Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pudentia Maria Purenti Sri Suniarti Karnadi
Abstrak :
Untuk memperkaya khasanah kesusastraan Indonesia, beberapa cara dilakukan, antara lain dengan menerjemahkan atau menampilkan kembali karya dari khasanah kesusastraan daerah. Di antara sekian banyak sastrawan yang menulis dan memperkenalkan karya sastra daerah dalam bahasa Indonesia, nama Ajip Rosidi pantas dicatat kehadirannya. H.B. Jassin memasukkannya ke dalam Angkatan 66 (Jassin, 1985:95) dan Teeuw menyebutnya sebagai salah seorang pengarang Indonesia terpenting pada abad ini (Teeuw, 1979;.105). Ajip Rosidi tidak hanya terkenal sebagai seorang sastrawan, tetapi juga sebagai seorang penelaah sastra yang banyak memberi perhatian pada bidang sejarah dan kritik sastra. Selain menulis dalam bahasa Indonesia, ia pun banyak menulis dalam bahasa Sunda. Perhatiannya terhadap sastra daerah ini amat besar seperti yang tampak dalam usahanya menghidupkan kembali pemberian hadiah karya sastra Sunda "Rancage". Selain itu, ia pun aktif menampilkan karya sastra daerah Jawa, seperti Candra Kirana (1962) dan Roro Mendut (1961,1977)serta dari khasanah sastra Sunda, antara lain Mundinglaya Ai Kusumah {1961), Ciung Wanara (1961, 1985), Sangkuriang Kesiangan {1961), dan Jalan Ke Surga (1964). Karyanya yang paling menarik untuk diteliti adalah yang berjudul Lutung Kasarung (untuk selanjutnya disingkat LKA). Cerita ini memiliki banyak kemungkinan terjadinya transformasi kesastraan yang belum pernah diteliti orang sampai sekarang. LKA terbit pertama kali pada tahun 1958 dan kemudian pada tahun 1962 dan 1986 diterbitkan kembali dengan judul Purba Sari Ayu Wangi (untuk selanjutnya disingkat PSAW). Pada bagian awal LKA dan PSAW, Ajip Rosidi menyebutkan bahwa cerita yang digubahnya itu berasal dari versi lisan juru pantun yang kemudian diciptakannya kembali sesuai dengan pemahaman dan penafsirannya sendiri (Rosidi, 1958:7-18; 1986:5-18). Salah satu versi lisan yang tertua yang sempat direkam dalam bentuk tulisan dapat dilihat pada naskah bernomor SD 113 yang ditulis oleh Argasasmita, mantri gudang kopi di Kawunglarang, Cirebon atas perintah K.F. Halle. Naskah ini pernah tersimpan di ruang naskah Museum Pusat Jakarta, tetapi sekarang dinyatakan hilang. Edisi teks yang pertama atas cerita "Lutung Kasarung" dan yang mendasarkan diri pada naskah tersebut adalah edisi yang dibuat oleh C.M. Pleyte pada tahun 1911 (Kern, 1940: 473). Di samping Pleyte yang menerbitkan Cerita Pantun (batasan mengenai Cerita Pantun ada pada bab 2) dari teks "Lutung Kasarung", ada dua orang lain yang juga melakukan hal yang sama, yaitu Eringa (1949) dan Achmad Sakti (1976). Selain itu, masih ada penulis lain yang menerbitkan cerita "Lutung Kasarung" dalam bentuk Wawacan (yaitu narasi panjang yang digubah menjadi puisi yang dinyanyikan) dan dalam bentuk Tembang Cianjuran (yaitu sejenis drama yang dinyanyikan dengan iringan musik khas daerah Cianjur). Engka Widjaja, misalnya, memilih bentuk Wawacan; Saleh Danasasmita dan Ade Kosmaya memilih bentuk Tembang Cianjuran. Dari kesemua penulis di atas, hanya Ade Kosmaya yang memakai bahasa Indonesia sebagai media penyampaian cerita. Yang lainnya memakai bahasa Sunda. Selain dalam bahasa Sunda, Pleyte dan Eringa memberikan juga ringkasan dan terjemahan cerita dalam bahasa Belanda. Cerita "Lutung Kasarung" di antara cerita rakyat yang ada di Indonesia memang menarik untuk diteliti. Cerita ini bermula dari versi lisan dan mempunyai kedudukan yang khusus dalam kesusastraan Sunda. Dari sejarah resepsi teksnya tampak bahwa "Lutung Kasarung" mempunyai banyak kemungkinan terjadinya transformasi yang tidak hanya berupa lintas budaya {Sunda ke Belanda, Indonesia, dan Jawa), tetapi juga yang berupa lintas bentuk (dari bentuk Cerita Pantun lisan ke bentuk tertulisnya dan dari bentuk Cerita Pantun tertulis ke bentuk prosa, puisi, drama, opera, novel, dongeng, dan film). Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan apa keistimewaan cerita "Lutung Kasarung" sehingga dari zaman ke zaman orang menaruh perhatian pada cerita ini. Seakan-akan cerita ini muncul kembali dalam bentuk-bentuk yang baru dengan penampilan yang baru. Dari masa ke masa orang memberikan perhatian kepada cerita tersebut baik dalam bentuk penciptaan kembali seperti yang telah disebutkan di atas maupun dalam bentuk pembicaraan kritis.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
T6892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apsanti Djokosuyatno
Abstrak :
ABSTRAK Novel sejarah adalah genre fiksi yang mempunyai peran penting untuk mendidik dan mendekatkan pembaca pada masa lahir bangsanya. Sebagai sebuah genre ia mempunyai konvensi pada tataran naratif. Hadirnya fakta sejarah yang kontinu, yang secara relatif setia dalam hal tokoh, peristiwa, ruang, dan waktu, sebagai latar atau fungsi utama. Genre ini secara umum berkesan realis dan memperlihatkan kecenderungan meta-historis: menjelaskan sejarah itu sendiri. Novel sejarah dapat memperlihatkan berbagai dominansi warna seperti realisme yang terlihat pada katrologi ?Bumi Manusia ", ideologis pada "Arok Dedes ", psikologis pada "Roro Mendut", romantisme/erotisme pada "Subang Zamrud Nurhayati", dan heroisme pada "Perlawanan rakyat Sigi ". Pengarang sejarah secara umum adalah pencinta sejarah dan bangsa, mereka juga seorang idealis dan pengamat yang tajam. Catatan penting mengenai pengarang novel sejarah di Indonesia yang ada sekarang: mereka semua sudah berusia lanjut, dari generasi yang memperoleh pendidikan yang baik, khususnya bidang sejarah. Mereka adalah juga tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Belum muncul penulis novel sejarah muda usia.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Asim Gunarwan
Abstrak :
Kajian linguistik di Indonesia banyak didominasi oleh kajian-kajian yang dibuat dengan pendekatan formalisme, yang menelaah bahasa dari sudut pandang bentuk (dan bahan) semata-mata. Penelitian sosiopragmatik-kuantitatif ini dibuat dengan pendekatan fungsionalisme, yang mengkaji bahasa berdasarkan fungsi ujaran. Masalah yang dikaji adalah bagaimana persepsi kesantunan para dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta. Tujuannya adalah mencari bukti apakah dwibahasawan itu monokultural ataukah bikultural. Hipotesisnya adalah bahwa para dwibahasawan Indonesia-Jawa itu bikultural. Pembuktian hipotesis dibuat dengan membandingkan hierarki kesantunan bentuk-bentuk ujaran direktif (yang fungsinya menyuruh) di dalam bahasa Indonesia dengan hierarki padanannya di dalam bahasa Jawa. Data dijaring dari 106 orang responden di Jakarta dan dari 39 orang responden di Malang yang dijadikan kelompok pembanding. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang dimaksudkan untuk "menyadap" persepsi kesantunan responden atas sembilan pasang bentuk ujaran direktif Indonesia dan Jawa dengan menggunakan skala penilaian 1 s.d. 9, mirip skala Likert. Hasil kuantifikasi data dipakai untuk menyusun hierarki, satu untuk bahasa Indonesia dan satu lagi untuk bahasa Jawa. Salah satu temuan penelitian ini adalah bahwa para dwibahasawan Indonesia - Jawa di Jakarta itu adalah dwibahasawan yang monokultural, dan di dalam hal ini mereka monokultural di dalam kebudayaan Jawa.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aliudin Mahjudin
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Apipudin
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sapardi Djoko Damono, 1940-2020
Abstrak :
ABSTRAK
Sejauh ini karya-karya Rendra telah banyak dibicarakan para pengamat sastra Indonesia, baik dari dalam negeri rnaupun luar negeri. Banyak di antara pembicaraan itu menitikberatkan pada kehidupan Rendra sebagai pengarang yang banyak terlibat pada berbagai aktivitas politik. Konsekuensinya, porsi pernbicaraan tentang Rendra lebih banyak daripada pembicaraan tentang karya-karyanya. Dalam konteks puisi, orang lebih suka membicarakan bagaimana Rendra membacakan puisinya daripada membicarakan karya-karyanya. Karena itu, segi pencapaian puitik Rendra jarang disentuh.

Penelitian ringkas ini rnerupakan upaya untuk menguraikan berbagai segi pencapaian puitik Rendra berdasarkan sejumlah teks yang pernah diterbitkan sejak tahun 1957 hingga kini menjadi urusan penting dalam pendekatan ini. Di samping itu, penelitian ini juga rnernanfaatkan pengetahuan penulis tentang Rendra untuk membantu tercapainya tujuan tersebut.

Analisis terhadap sejumlah karya Rendra telah rnernbuktikan bahwa ia adalah salah seorang penyair kita yang luput dari ejekan, ars brevis vita longa, "seni. pendek, tapi hidup lama." Ia luput dari ejekan itu karena kesetiaannya pada seni, khususnya puisi, tidak pernah luntur. Hal itu diwujudkan dengan terus mencipta dengan bersandar pada tradisi dan penguasaannya atas peralatan artistik sedemikian rupa sehingga menempatkan dia pada jajaran penyair terkemuka dan terpenting di Indonesia.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hamidi
Abstrak :
ABSTRAK
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah mendesaknya upaya penanganan sastra keagamaan Betawi. Sastra ini muncul dalam bentuk cerita tentang riwayat hidup tokoh agama Islam. Sa1 ah seorang tokoh agama Islam yang sangat terkena1 di kalangan masyarakat Betawi adalah Syekh Muhammad saman. Riwayat hidup tokoh ini disebut Manakib Syekh Muhammad Saman. Manakib ini sangat populer karena sering dibaca masyarakat Betawi khususnya generasi tua dan pembacaannya mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

Tradisi, fungsi, dan keberadaan pembacaan manakib ini diperkirakan akan terdesak sejalan dengan terdesaknya jumlah, keberadaan, dan peranan masyarakat Betawi di Jakarta sebagai akibat dari ยท pesatnya pembangunan fisik kota Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi dan tradisi pembacaan Manakib Syekh Muhammad Saman dalam masyarakat Betawi. Tujuan lain adalah membuat transliterasi buku manakib ini dari huruf Jawi ke dalam huruf Latin. Transliterasi dapat berfungsi sebagai rekaman atau dokumen sastra keagamaan Betawi yang barangkali dapat mewakili jenis kesusastraan yang hidup pada zamannya.

Untuk mengetahui fungsi pembacaan manakib ini saya menggunakan metode wawancara dan pengamatan terlibat (pupuan langsung). Melalui kedua metode ini kita dapat memperoleh imformasi sebanyak-banyaknya secara langsung dari informan. Informasi yang tidak atau pun yang sukar dipero1eh dari imforman dapat kita peroleh melalui pengamatan terlibat yang dilakukan tanpa disadari oleh masyarakat Betawi.

Fungsi pembacaan manakib Syekh Muhammad Saman adalah untuk pembayar nazar. Nazar merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan akibat adanya perjanjian. Seseorang bernazar untuk menyelenggarakan upacara pembacaan manakib Syekh Muhammad Saman jika oran tersebut memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut bisa merupakan keuntungan langsung seperti memperoleh keuntungan dari berdagang, lulus kuliah, memperoleh pekerjaan yang baik, atau memperoleh jodoh yang diidamkan. Nazar juga dilakukan jika sesorang terhindar dari musibah yang besar atau sembuh dari sakit parah.

Buku Manakib yang ditransliterasi merupakan buku manakib yang diperoleh dari masyarakat secara acak. Buku seperti ini bisa kita peroleh di toko-toko kitab dan hurufnya sudah dicetak.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Soetarman Mahayana
Depok: Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Soetarman Mahayana
Depok: Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyid Sartuni
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>