Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudi Purnawan
Abstrak :
Kepailitan adalah merupakan ekesekusi masai yang ditetapkan hakim dan bersifat serta merta. Tujuan kepailitan pada dasarnya untuk memperoleh penyelesaian hutang piutang dengan cepat dan untuk menghindari adanya sita yang dilakukan satu atau lebih kreditur terhadap asset-asset debitur sehingga akan merugikan kreditur lainnya. Selain terhadap perseroan, permohonan pernyatan pailit dapat diajukan terhadap debitur pailit secara perorangan. Pernyataan pailit terhadap seorang debitur pailit dalam kedudukannya selaku organ perseroan mempunyai pengaruh terhadap kewenangannya dalam menjalankan perseroan diantaranya adalah adanya beberapa pembatasan dalam menjalankan tugas-tugasnya yang dalam praktek dilakukan secara langsung oleh kuratornya. Pembatasan kewenangan yang dilakukan kurator terkadang menyentuh sense of business dari debitur pailit sehingga menyulitkan debitur pailit dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai organ perseroan. Di sisi lain, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas mengatur secara sumir kelayakan seorang debitur pailit dalam kedudukannya selaku organ perseroan sehingga menimbulkan keraguan apakah debitur pailit dapat tetap menjadi organ perseroan ataukah harus melepaskan kedudukannya tersebut begitu ia dinyatakan pailit serta sampai sejauh mana kurator dalam turut serta menjadi organ perseroan yang bersangkutan. Hal ini tentunya memerlukan penjelasan lebih lanjut agar tidak terjadi permasalahan yang dapat timbul dalam praktek. Pada dasarnya tugas dan peranan kurator adalah melakukan pemberesan terhadap harta pailit namun peranan kurator akan semakin luas dan berat menakala dalam melakukan pemberesan harta pailit adalah debitur pailit yang mempunyai kedudukan selaku organ perseroan sehingga terkadang kuratorpun harus bertindak menjadi direktur, komisaris dan atau pemegang saham bayangan. Tindakan kurator yang menjadi direktur, komisaris dan atau pemegang saham bayangan seyogianya lebih ditujukan kepada usaha untuk mencegah debitur pailit melarikan asetnya sebagai usaha untuk menghindari sita.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dheasy Suzanti
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia mengalami krisis moneter sejak tahun 1997 yang dipacu oleh penutupan bank-bank oleh Menteri Keuangan. Pemerintah memandang perlu untuk dibentuk suatu badan khusus yang menjalankan fungsi penyehatan perbankan dan melaksanakan pengelolaan aset bank yang bermasalah dan membentuk Badan khusus yang dinamakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 (selanjutnya disebut "PP 17") disebut BPPN. Bank-bank itu dikelola dalam unit BRU (Banking Restructuring Unit). Begitu pula dengan sektor riil, berbagai perusahaan bermasalah yang sebelumnya merupakan debitur bank dipindahkan ke BPPN, untuk kemudian dikelola dalam unit yang disebut AMC (Asset Management Credit) dan AMI (.Asset Management Investment) . Dalam Pasal 26 (1) PP 17 BPPN berwenang untuk mengalihkan dan atau menjual Aset dalam Restrukturisasi dan Kewajiban Dalam Restrukturisasi baik secara langsung maupun melalui penawaran umum. Dari proses penambilalihan asset tersebut terdapat dua pokok permasalahan yang dapat diambil yaitu sampai sejauhmanakah efektifitas pengambilalihan aset jaminan debitur berupa tanah dalam rangka penyelesaian hutang dalam kebijakan BPPN dan apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh BPPN didalam pengambilalihan aset jaminan debitur berupa hak atas tanah tersebut dan bagaimana penyelesaiannya. Sedangkan untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif/ yang mencakup asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa jika dilihat berdasarkan PMNA/ Ka BPN No. 6/1999 dalam kaitan dengan masalah pendaftaran atau pencatatan tanah, pengambilalihan aset tanah dalam kepentingan BPPN ada 2 (dua) area yang berkaitan yaitu dalam hal dilakukan penguasaan atas tanah dan atau bangunan maupun penjualan atau pembelian tanah dan atau bangunan oleh BPPN. Pelaksanaan pengambilalihan aset jaminan debitur berupa tanah dalam rangka penyelesaian hutang efektif apabila tanah yang akan diambilalih tersebut status haknya jelas dan mempunyai tanda bukti hak yang sempurna (Sertipikat) dan haknya dapat dikuasai oleh kreditur atau investor yang akan mengambilalih dan Tanah yang akan diambilalih tidak dalam sengketa. Sedangkan permasalahan yang menjadi kendala dalam proses pengambilalihan tersebut antara lain status tanah tidak jelas, tidak mempunyai tanda bukti yang sempurna berupa sertipikat, tanah yang akan diambilalih dalam sengketa, dan tanah yang akan diambilalih bukan merupakan subjek hak dari Kreditur atau Investor yang akan mengambilalih.
2003
T36645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martius
Abstrak :
Metode kepustakaan dan lapangan adalah metode penulis dalam menganalisa Tinjauan Hukum Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai Bank. Bank Indonesia yang merupakan sarana pengikatan antara bank penerima FPJP dengan Bank Indonesia sebagai pemberi FPJP; Perjanjian tersebut merupakan perjanjian dibawah tangan yang penulis bandingkan dengan perjanjian berdasarkan ketentuan kenotariatan yang menurut hemat penulis perlu adanya beberapa revisi atas kerangka akta (geraamte) yang terdiri atas kepala akta, komparisi, premise, isi akta dan penutup akta sehingga Bank Indonesia sebagai pemberi FPJP akan selalu terlindungi dari aspek yuridisnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harlon
Abstrak :
Dalam rangka pemberian fasilitas kredit yang akan diberikan pihak Bank atau lembaga pembiayaan lainnya sebagai pihak kreditur kepada pihak debitur, terutama pihak debitur yang mempunyai modal sangat kecil atau hanya mempunyai barang jaminan sekaligus yang akan dipakai untuk menjalankan usahanya, maka lembaga Jaminan Fidusia yang dikenal dalam bentuk Fiduciaire Eigendom Overdracht (FEO) yang lahir berdasarkan yurisprudensi berdasarkan Arresst Hooggerechtshoof 18 Agustus 1932, pada saat ini jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999. Sedangkan yang menjadi pokok permasalahan yaitu bagaimanakah pelaksanaan pemberian jaminan fidusia benda bergerak, apakah masalah yang dihadapi notaris dalam pelaksanaan pemberian jaminan fidusia, dan bagaimanakah notaris menyelesaikan permasalahan dalam pemberian jaminan fidusia. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan penulisan ini dan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap notaris dan Kepala Kantor Pendaftaran Fidusia. Pemberian jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris yang disebut Akta Jaminan Fidusia. Dalam rangka pemberian jaminan fidusia, bila ada perubahan nilai penjaminan yang akan mempengaruhi bertambahnya benda yang dijaminkan, terlebih dahulu notaris berkonsultasi dengan pihak yang berwenang yaitu kantor pendaftaran fidusia, apabila yang menjadi objek jaminan fidusia berupa stok barang dagangan notaris menyarankan pada pihak kreditur untuk memasukan klausula pinjaman bisa ditagih sekaligus apabila dalam waktu tertentu pihak kreditur tidak melaporkan keadaan barang yang dijadikan jaminan fidusia kepada pihak kreditur pada akta perjanjian kreditnya, dalam hal yang dijadikan jaminan fidusia kendaraan bermotor notaris menyarankan pada pihak kreditur untuk melakukan pemblokiran terhadap Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) pada Kantor SAMSAT dimana kendaraan tersebut berada dan apabila kredit yang diberikan sangat kecil notaris tetap membuatkan akta jaminan fidusianya dan juga melakukan pendaftaran jaminan fidusia yang dimaksudkan agar tidak terjadi masalah apabila kreditnya macet.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Tresnaningrum
2004
T36626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aad Rusyad Nurdin
Abstrak :
ABSTRAK
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 merupakan penyebab utama memburuknya kondisi sektor perbankan nasional. Krisis yang terparah dalam sejarah perbankan Indonesia menyebabkan banyak bank dicabut izin usahanya, dibekukan kegiatan usahanya dan dimerjer antar bank. Dampak ikutan dari penutupan bank-bank tersebut terjadi rush secara besar-besaran sehingga mengakibatkan kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional mencapai titik terendah. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tersebut berbagai upaya penyehatan perbankan digulirkan Pemerintah antara lain dengan pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional, program restrukturisasi perbankan dan pemberlakuan Program Penjaminan Kewajiban Pembayaran Bank Umum (Blanket Guarantee). Dengan latar belakang permasalahan tersebut dirasa perlu meneliti bagaimana pelaksanaan Program Penjaminan Bank Umum ini. Dengan pendekatan penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis didapat hasil penelitian sebagai berikut. Tujuan dari diberlakukannya Program Penjaminan Bank Umum ini telah mencapai apa yang diharapkan yaitu dapat memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Indikasi keberhasilan tersebut dapat dilihat dari terus meningkatnya dana pihak ketiga pada perbankan nasi.onal. Saat ini Program Penjaminan Bank Umum telah berlangsung lebih dari 5 tahun, seiring dengan telah pulihnya kepercayaan masyarakat dan amanat Undang-Undang Perbankan tentang pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta persaingan usaha yang sehat maka dipandang perlu untuk meninjau kembali cakupan dari Program Penjaminan ini dari jaminan yang sangat luas (blanket guarantee) menjadi jaminan yang terbatas (limited guarantee) dan secara bertahap akan digantikan dengan LPS.
2003
T36631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
German H. Kartasasmita
Abstrak :
Lembaga paksa badan diatur didalam pasal 84 dan seterusnya dari Undang-Undang Kepailitan, serta PERMA Nomor 1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa Badan sebagai Peraturan Pelaksananya, diperuntukan bagi setiap subyek hukum yang dinyatakan sebagai debitor pailit oleh Pengadilan Niaga sebagai satu-satunya badan peradilan yang berhak menangani perkara kepailitan, dimana debitor pailit yang dapat dikenakan upaya paksa badan adalah debitor pailit yang dianggap mampu, namun mempunyai niat tidak baik. Pernyataan pailit dan perintah paksa badan merupakan kewenangan hakim Pengadilan Niaga yang dilakukan atas usul Hakim Pengawas atau permintaan seorang atau beberapa kreditor yang harus didasarkan pada ketentuan perundangundangan serta harus dengan keputusan Pengadilan Niaga. Paksa badan yang diperintahkan oleh hakim Pengadilan Niaga didalam prakteknya banyak menghadapi beberapa kendala, walaupun telah dikeluarkan Peraturan Pelaksanya berupa PERMA Nomor 1 tahun 2000 tentang Paksa Badan, namun hal tersebut dirasa masih kurang karena belum tersedianya perangkat hukum lain yang dapat dijadikan sebagai peraturan pelaksana yang khusus diperuntukkan bagi paksa badan dalam kepailitan, ditambah sulitnya mengharapkan debitor pailit memenuhi seluruh kewajibannya, serta kecendrungan kebimbangan beberapa hakim yang mungkin akan dihadapkan pada masalah Hak Asasi Manusia. Dengan mempergunakan metode penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif, serta dengan menggunakan sumber data sekunder, diupayakan mencari dasar-dasar informasi mengenai paksa badan yang dapat dipergunakan dalam penyusunan tesis ini.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Kamili
Abstrak :
ABSTRAK
Dualisme dalam hukum pertanahan yang disebabkan adanya tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah hak barat bertentangan dengan alam pikiran masyarakat Indonesia yang umumnya amat bersahaja, yang dilandasi oleh kesederhanaan dan kejujuran, oleh karena itu dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria yang menghapuskan dualisme tersebut yang merupakan karya dari penguasa zaman penjajahan, dapat dianggap sebagai anugerah bagi bangsa ini sebab Undang-undang tersebut didasarkan pada hukum yang hidup dalam masyarakat yaitu hukum adat. Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh peraturan perundang-undangan ia ditetapkan sebagai Pejabat Umum, yang mandiri dan tidak berpihak, sehingga Akta-akta yang dibuatnya adalah akta otentik, yang merupakan alat bukti yang kuat, sampai dapat dibuktikan sebaliknya, dan akta yang dibuatnya adalah sumber utama bagi pendaftaran tanah yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional, dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten. Pendaftaran tanah dengan mengunakan sistem publikasi negatif dengan unsur positif, yang artinya bukti hak atas tanah yang diterbitkan (sertipikat) atau perubahan data pada sertipikat tersebut yang didasarkan pada akta yang dibuat oleh PPAT, dapat dibatalkan sepanjang adanya bukti lain yang membuktikan kebenaran yang sesungguhnya. Putusan badan peradilan yang membatalkan akta-akta PPAT umumnya disebabkan oleh karena unsur jual beli menurut hukum adat yang menjadi dasar UUPA, tidak terpenuhi, sebab itu akta PPAT bukan unsur sahnya jual beli, unsur sahnya jual beli adalah terang, tunai dan riil, akta PPAT hanya sumber utama bagi pendaftaran hak saja.
2004
T36632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>