Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Murni Widyastuti
"Serat Centhini Pegon yang dipakai sebagai penelitian merupakan koleksi yang hanya tersimpan di Leiden, sebanyak 3 buah naskah, Serat Centhini Pegon ini dibuat pula suntingan naskahnya dari koleksi bernomor kode LOr. 4585.
Penelitian ini ingin mendudukan Serat Centhini Pegon di dalam khasanah Serat Centhini Pegon tersebut dibandingkan dari segi ceritanya. Serat Centhini Pegon ternyata ada pada bagian jilid ke XI dan XII dari Serat Centhini Jawa itu.
Selain itu pula dibicarakan unsur keagamaan yang terkandung di dalam Serat Centhini Pegon. Yang ternyata di antaranya berisikan tata cara salat, penggambaran sifatsifat Allah, pendekatan diri kepada Allah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rozak Zaidan
"Sajak-sajak Goenawan Mohamad adalah sajak-sajak yang memiliki pesona tersendiri di antara sajak-sajak sezamannya. Kehadiran sajak-sajak Goenawan Mohamad dalam dunia perpuisian Indonesia modern telah banyak mendapat sorotan, baik dari pemerhati sastra Indonesia di dalam negeri maupun dari luar negeri. Mereka itu, antara lain, H.B. Jassin (dalam Toda, 1984), Sapardi Djoko Damono (1973), M.S. Hutagalung (1976), Dami N. Toda (1984), Hoedi Soeyanto {1972), Linus Suryadi AG {1989), A. Teeuw (1980), Burton Raffel (1967), dan Harry Aveling {1974). Kajian mereka atas sajak-sajak Goenawan Mohamad pada umumnya bukan merupakan kajian yang khusus dan terpumpun, kecuali kajian yang telah dilakukan oleh Dami N. Toda (1984). Kajian mereka dapat dikatakan hampir sampai pada penilaian bahwa sajak-sajak Goenawan Mohamad memiliki keunikan dan daya pesona yang khusus.
Jassin lebih jauh menyatakan bahwa sajak-sajak Goenawan Mohamad memberi kesan suasana tanpa kita bisa mengatakan gagasan apa yang mau dikemukakan. Dalam anggapan Jassin, Goenawan Mohamad hendak menampilkan saat-saat suasana yang di dalamnya kesadaran bersatu dengan keadaan dan sebaliknya (dalam Toda, 1984: 10). Apa yang dikemukakan Jassin itu dapat disandingkan dengan kesan Sapardi Djoko Damono yang dimuat dalam sampul belakang buku kumpulan sajak Interlude sebagai berikut. "Goenawan telah berhasil menciptakan peristiwa-peristiwa yang menjadikan kenang-kenangan bisa berkomunikasi. Kenang-kenangan itu cenderung menyusun gumam, semacam percakapan, barangkali pertengkaran". Gumam yang terungkap dalam sajak-sajak Goenawan Mohamad selalu menampilkan suasana hati tertentu. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau Jassin, lebih lanjut, menyebut sajak-sajak Goenawan Mohamad sebagai sajak suasana. Di dalamnya pembaca tidak berurusan dengan pikiran, tetapi dengan rasa, dengan suasana hati itu.
Hampir senada dengan Jassin, Hutagalung (1976: 44) menyebut sajak-sajak Goenawan Mohamad membangun imaji tertentu yang menyebabkan timbulnya perasaan-perasaan murung, suram berkabut. Sajak-sajak Goenawan Mohamad dalam pandangan Hutagalung membuat pembaca lebih terpesona daripada berpikir. Kita tidak dirangsang berpikir tetapi diajak untuk merasakan suasana itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
T10435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesdanina Damly
"ABSTRAK
Tesis ini meneliti Buku Cerita Bergambar (BCB) anak di RFJ tahun 1970-1990 dilihat dari segi pedagogis dan sosial politis masyarakatnya. Buku-buku yang dipilih yaitu yang mendapat hadiah tahunan dan nominasi Deutscher Jugendbuch--preis (DJP) antara tahun 1970 sampai 1990 dan berjumlah 38 buah.
Penelaahan dalam tesis dilihat dari metode kritik ideologi (dalam perkembangan terakhir teori ini desebut Teori Kritis) yang dikembangkan oleh Malta Dahrendorf. Kritik tersebut berasal dari teori Wissenssoziologie. Teori ini berasal dari Sosiologi Sastra yang terbagi atas dua aliran yaitu aliran Marxistis dan Wissenssoziologi. Karl Mannheim dari aliran Wissenssoziologie berpendapat bahwa suatu konsep akan muncul sebagai ide/ gagasan jika diamati dari dalam dan sebagai ideologi sejauh ia diamati dari luar.
Tujuan kritik ideologi/ teori kritis adalah membuat suatu teks transparan yang berarti bahwa minat, tujuan pengarang harus dibuat menjadi jelas.
Dengan demikian kritik ideologi/ teori kritis berupaya untuk membuka tabir ideologi (ide, gagasan) dalam suatu teks, harus menerangkan motivasi dan penyebab adanya ideologi tersebut.
Harus pula diterangkan mengapa suatu ide dianggap wajar atau tabu.
Untuk mengetahui penyebab dan motivasi tersebut dan untuk lebih mengerti sastra anak dan remaja (SAR) tahun 1970-an maka harus diketahui latar belakang politik dan sosial budaya RFJ tahun 60-an sampai 90-an.
Demonstrasi mahasiswa pada tahun 70-an sangat berperan bagi kesusteraan anak dan remaja pada kurun waktu itu. Bersamaan dengan itu filsafat Kritische Theorie(Teori Kritis) dari aliran Frankfurter Schule yang dikembangkan oleh Horkheimer dan Adorno yang lebih dikenal sebagai aliran Neue Linke (aliran Kiri Baru ) atau Dialektik.
Bertitik tolak dari perdebatan antara golongan Dialektik dan Positivismus (para ahli psikologi sosial) mengenai pendidikan, pada tahun 70-an timbullah dua aliran dalam Kesusasteraan Anak dan Remaja yaitu : 1) aliran yang politis-revolusioner atau disebut juga aliran sosiologis-marxistis dan 2) aliran antiotoriter atau aliran reformeris-emansipatoris.
Da1am tesis ini juga diuraikan apa yang dimaksud dengan buku cerita bergambar (BCB), pembagian jenis (genre), sedikit sejarah perkembangannya, penilaian dan fungsi SAR yang sering berbeda-beda menurut kebutuhan jaman (umpamanya fungsi dan tujuan BCB dalam zaman Nazi berbeda dengan BCB sesudah perang dunia kedua)
Analisis BCB secara tematis dan kritik ideologis terhadap 38 karya--karya pilihan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1) 35% dari BCB yang diteliti dapat dikategorikan ke dalam BCB yang baik menurut kriteria Dahrendorf, Haas dan Freund. Termasuk ke dalam golongan ini yaitu BCB yang termasuk butir 5.2, 5.3 dan 5.4 dalam tesis.
2) 65% dari BCB yang diteliti adalah BCB yang mempunyai misi dari suatu golongan tertentu dengan ide-ide, gagasan, tujuan-tujuan tertentu, tidak murni untuk anak, melainkan lebih sesuai untuk konsumsi orang dewasa, karena sukar ditangkap daya pikir anak 3-8 tahun. Dengan kata lain BCB tersebut dipolitisasi atau dimanipulasi demi kepentingan kelompok tertentu. Termasuk ke dalam golongan ini yaitu butir-butir 5.1, 5.5, 5.6 dan 5.7.
Akan tetapi pada akhirnya BCB anak tak mungkin luput dari suatu ide, gagasan maupun ideologi tertentu, karena seperti kata Kluckhohn yang dikutip oleh Mussen, seorang ahli psikologi anak, adalah bahwa setiap masyarakat akan mendidik generasi mudanya menurut apa yang diinginkan oleh lingkungannya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai warisan leluhurnya berupa adat sopan santun, ajaran hidup, pengetahuan, kebudayaan dan cara berpikir masyarakat tersebut.
Selain itu Malta Dahrendorf menyatakan bahwa pemikiran atau cara berpikir seseorang tak dapat dihindari dari sifat ideologis, karena orang itu tak dapat berdiri di luar perdebatan politis, sebab ia harus mengambil sikap.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam BCB di RFJ yang mendapat hadiah DJP antara tahun 1970 sampai 1990 ini terdapat kritik terhadap teknologi modern, beserta dampaknya. Teknologi yang telah menghasilkan masyarakat industri membawa dilema yaitu kesejahteraan dan sekaligus malapetaka.
Jalan keluar satu-satunya adalah menyadarkan generasi muda akan hal itu dan berupaya mengurangi dampak buruk teknologi seringan mungkin. Para pengarang melakukan tugas mereka dengan menulis BCB untuk anak umur 3-8 tahun, karena pendidikan harus di mulai sedini mungkin, walaupun dalam penelitian ini terbukti bahwa 65% BCB yang diberi penghargaan yang bergengsi di RFJ itu dikategorikan sebagai buku yang lebih cocok untuk orang dewasa. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachruddin Ambo Enre
"Tulisan ini bukanlah karya yang pertama, apalagi untuk dikatakan satu-satunya menyangkut cerita Galigo. Telah ada beberapa usaha terdahulu, dimulai jauh di masa silam, baik untuk mencari dan mengumpulkan naskahnya, maupun untuk mengungkapkan isinya. Kesemuanya itu telah memberikan sumbangan menurut kadarnya masing-masing, dalam rangkaian suatu pekerjaan bersambung yang masih menunggu uluran pikiran, tenaga dan biaya yang tidak sedikit bila ia hendak dirampungkan.
Adapun orang yang pertama menulis tentang Galigo dan memperkenalkannya kepada dunia luar ialah Th. S. Raffles melalui bukunya The History of Java, terbitan tahun 1817. Ia mencatat sedikit tentang isinya serta cara membacanya, yang dikatakannya terdiri atas satuan lima suku kata yang diakhiri dengan jeda. Iramanya disebutnya rangkaian daktilus dan trokhaeus. Menurut dia puisi wiracarita ini adalah satu-satunya jenis pustaka di kalangan orang Bugis yang dikenal pengarangnya, yaitu I La Galigo putera Sawerigading.
Setengah abad kemudian barulah perkenalan tersebut disusul dengan minat untuk mengetahuinya secara bersungguh-sungguh. B.F. Matthes yang pernah tinggal di Makassar antara tahun 1848-1879-dengan diselingi dua-kali cuti panjang ke negeri Belanda menggunakan banyak waktu dan tenaganya untuk mendapatkan naskah dan keterangan mengenai ceritera Galigo. Koleksinya yang terdiri dari 26 buku yang diserahkannya kepada Nederlandsche Bijbelgenootschap (NBG), mencakup materi utama ceritera dari awal hingga ke akhirnya. Dia juga menamai ceritera ini puisi wiracarita. Episoda awalnya pernah ia terbitkan dengan menggunakan aksara lontaraq disertai keterangan anti beberapa kata. Agak berbeda dengan keterangan Raffles, ia hanya menyatakan bahwa ceritera itu dikenal di pedalaman Sulawesi Selatan dengan nama I La Galiga, yang juga merupakan nama salah seorang tokohnya yang memegang peranan penting. Ia sangat menyesalkan tidak dapatnya diperoleh kumpulan ceritera yang lengkap, sebab penduduk nampaknya sudah merasa puas dengan memiliki sebahagian kecil saja daripadanya untuk dibaca pada upacara tertentu. Mengenai iramanya dikatakannya sangat sederhana, berupa satu kaki sajak yang terdiri dari lima suku kata kalau tekanan jatuh pada suku kedua dari belakang, atau empat suku kata jika tekanan jatuh pada suku kata terakhir. Bahasanya, disebutnya bahasa Bugis kuno yang tidak terpakai lagi. Selanjutnya ia berpendapat, bahwa pustaka ini jelas mempunyai nilai sastra yang tinggi, tetapi kegunaannya akan lebih banyak bagi etnologi, karena di dalamnya terdapat berbagai kebiasaan penduduk yang masih berlaku.
Karya berikutnya juga berupa pengumpulan naskah yang dilakukan oleh Schoemann. Koleksinya yang terdiri dari 19 buku, kesemuanya merupakan naskah salinan, kemudian dibeli oleh Perpustakaan Negara Prusia di Berlin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
D125
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Fatimah Djajasudarmi
"Disertasi ini mengkaji sebanyak 421 'kecap anteuran (selanjutnya disebut KA) bahasa Sunda. Unsur ini telah diakui kehadirannya di dalam bahasa Sunda sejak Rigg (1862). Rigg menyebut KA dengan idiomatic expressions di dalam kamusnya. Kehadiran kamus Rigg (1862) dianggap sebagai langkah awal bagi ilmu bahasa Sunda.
Istilah KA bermacam-macam, ada yang menyebut
(1) idiornatische uitdrukking (Uilkens, 1875),
(2) tusschenwerpsel (Coolsma, 1873; Oosting, 1884; Lezer, 1931), (3) kecap pangariteur pagawean (Ardiwinata, 1916; Wirakusumah
dan Djajawiguna, 1969),
(4) umpak basa (Kern, 1943),
(5) kecap anteuran (Satjadibrata, 1944; Adiwidjaja,1951; Fokker, 1952; Nataprawira, 1953);
(6) morfem anteuran (Sukanda, 1979);
(7) morfem inkoatif (Djajasudarma, 1980."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1986
D100
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soekmono
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1974
D318
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library