Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indrianti
"ABSTRAK Pendahuluan :Pengobatan TB telah diketahui berhubungan dengan berbagai macam efek samping obat (ESO). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kejadian ESO dan kejadian putus berobat pada pasienTB paru kategori 1di RS. Islam Cempaka Putih Jakarta periode Januari 2016 - Desember 2017.
Metode : Menggunakan metode analitik observasional dengan desain cross sectional berdasarkan rekam medis pasien TB kategori 1 yang berobat di poliklinik paru RS.Islam Cempaka Putih Jakata periode Januari 2016-Desember 2017.
Hasil :Dari 162pasien ditemukan 69 pasien dengan riwayat mengalami ESO. Pasien putus berobat didominasi oleh pasien laki-laki, usia produktif, pendidikan tamat SLTA, tidak mempunyai penyakit penyerta, karyawan swasta dan gizi kurus. Jenis ESO berat memiliki risiko 1,56 kali lebih besar untuk menyebabkan putus berobat dibandingkan ESO ringan (RP=1,564, 95%IK=1,000-2,445). Penyakit penyerta merupakan faktor risiko terjadinya ESO (p=0,000, RP=0,199, 95%IK=0,088-0,451). Status gizi juga dapat mempengaruhi pasien putus berobat (p=0,022).
Kesimpulan : Jenis ESO berat dan status gizi pasien dapat mempengaruhi terjadinya putus berobat pada pasien TB kategori 1, dan penyakit penyerta dapat meningkatkan risiko terjadinya ESO.

ABSTRACT
Background: Treatment of TB has been known to be associated with various types of adverse drug reactions (ADRs). The aim of this study was to evaluate ADR and drop out in TB patients category 1 at Cempaka Putih Islamic Hospital, Jakarta.
Method: An observational analytic method with cross sectional design was conducted, which was based on medical record of TB patients category 1 who were treated at the Lung polyclinic Cempaka Putih Islamic Hospital in Jakarta between January 2016-December 2017.
Results: Of the 162 study subjects there were 69 patients had history of ADR. The rate of drop out was higher among male patient, productive age, senior high school graduated, does not have comorbidities, private employee and underweight. Major ADR had 1,56 risk higher than minorADR to drop out (PR=1,564, 95%CI=1,000-2,445). Comorbid disease was risk factor to ADR event (p=0,000, PR=0,199, 95%CI=0,088-0,451). Nutritional status of patients was also risk factor to drop out (p=0,022).
Conclusion: Major ADR and nutritional status was risk factor to drop out in TB patients category 1, also comorbid diseases could increase the risk of ESO events.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaim
"Pendahuluan: Insulin merupakan obat diabetes melitus tipe-2 yang banyak digunakan terutama untuk diabetes melitus tipe-2 lanjut yang sudah tidak responsif dengan obat oral. Dikenal 2 kelompok insulin yaitu insulin analog dan insulin human. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan biaya pengobatan menggunakan obat insulin analog dan insulin human di RS. Islam Sukapura dalam periode Januari 2018-Desember 2018.
Metode: Menggunakan metode analitik observasional dengan desain kohort retrospektif dari rekam medis pasien Diabetes melitus tipe-2 yang berobat di poliklinik penyakit dalam RS.Islam Sukapura Jakarta periode Januari 2018-Desember 2018.
Hasil: Pada penelitian ini dari 200 pasien terdapat 82 orang yang mendapatkan insulin human dan rata-rata selisih HbA1c awal dan akhir sebesar 1,40 %. Pada 118 pasien yang mendapatkan insulin analog, rata-rata selisih HbA1c awal dan akhir sebesar 1,34 %. Secara statistik tidak terdapat perbedaan manfaat yang bermakna antara insulin human dan insulin analog (P=0,785). Efek samping obat hipoglikemia tdak berbeda bermakna antara insulin human dan insulin analog yaitu 4 orang yang diberikan Insulin analog dan 3 orang yang diberikan insulin human. Biaya untuk insulin analog sebesar Rp. 2.042.100/3 bulan/orang dibandingkan biaya insulin human sebesar Rp. 1.803.375/3 bulan/orang. Dari perbandingan harga tersebut terdapat selisih biaya pengobatan sebesar Rp.238.725/3 bulan/orang, atau sebesar Rp.180.000.000/tahun untuk 200 pasien diabetes melitus tipe-2 di rumah sakit tersebut.
Kesimpulan: Untuk membuat pasien diabetes melitus tipe-2 terkontrol dengan biaya lebih murah dapat digunakan insulin human, karena memakai insulin analog akan menggunakan biaya BPJS lebih banyak.

Introduction: Insulin is a type-2 diabetes mellitus drug that is widely used especially for advanced type-2 diabetes mellitus that is already unresponsive to oral medications. There are 2 kind of insulin, namely analog insulin and human insulin. The purpose of this study was to compare the cost of treatment using insulin analog and insulin human at RS. Islam Sukapura in the period January 2018-December 2018.
Method: Using an observational analytic method with a cohort retrospective design based on the medical record of type 2 diabetes mellitus patients who treated at the internal medicine clinic of RS. Islam Sukapura Jakarta period January 2018-December 2018.
Results: A total of 200 patients were treated in the clinic. 82 patients who received insulin human and the average difference of initial and final HbA1c was 1.40%. For the 118 patients who received analog insulin, the average difference initial and final HbA1c difference was 1.34%. Statistically there was no significant difference of efficacy of insulin human and insulin analogues (P = 0.785). The side effects of insulin, hipoglikemia, was similar between the two type of insulin, which was 3 patients in the human in group & 4 patients in the analog insulin group. The cost of getting analog insulin was Rp. 2,042,100/3 months/patient compared to the cost of insulin human Rp. 1,803,375/3 months/patient. From the price comparison there is a difference in the cost of treatment of type 2 Diabetes mellitus amounting to Rp.238,725/3 months/person, or for the whole 200 patients would be Rp.180,000,000/year.
Conclusion: In order to make lower-cost of insulin use for type 2 diabetes mellitus patients, insulin human should be used. Drug costs for type 2 diabetes mellitus using analog insulin is more expensive than using insulin human."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syelvia Moulita
"HIV merupakan penyakit yang sering terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Keberadaan penyakit penyerta memerlukan terapi bersama dengan obat ARV. Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi antar obat yang berpotensi menyebabkan penurunan atau peningkatan kadar obat dalam darah, yang bisa menimbulkan kegagalan terapi atau efek samping berupa toksisitas. Penelitian ini bertujuan melihat potensi interaksi yang penting secara klinis dari terapi ARV dengan obat komorbidnya. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental, pengambilan data dilakukan secara potong lintang pada pasien HIV dengan komorbid yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo dalam periode Januari 2016 sampai dengan Juli 2017. Data diambil dari electronic health record dan pusat rekam medis RSCM. Dari 224 pasien HIV yang masuk kedalam kriteria inklusi, terdapat 121 pasien yang memenuhi persyaratan dan diambil menjadi subjek penelitian. Potensi interaksi yang penting secara klinis didefinisikan sama dengan potensi interaksi mayor memerlukan modifikasi dosis, jangan diberikan bersamaan, kontraindikasi atau hindari . Hasil penelitian menunjukkan dari 121 pasien, potensi interaksi mayor terjadi pada 18 pasien 14,99 dengan potensi interaksi yang menurunkan kadar ARV pada 14 pasien 11,57 . Kejadian potensi interaksi mayor yang paling banyak terjadi yaitu antara nevirapin dan rifampisin 3,53 . Komorbid terbanyak adalah Tuberkulosis Paru 12,92 . Diperlukan penelitian prospektif pengukuran kadar obat dan efek terapi akibat interaksi obat ARV dengan obat komorbidnya.

HIV is a disease commonly presents with other comorbidities which need concomitant treatments with ARV. Drug-drug interaction is an unavoidable consequence which may potentially lead to an increase or a decrease of affected drug and ultimately resulted in therapeutic failure or otherwise, toxicity.This study was aimed to look at the potential of clinically significant drug-drug interactions between ARV and other treatments. This was a non experimental cross sectional study conducted on HIV patients with comorbids treated at the Cipto Mangunkusumo hospital from January 2016 to Juli 2017. Data were taken from the electronic health record and Cipto Mangunkusumo hospital medical record. From 224 HIV patients who meet the criteria of inclusion, there are 121 patients that rsquo;s fulfilled the conditions and was taken to be the subjects of research. The potential of clinically significant drug-drug interactions are definitioned as potential for major interaction requiring dose modification, do not coadminister, contraindicated or avoid . The results showed that potential for mayor interactions occurred in 18 out of 121 patients 14.99 . Potential decrease of blood ARV level was found in 14 patients 11.57 . The occurance of potential for major interaction mostly happened between nevirapin and rifampisin 3,35 . The most comorbid is pneumonia tuberculosis 12.92 . Prospective study is required to measure drugs level and the effect of therapy consequence ARV drugs interaction with comorbid drugs"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Ferdian Nugraha
"ABSTRAK
Nama : Ferry Ferdian NugrahaProgram studi : Farmakologi klinikJudul : Survei Penggunaan Antipsikotika Oral dan Haloperidol Dekanoat pada Pasien Skizofreniadi Instalasi Rawat Jalan Departemen Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode 1 Januari 2017 - 31 Mei 2018Terapi farmakologi dengan antipsikotika sampai saat ini merupakan salah satu pilihan utama dalam penatalaksanaan skizofrenia. Penelitian pada tingkat kepatuhan pasien untuk datang berobat, ketepatan dari pemilihan terapi, penentuan dosis terapi, lama terapi, efektivitas terapi, berapa banyak pasien yang mendapatkan terapi obat anti ekstrapiramidal, ketepatan dosis serta kombinasi dari penggunaan suntikan antipsikotik jangka panjang dan menilai berapa biaya yang dikeluarkan untuk terapi skizofrenia selama satu bulan serta analisa hubungan di poli jiwa rumah sakit Cipto Mangunkusumo belum pernah dilakukan. Penelitian retrospektif dengan menggunakan data rekam medis didapatkan 58 pasien yang dianalisis, di dapatkan data demografik terbanyak berjenis kelamin laki-laki 69 , usia 26 ndash;45 tahun 58,6 , belum menikah74,1 , jenjang pendidikan perguruan tinggi 1,7 , status tidak bekerja 36,2 , dan pasien dengan jaminan kesehatan nasional sebesar 75,9 , Data karakteristik klinik terbanyak pasien dengan diagnosis skizofrenia tipe paranoid sebesar 84,5 dengan lama menderita kelainan ini kurang lebih 5 tahun, tingkat kepatuhan dan remisi paling baik tampak pada pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotika oral. Data penggunaan obat di dapatkan cara pemberian monoterapi risperidon dan kombinasi haloperidol dengan klozapin, terapi obat anti ekstrapiramidal lebih dari 50 . Tidak ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan dan remisi, sedangkan tampak ada hubungan bermakna antara dosis dan remisi P=0,019 . Kejadian efek samping merupakan faktor yang bermakna mempengaruhi kepatuhan pasien untuk datang berobat P=0,005 .
ABSTRACT
AbstractName : Ferry Ferdian Nugraha Study Program : Farmakologi klinikTitle : A Survey of Oral Antipsychotic and Haloperidol Decanoate Long Acting Injection Usage in Out-Patient with Schizophrenia at Psychiatry Policlinic, Cipto Mangunkusumo Hospital in The Period of January 1, 2017 - May 31, 2018Pharmacological therapy with antipsychotics is currently one of the main options in the management of schizophrenia. There was no study about patient compliance rates to come for treatment, accuracy of therapy selection, therapy dosage determination, length of therapy, effectiveness of therapy, how many patients received anti-extrapyramidal drug therapy, dosage accuracy and combination of long-term use of antipsychotic injections, cost therapy assessment of schizophrenia for one month and analysis of the relationship in the Psychiatric Policlinic of Cipto Mangunkusumo Hospital.Retrospective study using medical record data obtained from 58 patients were analyzed. From demographic data, the majority of patients was men 69 , age 26-45 years 58,6 , single 74,1 , college education level 1,7 , unemployed status 36,2 , and national health insurance 75,9 . From clinical characteristic data, most patients were diagnosed with schizophrenia paranoid type 84,5 with duration of disorder was about 5 years. The level of compliance and remission is best seen in schizophrenia patients receiving oral antipsychotic therapy. From drug usage data, patients obtained monotherapy risperidon and combination therapy haloperidol and clozapine, anti-extrapyramidal drug therapy were more than 50 . There was no significant association between compliance and remission, while there was a significant association between dosage and remission P = 0.019 . The incidence of side effects was a significant factor which influenced patient compliance to come for treatment P = 0.005 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Sukarno
" ABSTRAK
Tuberkulosis TB ekstra paru merupakan penyakit infeksi yang banyak terjadi di Indonesia. Penelitian TB ekstra paru di Indonesia masih sedikit, tatalaksana TB ekstra paru, termasuk obat yang digunakan serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian, karakteristik dan mengevaluasi pengobatan TB ekstra paru di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017. Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder dari data register DOTS TB dan data rekam medis di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014-31 Desember 2017. Dari 456 pasien TB, didapat 153 pasien TB ekstra paru 33,5 , dari jumlah tersebut ada 136 pasien TB ekstra paru dengan data yang lengkap dan di evaluasi. Sebagian besar pasien berusia muda 91,9 , usia rata-rata 36.6 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan 62.5 . Jenis TB ekstra paru terbanyak adalah limfadenitis TB 55,9 . Sebanyak 85,3 pasien pengobatannya lengkap, 11 putus obat, 1,5 gagal, dan 2,2 pindah pelayanan pengobatan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara keberhasilan terapi dengan usia p = 0,58; PR 0,9, 95 CI : 0,763-1,14 , komorbiditas p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802 ndash; 1.049 , IMT < 18,5 p = 0,613; PR =0,6, 95 CI : 0,15-3,05 . Penambahan etambutol fase lanjutan kategori I, dan pemberian ofloksasin pada terapi kategori II, meskipun tidak sesuai dengan panduan terapi meningkatkan keberhasilan terapi p = 0.039; PR = 1.1, 95 CI : 1.037 ndash; 1.318 . Keberhasilan terapi dengan lama pengobatan ge; 9 bulan lebih baik dibandingkan dengan < 9 bulan, p = 0,001; PR=1,8 95 CI : 1,403-2,533 .Kesimpulan : Penambahan etambutol pada fase lanjutan kategori I meningkatkan keberhasilan terapi TB ekstra paru. Sebagian besar TB ekstra paru membutuhkan lama pengobatan lebih dari 9 bulan.

ABSTRACT
Tuberculosis TB extra pulmonary is a common infectious disease in Indonesia. Extra pulmonary TB research in Indonesia is still small, the management of extra pulmonary TB, including the medicine used and the result of treatment are also rarely studied. This study aims to determine the prevalence, characteristics and evaluate the treatment of extra pulmonary TB in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period January 1, 2014 - December 31, 2017. This cross-sectional study used secondary data from DOTS TB register data and medical record data in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period from 1 January 2014-31 through December 2017. Of the 456 TB patients, which of 153 extra pulmonary TB patients 33,5 were found, out of which there were 136 extra pulmonary TB patients with complete data and evaluation. Most of the patients were young 91,9 , the average age was 36,6 years, the majority of patient were female 62,5 . The most common types of TB were TB lymphadenitis 55,9 . Some 85,3 of patients was complete treatment, 11 loss to follow-up, 1,5 failed, and 2,2 transfer out. Significantly, there was no correlation between the success of therapy with age p= 0.58, PR = 0.9;95 CI: 0.763-1.14 , comorbidity p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802-1.049 , IMT "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library