Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilman Saputra
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21495
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sajiran Muniri
Abstrak :
Hubungan antara dokter dengan pasien menunjukkan bahwa dokter memiliki posisi yang dominan, sedangkan pasien hanya memiliki sikap yang pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan. Posisi demikian secara historis berlangsung selama bertahun-tahun dimana dokter memegang peranan utama, baik secara pengetahuan dan keterampilan khusus yang ia miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya karena ia merupakan bagian kecil dari masyarakat yang semenjak bertahun-tahun berkedudukan sebagai pihak yang memiliki otoritas didang dalam memberikan bantuan pengobatan berdasarkan kepercayaan penuh pasien. Skripsi ini membahas permasalahan yang dihadapi pasien dalam mendapatkan perlindungan hukum dari kesalahan prosedur yang dilakukan oleh dokter. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dokter yang diberikan kepercayaan penuh oleh pasien haruslah memperhatikan baik buruknya tindakan dan selalu berhati-hati dalam melaksanakan tindakan medis. Dari tindakan medis tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi suatu kesalahan atau kelalaian. Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter dapat membahayakan pasien dan merugikan pasien, dan pasien dapat meminta ganti rugi kepada dokter yang bersangkutan. Serta peran rumah sakit yang ikut bertanggung jawab atas kesalahan dokter yang dilakukan di rumah sakit yang bersangkutan.
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2009
S21499
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irwanto
Abstrak :
ABSTRAK
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya pasti akan berhubungan dan menggunakan hukum perjanjian. Namun, baik dalam pembuatannya maupun pelaksanaan perjanjian, tidak menutup kemungkinan timbulnya perselisihan atau pertentangan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu norma hukum agar di dalam proses pergaulan hidup antar manusia terdapat kedamaian dan ketertiban. Permasalahan yang menarik untuk diangkat di dalam skripsi ini adalah mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. B dan Bapak C terhadap PT. A. Pada kasus tersebut terdapat hubungan kontraktual yang terjadi antara pihak PT. A dengan pihak PT. B. Namun, menjelang berakhirnya perjanjian itu, muncullah intervensi dari Bapak C yang mengaku sebagai pemilik asli dari kapal (tongkang) yang bersangkutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perbuatan pihak PT. B dengan Bapak C dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, sedangkan data yang diperlukan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara studi dokumen. Tipe penelitian yang digunakan adalah identifikasi masalah dan tipe penelitian berfokus masalah. Sebagai kesimpulan, bahwa tindakan pencegahan penyandaraan kapal (tongkang) yang dilakukan oleh Bapak C dan tidak adanya upaya pencegahan dari pihak PT. B akan tindakan yang dilakukan oleh Bapak C tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang juga bertentangan dengan tata krama dan kesusilaan. Perbuatan melawan hukum pihak PT. B dan Bapak C juga bertentangan dengan undang-undang, yaitu pasal 1338 jo 1555 KUH Perdata karena tindakan pencegahan penyandaraan kapal (tongkang) yang sedang dicarter dilarang melanggar asas pacta sunt servanda. Perbuatan yang dilakukan oleh pihak PT. B dan Bapak C tersebut menimbulkan kerugian terhadap pihak PT. A, sehingga mewajibkan para pihak yang menimbulkan kerugian tersebut untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pihak PT. A. Oleh karena itu, upaya hukum yang ditempuh oleh pihak PT. A adalah gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini berdasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata.
ABSTRACT
In every human activity is certainly using the laws of the agreement to fulfill their needs. But, in a workmanship or execution of the agreement, it can appear the dispute or conflict between other human as a parties. As the result, we needs law norm, so that in social human intercourse is created the peacefulness and correct conduct. In this research, the focus in the study is about the onrechtmatigedaad by PT. B and Mr. C to PT. A. In that case, there is a contractual relationship between PT. A and PT. B. However, when the implementation would be over, Mr. C came out and claimed him self as the owner of the cargo ship. The objective of this research is knowing whether the deed done by PT. B and Mr. C can be categorized as onrechtmatigedaad and how the consequence of the action is. This research uses method of document's research, therefore we need secondary data collected by document's study. The type of this research is problem identification and problem focus. In conclusion, the prohibition to tie up the cargo ship by Mr. C and no action carried out by PT. B to prevent Mr. C, not only can be categorized as onrechtmatigedaad, but also incompatible with etiquette and morality. Besides, the deed is also incompatible with ordinance, especially article 1338 jo 1555 article of civil code because the prohibition to tie up the cargo ship chartered is breaking the basis of pacta sunt servanda. The action excecuted by PT. B and Mr. C caused a financial loss for PT. A as well, so the parties causing the loss have to replace it. Thus, the legal remedy claimed by PT. A is regarded as onrechtmatigedaad. This matter is based on article 1365 of Civil Code.
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;;, ], 2009
S21528
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muharyanto
Abstrak :
Penanaman modal asing langsung di Indonesia diwujudkan dalam bentuk pendirian Joint Venture Company (JVC) yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Proses yang ditempuh oleh investor asing dan investor nasional untuk membentuk badan usaha Perseroan Terbatas, adalah dengan membuat Joint Venture Agreement (JVA). JVA merupakan langkah awal bagi para pihak untuk menentukan tujuan bisnis dan cara-cara pencapaiannya. JVA dibentuk berdasarkan asas-asas perjanjian yang berlaku universal, seperti Freedom of Contract, Consensus, Pacta Sun Servanda dan Good Faith. Joint Venture Agreement di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), JVA harus memenuhi ketentuan sahnya sebuah perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian yang dibuat secara sah menurut pasal 1338 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain terpenuhnya asas-asas hukum perjanjian untuk sahnya sebuah perjanjian, juga diharuskan bahwa perjanjian tidak boleh atau dilarang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik atau ketertiban umum. JVA sebagai kesepakatan antara investor asing dan investor nasional, memuat berbagai ketentuan-ketentuan yang disepakati secara rinci dan komprehensif, serta harus terintegrasi dengan ketentuan yang termuat dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), terutama menyangkut Anggaran Dasar yang merupakan pedoman operasional sebuah JVC. JVA dianggap memenuhi ketentuan sah sebagai sebuah perjanjian dan mengikat jika tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UUPT. JVA memiliki kedudukan yang penting, dan menjadi pedoman bagi JVC dalam melakukan tindakan-tindakan hukum, seperti membuat perjanjian pendukung untuk kepentingan perusahaan (lisensi, bantuan teknis, manajemen, dan lain-lain). JVA setelah terbentuknya Perseroan Terbatas tetap memiliki kekuatan mengikat sepanjang tidak dipertentangkan dengan Anggaran Dasar. Untuk menghidari pertentangan antara JVA dengan Anggaran Dasar, maka pada saat penyusunan JVA harus mengintegrasikan dengan ketentuan yang ada dalam UUPT, sehingga JVC di dalam melakukan aktivitasnya dapat mengharmonisasikan ketentuan yang diatur dalam JVA dengan ketentuan Anggaran Dasar. Dalam hal terjadi perbedaan interpretasi yang berhubungan dengan JVA, maka ketentuan hukum perjanjian menjadi pedoman penyelesaiannya, sedangkan jika terjadi perbedaan interpretasi mengenai operasional JVC, maka Anggaran Dasar menjadi landasan penyelesaiannya. ......Direct investment in Indonesia realized in founding of Joint Venture Company may be made in the form of a business entity in the form of a legal entity (Limited Liability Company). The process shall through by national and foreign investor for forming effort Limited Liability is with making an agreement in the form of Joint Venture Agreement. Joint Venture Agreement is early step for the parties determining purpose of their business. Joint Venture Agreement is formed based on universal grounds applied agreement as Freedom of Contract, Consensus, Pacta Sun Servanda, and Good Faith. Joint Venture Agreement in Indonesia base on role of contractual norm, which arranged in Civil Codes, Joint Venture Agreement has to pursuant to the agreement validity as which arranged in section of 1320 Civil Codes. The agreement, which made in validating according to section of 1338 civil code, is acting as a law for the parties. Besides of an agreement validity for the contractual law, also obliged that agreement may not or unconstitutional prohibited, ethics which either or orderliness of public. Joint Venture Agreement between national investors and foreign investors, load various rules, which agreed on in detail and comprehensive, and have to integrate with law numbers 40 of 2007 Concerning Limited Liability (UUPT), especially regarding to company association as operational guidance of Joint Venture Company. Joint Venture Agreement is assumed pursuant to validity as an agreement otherwise be against which arranged in UUPT. Joint Venture Agreement has to important and become guidance for Joint Venture Company in doing all laws actions, for example making an support agreement for company ( license, technical aid, management, and others). Joint Venture Agreement after the limited liability established is remain important if do not oppose against with company association. For avoiding contradiction between Joint Venture Agreement with company association, hence at the compilation of Joint Venture Agreement have to integrate with the rules in UUPT, so that Joint Venture Company in operating business earned rules harmony between Joint Venture Agreement and Company Association. In the case of difference of interpretation related to Joint Venture Agreement, hence the rules of the contractual law become guidance of the solution, when it happened difference of interpretation concerning operational Joint Venture Company, hence the company association of becoming basis the solution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Manuella
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2009
S21539
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie
Abstrak :
Usaha kecil dan menengah telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong pengembangan dan ekspansi usaha demi meningkatkan kemandirian ekonomi dan kreativitas bangsa. Pengembangan usaha dapat direalisasikan dengan berbagai metode dengan menjalankan sistem usaha yang berbeda. Waralaba, pemberian lisensi dan distributorship adalah tiga sistem usaha yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Waralaba, pemberian lisensi dan distributorship mempunyai persamaan dan perbedaan. Guna menentukan lembaga yang paling sesuai untuk pengembangan usaha, para pengusaha perlu memahami akibat hukum dari masing-masing sistem usaha agar mereka mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai. Skripsi ini akan membahas persamaan dan perbedaan masing-masing lembaga dan menerapkan pemahaman tersebut pada pengembangan usaha Rica Rico Bika Ambon. Akhir kata, diharapkan masyarakat luas dapat terus mengembangakan usahanya demi perekonomian yang lebih mandiri dan kreatif.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21542
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Corietania Basri
Abstrak :
Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa seorang pria dan wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Bahwa macam atau corak aturan hukum kekayaan antara suami istri penting sekali artinya bagi pihak ketiga. Mengenai hal ini terkait dengan keberlakuan perjanjian perkawinan itu sendiri kepada pihak ketiga. Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian perkawinan mulai berlaku terhadap pihak ketiga sejak perjanjian perkawinan tersebut disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Artinya perjanjian perkawinan yang telah dibuat harus disahkan dan dicatatkan oleh pegawai pencatat perkawinan bersamaan dengan pencatatan perkawinan (dalam akta perkawinan) agar perjanjian perkawinan tersebut berlaku terhadap pihak ketiga. Timbul permasalahan dalam hal terjadi kelalaian dari para pihak suami istri untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka pada waktu pencatatan perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil dilakukan. Terutama dengan adanya kasus atau dimungkinkannya pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan setelah pencatatan perkawinan berlangsung sedangkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan seharusnya dilakukan bersamaan pada saat pencatatan perkawinan dilangsungkan. Skripsi ini membahas hal-hal apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan, bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak disahkan dan dicatatkan pada saat perkawinan berlangsung terhadap pihak ketiga dan bagaimana upaya hukum pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan yang dilakukan setelah pencatatan perkawinan berlangsung. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan seyogyanya hanya memuat hal-hal seputar hukum harta kekayaan perkawinan, perjanjian perkawinan yang tidak disahkan dan dicatatkan pada saat perkawinan berlangsung tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga dan agar suatu perjanjian perkawinan dapat disahkan dan dicatatkan setelah pencatatan perkawinan dilangsungkan maka dapat dilakukan upaya hukum pengajuan permohonan penetapan Pengadilan Negeri. Hal-hal yang dapat diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan sebaiknya perlu diatur secara lebih jelas, pemerintah perlu mensosialisasikan pengaturan mengenai pengesahan perjanjian perkawinan untuk menghindari kesimpangsiuran yang terjadi di masyarakat, dan batasan waktu sampai berapa lama permohonan penetapan Pengadilan Negeri masih dapat dilakukan sangat diperlukan untuk mengantisipasi penyelundupan hukum.
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21537
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lubis, Martondi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>