 13,126 U/mL. Dengan uji chi-square didapat hubungan bermakna secara statistik antara aktifitas MnSOD pada pasien kanker stadium IIIB dengan respons terapi radiasi. Nilai RR sebesar 1,849 1.075-3.178, IK 95 . Kesintasan dengan analisis bivariat memakai metode Kaplan-Meier: pasien dengan aktifitas MnSOD cutoff < 13,126 U/mL memiliki tingkat kesintasan 1 tahun yang lebih baik 63 dibandingkan dengan pasien kanker serviks IIIB dengan nilai aktifitas MnSOD ge; 14 . Risiko kematian dengan pengujian bivariat metode regresi cox: pasien dengan aktifitas MnSOD cutoff 13,126 U/mL memiliki risiko kematian 1,055 kali IK 95 : 1,003-1,110 dibanding pasien dengan aktifitas MnSOD dibawah nilai cutoff. Dari analisis multivariat terlihat aktifitas MnSOD semakin kuat sebagai prediktor respons terapi radiasi.
Kesimpulan : Aktifitas MnSOD tinggi pada jaringan KSS serviks stadium IIIB menghasilkan respons negatif dari terapi radiasi.

Background: Most of the cervical cancer patients in Indonesia came with advanced stage. Therefore, the choice of treatment is radiotherapy. Although, radiotherapy does not always result in complete response. MnSOD is considered to be one the antioxidant enzyme which has the ability to work against free radicals. Its activity is expected to be acted as response predictor to radiotherapy treatment. It is hypothesized that high MNSOD activity tend to predict poor response of radiotherapy on advanced cervical cancer patients.
Objective : To investigate MnSOD activity on cervical SCC stage IIIB as a predictor of radiotherapy response.
Methods : It is a comparative cross sectional study conducted in the Gynecology Oncology Division, Obstetrics and Gynecology Department, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Faculty of Medicine, University of Indonesia. Samples were collected from the tissue bank and research database. They were identified and divided into having positive or negative response to radiotherapy. In vitro experiment was conducted to measure the activity of MnSOD. Manganese superoxide dismutase was isolated using McCord and Fridovich method using RanSOD and the activity was analyzed using spectrophotometry. Data was then analyzed using SPSS.20 for comparative study.
Results : Seventy six samples were included in the study 47 61.8 with positive response and 29 38.2 with negative response on radiotherapy. Samples were then divided into having MnSOD activity of 13.126 U mL or 13.126 U mL. Univariate analysis chi square showed that there was statistically significant correlation between MnSOD activity and radiotherapy response in patients with cervical SCC stage IIIB RR 1.849 95 CI 1.075 3.178 . Survival analysis on the first year showed that patients with MnSOD activity 13.126 U mL had better survival than patients with MnSOD activity 13.126 U mL 63 vs 14 , Kaplan Meier study . Hazard ratio for overall survival was 1.055 95 CI 1.003 ndash 1.110 for patients with MnSOD activity of 13.126 U mL. Multivariate analysis showed that MnSOD activity was a strong predictor of radiotherapy response in this study.
Conclusion : This in vitro study showed that high activity of MnSOD was associated with poor response of radiotherapy for patients with cervical squamous carcinoma stage IIIB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>