Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransiska A.K.
"Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kebersihan mulut dan kesehatan gingiva pada anak lambat belajar melalui kegiatan pendidikan kesehatan gigi. Evaluasi peningkatan pengetahuan, kebersihan mulut dan kesehatan gingiva dilakukan pada anak lambat belajar yang diberikan 4 kali PKG dalam waktu 2 minggu dan anak lambat belajar yang diberikan 6 kali PKG dalam waktu 3 minggu.
Sebagai subjek adalah anak lambat belajar yang berusia 9-11 tahun di SD Budi Waluyo. Sampel berjumlah 64 orang yang dibagi atas 2 kelompok masing-masing 32 orang anak. Kelompok 1 diberikan 4 kali pendidikan kesehatan gigi dengan frekwensi 2 kali seminggu, yang dilakukan selama 2 minggu berturut-turut. Sedangkan, kelompok 2 diberikan 6 kali pendidikan kesehatan gigi dengan frekuensi 2 kali seminggu, yang dilakukan selama 3 minggu berturut-turut.
Hasil uji statistik membuktikan ada perbedaan bermakna pada pengetahuan, kebersihan mulut dan kesehatan gingiva anak lambat belajar sebelum dan sesudah PKG. Pada pengetahuan didapat ada perbedaan yang tidak bermakna antara anak lambat belajar yang diberikan 4 kali PKG dan 6 kali PKG, namun pada kebersihan mulut dan kesehatan gingiva ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2000
T1864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Febriani
"Bahan cetak yang dipakai dalam bidang kedokteran gigi berfungsi sebagai reproduksi negatif gigi dan jaringan rongga mulut, hasil cetakan dicor dengan gips sehingga diperoleh model keja yang merupakan replika gigi dan jaringan rongga mulut. Bahan cetak yang banyak digunakan adalah alginat, yang merupakan barang import. Di beberapa daerah sulik didapat sehingga diupayakan modifikasi bahan cetak alginat dengan pati ubi kayu (Manihot Utilisima). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi perubahan pati ubi kayu (Manihot Utiiisima) pada bahan cetak alginat kemasan terhadap hasil reproduksi detail cetakan gips tipe M. Sebanyak 120 spesimen dibagi dalam 6 kelompok. Kelompok Al, sampai dengan AS perbandingan bahan cetak alginat dan pati ubi kayu berurutan dari 55% : 45%; 52,5% : 47,5%; 50% : 50%; 47,5% : 52,5%; 45% : 55% dan kelompok AO sebagai kontrol tanpa ditambah pati ubi kayu, kemudian dicetak dengan slat uji reproduksi detail (ISO 1563 78), hasilnya dicor gips tipe III setelah mengeras, reproduksi detail dianalisa dengan mikroskop stereo. Hasil yang didapat dilakukan uji t untuk mengetahui perbedaan bahan cetak alginat kemasan dengan bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu pada kedalaman garis 0,05 mm dan 0,075 mm. Hasil yang didapat bahan cetak alginat kemasan tidak berbeda dengan bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu pada kedalaman garis 0,05 mm dan 0,075 mm. Dari panelitian ini dapat disimpulkan bahwa bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu sampai perbandingan 47,5% : 52,5% dapat digunakan sebagai bahan cetak.

The Influence of Additional Manihot Utilisima for
Alginate Impression Material to Accuracy Reproduction Details Results
Impression materials which are used work in dentistry as a negative reproduction of teeth and oral tissues. The negative reproduction being filled in with gypsum in order to produce a replica of teeth and oral tissues. The most common being used impression material is alginate, which is a much improved product commodity now. The material is still rare to be found in several places, therefore we can try to modify the alginate with manihot utilisima. The aim of this research is to find the effect of manihot utilisima addition to the imported alginate and its ability to reproduce detailed reproduction using type III gypsum. The 120 specimen is divided into 5 groups of study. The percentage comparison 'of alginate to manihot utilisima in Al group to AS group are 55% : 45%; 52.5% : 47.5%; 50% : 50%: 47.5%
52.5%; 45% : 55%. A4 as a control group without the addition of manihot utilisima. The materials then being impressed with detail reproduction tool (ISO 1563 ! 78), the detail result is then analyzed under a stereo microscope. The t-test was used to statistically test the differences of alginate impression and alginate substitution to manihot utilisima, in 0.05 mm and 0.075 mm depth. There were no significant differences between the alginate impression and modified alginate with manihot utilisima in 0.05 mm and 0.075 mm depth. Therefore this research concludes that the alginate impression with manihot utilisima with a ratio up to 47,5% 52.5% can be used as an impression material."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
T1873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Ratna Karaton
"Pada mukosa mulut dapat ditemukan lebih kurang 200 macam penyakit yang secara klinik memberikan gambaran yang hampir serupa satu sama lain, sehingga para klinisi memerlukan suatu informasi yang rasional untuk menetapkan diagnosisnya. Salah satu alternatif ialah dengan menggunakan teknik sitologi eksfoliatif. Penelitian ini bertujuan mempelajari berbagai gambaran sitologik dari lesi erosif/ulseratif mukosa mulut dengan harapan dapat menunjang diagnosis klinik. Bahan pemeriksaan berupa komponen epitel yang berasal dari kerokan mukosa mulut yang terlihat sebagai mukosa erosif/ulseratif yang diambil dari pasien-pasien yang datang ke klinik penyakit mulut.
RSCM/FKGUI dan prosedur laboratorik dilakukan di laboratorium sitologi RSCM/FKUI yaitu mewarnai sediaan dengan pewarnaan Papanicolaou. Sediaan yang diperiksa serta dipelajari adalah berbagai gambaran sitologik lesi erasif/ulseratif dengan menggunakan mikroskop cahaya. Dari 30 penderita dengan lesi erosif/ulseratif pada mukosa mulutnya di diagnosis sebagai stomatitis aftosa rekuren 9 kasus, 4 infeksi Herpes simplek, l infeksi Herpes zoster, 2 ulkus traumatika, 5 lichen planus erosif, 1 eritroplakia, 1 benign mucous membrane pemphigoid, 5 kandidiasis dan 2 karsinoma sel skwamosa .Pemeriksaan sitologik yang dilakukan pada lesi-lesi tersebut dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis klinik menemukan penyakit yang tidak terdiagnosis secara klinik, dapat memperkirakan faktor predisposisi timbulnya suatu penyakit dan berguna sebagai alat observasi lesi-lesi praganas. Pada infeksi virus Herpes, gambaran sitologik berupa marginasi kromatin, ballooning degeneration` dan sel raksasa berinti banyak dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit, disamping adanya badan inklusi intranuklear yang kadang-kadang ditemukan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Maulidi
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pada hasil pengisian saluran akar di 1/3 apeks, akibat pengambilan sebagian gutaperca untuk ruang pasak. Pengambilan dilakukan pada hari ke-1, hari ke-3, dan hari ke-7 setelah pengisian saluran akar, dengan menggunakan semen saluran akar yang berbeda. Enam puluh enam akar gigi saluran akar tunggal, lurus, foramen apeks tertutup, dipreparasi secara step-back panjang 11 mm dengan file terbesar no. 60, dan step-back sampai no. 80. Foramen di apeks diseragamkan dengan menembuskan file no. 25 panjang 12 mm saluran akar diisi dengan teknik kondensasi lateral masing-masing 30 akar gigi menggunakan AH-26 dan 30 akar lainnya dengan endomethasone, dan masing-masing waktu pengambilan dilakukan pada 10 akar gigi. Pengaruh akibat pengambilan gutaperca dilihat berdasarkan kebocoran pengisian saluran akar yang diukur dari perembesan zat warna tinta cina dengan waktu perendaman 7 hari. Perendaman dengan tinta cina dilakukan setelah pengambilan gutaperca, sementara itu sampel direndam dalam aquadest sampai saat akan dilakukan pengambilan. Evaluasi dengan mikroskop stereo, terlebih dahulu sampel dibelah memanjang. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu ada pengaruh waktu pengambilan sebagian gutaperca untuk ruang pasak. Kebocoran pada penggunaan semen saluran akar AH-26 lebih besar daripada endomethasone, kebocoran paling besar terjadi pada pengunaan semen saluran akar AH-26 pengambilan hari ke-1, sedang pengambilan pada hari ke-3 dan ke-7 pada penggunaan kedua macam semen saluran akar tersebut tidak berbeda bermakna.
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Sunggoro Moeis
"Penelitian dilakukan dengan tujuan memberi informasi mengenal efek pemberian tablet fluor terhadap karies gigi sulung, mengingat hingga kini belum ada laporan mengenai hal tersebut di Indonesia. Penelitian deskriptif-analitik secara restrospektif dilakukan terhadap 114 anak berdomisili di Jakarta sejak lahir, berusia dari dua hingga lima tahun yang datang ke suatu klinik spesialis anak di Jakarta Utara. Pemeriksaan karies gigi sulung dilakukan dengan bantuan data yang berasal dari catatan medik penderita serta wawancara terbuka. Ternyata karies gigi sulung antara anak yang diberi dengan yang tidak diberi tablet fluor berbeda bermakna dengan p [ 0,05, terutama bila diberikan secara teratur pada anak. Karies pada anak yang mulai diberi tablet fluor setelah usia 6 bulan dalam tahun pertama kehidupan, tidak berbeda bermakna dengan karies pada anak yang mulai diberi tablet fluor pada usia 1-6 bulan. Karies pada anak yang diberi tablet fluor dalam jangka waktu 1-1,5 tahun, tidak berbeda bermakna dengan karies pada anak yang diberi tablet fluor dalam jangka waktu lebih dari 1,5 tahun. Dengan demikian penelitian ini memper--lihatkan efek positif pemberian tablet fluor terhadap karies gigi sulung. Hal ini terutama bila diberikan secara teratur pada tahun pertama kehidupan anak dan dalam jangka waktu yang sesuai dengan periode perturnbuhan serta perkembangan gigi sulung."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T4162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latief Nitiprodjo
"Seberapa besar efek adrenalin yang terdapat pada obat anestesi lokal dalam konsentrasi 1:80.000 dan 1:200.000 terhadap denyut jantung dan tekanan darah belum begitu jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efek kedua macam obat tersebut terhadap denyut jantung dan tekanan darah. Tiga puluh dua pasien sehat, dengan usia antara 20-40 tahun, dengan indikasi ekstraksi lebih dari satu gigi di rahang atas, merupakan subyek penelitian ini. Pada kesempatan pertama ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:80.000 dan seminggu kemudian ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:200.000. Pengamatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, dilakukan pada saat sebelum dilakukan penyuntikan obat anestesi lokal, kemudian berturut-turut 5 menit, 10 menit, 15 menit, pada saat ekstraksi, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit setelah ekstraksi gigi. Hasil penelitian menunjukkan adrenalin pada konsentrasi 1:80.000 sedikit meningkatkan frekuensi nadi, dan meningkatkan tekanan darah, meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna (t=1,28 p<0,05, dan t=0,18 p<0,05). Rata-rata selisih perubahan frekuensi nadi, tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang disebabkan oleh kedua macam obat tersebut secara statistik berbeda bermakna pada 5 menit, 10 menit dan 15 menit setelah penyuntikan. Sedangkan pada saat ekstraksi gigi, kemudian 5 menit,10 menit, dan 15 menitsetelah ekstraksi gigi berbeda tidak bermakna, kecuali untuk tekanan diastolik masih terdapat perbedaan yang bermakna."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haru Setyo Anggani
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ukuran Dento Kranio-Fasial Jurusan Vertikal pada populasi mahasiswa FKG-UI yang memiliki wajah selaras; proporsional, tidak ada disharmoni fasial, belum pernah dirawat ortodonsi serta mempunyai hubungan gigi geligi yang baik. Selain itu juga untuk mengetahui, apakah ada perbedaan ukuran tersebut di antara laki-laki dan perempuan. Hasilnya diharapkan dapat dikembangkan pada populasi yang lebih luas sehingga akhirnya diperoleh norma-norma ukuran sefalometri komponen Dento Kranio-Fasial Jurusan vertikal yang sesuai dengan morfologi kranio-fasial berbagai populasi di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sefalometri. Pada gambar hasil penjiplakan pada sefalogram, diukur 12 komponen Dento Kranio-Fasial Jurusan vertikal yang kemudian dihitung nilai-nilai Mean, Range dan Standard Deviasinya. Kedua belas komponen Dento Kranio-Fasial tersebut adalah: Tinggi wajah total anterior, Tinggi wajah anterior atas, Tinggi wajah anterior bawah, Tinggi ramus naandibula, Tinggi wajah total posterior, Tinggi wajah posterior atas, Tinggi wajah posterior bawah, Tinggi dentoalveolar anterior atas, Tinggi dentoalveolar anterior bawah, Tinggi dentoalveolar posterior atas, Tinggx, dentoalveolar posterior bawah dan sudut antara bidang Mandibula dan garis SN.
Di antara laki-laki dan perempuan, ternyata terdapat perbedaan bermakna pada ukuranukuran Tinggi wajah total anterior, Tinggi wajah anterior atas dan Tinggi wajah total posterior. Diduga hal ini karena adanya dimorfisme seksual dalam ukuran. Sedangkan perbedaan bermakna ukuran Tinggi wajah posterior atas. dan Tinggi dentoalveolar posterior bawah kemungkinan lebih merupakan akibat tidak langsung adanya dimorfisme seksual dalam hal pola bentuk kranio-fasial. Secara garis besar, bila dibandingkan dengan norma-norma ras Kaukasoid, terlihat bahwa sampel penelitian ini lebih retruded. Hal tersebut terlihat pada isyarat-isyarat kecenderungan pola pertumbuhan yang lebih ke arah vertikal, tinggi dentoalveolar anterior atas dan bawah yang sedikit lebih panjang dan besarnya sudut SN-Hp."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Ruslita
"Adanya korelasi yang erat antara kista folikuler (kista dentigerous) dengan ameloblastoma telah diamati oleh para ahli, walaupun terdapat perbedaan yang cukup besar baik sifat maupun perawatan dari kedua kasus tersebut. Dalam hal ini ameloblastoma dimungkinkan terlihat dalam dinding kista dentigerous yang terlebih dulu ada, sebagai bagian dari kemungkinan proses terbentuknya ameloblastoma. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran seberapa besar kemungkinan kista dentigerous berdegenerasi menjadi ameloblastoma yang ditinjau berdasarkan pemeriksaan klinis dan histopatologis, serta dipelajari kecenderungan-kecenderungannya.
Sasaran penelitian adalah semua penderita kista dentigerous dan ameloblastoma pada poli bedah mulut RSCM & RSU Tangerang, yang diambil dari catatan medik penderita dari Januari '90 - Desember '91. Dengan demikian diharapkan hasil yang bermanfaat berguna sebagai informasi bila mungkin untuk deteksi dini pada kasus-kasus yang diduga ameloblastoma berasal dari kista dentigerous, sehingga perawatan seoptimal mungkin disertai tindak lanjut pasca bedah dapat dilakukan.
Hasil penelitian meliputi dari 46 kasus yang diteliti- diperoleh (17%) kasus ameloblastoma yang berdegenerasi dari kista dentigerous yang seluruhnya terdapat pada pria (100%) dengan rata-rata pada umur dewasa muda (27 tahun). Lokasi terbanyak pada rahang bawah (75%) dengan lesi ukuran 9.1-10 cm (50%). Kekambuhan sebesar 25% dengan waktu kekambuhan kurang dari 1 tahun."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliani Kusumaputra Isbandiono
"ABSTRAK
Kasus trauma oro-maksilofasial cukup banyak yang ditangani Poliklinik Bedah Mulut Rumah Sakit Umum Tangerang. Namun masih diperlukan data tentang frekwensi, distribusi jenis kelamin, umur penderita yang mengalami trauma tersebut, jenis trauma, lokasi fraktur yang sering, penatalaksanaannya, dan hasil terapinya.
Dalam penelitian yang dilakukan selama 12 bulan ini yaitu sejak 1 oktober 1992 sainpai dengan 30 September 1993 diperoleh angka penderita trauma oro-maksilofasial di Rumah Sakit Umum Tangerang sebanyak 108 orang. Dari penelitian ini terungkap bahwa penderita terbanyak adalah laki-laki, kelompok umur yang terbanyak mengalami trauma ini adalah 21-30 tahun, sedangkan jenis trauma yang terbanyak adalah campuran jaringan lunak dan keras, serta lokasi fraktur yang paling sering adalah di daerah sepertiga tengah muka.
Dari penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa kecelakaan lalu lintas paling banyak menyebabkan trauma oro-maksilofasial. Dan korban tersebut ternyata lebih banyak dialami oleh laki-laki. Kelompok umur yang paling banyak mengalami trauma oro-maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas adalah 21-30 tahun, sedangkan lokasi fraktur di regio oro-maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas paling banyak terjadi di daerah sepertiga tengah muka.
Pada pengamatan terlihat terapi yang dilakukan pada penderita bervariasi mulai dari pemberian obat-obatan saja, penjahitan luka, pencabutan gigi, alveolektomi, serta reposisi dan fiksasi. Kemudian dilakukan evaluasi dari terapi yang berupa tindakan. Hasilnya 69% dari penderita yang mengalami trauma jaringan lunak dan mendapat tindakan penjahitan dinyatakan sembuh. Sementara itu 64.6% penderita yang mengalami fraktur dan mendapat tindakan fiksasi dinyatakan sembuh. "
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walujo Wirjodiardjo
"Nilai normal profil jaringan lunak fasial orang Indonesia belum banyak diketahui, padahal nilai ini diperlukan sebagai pedoman untuk menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan pada koreksi kelainan dentofasial.
Penelitian ini bertujuan mencari nilai sefalometri radiografik profil jaringan lunak fasial dari sefalogram pasien orang Indonesia yang datang ke-Bagian Ortodonsi F.K.G-U.I.
Subyek yang diteliti berupa 52 foto sefalometri radiografik lateral, terdiri dari 26 foto sefalometri pasien laki-laki dan 26 foto sefalometri pasien perempuan berumur 9- 17 tahun, bangsa Indonesia, hubungan gigi molar Kelas I Angie, jarak gigit: 2 - 4 mm, tumpang gigit: 2 - 4 mm, sudut ANB: 0° - 4° serta belum pernah dirawat ortodonsi. Dari setiap subyek diukur 20 variabel, meliputi 12 variabel memakai metode analisis sefalometri Holdaway, 4 variabel memakai metode analisis sefalometri Merrifield, masing-masing 2 variabel memakai metode analisis sefalometri Steiner dan Ricketts. Hasil pengukuran yang berupa ukuran angular dan linear pasien laki-laki kemudian diperbandingkan dengan ukuran pasien perempuan untuk dilihat perbedaannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profil jaringan lunak fasial baik pada pasien laki-laki maupun pasien perempuan adalah cembung. Laki-laki lebih cembung dari perempuan. Bibir atas laki-laki lebih protrusif sedangkan bibir bawah dan ketebalan dagu relatif sama di-antara ke-duanya.
Besar sudut H jaringan lunak, sudut H jaringan skeletal, ketebalan basis bibir atas, sudut Z, sudut Z-1, total tebal dagu dan jarak bibir atas terhadap garis S antara laki-laki dan perempuan berbeda secara bermakna. Sedangkan variabel-variabel profit jaringan lunak fasial lainnya ada perbedaan, tetapi tidak bermakna.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa keadaan protrusif pada profit jaringan lunak fasial pasien orang Indonesia yang datang ke-Bagian Ortodonsi F.K.G-U.I. adalah normal. Dibandingkan ras lain (Jepang, Gina, Kaukasoidi, kelompok orang Indonesia yang diteliti tersebut mempunyai profil yang lebih protrusif. Hal ini kemungkinan disebabkan resesi dagu dan inkiinasi altar gigi anterior yang lebih protrusif pada kelompok orang Indonesia yang diteliti.

Normal value of the facial soft tissue of the Indonesian people has not much been known, but this value is an essential factor to determine diagnosis and plan dento-facial abnormalities correction treatment.
This research is meant to seek cephalometry radiographic value of facial soft tissue profile on a group of Indonesian people that came to the Orthodontia Department, Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
The research subject consist of 52 lateral cephalometry radiographic photos composing 26 cephalometry photos of men and 26 cephalometry photos of women aged 9 to 17 years, Indonesian, molar teeth relation Class I Angle, over-bite: 2 - 4 mm, over-jet: 2 - 4 mm. ANB angle: 0 - 4 degrees and have not been treated orthodontially. As much as 20 variables are measured from each subject. Cephalometry Holdaway analysis method is used on 12 variables, cephalometry Merrifield analysis method is used on 4 variables and cephalometry Steiner and Ricketts analysis method is used on the remaining 2 variables.
The measurement result, which is in the shape of angular and linear men measurement and then compared with women measurement to see the difference. The result of this research shows that both men and women facial soft tissue profile appears to be convex. Men have more convexity than women, men's upper lip are more protrusive but the lower lip and the thickness of the chin is relatively the same in both sex. The size of H angle in soft tissue, H angle in skeletal tissue, the thickness of upper lip, upper lip tension measurement, Z angle, Z-7 angle, total chin thickness and upper lip distance toward "5" line on men and women have significant difference. Differences are also found in other facial soft tissue variables but not significantly.
In general we can conclude that the protrusion degree of facial soft tissue on the group of Indonesian people which came to the Orthodontia Department, Faculty of Dentistry, University of Indonesia, is normal. Compared with other races (Japanese, Chinese and Caucasoid), the profile of the analyzed group of Indonesian people is more protrusive, it may be caused by the chin recession and the inclination of the anterior tooth that are more protrusive on the analyzed group of Indonesian people.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>