Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Irfan Dzakir
"ABSTRAK
Penelitian ini memaparkan mengenai sebuah analisa terhadap pelaksanaan  akuntabilitas di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pada Periode Tahun 2016-2019. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk bagaimana pelaksanaan  akuntabilitas di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ditinjau dari dimensi akuntabilitas program. Penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam kepada informan kunci yang memahami pelaksanaan  mengunakan Opersionalisasi Konsep akuntabilitas di lembaga Setjen DPR RI dan pihak yang tekait mengenai pelaksanaan di lembaganya, lalu peneliti melakukan critical realism dimana berpacu pada gejala dan fenomena yang ada yang terkait dengan dimensi akuntabilitas program dengan mengunaka indikator yang sudah dibuat untuk nantinya di analisa dan dalam hal ini juga peneliti melakukan studi kepustakaan untuk mempertajam analisis yang dilakukan. Hasil dari penelitian mengambarkan bahwa  Hasil penelitian adalah Berdasrkan hasil analisa yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan akuntabilitas di Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indoneisa sudah dilaksanakan sesuai dengan 4 indikator mengikuti operasionalisasi konsep dimensi akuntabilitas program yaitu Adanya akses publik terhadap laporan yang telah di formulasikan dan dilaksanakan, Adanya penjelasan dan pembenaran terhadap tindakan Setjen yaitu dengan Laporan juga inventarisasi hukum dalam landasan pelaksanan tindakan, Setjen juga mengadakan rapat publikasi kinerja dan  seperti forum pengaduan whistle blowing system yang bisa di akses kepada seluruh stakeholder yang ada, dan juga aktor atau penyelengara lembaga Setjen terlibat dalam pelaksanaan program dengan pembentukan Charcater Building juga dibantu dengan sistem Reward and Punishment dalam instansinya.

ABSTRACT
This study describes an analysis of the implementation of accountability at the Secretariat General of the House of Representatives of the Republic of Indonesia in the 2016-2019 Period. While the purpose of this research is to find out the form of how the implementation of accountability in the Secretariat General of the House of Representatives of the Republic of Indonesia in terms of the dimensions of program accountability. This research was carried out through in-depth interviews with key informants who understood the implementation of using Operations The concept of accountability in the Secretariat General of the Republic of Indonesia and related parties in the implementation of institutions, then researchers conducted critical realism which ran on the symptoms and phenomena associated with the program accountability dimension mengunaka indicators that have been made to later be analyzed and in this case also the researchers conducted a library study to sharpen the analysis carried out. The results of the study illustrate that the results of the study are based on the results of the analysis, it can be concluded that the implementation of accountability in the Republic of Indonesia Republic of Indonesia General Secretariat has been carried out in accordance with the 4 indicators following the concept of program accountability dimensions, namely public access to reports formulation and implementation, There is an explanation and justification for the actions of the General Secretariat, namely a report on legal inventories on the basis of action, the Secretariat also holds a performance publication meeting and a complaint forum for whistle blowing systems that can be accessed by all existing stakeholders and actors or organizers the Secretariat institution is involved in the implementation of the program with the establishment of the Charcater Building and is also assisted with a Reward and Punishment system in its institutions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Widjonarko
"Peranan minyak dan gas bumi yang secara tradisional menjadi sumber devisa negara, dana pembangunan dan sebagai komoditi guna pemenuhan energi dalam negeri diperkirakan masih tetap dominan terhadap perekonomian Indonesia, setidak-tidaknya sampai dua dasawarsa mendatang. Sebagai salah satu andalan penerimaan negara, kekayaan sumberdaya alam minyak dan gas bumi dengan produksi rata-rata 1,5 juta barel minyak bumi dan 3 milyar kaki kubik gas bumi perhari, menjadikan Indonesia pada saat ini sebagai negara produsen minyak dan gas bumi terbesar di Asia Tenggara.
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar tahun 1945, Pasal 33, ayat (2) dan (3) dinyatakan secara tegas bahwa sumberdaya minyak dan gas bumi sebagai bagian dari kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia adalah dimiliki dan dikuasai oleh negara. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa sumberdaya minyak dan gas bumi merupakan property right negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Rancangan penelitian ini adalah mengkaji bentuk kerjasama atau sistem kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia dengan model keputusan yang disusun dari hirarki manfaat dan hirarki biaya yang dilakukan untuk memperoleh pilihan strategi atau kebijakan sistem kerjasama. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan metodologi AHP untuk analisis manfaat-biaya guna menentukan alternatif sistem kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia berdasarkan sistem kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi yang telah diterapkan atau sistem kerjasama lain yang diharapkan akan memberikan manfaat dan kontribusi penerimaan negara yang optimal, serta berdampak positif kepada masyarakat. Model keputusan tersebut dianalisis menggunakan software Expert Choice 2000 untuk menentukan skala prioritas global dari masing masing hirarki.
Hasil akhir analisis dengan membandingkan total manfaat dengan total biaya yang diperoleh dari analisis prioritas global diperoleh rasio manfaat-biaya berturut-turut dari yang tertinggi sebagai alternatif strategi atau kebijakan sistem pengusahaan minyak dan gas bumi adalah Kontrak Royalti dan Pajak 1,217, Kontrak Karya 1,021, , Kontrak Bagi Hasil Tanpa Pembatasan Cost Recovery 0,943, Kontrak Bagi Hasil Dengan Pembatasan Cost Recovery 0,996 dan Kontrak Jasa 1,047."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mari Indriana
"Pengembangan sumber daya manusia di Batan diperlukan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai guna menangani pengoperasian teknologi khususnya di bidang iptek nuklir. Salah satu sumber daya manusia di Batan yang memiliki peranan yang penting dalam pengoperasian teknologi nuklir adalah mereka yang memasuki jenjang fungsional pranata nuklir.
Manajemen karir untuk pejabat fungsional pranata nuklir telah diatur melalui Surat Edaran bersama Kepala BAKN, Dirjen Batan dan keputusan Menpan, mengenai penetapan jenjang jabatan, pangkat dan golongan ruang untuk jabatan pranata nuklir serta angka kredit yang harus dipenuhi. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja Pranata nuklir adalah faktor iklim organisasi, pengelolaan karir dan motivasi, sehingga perlu diteliti seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi peningkatan kinerja pejabat fungsional Pranata nuklir. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian survei. Cara pengumpulan data dilakukan dengan melalui penyebaran kuesioner terhadap 119 orang responden dan mewawancarai beberapa responden.
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa: Faktor Iklim Organisasi, Faktor Pengelolaan karir maupun Faktor Motivasi berpengaruh cukup besar dalam peningkatan kinerja pranata nuklir golongan II dan IV, serta berpengaruh sangat besar dalam peningkatan kinerja golongan III.
Dengan demikian strategi yang perlu dikembangkan dalam meningkatkan kinerja pranata nuklir golongan III adalah dengan pembenahan pada iklim organisasi khususnya dalam melaksanakan dan mengembangkan profesi pranata nuklir, sedangkan untuk semua golongan perlu dibangkitkan motivasi yang berasal dari diri sendiri pejabat fungsional tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Tommy Julianto
"ABSTRAK
Program Pangan Murah merupakan sebuah program bantuan bagi masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan pangan pokok dengan harga yang terjangkau dan lebih murah dari harga pasaran. Program ini diberlakukan secara resmi sejak tanggal 1 Februari 2018 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta beserta tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta. Program ini dibuat untuk mencegah dan mengatasi terjadinya krisis pangan dan menimbulkan kenaikan harga pangan yang tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat serta berpengaruh terhadap kondisi ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan, kesesuaian, dan faktor-faktor yang mendukung implementasi Program Pangan Murah dalam rangka untuk meningkatkan ketahanan pangan di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan teori implementasi program yang dikemukakan oleh Korten (1980) yang dipadukan dengan konsep ketahanan pangan yang dikemukakan FAO dalam Silitonga (1997 : 5). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah post positivist sehingga penelitian akan disusun dengan data, bukti, dan pertimbangan ilmiah yang mempunyai dasar teori dan bersifat logis. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik pengumpulan kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan (library research). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa implementasi Program Pangan Murah secara umum sudah dilaksanakan dengan berhasil dan memenuhi kesesuaian model implementasi program yang dikemukakan Korten (1980). Saran yang dapat diberikan mengenai proses Implementasi Program Pangan Murah adalah dengan memperbaiki beberapa faktor yang menjadi penghambat yang terdapat dalam setiap dimensi implementasi program.

ABSTRACT
The Affordable Food Program is a program of assistance for the community in obtaining basic food needs at affordable prices and cheaper than the market price. The program was officially implemented on February 1, 2018, by the Provincial Government of DKI Jakarta in collaboration with the Department of Food Security, Maritime Affairs and Fisheries of the DKI Jakarta Province along with three DKI Jakarta Province Regionally Owned Enterprises. This program was created to prevent and overcome food crises and cause an increase in food prices that are not affordable by people's purchasing power and affect the condition of food security. This study aims to analyze the success, suitability, and factors that support the implementation of the Affordable Food Program to improve food security in DKI Jakarta Province by using the theory of program implementation proposed by Korten (1980) combined with the concept of food security proposed by FAO in Silitonga (1997: 5). The approach used in this research posts positivist so that the research will be arranged with data, evidence, and scientific considerations that have a theoretical basis and are logical. The data used in this study were obtained through qualitative collection techniques through in-depth interviews and library research. The results of this study are that the implementation of the Affordable Food Program, in general, has been carried out successfully and meets the suitability of the program implementation model proposed by Korten (1980). Suggestions that can be given regarding the implementation of the Affordable Food Program is to improve some of the inhibiting factors in each dimension of program implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Amir
"Peran ganda kota Jakarta, yaitu sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai kota metropolis serta sebagai kota Propinsi Daerah Tingkat I, telah mengakibatkan masalah kebersihan menjadi suatu masalah urgen bagi kota Jakarta. Pada sisi lain, karena masalah kebersihan merupakan suatu jenis pelayanan perkotaan, maka pelayanan kebersihan merupakan suatu sumber retribusi yang potensial bagi PAD DKI Jakarta.
Berbagai faktor yang diteliti pada organisasi Dinas Kebersihan DKI Jakarta, yaitu; structure, strategy, system, staff skill, style dan shared values dengan pendekatan model "seven s" sebagaimana dikemukakan oleh Mc. Kinsey, temyata tidak terlaksana dengan balk. Dan ketujuh "s" dalam model seven s tersebut, strategi fungsional yang ditetapkan oleh Suku Dinas Kebersihan (functional level strategy), gaya kepemimpinan, serta tingkat kesejahteraan staf, dapat dikatakan signifikan terhadap efektivitas pengelolaan sampah. Namun hal ini tidak banyak berpengaruh dilihat dari model seven s, karena menurut model tersebut ketujuh s merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan saling terpengaruh.
Nampak pula bahwa penarikan retribusi sampah belum efektif sebagai akibat dari sistem yang belum tertata dengan baik dan kewenangan Suku Dinas Kebersihan yang sangat terbatas. Kondisi seperti itu, mengakibatkan perolehan retribusi sampah relatif kecil dibanding potensi dan konstribusinya terhadap PAD DKI Jakarta sangat kecil.
Berkaitan dengan itu, maka pemerintah DKI Jakarta seyogyanya membenahi organisasi Dinas Kebersihan yang secara fungsional bertanggung jawab dalam pengelolaan kebersihan. Organisasi Dinas Kebersihan yang tertata dengan baik, disamping meningkatkan efektivitas pengelolaan sampan, juga meningkatkan perolehan retribusi kebersihan sebagai imbalan langsung atas jasa pelayanan yang diberikan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umniah Salsabila Prasojo
"Kebijakan Dana Desa memiliki proses formulasi yang dinamis sehingga tercermin dalam implementasinya sejak tahun 2015. Dana Desa yang diamanatkan melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, kerap memiliki kendala yang dihadapi baik dari segi implementasi maupun pada saat formulasi kebijakan. Permasalahan seperti kapasitas desa yang belum mumpuni hingga distorsi kebijakan menjadi poin penting untuk menilik lebih jauh mengenai proses dalam formulasi kebijakan Dana Desa. Oleh karena itu, penulis membahas formulasi kebijakan melalui proses interaksi antar aktor dan faktor yang menentukan keberhasilan dalam membangun kebijakan Dana Desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktor yang menentukan keberhasilan interaksi antar aktor dan menggambarkan bentuk jaringan dalam formulasi kebijakan Dana Desa dalam perspektif network governance. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist. Data yang digunakan berasal dari wawancara mendalam serta beberapa studi kepustakaan pada data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis faktor keberhasilan terdapat lima indikator keberhasilan dalam proses formulasi kebijakan Dana Desa, yaitu kepercayaan yang kuat, jumlah partisipan yang tidak kompleks, aktor memiliki kondisi yang sama untuk mencapai tujuan bersama, kompetensi antar aktor yang saling menguatkan serta kemampuan merespon permintaan eksternal. Kemudian ditemukan juga faktor lain yang menjadi kendala yaitu, kebutuhan aktor belum dapat diakomodasi dengan baik, konsensus yang belum kuat, penerimaan informasi antar aktor yang belum terdistribusi dengan baik, persamaan persepsi yang belum kuat, kurangnya keterampilan koordinasi antar aktor karena perbedaan persepsi, informasi hingga perilaku ego sektoral. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa bentuk jaringan aktor dalam proses formulasi kebijakan Dana Desa memenuhi karakteristik yang dimiliki shared-governance.

The Village Fund policy has a dynamic formulation process that has been reflected in its implementation since 2015. The Village Fund, mandated through Law No. 6 of 2014, often has challenges both in terms of implementation and when formulating policies. Issues such as village capacity that have not been qualified also policy distortion become a critical point to explore the process in Village Fund formulation process. Therefore, the author discusses policy formulation through a process of interaction between actors and factors that determine success in developing Village Fund policies. The purpose of this research is to describe the factors that determine the success of interaction between actors and describe type of the network in the Village Fund policy formulation in a network governance perspective. This study uses a post-positivist approach. The data comes from in-depth interviews also several literature studies.
The results showed that there were five indicators of a successful policy formulation process: strong trust, the number of participants who were not complex, actors had the same conditions to achieve common goals, competence among actors are strong and the ability to respond to external requests. Besides, there are factors that become obstacles in the formulation process: the needs of actors have not been well accommodated, the joint consensus is not strong, the information between actors that have not been well distributed, the perception is not strong, lack of coordination skills between actors due to differences in perception, information and sectoral ego behavior. In addition, it can be concluded that the form of actor network in the Village Fund policy formulation process fulfills the characteristics of shared-governance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruwaida Ibrahim
"Meskipun pelaksanaan pembangunan di Propinsi Daerah lastimewa Aceh hingga saat ini masih sangat didominasi oleh berbagai proyek yang berasal dari Program Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, yakni merupakan bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat II sebagai salah satu sumber pendapatan Daerah, guna meningkatkan kemampuan Daerah untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan lingkup kewenangannya, dalam rangka memantapkan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan tersebut belum sepenuhnya terselenggara secara efektif.
Berkaitan dengan hal di atas penelitian ini bertujuan menganalisis proses perencanaan pembangunan yang mencakup lima dimensi, yakni : penyusunan rencana, penyusunan program rencana, pelaksanaan rencana, pengawasan atas pelaksanaan rencana, dan dimensi evaluasi, Berta dampaknya terhadap efektivitas pelaksanaan Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah lstimewa Aceh, yang mencakup tiga indikator yakni : pemerataan persebaran lokasi lstimewa Aceh, yang mencakup tiga indikator yakni : pemerataan persebaran lokasi proyek, jenis proyek yang dibangun sesuai skala prioritas dan kebutuhan, dan penyelesaian proyek tepat waktu serta penggunaan sumber daya/dana dapat dikontrol.
Penelitian dilakukan atas dasar metode desktiptif analitis, sedangkan data dihimpun adalah hasil pengamatan langsung terhadap beberapa proyek inpres, penyebaran kuesioner kepada 71 responden, serta melakukan studi kepustakaan dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis menurut koefisien korelasi dari Rank Spearman (rs), dan karena ukuran n > 30, maka langkah pengujian hipotesis dilakukan dengan pendekatan Kendal.
Kesimpulan hasil analisis menunjukkan bahwa proses perencanaan pembangunan memiliki hubungan yang sangat positif terhadap pencapaian efektivitas pelaksanaan Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Sumaryadi
"Kondisi desa-desa di seluruh Indonesia sebelum dilaksanakannya Repelita, pada umumnya sangat memprihatinkan, khususnya keterbatasan prasarana desa, tingkat pendidikan relatif rendah dan pendapatan perkapita penduduk demikian rendahnya. Bertitik tolak dari berbagai masalah keterbatasan itu maka Pemerintah memberikan setiap desa, Inpres Bantuan Pembangunan Desa yang dimulai sejak Repelita I. Meningkatnya dana Inpres Bantuan Pembangunan Desa dari tahun ke tahun telah mengurangi penduduk miskin dari 60% (1970) menjadi 11,36 % pada tahun 1995, dengan jumlah desa tertinggal 20633 desa.
Dalam upaya mempercepat proses pengentasan kemiskinan maka pemerintah memberikan setiap desa dana IDT sesuai Inpres No. 5 Tahun 1993. Untuk melihat keberhasilan program Inpres dapat diwujudkan perlu diteliti, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT dalam perspektif penanganan kemiskinan di Desa tertinggal.
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka alat analisis yang digunakan adalah model deskriptif dan didukung analisis kuantitatif model regresi liner berganda. Dan dari hasil analisis dapat disimpulkan, bahwa hipotesis alternatif yang diajukan dapat diterima dengan sangat nyata, yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT adalah Peranan Pendampingan PP), Peranan Aparat (PA), Kemampuan Pokmas (KP), Jenis Usaha (7U), Pengawasan (EP), Motivasi Pokmas (MP) dan Distribusi Pendanaan (DD) (koefisien determinasi sebesar 65,25%).
Secara parsial bahwa masing-masing variabel bebas berpengaruh positif terhadap PED sebagai berikut :
1. PP berpengaruh positif terhadap PED, artinya bila PP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,2732%.
2. Bila PA ditingkatkan 1 % maka PED akan meningkat sebesar 0,17%.
3. Bila KP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,057 % .
4. Bila MP ditingkatkan 1 % maka PED akan meningkat sebesar 0,047%.
5. Bila DD ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,035%.
6. Bila .7U ditingkatkan 1% maka PED akan ineningkat sebesar 0,053%.
7. Bila EP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,0525%.
Berdasarkan faktor-faktor dominan tersebut maka strategi meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT dalam penanganan kemiskinan di desa tertinggal, adalah pertama, meneruskan kontribusi kebijakan IBD dan IDT dengan melalui prioritas program pada faktor-faktor yang diduga sangat berpengaruh tersebut. Kedua, memformulasikan kebijakan pemerintah yang bare sebagai pemantapan program pendukung XBD dan XDT secara terpadu dan terintegrasi lintas sektoral."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Deny Sugandi
"Keberhasilan pembangunan yang telah diamanatkan melalui TAP MPR dan GBHN tahun 1993 ditentukan dan ditunjang oleh dana yang sifatnya sektoral dalam APBN dan regional dalam APBD TK. I, APBD TK. II Kabupaten juga partisipasi masyarakat yang berbentuk swadaya masyarakat.
Dalam pengentasan kemiskinan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup di desa tertinggal yaitu Inpres No. 5 Tahun 1993 sedangkan dalam pelaksanaannya telah ditingkat Propinsi dikeluarkan Instruksi Gubernur No. 13 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Gubernur No. 144 Tahun 1994.
Penanggulangan kemiskinan di dalam operasionalnya memerlukan adanya suatu kerja sama yang meliputi anggaran koordinasi, perencanaan, pengaturan monitoring dan evaluasi namun dalam teknisnya masih ada kendala baik yang sifatnya intern maupun ekstern.
Dalam penelitian di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1990 masih terdapat penduduk miskin sekitar 4,8 juta jiwa dari jumlah penduduk 27,2 juta; hal tersebut menjadi suatu beban yang cukup berat dalam pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei-deksriptif dimana sumber data di peroleh dari desa tertinggal yaitu Desa Buah Bata Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi pustaka serta teknik wawancara dan kuesioner.
Program IDT No. 5 Tahun 1994 dalam pemanfaatannya tanpa adanya penunjang dari dana anggaran sektoral pusat dan regional tingkat Propinsi, Kabupaten serta swadaya masyarakat tidak mungkin cepat tercapai dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam program Pengentasan Kemiskinan di Desa Tertinggal."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Aminah, auuthor
"Perumahan mempunyai fungsi dan peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Salah satu usaha pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dilakukan melalui peningkatan pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman.
Pembangunan perumahan pelaksanaannya melalui proses yang panjang dan melibatkan berbagai instansi. Sering terjadi kesemrawutan dalam proses pelaksanaan pembangunannya dan banyak keluhan penghuni atas kurang baiknya penyediaan prasarana di lingkungan perumahannya masing-masing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan perumahan di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi serta faktor-faktor apa yang menghambat dalam pelaksanaan koordinasi tersebut. untuk dapat menggambarkan koordinasi tersebut, disamping mendalami dan mempelajari bahan-bahan tulisan yang bersangkutan dengan pembangunan perumahan, maka diadakan penelitian di lapangan dimana para individu dari instansi yang terkait dalam koordinasi pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut dijadikan nara sumber dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik wawancara yang mendalam.
Koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan perumahan sangat diperlukan karena pembangunan perumahan melibatkan berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. Mekanisme koordinasi yang baik dapat dicapai melalui kepemimpinan yang tepat dan terjalinnya komunikasi yang efektif serta kesesuaian pendapat antara semua pihak dengan terwujudnya kesepakatan diantara pihak-pihak yang terkait.
Dari basil penelitian dapat dikemukakan bahwa koordinasi pelaksanaan pembangunan perumahan di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi masih dihadapkan pada hambatan-hambatan. Hambatan tersebut terjadi karena instansi-instansi terkait yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan perumahan kurang menyadani arti pentingnya koordinasi. Bahwa Koordinasi berdasarkan pengamatan harus diusahakan bukan hanya dibiarkan berjalan dengan sendirinya walaupun sudah ada dasar hukumnya. Dari segi kepemimpinan Bappeda sebagai koordinator kurang memotivasi instansi yang terkait yang terlibat dalam koordinasi pembangunan perumahan. Dari segi komunikasi hambatan disebabkan karena kekurang lengkapan informasi yang diberikan oleh instansi yang satu kepada instansi yang lain. Dari segi kesepakatan, kesepakatan antara instansi yang terkait masih rendah. Hal ini menyebabkan masing-masing instansi cenderung berjalan sendiri sendiri dalam melakukan tugasnya.
Untuk itu disarankan antara lain koordinator harus lebih aktif dan memiliki inisiatif untuk memotivasi dan menumbuhkan kesadaran diantara instansi terkait bahwa keberhasilan pembangunan perumahan tergantung dari kerjasama semua instansi yang terkait. Disamping itu Bank Tabungan Negara atau bank pemberi kredit yang lain sebaiknya dilibatkan secara aktif dalam koordinasi pembangunan perumahan sebagai anggota Tim Koordinasi."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>