Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Tri Budi Widyanto
Abstrak :
Pendahuluan
Karsinoma serviks uterus merupakan satu di antara keganasan pada wanita yang penting. Di negara-negara maju ia menduduki urutan setelah kanker payudara, kolorektum dan endometrium, sedangkan di negara negara yang sedang berkembang kanker serviks uterus menempati urutan pertama (2,26).

Di Amerika Serikat, The American Cancer Society memperkirakan kasus-kasus baru karsinoma serviks uterus yang invasif, selama tahun 1981 ditemukan sebanyak 16.000 kasus dengan kematian 7.200 kasus (dikutip dari 13,39). Pada tahun 1987, angka ini sedikit berubah, ialah ditemukan 14.000 kasus baru dengan 6.800 kasus kematian (dikutip dari 17).

Di Indonesia, walaupun kita belum mempunyai sistem registrasi dan pelaporan yang baik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan penderita kanker sekitar 50 per 100.000 penduduk, dengan karsinoma serviks uterus menduduki urutan pertama (dikutip dari 30).

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dari tahun 1978-1982 ditemukan kanker ginekologik sebanyak 3.874 dan 73% di antaranya ialah karsinoma serviks uterus. Dari angka angka yang dikumpulkan Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, dari tahun 1979-1980, tampak bahwa karsinoma serviks uterus menempati urutan pertama, yang disusul kanker payudara dan kulit (2). Selama tahun 1985, di tempat yang sama, MANGUNKUSUMO dkk. melaporkan bahwa di antara 10 tumor ganas primer yang tersering menurut lokasi, kanker serviks uterus tetap menduduki urutan pertama (24,4%), disusul kanker payudara 20,1% dan rektum 6,6% {22).

Karsinoma serviks uterus pada umumnya terjadi pada wanita golongan sosial ekonomi rendah (2,26).

Pada umumnya penderita datang pada stadium yang sudah lanjut. WAGGONER dan SPRATT (1969), menemukan 374 dari 945 kasus karsinoma serviks uterus {39,58%) berada pada stadium III (36).

Telah disepakati oleh para ahli, bahwa dalam penentuan tingkat klinik penyakit karsinoma serviks uterus diperlukan pemeriksaan pemeriksaan rutin ialah pemeriksaan fisik, pelvis, pemeriksaan radiologik foto toraks dan urografi intravena, sistoskopi serta rektosigmoidoskopi (2,4,13,15,17,26,29,36, 37,38,39).

Akhir akhir ini, dengan ditemukannya alat alat canggih seperti Tomografi Komputer dan Magnetic Resonance Imaging, pusat-pusat kedokteran di luar negeri telah mencoba untuk mengevaluasi perluasan kanker serviks uterus dengan alat-alat tersebut (4,12,13,17,19,28,37,38,39). Pemeriksaan dengan alat alat tersebut masih mahal, apalagi penderita penderita karsinoma serviks uterus umumnya berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah. Sehingga untuk penentuan perluasan penyakit, pemeriksaan urografi intravena tetap merupakan pemeriksaan radiologik yang tidak ditinggalkan (2,4,13,15,17,26,29,36,37,38,39).

Pemeriksaan urografi intravena merupakan bagian pemeriksaan yang penting dalam evaluasi awal kanker serviks uterus oleh karena dapat memperlihatkan adanya obstruksi ureter yang menunjukkan bahwa tingkat penyakit telah lanjut, yaitu stadium IIIB dan keadaan tersebut menentukan harapan hidup penderita (dikutip dari 13). Gambaran abnormal urogram intravena yang ditemukan sebelum pengobatan berhubungan erat dengan prognosis yang buruk (dikutip dari 36). Pada stadium lanjut, dengan pemeriksaan urografi intravena dapat ditemui adanya obstruksi traktus urinarius/hidronefrosis. FRIEDLAND dkk.(1983), menemukan 15-35% kasus dengan hidronefrosis unilateral maupun bilateral {11). Sedangkan MESCHAN dkk. {1984) menemukan

hidronefrosis pada 20% kasus (24). Adanya hidronefrosis menunjukkan prognosis yang buruk (7). Sebab utama kematian penderita karsinoma serviks uterus ialah gagal ginjal akibat obstruksi ureter bilateral (11)?

1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulunggono Sudarmo
Abstrak :
ABSTRAK
Kanker payudara di Indonesia merupakan jenis kanker yang terbanyak ditemukan setelah kanker mulut rahim.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk pengobatan kanker payudara ini yang pada umumnya meliputi tiga hal yaitu bedah, radiasi serta sitostatik yang terdiri dari kemoterapi dan hormonal. Kegagalan pengobatan biasanya bila penderita ditemukan adanya metastasis jauh.

Dibeberapa tempat pemeriksaan Bone Scanning dan atau Bone Survey serta foto thorax dikerjakan secara rutin sebagai bagian dari prosedur pemeriksaan lanjutan disamping pemeriksaan kimia darah. Menurut kepustakaan pemeriksaan Bone scanning dengan menggunakan radiofarmaka Tc 99 pyrophosphat adalah pemeriksaan penunjang yang terpenting karena mempunyai daya sensitifitas yang tinggi tetapi daya spesifisitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan pemeriksaan bone survey atau radiografi tulang.

1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fielda Djuita
Abstrak :
ABSTRAK
Terapi radiasi nerupakan salahsatu cara mengobati penyakit kanker. Telah banyak usaha untuk memperbaiki teknik ini setiap waktunya terutama untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan. Maka, pasien selama pengobatan radiasi diamati keadaan umum dan status nutrisinya, termasuk meninjau berat badan dan nilai hemoglobinnya.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mensjurman Zubir
Abstrak :
ABSTRAK/b>
Karsinoma paru merupakan penyakit yang makin sering ditemukan pada saat ini. Hal ini dikemukakan baik oleh penulis-penulis luar negri maupun oleh penulis Indonesia.

Pengobatan penyakit ini belum memuaskan,boleh dikatakan prognosanya jelek. Harapan terbesar terletak pada pembedahan,sedangkan radioterapi dan kemoterapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Lima tahun kelangsungan hidup rata-rata pada pembedahan adalah 3,5-9%.

Masalah lain adalah penderita datang ke dokter atau ke rumah sakit pada stadium lanjut, sehingga pembedahan tidak mungkin lagi dilakukan. Dari 200 penedrita karsinoma paru yang datang ke RS Persahatan antara tahun 1970 - 1974 ternyata 63,5% stadium III, 27% stadium II dan hanya 9,5% stadium I.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Faisal
Abstrak :
Tujuan : Untuk meningkatkan peran radiodiagnostik dalam mendeteksi adanya varises esofagus yang belum berdarah serta menilai ketepatan diagnostik pemeriksaan barium esofagogram dalam mendiagnosis varises esofagus pada pasien dengan sirosis hati. Bahan dan Cara : Pemeriksaan esofagogram dilakukan pada 25 pasien, dengan usia antara 23 tahun-80 tahun. Jenis kelamin terbanyak laki-laki 17 orang (68 %) sedangkan perempuan 8 orang (32%), semua pasien dengan kelainan sirosis hati yang belum berdarah (hematemesisl melena) dan hipertensi portal. Varises esofagus yang belum berdarah telah diperlihatkan dengan baik dengan pemeriksaan esofagogram yang hasilnya dikorelasikan dengan temuan endoskopi sebagai bake emas. Hasil dan Kesimpulan Pada uji statistik didapat hasil sensitifitas pemeriksaan esofagogram 84% dengan spesifisitas 0%, nilai PPV 100%. dan NPP 0%. Nilai Kappa dari pemeriksaan ini 0,79 didapat kesesuaian baik. Hasil penelitian ini memperlihatkan esofagogram dapat dipergunakan untuk menilai adanya varises esofagus pada pasien sirosis hati yang belum berdarah. Dari penelitian ini juga didapat kesesuaian yang baik antara pemeriksaan endoskopi dan esofagogram.
Purpose : To improve the role of radiodiagnosis in detecting unruptured esophageal varices and to evaluate the accuracy of barium esophagogram in establishing the diagnosis of esophageal varices in patients with liver cirrhosis. Material and method : Esophagogram is performed in 25 patients (23-80 years old). 17 patients (68%) are male and 8 patients (32%'- are female. All patients are suffering from uncomplicated liver cirrhosis (no hematemesis or nrelena) and portal hypertension. Unruptured esophageal varices is visualized well using esophagogram, and the result is compared to endoscopic finding as gold standard. Result and conclusion : Statistical analysis concluded that esophagogram has 84% sensitivity, 0% spesfficity, 100% PPV value and 0% NPP value. Kappa score from this examination is 0,79 with good correlation. This study shows that esophagogram can be used to evaluate esophageal varices in patients with uncomplicated liver cirrhosis. There is good correlation between esophagogram and endoscopic examination.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T20868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Irianty
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan ultrasonografi sebagai pemeriksaan pelengkap mamografi dalam mendeteksi awal kelainan payudara berdasarkan perbedaan densitas payudara pada mamografi. Rumusan Masalah Kepadatan payudara menurunkan tingkat kepekaan mamografi sehingga dapat terjadi false negatif pada mamografi. Sehingga diperlukan pemeriksaan yang non invasif dan relatif murah seperti ultrascnografi untuk meningkatkan kepekaan mamografi. Berdasarkan uraian dalani latar belakang masalah di alas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian antara lain : 1. Gradasi berapa pada mamogram yang memerlukan ultrasonografi sebagai pemeriksaan tambahan mamografi, 2. Berapa peningkatan kepekaan mamogram yang tidak ditemukan massa dengan penggunaan ultrasonografi sebagai pemeriksaan pelengkap dalam mengevaluasi kelainan payudara.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Syaifuddin
Abstrak :
Latar belakang: Insidens pasien anak dengan kecurigaan refluks gastresofageal cukup tinggi. Distribusi alat skintigrafi di Indonesia lebih banyak dari alat pH metri, oleh karena itu kami melakukan penelitian ini untuk membandingkan hasil pemeriksaan skintigrafi refluks gastroesofageal dengan monitoring pH 24 jam dalam mendeteksi refluk gastroesofageal dan hubungannya dengan aspirasi para. Metode dan material: dalam kurun waktu september 2003 - februari 2004 dilakukan pemeriksaan skintigrafi refluks gastroesofageal, skintigrafi aspirasi pare menggunakan radiofar maka 99D1Tc Sulfur Koloid dan monitoring pH 24 jam pada 9 anak dengan kecurigaan klinis penyakit refluks gastroesofageal. Hasil Fenelitian: dari 9 anak yang diperiksa didapatkan 7 anak dengan hasil positif pada skintigrafi refluks dan 3 anak dengan hasil positif monitoring pH 24 jam, sehingga didapatkan sensitifitas 100% dan spesifisitas 33,33% tidak didapatkan hasil positif pada hasil skintigrafi aspirasi para. Kesimpulan: monitoring pH 24 jam adalah baku emas dalam mendeteksi penyakit refluks gastroesofageal, tapi dalam keadaan tertentu dimana monitoring pH 24 jam sulit dilakukan maka skintigrafi refluks gasroesofageal dapat dipakai sebagai alternatif pemeriksaan.
Background: Gastroesopliageal refluks (GER) disease in children is quite high. But distribution of pH metri apparatus is not widely distributed than nuclear scintigraphy, therefore we perform this study to compare nuclear scintigraphy examination with 24 hours pH monitoring and the relationship with pulmonary aspiration in children. Method and materials: Between September 2003 until February 2004 we performed GER and pulmonary aspiration nuclear scintigraphy with 9 Tc sulfur coloid and 24 hours pH monitoring in 9 patient with clinical suspicious of GER. Result: From 9 patients, there are 7 patients have positive diagnosis on refluks scintigraphy and 3 patients positive on 24 hours pH monitoring. Sensitivity is 100% and spesificity is 33,33% respectively. No positive result on aspiration scintigraphy. Conclusion: 24 hours pH monitoring is a golden standard to detect GER disease, but in a few case where this examination difficult to performed, GER nuclear scintigraphy is an alternative examination that should be considered.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T20864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lingga Magdalena Sulaiman
Abstrak :
TUJUAN. Mengetahui akurasi MRI 0,5T dalam mendeteksi ruptur meniskus. BAHAN DAN CARA. Selama kurun waktu 6 bulan (Oktober 2004 sampai dengan Maret 2005) dilakukan pemeriksaan MRI terhadap 19 pasien (20 lutut) dengan klinis ruptur meniskus. Pemeriksaan MRI menggunakan MRI 0,5T superkondukting magnet, Bruker Tomikom, buatan Perancis tahun 2000 dan closely coupled extremity coil dengan teknik konvensional spin-echo T1W1 dan T2WI potongan sagital dan koronal. Dua kriteria MRI dalam mendiagnosis ruptur meniskus adalah adanya signal hiperintens intrameniskus pada T1W1 dan T2W1 yang dapat meluas ke permukaan sendi, ditemukannya morfologi meniskus yang abnormal seperti adanya perubahan kontur atau deformitas fokal meniskus. Untuk mempertajam diagnosis digunakan sistem penderajatan meniskus berdasarkan signal intrameniskus. HasiI pemeriksaan MRI dibandingkan dengan temuan artroskopi sebagai baku emas. HASIL. Sensitivitas, spesifisitas MRI 0,5T dalam mendeteksi ruptur meniskus adalah 84,4% dan 85,7% dengan akurasi 84,6%. Terdapat kesesuaian yang baik antara MRI 0,5T dengan artroskopi (k-D,573) KESIMPULAN. MRI 0,5T merupakan modalitas pencitraan non invasif yang mempunyai sensitivitas dan akurasi yang tinggi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya ruptur meniskus. Kata kunci : Ruptur meniskus, MRI, artroskopi.
OBJECTIVE The purpose of this study was to evaluate the accuracy of MR imaging 0,5T in detecting meniscal tears. MATERIALS AND METHOD& During an 6 months period (October 2004 until March 2005), 19 patients (20 knees) who had meniscal tears identified at physical examinations underwent MR imaging examinations. MR imaging was performed with a 0,5T (superconducting; Bruker Tomikom, France, 2000) and a closely coupled extremity coil, conventional spin-echo pulse sequences were used in sagital and coronal planes TI and T2 weighted images. Two MR imaging criteria to established the diagnose of meniscal tears were increased internal signal intensity in the meniscus on TI and T2-weighted images, abnormal morphology of the meniscus such as contour or focal deformities of the meniscus. To increase the accuracy of MR imaging, meniscal were grading according to the character of the intrameniscal MR imaging signal. MR imaging finding was compared with arthroscopic results as the standard of reference. RESULTS. Sensitivity, specificity and accuracy MR imaging 0,5T for detecting meniscal tears were 84,4%, 85,7% and 84,6%. There is good correlation of MR imaging and arthroscopic findings (kappa = 0,573). CONCLUSION. MR imaging is a non-invasive modality with high sensitivity and accuracy which can used in detecting meniscal tears. Key wards : Meniscal tears, MR Imaging, arthroscopic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Tunggamoro
Abstrak :
Tujuan: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas Ultrasonografi Doppler Berwarna (USG DB) dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi dalam menilai metastasis kelenjar getah bening (KGB) aksila level I pada pasien karsinoma payudara (KPD). Saban dan Metode: Pemeriksaan USG DB dilakukan pada 39 KGB aksila dari 17 pasien yang memenuhi kriteria penerimaan. USG DB menilai KGB dengan B-mode, Color mode clan Doppler mode untuk kemudian dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi, Pemeriksaan dilakukan menggunakan transduser linear frekuensi 10 MHz (GE, Logiq 3). Hasil penelitian: Pada pemeriksaan USG Doppler mode didapatkan sensitivitas 73,3%, spesifisitas 87,5%, yang bennakna secara statistik. Pemeriksaan USG Co/or mode mempunyai nilai kappa dan spesifisitas yang rendah, meskipun bermakna secara statistik. Pemeriksaan USG lainnya (B-mode maupun kombinasi) tidak memberikan hasil yang bermakna. Kesimpulan: Pemeriksaan USG Doppler mode mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang baik dan bermakna secara statistik. Hal ini diharapkan dapat membantu klinisi dalam menilai metastasis kelenjar getah bening aksila secara non-invasif. ...... Objective: To establish sensitivity and specificity of Color Doppler Ultrasound (CDU) in the assessment of level ! axillary lymph nodes metastases in breast cancer patients. Material and methods:. CDU was performed in 39 aril/my lymph nodes from 17 patients, to evaluate B-mode, Color erode dan Doppler mode images in comparison with histopathologic finding of metastases. CDU examination was performed using linear transducers 1OMHz (GE, Log-4 3). Results: The sensitivity and specificity of Doppler mode in CDU were 73,3% and 87,5%, and they were statistically significant. Although color mode evaluation was statistically significant, its specificity and kappa value are low. Other evaluations such as B-mode or combination mode gave unsignificant results, Conclusion: Doppler mode in CDU examination has a good sensitivity and specificity in detecting axillary lymph nodes metastases. It is considered useful for the clinicians in evaluating lymph nodes status using non-invasive procedure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia Utami
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit arteri perifer (PAP) adalah manifestasi aterosklerosis sistemik, yang seringkali melibatkan penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2. Tes ankle brachial index (ABI) telah digunakan sebagai penapis PAP, tetapi ABI normal belum menyingkirkan PAP. USG dupleks (UD) lebih sensitif namun lebih mahal daripada tes ABI, sehingga perlu diketahui karakteristik penyandang DM tipe 2 yang paling diprioritaskan untuk menjalani pemeriksaan UD. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa UD dapat mendeteksi PAP pada penyandang DM tipe 2 dengan ABI normal, mengenali gambaran UD PAP, dan mengenali karakteristik penyandang DM tipe 2 yang paling diprioritaskan untuk menjalani pemeriksaan UD. Bahan dan Cara Kerja: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan mengikutsertakan 40 tungkai. Setiap subyek menjalani roc ABI, pemeriksaan UD dan pen ilaian faktor-faktor risiko. Arteri-arteri ekstremitas bawah d iperiksa, dengan penilaian terhadap ketebalan kompleks intima media (KIM) arteri femoralis, adanya plak, dan evaluasi spektrum Doppler. Hasil: Dari pemeriksaan UD ditemukan PAP pada 50% (20 dari 40) tungkai. Gambaran UD PAP yang didapatkan berupa penebalan KIM arteri femoralis (20%, 4 dari 20 tungkai) dan adanya plak dengan spektrum Doppler yang masih normal di arteri-arteri ekstremitas bawah (100%, 20 dari 20 tungkai). Terdapat hubungaxi bermakna antara obesitas dan kejadian PAP (Rasio Odds = 22,45). Kesimpulan: Dari penelitian ini, kami menyimpulkan bahwa: 1) UD dapat mendeteksi PAP pada penyandang DM tipe 2 dengan A131 normal; 2) Gambaran UD PAP pada pasien-pasien tersebut berupa penebalan KIM arteri femoralis dan adanya plak dengan spektnim Doppler normal di arteri-arteri ekstremitas bawah; 3) Obesitas merupakan karakteristik penyandang DM tipe 2 yang paling diprioritaskan untuk menjalani pemeriksaan UD.
Background: Peripheral arterial disease (PAD) is a manifestation of atherosclerosis disease, which commonly involves the non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) patients. Ankle brachial index (A13I) test has been used as a screening test for PAD, but a normal ABI does not exclude PAD. Duplex ultrasonography (DU) is more sensitive but more expensive than ABI, so it is neccessaty to assess the characteristics q f NIDDM patiens who are mostly indicated to undergo DU examination. Objectives: The objectives of this study are to prove that DU can detect PAD in NIDDM patients with normal ABI, to assess DU appearances of PAD, and to assess the characteristics of NIDDM patiens who are mostly indicated to undergo DU examination. Materials and Methods: This study was conducted in a cross sectional design, which involved 40 legs. Every subject underwent ABI and DU examinations. Lower extremity arteries were examined, with assessment for femoral intitnal medial thickness (IMT), the presence of plaque, and evaluation of Doppler spectrum .1-or each artery. The risk factors were evaluated by anamnesis, physical examination and laboratory examination. Results: From DU examination, as many as 50% (20 _ from 40 legs) are found to have PAD. The DU appearances q f PAD include increase_ femoral artery LMT (20%, 4 from 20 legs) and the presence of plaques with normal Doppler spectrums in the lower extremity arteries (100%, 20 from 20 legs). There was a significant relationship between obesity and the evidence of PAD (Odds ratio = 2 2, 45). Conclusions: From this study, we conclude that: I) DU can detect PAD in NIDDM patients with normal ABI, 2) 7Tie DUI appearances of PAD in those patients include increase femoral arrey IMT and the presence of plaques with normal Doppler spectntras in the lower extremity arteries: 3) Obesity is the characteristic of NIDDM patients who are mostly indicated to undergo DU examination.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>