Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shendy Meike Sari
"Latar belakang. Bonfils adalah alat fiberoptik kaku yang dapat digunakan untuk intubasi baik pada jalan nafas normal maupun sulit. Penelitian ini membandingkan teknik pendekatan midline dan retromolar dalam melakukan intubasi dengan Bonfils pada suatu pelatihan dengan subjek penelitian adalah PPDS Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM tahap mandiri dan paripurna. Pelatihan pada maneken ini dilakukan di SIMUBEAR (Simulation Based Education and Research Center) IMERI (Indonesian Medical Education and Research Institute). Subjek tidak terbiasa menggunakan Bonfils, sehingga pelatihan ini menjadi kesempatan yang baik. Terdapat 10 langkah DOPS (Direct Observation of Procedural Skills) yang harus dikerjakan oleh setiap subjek untuk masing-masing teknik. Penelitian ini menilai DOPS, lama waktu intubasi dan jumlah upaya yang dilakukan untuk melakukan intubasi dengan Bonfils.
Metode. Penelitian ini merupakan uji eksperimental, acak, tidak tersamar, crossover yang dilakukan pada bulan September 2018. Subjek penelitian sebanyak 45 orang yang diambil dengan metode total sampling, dibagi menjadi dua kelompok yang berbeda dalam sekuens. Kelompok 1 terdiri dari 23 orang yang melakukan intubasi dengan Bonfils pendekatan midline terlebih dahulu kemudian pendekatan retromolar dan kelompok 2 terdiri dari 22 orang yang melakukan sebaliknya. Uji statistik data kategorik berpasangan menggunakan uji McNemar dan data numerik berpasangan dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test.
Hasil. Keberhasilan intubasi dengan Bonfils melalui pendekatan midline pada DOPS 1, DOPS 2 dan pada kasus jalan nafas sulit sebesar 71,1%, 86,7%, 88,9%, sedangkan pada pendekatan retromolar adalah 68,8%, 68,9%, 64,4%. Lama waktu intubasi yang diperlukan untuk pendekatan midline pada jalan nafas normal dan sulit adalah 59 (18-224) detik dan 55 (24-146) detik, sedangkan pada pendekatan retromolar adalah 64 (38-200) detik dan 74,5 (26-254) detik. Kemudahan melakukan intubasi dengan Bonfils dinilai dari jumlah upaya yang dilakukan oleh subjek sebanyak 1x, yaitu pada pendekatan midline 64,4% dan retromolar 35,6% pada jalan nafas normal, dan 66,7% serta 46,7% pada jalan nafas sulit.
Simpulan. Keberhasilan dan kemudahan intubasi dengan Bonfils melalui pendekatan midline lebih baik dibandingkan dengan pendekatan retromolar pada maneken.

Background. The Bonfils Intubation Fibrescope is a rigid optical instrument for performing orotracheal intubation has becomes a useful device in the management of normal and difficult airways. In this study, we compared midline and retromolar approach techniques using Bonfils in simulation-based training that would allow the highest level residents of Anesthesiology Department perform tracheal intubation faster and a higher success probability. Data were collected from 45 participants using an airway simulator in SIMUBEAR (Simulation Based Education and Research Center) IMERI (Indonesian Medical Education and Research Institute). The participants who uncommon using Bonfils were randomly assigned to a sequence of techniques to use. These two techniques become a challenge for the participants. The ten steps of DOPS (Direct Observation of Procedural Skills) were performed with each technique. We did the assessment of DOPS, time of intubation, and the amount of attempt of intubation.
Methods. We did the randomized crossover trials in which participants are assigned randomly to a sequence of techniques using Bonfils with midline and retromolar approach on September 2018. These 45 participants were collected by total sampling method, divided into two groups. Group 1 (n=23) did the intubation using midline approach first then retromolar and group 2 (n=22) did the retromolar first then midline approach. Each participant was being trained using those techniques by ten steps of DOPS, then they were tested to intubate a mannequin on normal and difficult airways. The researchers obtained the DOPS scores, time of intubation, and the amount of intubation attempts. We analyzed this study using McNemar test for categoric data and Wilcoxon Signed Ranks test for numeric data.
Results. This study compared the success rate, intubaton time and the amount of intubation attempts using Bonfils with midline and retromolar approach. It was found that the success rate in midline approach was better than retromolar. For the ease rate, we obtained data from the intubation time and the amount of intubation attempts. The intubation time in midline approach (59 (18-224) s and 55 (24-146) s) was shorter than retromolar (64 (38-200) s and 74,5 (26-254) s) in normal and difficult airways respectively. And also we found that 64,4% participants could did one attempt of intubation using Bonfils with midline approach and only 35,6% participants did the retromolar approach.
Conclusions. Success and ease rate of intubation using Bonfils with midline approach is better than retromolar approach techniques in mannequin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Santoso
"Latar belakang: Angka kejadian mual-muntah pascabedah sekitar 20-30 % dari seluruh pembedahan umum dan lebih kurang 70-80% pada kelompok risiko tinggi. Ketersediaan obat-obatan untuk mencegah mual-muntah pascabedah (PONV) sering sulit didapat, tidak hanya di daerah terpencil, tetapi juga di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Terdapat bukti bahwa terapi nonfarmakologis seperti mengunyah permen karet efektif untuk menurunkan risiko PONV. Dalam penelitian ini, kami mengevaluasi efek mengunyah permen karet sebagai ajuvan metoklopramide dalam mengurangi PONV.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal. Sejumlah 116 subjek yang akan menjalani pembedahan mata dibagi menjadi 2 kelompok (metoklopramid 10 mg iv dan metoklopramid 10 mg iv ditambah aktivitas mengunyah). Metoklopramide IV diberikan pada akhir pembedahan, sebelum pasien diekstubasi. Kelompok kedua diminta mengunyah permen karet selama 15 menit di ruang pemulihan. Efektivitas mual-muntah pascabedah dinilai dari kejaidan mual-muntah dan derajatnya sampai 24 jam pascabedah (jam ke-2, jam ke-6, jam ke-12, jam ke-18, dan jam ke-24).
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara dua kelompok untuk kejadian PONV dengan nilai p= 0,016. Namun, penilaian derajat keparahan PONV tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Penambahan aktivitas mengunyah permen karet sebagai ajuvan metoklopramid efektif untuk pencegahan PONV.

Background: Incidence of PONV is around 20-30% in patients who underwent surgery with general anesthesia, and up to 70-80% in high risk patients. Availability of PONV drugs is often limited, not only in rural area, but also in Cipto Mangunkusumo Hospital. Evidence showed that non-pharmacological therapy such as chewing gum is effective in reducing PONV. In this study, we evaluated the effect of chewing gum as adjuvant to metoclopramide for reducing PONV.
Method: This is a single-blind randomized controlled trial. One hundred and sixteen adult subjects scheduled for elective ophthalmologic surgery with general anesthesia were allocated into two groups (IV metoclopramide 10 mg and IV metoclopramide 10 mg plus chewing gum). IV metoclopramide was given at the end of surgery, before the patient were extubated. The second group was instructed to chew gum for 15 minutes in recovery room. Effectiveness to prevent PONV was measured by incidence of PONV and its degree of severity up to 24 hours post operatively (2-hour, 6-hour, 12-hour, 18-hour, and 24-hour).
Results: The difference in PONV incidence is statistically significant between two groups (p=0.016). However, degree of PONV severity is not significant.
Conclusion: Chewing gum as an adjuvant to metoclopramide is effective for PONV prevention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfikar
"Latar belakang: Intubasi merupakan standar emas untuk menjaga patensi jalan nafas. Rapid Sequence Induction (RSI) adalah metode induksi anestesia yang cepat untuk mencapai kontrol jalan nafas dengan meminimalkan risiko regurgitasi dan aspirasi lambung. Video laringoskop CMAC® mempermudah tampilan visualisasi laring sehingga diharapkan mempermudah angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya.
Tujuan: Membandingkan angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya dengan teknik RSI antara video laringoskop CMAC® dan laringoskop konvensional Macintosh.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal. Total 120 pasien Ras Melayu yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan dan menandatangani informed consent, menjalani operasi elektif dengan anestesia umum fasilitasi intubasi dengan induksi teknik RSI dibagi dalam dua kelompok perlakuan yaitu kelompok dengan menggunakan video laringoskop CMAC® dan laringoskop konvensional Macintosh. Penilaian yang diambil adalah angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya antara dua kelompok. Data yang terkumpul di olah dengan SPSS dan di uji statisik.
Hasil: Angka keberhasilan intubasi pertama kali upaya dengan video laringoskop CMAC adalah 81,7% dan pada laringoskop konvensional adalah 76,3%. Uji statistik chi-square didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05)
Simpulan: Angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya menggunakan video laringoskop CMAC® dibandingkan laringoskop konvensional dengan teknik RSI pada ras Melayu tidak lebih tinggi.

Background: Intubation is the gold standard for maintaining airway patency. Rapid Sequence Induction (RSI) is a rapid method of induction of anesthesia to achieve airway control by minimizing the risk of gastric regurgitation and aspiration. The CMAC® laryngoscope video facilitates laryngeal visualization so that it is expected to facilitate the success rate of intubation at the first attempt.
Objective: To compare the first attempt success rate of intubation with the RSI technique between CMAC® video laryngoscope and conventional Macintosh laryngoscope Method: This study was a single blind randomized clinical trial. Total 120 patients Malay Race who met the inclusion criteria, did not meet the exclusion criteria and signed the consent, undergoing elective surgery with general anesthesia and intubation with RSI induction techniques then divide into two treatment groups, namely the group using CMAC® video laryngoscope and conventional Macintosh laryngoscope. The assessment taken was the first attempt success rate of intubation between the two groups. The collected data is analyze and statistically tested with SPSS.
Results: The first attempt success rate of intubation with CMAC® laryngoscope video was 81.7% and the conventional laryngoscope was 76.3%. Chi-square test found no significant difference between two group (p> 0.05).
Conclusion: The first attempt success rate of intubation using CMAC® video laryngoscope compared conventional laryngoscopy with RSI technique in the Malay race is statistically not significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library