Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hadi Wiyono
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk menganalisis efek jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan di Indonesia. Studi ingin menjawab pertanyaan bagaimana status sosial ekonomi (yang diukur dengan indeks sosial ekonomi) pada perempuan yang bermigrasi keluarga dan bagaimana status sosial ekonomi pada perempuan yang bermigrasi individu dibandingkan dengan perempuan yang tidak bermigrasi/bermigrasi lainnya. Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan dengan menerapkan two-part model. Two-part model digunakan dengan alasan bahwa indeks sosial ekonomi yang dikonversi dari jenis pekerja berdasarkan International Standard Classification of Occupation (ISCO) hanya dapat diterapkan pada perempuan yang statusnya bekerja; perempuan yang tidak bekerja tidak memiliki jenis pekerjaan. Karena itu bagian pertama dari two-part model digunakan model logistik untuk mengestimasi keputusan perempuan bekerja dan bagian kedua dari model mengestimasi status sosial ekonomi pada perempuan yang bekerja saja dengan model ordinary least square (OLS). Data yang digunakan dalam studi ini adalah Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993, karena hanya data itu yang tersedia dan sudah lengkap pengolahannya dan bisa diakses. Sementara data TFLS 1997 dan IFLS 2000 belum selesai pengolahannya, karena itu belum bisa diakses. Dari hasil studi ditemukan bahwa perempuan kawin yang bermigrasi keluarga peluang untuk bekerja lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Sebaliknya perempuan yang bermigrasi individu (baik yang kawin maupun yang tidak kawin) peluang untuk bekerja lebih besar daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi individu. Pada perempuan yang bekerja, perempuan yang bermigrasi keluarga status sosial ekonominya lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Perempuan yang bermigrasi individu (terutama pada perempuan yang berpendidikan minimal 4 tahun) status sosial ekonomi status sosial ekonominya lebih tinggi daripada yang tidak bermigrasi/non migrasi individu.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donovan Bustami
Abstrak :
Tesis ini membahas faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak terpaksa bekerja untuk mendapatkan upah dan anak-anak yang membantu bekerja untuk keluarga (pekerja keluarga). Data yang digunakan dalam membahas masalah pekerja anak ini adalah data Survey Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia yang dilakukan pada tahun 1997 (SAKERTI '97). Untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak terpaksa bekerja, variabel peubah yang diamati meliputi; pendidikan kepala rumah tangga, pendidikan anak, umur anak, lokasi tempat tinggal, keberadaan fasilitas pendidikan (sekolah), besar anggota rumah tangga, jenis kelamin anak, status orang tua dan kemiskinan. Ukuran kemiskinan yang digunakan dalam membahas masalah pekeja anak ini adalah dengan melihat proporsi pengeluaran konsumsi makanan per kapita dalam rumah tangga terhadap total pengeluaran rumah tangga. Sedangkan analisis yang digunakan dalam membahas masalah pekerja anak ini adalah analisis deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat proporsi pengaruh sembilan variabel peubah tersebut terhadap pekerja anak dan analisis inferensial digunakan untuk melihat resiko anak-anak menjadi pekeja anak. Model analisis yang digunakan dalam membahas masalah pekerja anak ini adalah dengan menggunakan regression multinomial logistic. Hasil analisis inferensial menunjukan bahwa secara statistik semua variabel peubah mempunyai pengaruh yang berarti terhadap pekerja anak, kecuali variabel peubah keberadaan fasilitas pendidikan (sekolah) dan besar anggota rumah tangga. Itu berarti, tujuh variabel peubah mempunyai resiko terhadap anak-anak untuk menjadi pekerja anak. Dari hasil pembahasan dapat pula dikatakan bahwa anak-anak yang bekerja merupakan korban dari situasi dan kondisi yang terakumulasi yang terdapat tidak saja dalam diri anak itu sendiri tapi dapat juga terjadi dalam rumah tangga anak bersangkutan, dan semua itu diwarnai oleh masalah sosial, budaya, agama, ekonomi, karakteristik demografi, politik dan lingkungan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari tesis ini adalah bahwa masalah pekerja anak merupakan masalah yang komplek, sehingga dalam menangain masalah pekerja anak, tidak dapat dilakukan secara parsial dan sesaat, namun haruslah secara holistic dan comprehensive serta berkelanjutan. Meskipun demikian ada cara masalah yang dapat menjadi skala prioritas dalam upaya menangani masalah pekerja anak yaitu dengan melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SUM) anak bersangkutan melalui jalur pendidikan dan mengatasi masalah kemiskinan yang dihadapi oleh rumah tangga anak bersangkutan dengan menguatkan struktur rumah tangga serta income generating.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2003
T11392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muda Saputra
Abstrak :
Posisi perempuan dalam keluarga dan masyarakat terhubung erat dengan aspek sejarah, budaya, sosial, ekonomi dan demografi yang juga mencerminkan tingkat pembangunan masyarakat itu sendiri. Pentingnya studi otonomi perempuan dalam pembuatan keputusan dalam rumah tangga sejalan dengan hasil International Conference of Population and Development (ICPD) Cairo 1994 bagian pemberdayaan dan peningkatan status perempuan. Studi ini ingin mengidentifikasi variabel apa saja yang mempengaruhi adanya serta tinggi rendahnya otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga. Keputusan rumah tangga yang dianalisa meliputi keputusan: pengeluaran sehari-hari, keputusan untuk anak, pengeluaran untuk barang tahan lama, tabungan, sumbangan, serta keputusan apakah suami/istri yang memakai kontrasepsi. Analisa deskripsi tabulasi silang dan inferensia Model Log Linier dilakukan berdasarkan data Survai Aspek Kehidupan Rumah Tangga (Sakerti) 1997. Hasil analisa menunjukkan keputusan rumah tangga mengenai `siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi merupakan keputusan kedua setelah `keputusan mengenai pengeluaran sehari-hari'. Kedua keputusan tersebut mendahului `keputusan rumah tangga secara berturut keputusan tentang: anak, pengeluaran untuk barang tahan lama, pengeluaran untuk tabungan, dan pengeluaran untuk sumbangan'. Dalam tesis ini, definisi perempuan yang mempunyai otonomi dalam keputusan rumah tangga adalah perempuan yang membuat keputusan rumah tangga sendirian tanpa ada satupun pihak lain yang terlibat dalam membuat keputusan rumah tangga. Dengan definisi otonomi tersebut, 91 persen rumah tangga (sebagai persentase tertinggi) menyatakan bahwa pengeluaran sehari-hari diputuskan oleh istri, disusul dengan keputusan tentang anak, pengeluaran tabungan, tentang siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi, dan 66 persen rumah tangga (sebagai persentase terendah) menyatakan bahwa pengeluaran untuk barang tahan lama diputuskan oleh istri. Kesemua hal tersebut berarti bahwa perempuan mempunyai otonomi dalam pembuatan keputusan rumah tangga. Keberadaan ibu mertua (dari istri) sebagai anggota rumah tangga umumnya merugikan otonomi istri dalam keputusan rumah tangga. Dalam beberapa segi otonomi yang ditelaah, istri bekerja membuat otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga lebih tinggi; kecuali untuk pengeluaran sehari-hari dan keputusan tentang siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi yang keduanya tidak terpengaruh; serta otonomi perempuan dalam hal mengurusi anak yang malah lebih rendah. Jika istri bekerja, otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga yang lebih tinggi berkaitan dengan adanya tambahan uang yang masuk ke rumah tangga dari upah istri. Umur kawin istri dan otonomi istri dalam keputusan rumah tangga mempunyai korelasi negatif. Hal ini berkaitan dengan perempuan yang berumur tinggi yang menjadi faktor penting (selain pendidikan) dalam pengambilan keputusan yang matang dan bijak dalam bentuk memberi kesempatan pada pasangannnya atau orang lain untuk membuat keputusan bersama. Keputusan yang dibuat bersama antara istri dan pihak lain menurut definisi tesis ini diklasifikasikan sebagai istri yang tidak punya otonomi. Kecuali untuk otonomi perempuan pengeluaran barang tahan lama dan sumbangan, umumnya otonomi perempuan lebih tinggi jika pendidikan istri lebih tinggi. Putusan rumah tangga untuk pengeluaran barang tahan lama dan sumbangan diduga banyak dilakukan secara bersama antara istri yang lebih berpendidikan bersama suami yang dikategorikan sebagai tidak ada otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga tersebut diduga mempengaruhi hubungan yang negatif antara otonomi perempuan dengan pendidikan yang lebih tinggi. Di sisi lain, umumnya pendidikan istri yang pendidikan dan sedang belum mampu membuat lebih tinggi otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga. Pendidikan istri yang lebih tinggi dari pendidikan sedang yaitu pendidikan tinggi, lama sekolah lebih dari 12 tahun baru mampu membuat lebih tinggi otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga. Umumnya, kecuali untuk otonomi perempuan dalam menentukan siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi, otonomi istri lebih tinggi jika penghasilan istri lebih tinggi daripada penghasilan suami. Namun data sampel tidak mendukung kebenaran kesimpulan ini. Beberapa rekomendasi yang mempertinggi otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga antara lain: kebijakan perawatan orang tua lanjut usia dengan konsep quasi resident jika konsep panti tidak dapat dijalankan, wajib belajar perlu ditingkatkan sampai umur 12 tahun yang juga secara tak langsung mendewasakan umur perkawinan perempuan. Jika wajib belajar umur 12 tahun belum bisa dilaksanakan, memasukkan materi kesetaraan gender dalam rumah tangga dalam pendidikan dapat menjadi bagian advokasi otonomi perempuan dalam pengambilan keputusan lewat jalur sekolah.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jufri Syahruddin
Abstrak :
Tesis ini difokuskan pada pembahasan mengenai determinan keberadaan rumah tangga dengan pekerja anak di Kawasan Timur Indonesia dan mengetahui karakteristik rumah tangganya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Susenas KOR tahun 2002. Adapun usia anak yang digunakan dalam penggolangan pekerja anak setelah mempertimbangkan keterbatasan data adalah antara 10 sampai 17 tahun. Sedangkan model yang digunakan adalah regresi logistik biner atau model logit, dengan penjelasan seeara deskriptif dan inferensial. Adapun variabel bebas yang dipakai adalah daerah tempat tinggal, jenis kelamin kepala rumah tangga, lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga, lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, pendapatanlpengeluaran rumah tangga perkapita perbulan, umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, status kesehatan kepala rumah tangga, dan perbandingan jumlah anak berdasarkan jenis kelamin dalam rumah tangga. Analisis deskriptif untuk melihat karakteristik rumah tangga dengan pekerja anak, memberikan gambaran karakteristik rumah tangga dengan pekerja anak di Kawasan Timur Indonesia sebagai berikut: bertempat tinggal di daerah pedesaan, kepala rumah tangganya laki-laki, pendapatan/pengeluaran perbulan rumah tangganya rendah, kepala rumah tangganya hanya tamatan SD kebawah, memiliki anggota rumah tangga kurang dari 5 orang, pekerjaan utama kepala rumah tangganya di sektor pertanian, berusaha di bidang informal, memiliki anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan, umur kepala rumah tangganya lebih tua, dan kepala rumah tangganya berada dalam kondisi sehat dan ada keluhan namun tidak mengganggu kegiatan. Berdasarkan analisis inferensial, terlihat bahwa semakin besar pendapatan/pengeluaran rumah tangga perbulan, maka semakin rendah risikonya menjadi rumah tangga dengan pekerja anak. Sedangkan untuk variabel jumlah anggota rumah tangga, semakin besar jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula risikonya menjadi rumah tangga dengan pekerja anak. Hal serupa juga terlihat pada analisis inferensial terhadap umur kepala rumah tangga, dimana semakin tua umur kepala rumah tangga, maka semakin besar risikonya untuk menjadikan rumah tangganya sebagai rumah tangga dengan pekerja anak. Adapun karakteristik kepala rumah tangga, seperti pendidikan, status kesehatan, lapangan pekerjaan utama, lapangan usaha, jenis kelamin, dan karakteristik rumah tangga seperti daerah tempat tinggal dan perbandingan jumlah anak berdasarkan jenis kelamin, juga memiliki pengaruh terhadap keberadaan rumah tangga dengan pekerja anak di Kawasan Timur Indonesia.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wia Zuwila Nuzia
Abstrak :
Pemanfatan tenaga penolong persalinan berhubungan secara tidak langsung dengan kematian perempuan melahirkan. Tingginya angka kematian maternal antara lain disebabkan adanya komplikasi sebelum dan sesudah persalinan dan terlambat dalam merujuk kasus yang berisiko tinggi, juga kurangnya pemanfatan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Secara khusus pemanfaatan penolong persalinan dikalangan perempuan bekerja berkaitan erat dengan sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik perempuan bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor demografi, sosial dan ekonomi terhadap penolong persalinan perempuan bekerja di Indonesia. Penelitian ini berangkat dari kerangka pikir Andersen dan Kroeger yang menganalisis data sekunder dengan responden 8007 perempuan bekerja berstatus kawin dan pernah melahirkan anak dalam 5 tahun terakhir yang merupakan responden Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003. Mengingat keterbatasan data, variabel yang diteliti sebagai variabel tidak bebas yaitu penolong persalinan dokter atau bidan dan lainnya. Sebagai variabel bebas digunakan variabel umur perempuan bekerja, pendidikan perempuan, pendidikan suami, jumlah anggota dalam rumah tangga, kepemilikan rumah tangga, lokasi tempat tinggal dan lapangan pekerjaan perempuan. Data di olah dengan menggunakan piranti lunak statistik SPSS 10. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan model regresi logistik biner. Analisis deskriptif menggambarkan pola dan perbedaan penolong persalinan menurut karakteristik demografi, sosial dan ekonomi perempuan bekerja di Indonesia. Sedangkan analisis inferensial mempelajari pengaruh faktor-faktor karakteristik demografi, sosial dan ekonomi terhadap penolong persalinan perempuan bekerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa perempuan bekerja yang berpendidikan SD kebawah, berumur 15-20 tahun, mempunyai suami berpendidikan SD, mempunyai anggota rumah tangga 5 atau lebih, mempunyai kepemilikan rumah tangga rendah, tinggal di perdesaan dan bekerja disektor pertanian, mempunyai persentase paling rendah dalam memanfaatkan tenaga kesehatan dalam proses persalinannya. Sedangkan perempuan bekerja yang berpendidikan SLTA+, berumur 20-30 tahun, mempunyai suami berpendidikan SLTA+, mempunyai anggota rumah tangga 4 atau kurang, mempunyai kepemilikan rumah tangga tinggi, tinggal di daerah perkotaan dan bekerja di sektor non pertanian, mempunyai persentase tertinggi untuk menggunakan penolong persalinan dolcter atau bidan. Hasil analisis inferensial menunjukkan bahwa secara umum karakteristik demografi, sosial dan ekonomi perempuan bekerja mempunyai pengaruh pada pemanfatan penolong persalinan kecuali umur. Tingkat pendidikan perempuan bekerja, tingkat pendidikan suami, jumlah anggota rumah tangga, kepemilikan rumah tangga, lokasi tempat tinggal dan lapangan pekerjaan perempuan mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap pemanfaatan penolong persalinan dikalangan perempuan bekerja di Indonesia.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes
Abstrak :
Penduduk yang melakukan migrasi dari Jawa ke Kalimantan Timur jumlahnya cukup banyak setiap waktu. Hal ini terlihat dari adanya migrasi bersih (net migration) yang selalu positif dari Jawa ke Kalimantan Timur sejak tahun 1980 sampai dengan 2000, Migran asal Jawa sebagai bagian dari penduduk mempunyai pengaruh terhadap kualitas penduduk Kalimantan Timur secara keseluruhan. Kualitas penduduk tersebut erat kaitannya dengan keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan berkelanjutan. Namun bagaiman sesungguhnya tingkat penghasilan migran tersebut? Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pencapaian penghasilan migran baik laki-laki maupun perempuan. Secara lebih khusus ingin mengetahui bagaimana karakteristik. modal manusia maupun modal budaya mempengaruhi penghasilan mereka. Data yang digunakan adalah SP 2000 Modul Kependudukan dengan responden migran risen dari Jawa di Kalimantan Timur, berumur 15 sampai 64 tahun, dan telah memiliki penghasilan. Penelitian dilakukan secara deskriptif maupun inferensial. Analisis deskriptif dilakukan dengan cars tabulasi berdimensi dua dan tabulasi silang untuk menggambarkan penghasilan migran, prediktor modal manusia dan modal budaya sedangkan analisis inferensial dilakukan dengan menggunakan hierarchical linear models (HLM) untuk menggambarkan pengaruh modal manusia dan modal budaya terhadap peneagaian penghasilan migran. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan paket SPSS (Statistical Package for Social Sciences) untuk menganalisis data baik secara deskriptif maupun inferensial. Variabel yang digunakan diterapkan secara bertingkat yaitu level-1 dan level-2. Analisis level-1 atau level individu atau level mikro digunakan untuk melihat pengaruh modal manusia terhadap penghasilan migran sedangkan analisis level-2 atau level kelompok wilayah atau makro digunakan untuk melihat pengaruh modal budaya terhadap penghasilan kelompok migran. Pada level-1 variabel terikat yang digunakan adalah penghasilan migran dengan variabel bebasnya adalah tingkat pendidikan dan jumlah jam kerja sedangkan pada fevel-2 variabel yang digunakan adalah rata-rata penghasilan, kelompok migran berdasarkan wilayah sebagai variabel terikat dengan variabel bebasnya adalah rata-rata lama sekolah dan kepadatan penduduk asli migran di Kalimantan Timur. Hasil yang diperoleh secara deskriptif menunjukan bahwa penghasilan migran laki-laki mencapai Rp 749.515 per bulan sedangkan migran perempuan mencapai Rp. 283.530 per bulan.Hasil inferensial menunjukkan bahwa penghasilan rata rata kelompok migran laki-laki mencapai Rp. 1.113.546; per bulan dan migran perempuan mencapai Rp. 294.490,- per bulan dan secara umum pencapaian pendidikan mempunyai peren penting terhadap pencapaian penghasilan migan khususnya bagi migran laki-laki sedangkan bagi migran perempuan secara statistik hasilnya tidak signifikan dan hat ini sangat berkaitan dengan keterbatasan data SP 2000 Modul Kependudukan.
2004
T14892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminurasyid Roesli
Abstrak :
Tingkat fertilitas yang tinggi merupakan problema yang serius bagi negara-negara yang sedang membangun dan tidak tcrkccuali bagi Indonesia. Karena itu mengendalikan ferlilitas mempakan pilihan yang mungkin dilakukan. Salah satu bentuk pengendalian fertiiitas adalah melalui program KB. Dari beberapa negara yang menjadikan KB sebagai alternatif dalam mengendalikan fertilitas, Indonesia merupakan salah satu negara yang oleh PBB dianggap paling berhasil menyelenggarakan program KB. Studi yang berkaitan dengan pelaksanaan program KB di Indonesia telah banyak dilakukan dari berbagai sudut pandang berdasarkan sumber data yang borbcda baik pcruntukannya maupun periodcnya. Pengetahuan tentang problema yang dihadapi oleh masyarakat sebagai pelaku KB sangat penting diketahui terutama oleh pengambil kebijakan kependudukan yang antara lain bertimgsi sebagai fasilitator. Berkaifan dengan itu, dalam tesis ini dibahas dan dianalisis mengenai faktor-faktor yang diperkirakan secara signifikan mempengaruhi keikutsertaan dalam program KB dan bagaimana hubungannya yang digambarkan dalam model statistik. Data yang dianalisis adalah data Modul Kependudukan Sensus Penduduk tahun 2000 dengan responden adalah para ibu usia reprodulctif yang berstatus kawin pada saat wawancara dilakukan. Adapun variabel yang diamati adalah lama kawin, umur ibu, pekerjaan suami, pekerjaan ibu, banyak anak masih hidup (AMH), pendidikan ibu dan pendidikan suami dan daerah tempat tinggal. Variabel-variabel tersebut berfimgsi sebagai variabel prediktor. Sedangkan variabel respon Y adalah keikutsertaan dalam program KB. Variabel respon berbentuk variabel biner dengan Y = I jika ikut program KB dan Y = 0 jika tidak ilcut program KB. Karena variabel respon berbentuk variabel biner, maka metode statistika yang digunakan adalah model regresi logistik biner. Hasil analisis menunjukkan bahwa fcktor pekerjaan suami tidak mempunyai pengaruh yang signinkan terhadap keikutsertaan dalam program KB. Sedangkan faktor lama kawin, umur ibu, pekerja/an ibu, pcndidikan ibu, pendidikan suami, banyak AMI-I dan daerah tempat tinggal serta seluruh faktor interaksi secara statistik memberikan pengaruh yang signiiikan terhadap keikutserlaan dalam program KB.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T6317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Retno Mahanani
Abstrak :
Kematian anak merupakan salah satu indikator panting yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan suatu populasi. Beberapa ukuran yang sering digunakan untuk menyatakan tingkat kematian anak adalah Angka Kematian Anak Balita (AKABA), Angka kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak (AKA). Secara nasional terjadi penurunan angka kematian anak antar-waktu, namun terdapat perbedaan antar daerah balk untuk angka absolut maupun laju penurunannya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian anak di Indonesia dan perubahannya antar waktu pada periode 1985-1995, dengan unit analisis propinsi berdasarkan tipe daerah. Berangkat dari kerangka pikir Mosley dan Chen serta mengingat ketersediaan data, diajukan dua jenis model regresi tinier, yaitu model A untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian bayi dan anak dan model B untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan kematian bayi dan anak antar-waktu. Sebagai variabel tak-bebas untuk model A digunakan masing-masing besaran AKABA, AKB dan AKA, sedangkan untuk model B digunakan laju perubahan AKABA, AKB dan AKA per tahun selama periode 1985-1995. Sebagai variabel babas untuk model A digunakan TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangici septik, proporsi bayi yang pernah diimunisasi, proporsi kelahiran ditolong petugas kesehatan, proporsi perempuan yang tamat SLTP ke atas, rata-rata proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi bukan makanan, variabel dummy yang menyatakan tahun, dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Untuk model B, variabel babas yang digunakan adalah laju perubahan faktor-faktor di atas per tahun dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Ditemukan bahwa faktor-faktor yang diuraikan oleh Mosley dan Chen berperan dalam menerangkan kematian anak. TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangki septik, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi perempuan berpendidikan minimal tamat SLTP dan tipe daerah, secara bersania-sama dapat menerangkan 75% variasi AKABA dan AKB dan 76% variasi AKA di tingkat propinsi di Indonesia pads tahun 1985 dan 1995. Faktor yang kuat berkaitan dengan tingkat kematian anak adalah TFR dan pendidikan perempuan. Demikian pula cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan faktor sanitasi lingkungan. Status gizi balita tidak besar kaitannya dengan kematian anak tingkat propinsi di Indonesia pada tahun 1985 dan' 1995, namun tetap menunjukkan hubungan yang sesuai dengan hipotesa. AKA cenderung lebih dapat dikendalikan dengan pengendalian faktor-faktor eksternal seperti kondisi lingkungan, upaya kesehatan dan sebagainya, daripada AKB. Variasi laju penurunan AKA di tingkat propinsi berkaitan oleh faktor-faktor lain di luar faktor yang ditinjau dalam studi ini, yang diduga mempengaruhi perubarnaan AKA antar-waktu dengan mekanisme yang lebih kompleks. Berdasarkan temuan-temuan dalam studi ini, diajukan beberapa saran kebijakan. IJpaya menurunkan kematian anaic merupakan pekerjaan lintas sektoral. Di bidang kependudukan, diperlukan pengendalian kelahiran. Perluasan kesempatan pendidikan bagi perempuan perlu dilakukan. Sangat panting bagi sektor kesehatan untuk memprioritaskan peningkatan akses balita ke layanan kesehatan, peningkatan kualitas layanan kesehatan, serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu. Fasilitas sanitasi yang balk, antara lain berupa kakus sendiri dengan tangki septik, perlu lebih dsyaratkan.
2004
T14898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Sri Widyanti Kusumayarni
Abstrak :
Salah satu dampak dari penurunan TFR dan 1MR adalah perubahan struktur umur penduduk, diantaranya adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk usia remaja. Remaja yang berumur 15-24 tahun pada tahun pada tahun 2000 adalah seperlima dari seluruh penduduk Indonesia. Kesehatan reproduksi pada masa remaja menjadi penting karena akan berkaitan dengan kesehatan reproduksi di masa dewasanya. Oleh karena itu penting untuk mempelajari perilaku reproduksi remaja, seperti dalam perilaku pacaran berisiko, yang dapat berdampak pada kondisi kesehatan reproduksi. Deklarasi Kairn menyatakan bahwa isu kesehatan remaja termasuk kehamilan tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman dan Penyakit Menular Seksual serta HIV/AIDS merupakan hal-hal yang harus diangkat dan dihindari dengan setiap negara diharuskan menjamin adanya perhatian dan program yang tidak membatasi remaja untuk mendapatkan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor dan pengaruhnya pada perilaku pacaran remaja yang dalam studi ini menjadi variable terikat dengan kategori (1) risiko rendah (pegangan tangan), (2) risiko sedang (pelukan dan ciuman) serta (3) risiko tinggi (meraba alat kelamin dan melakukan hubungan seks). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya atau variable bebas adalah kontak dengan media informasi yang memuat pornografi, informasi tentang teman sebaya pendidikan dan komunikasi antara anak dan orang tua. Selain itu diperhatikan pula karakteristik sosial demografis remaja seperti umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan pendidikan. Data yang dipergunakan adalah hasil survai Kesehatan Reproduksi Remaja tahun 2002. Analisis yang dipergunakan adalah deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif berupa tabulasi silang antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis inferensial menggunakan model regresi multinomial logistik mengingat varibel terikat dalam studi ini terdiri dari tiga kategori. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa remaja berperilaku pacaran risiko tinggi, yang pendidikan ibunya SLTP ke atas persentasenya lebih rendah dibandingkan remaja berperilaku sama yang ibunya berpendidikan lebih rendah. Remaja yang terpapar media pornografi persentase yang melakukan perilaku pacaran berisiko lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar. Hasil regresi menunjukkan bahwa (1) media yang bermuatan pornografi (dalam hal ini adalah buku dan film), (2) pengetahuan teman yang lakukan seks-pra nikah, (3) berbicara dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi, (4) daerah tempat tinggal remaja, (5) jenis kelamin remaja dan (6) umur remaja, keenam variabel ini memiliki pengaruh yang berarti pada perilaku pacaran remaja. Sedangkan pendidikan orang tua, pendidikan remaja, diskusi dengan teman, pengetahuan teman hamil pra nikah, orang tua sebagai sumber informasi akil baligh merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku remaja tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T18769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikana Mardyastuti
Abstrak :
Salah satu hak anak adalah mendapatkan segala bentuk pendidikan. Namun, di Indonesia masih banyak anak yang belum dapat menikmati hak itu. Termasuk diantaranya adalah anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah. Khusus pada anak-anak perempuan, ada dua hal yang diduga menjadi penyebab mereka putus sekolah atau secara umum berpendidikan rendah, yaitu nilai budaya/tradisi yang tidak mendukung, dan kemiskinan keluarga. Dalam kondisi terbatasnya kemampuan keuangan keluarga seringkali orang tua mengambil keputusan untuk kelangsungan pendidikan anaknya atas dasar urutan kelahiran anak, jumlah anak, dan pertimbangan jender. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh urutan kelahiran anak terhadap kelangsungan pendidikan anak perempuan usia 7-15 tahun di Indonesia dengan memperhatikan beberapa variabel lainnya. Adapun data yang digunakan adalah data Susenas 2002-KOR. Sedangkan analisis deskriptif dan analisis inferensial dimanfaatkan sebagai metode analisis data. Dengan menggunakan Model Regresi Logistik Non Hirarki, studi ini berusaha menjawab pertanyaan tentang perbedaan risiko tidak sekolah lagi pada anak perempuan antara anak pertama dengan bukan pertama menurut klasifikasi yang dibentuk oleh variabel jumlah anak dan pengeluaran rumah tangga (Model 1), pendidikan ibu (Model 2), dan usia serta tempat tinggal anak (Model 3). Pada Model 1, hasil studi menunjukkan bahwa (i) risiko tidak sekolah lagi pada anak perempuan yang berasal dari keluarga kecil dengan jumlah anak 1-2 orang, baik keluarga dengan pengeluaran rumah tangga 40 persen terendah maupun 20 persen teratas, tidak berbeda antara mereka yang kebetulan berada pada urutan kelahiran pertama dengan yang bukan urutan pertama; (ii) pada semua kalangan, kecuali keluarga dengan pengeluaran 20 persen teratas, kemungkinan tidak melanjutkan sekolah lagi pada anak pertama dari keluarga dengan jumlah anak 3-4 orang lebih besar dibandingkan bukan anak pertama; (iii) dalam keluarga dengan jumlah anak lebih dari 4 orang, mulai dari keluarga yang mempunyai pengeluaran 40 persen terendah hingga berpengeluaran 20 persen teratas, risiko tidak sekolah lagi anak pertama lebih tinggi daripada bukan anak pertama. Pada Model 2, ditemukan bahwa anak pertama yang mempunyai ibu berpendidikan rendah berisiko lebih tinggi untuk tidak sekolah lagi. Sedangkan pada Model 3, risiko tidak sekolah lagi cenderung tidak berbeda antara anak pertama dengan bukan anak pertama menurut klasfikasi usia dan tempat tinggal anak.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>