Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2275 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wieke Harmandar
Abstrak :
ABSTRAK
Landfill adalah metode yang digunakan Kota Depok dalam menangani sampahnya di Tempat Pembuangan Akhir. Metode ini menghasilkan air lindi yang memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Lahan basah buatan merupakan salah satu metode pengolahan air limbah secara biologis yang terbukti dapat menurunkan kadar pencemar organik dengan efisiensi tinggi, biaya terjangkau, dan perawatan yang mudah. Penelitian lahan basah buatan selama 12 hari dengan sistem Free Water Surface (FWS) continuous menggunakan tanaman Limnocharis flava ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengurangan COD dan ammonium, pembebanan optimal, serta waktu optimal pengolahan yang dibutuhkan. Dilakukan pula pembandingan dengan sistem lahan basah buatan tanpa tanaman (sistem kontrol). Dengan debit 24 L/hari didapatkan hasil bahwa lahan basah buatan ini dapat mengurangi parameter COD hingga 59,4%. Dimana pengurangan COD pada lahan basah buatan lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Dengan menggunakan persentase efektivitas didapatkan pembebanan optimal COD adalah sebesar 168,35 mg/L serta waktu pengolahan selama 12 hari. Untuk parameter ammonium, dengan pembebanan yang ada, yaitu 27,5-219 mg/L maka lahan basah buatan dengan skala kecil ini tidak dapat bekerja efektif. Sehingga pembebanan dan waktu optimal tidak dapat ditetapkan.
ABSTRACT
Landfill is a method that use by Depok City to control its solid waste in end process. This method generate leachate water which need to treat before discharge into environment. Constructed wetlands is one of the method to treat waste water, biologically, that has high efficiency to reduce organic pollutant, low cost, and less maintenance. This study with Free Water Surface (FWS) and continuous systems, for 12 days, using Limnocharis flava, has objectives for investigate COD and ammonium removal, optimum loading, and optimum retention time. This study also compare with constructed wetlands without plant (control system) Discharge 24L/day, this study demonstrated removing COD up to 59,4%, which COD removal in constructed wetlands show higher removal than control system. Using presentation of effectiveness, resulting the optimum loading for COD is 168,35 mg/L in 12 days. For ammonium, with loading 27,5-219 mg/L, this pilot scale wetlands demonstrate ineffective removal. Optimal loading and retention time based on ammonium are not able to fix. This study conlude constructed wetlands are able to applicate in wastewater treatment of TPA Cipayung to enhance the leachate quality.
2010
S50609
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Supriyanto Adiputro
Abstrak :
ABSTRAK
Lokasi pengamatan adalah ruas jalan yang terpilih, pompa bensin, terminal bis, dan taman-taman kota, serta kebun pembibitan dan percobaan Dinas Pertamanan.

Pengambilan data lapangan dengan Systematic Purposive Sampling dengan rumus (P-1) (U-1) > 15 untuk menentukan jumlah sampel. Faktor-faktor yang diperhitungkan adalah bibit tanaman, konsentrasi gas karbon dioksida, pengaturan larutan unsur Kara, faktor suhu, dan kelembaban udara. Selanjutnya sampel tanaman diidentifikasi jenisnya di laboratorium LBN Bogor. Untuk analisis data selain dilakukan secara statistik parametrik dan nonparametrik, juga dilakukan pengamatan secara visual terhadap jenis-jenis tanaman untuk menentukan indeks nilai penting.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Kelompok tanaman yang banyak dipergunakan oleh pemerintah DKI Jakarta sebagai tanaman penghijauan meliputi tanaman berkayu, tanaman perdu, tanaman hias, dan rumput-rumputan; (2) Dari keempat kategori tanaman tersebut di atas, terdapat 10 jenis yang dominan berupa tanaman berkayu keras. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman angsana (Pterocarpus indices) dan akasia (Acacia auriculiformis) merupakan jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi; (3) C02 dalam konsentrasi tertentu dibutuhkan oleh tumbuhan dalam pembentukan karbohidrat melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya dibutuhkan dalam pembentukan bagian-bagian tumbuhan lainnya antara lain dinding sel; (4) Emisi gas CO dan CO2 di beberapa wilayah DKI Jakarta masih berada di bawah ambang batas peruntukan; (5) Hasil penghitungan gas CO2 yang bervariasi antara 1005,87 ug/m3 sampai 8669,36 ug/m3, akibat pengaruh beberapa faktor, yaitu iklim, kelas stabilitas udara, dan arus kendaraan bermotor atas jumlah unit kendaraan bermotor.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elisabet Maria Purastuti
Abstrak :
Upaya penanggulangan konflik manusia gajah sudah banyak dilakukan, tetapi konflik masih terus menerus terjadi sehingga populasi gajah menurun dan menyebabkan terjadinya kepunahan lokal. Hal ini berdampak buruk pada konservasi gajah di alam. Penyebab konflik manusia gajah adalah kerusakan lingkungan pada habitat gajah akibat tekanan penduduk. Oleh karena itu perlu adanya kajian mengenai pola pergerakan gajah dan daerah yang disukai Oleh gajah. Fokus penelitian ini adalah menganalisis pola pergerakan gajah berdaaarkan Kondisi abiotik dan biotik habitat gajah. pola pemanfaatan dan pengelolaan lahan masyarakat, dari upaya penanggulangan konflik manusia gajah yang telah dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Sekincau, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung dimana pada bulan November 2006 ada 1 ekor Gajah Sumatra betina dewasa yang dipasang GPS Radio Telemetry Collar. Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk "monitoring pergerakan kelompok gajah di daerah tersebut Hasil dari penelitian adalah target pergerakan gajah berada pada Wilayah di sekitar sungai dengan radius 0-500 meter ada ketersediaan pakan, kerapatan vegetasi yang tinggi untuk tempat berlindung dan ada ketersediaan mineral. Cara pengolahan dan pemanfaatan lahan masyarakat yang mengusahakan tanaman yang disukai gajah, jarak tanam yang rapat dan kebiasaan masyarakat yang menampung air hujan di kebun mempunyai daya tarik bagi pergerakan gajah. Tanaman padi menjadi favorit bagi gajah karena memiliki nutrisi dan biomassa yang tinggi sehingga menjadi faktor utama dalam pergerakan gajah. Konflik manusia gajah terjadi karena kerusakan lingkungan, tetapi upaya penanggulan masih menggunakan teknik yang bersifat symptomatic solution, seperti penggiringan dan penghalauan, sehingga konflik masih terus berlangsung.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26941
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Aswin Yoga Putra
Abstrak :
ABSTRAK Peningkatan banjir pesisir akibat perubahan iklim yang terjadi di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, telah memaksa masyarakat untuk mengambil beberapa strategi adaptasi. Selama ini, strategi adaptasi berfokus pada ekonomi dan fisik, sementara aspek psikologi dan sosial juga memainkan peran penting dalam menentukan strategi yang tepat terhadap masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk, mengidentifikasi luas kerentanan wilayah terdampak banjir pesisir di Kecamatan Cilincing, mengidentifikasi hubungan faktor adaptasi psikososial-kultural masyarakat (psikologis, sosiologis, kultural), serta menganalisis pengaruh faktor kapasitas (sosial, ekonomi, lingkungan) terhadap adaptasi psikososial-kultural masyarakat. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan gabungan metode kuantitatif-kualitatif, dan analisis korelasi Spearman. Luas kerentanan wilayah terhadap bencana banjir pesisir di Kecamatan Cilincing tersebar hampir di seluruh wilayah, yaitu seluas 12,22 Km2 atau 37,16% wilayah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hanya dua dari tiga hubungan antar variabel yang memiliki hubungan, yakni psikologis-sosiologis dan sosiologis-kultural. Adaptasi psikologis-sosiologis memiliki nilai korelasi -0,298. Adaptasi sosiologis-kultural memiliki nilai korelasi 0,474, yang berarti semakin tinggi adaptasi masyarakat dari sisi psikologisnya, maka semakin rendah tingkat adaptasi dari sisi sosiologisnya. Sementara, semakin tinggi adaptasi masyarakat dari sisi sosiologisnya, maka semakin tinggi pula tingkat adaptasi dari sisi kultural. Selain itu, untuk kapasitas masyarakat, hanya kapasitas sosial yang berpengaruh signifikan terhadap adaptasi psikososial-kultural. Hal ini dikarenakan perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh bencana memunculkan keterkaitan antara sosial dan psikologis individu yang memberikan dampak terhadap kesehatan mental, strategi penanganan, serta upaya adaptasi mereka terhadap bencana tersebut.
ABSTRACT The rising of coastal flood due to the climate change that occurred in Cilincing area, North Jakarta, has forced the community to take some adaptation strategies. However, the current adaptation strategy only emphasizes on the economic and physical, while ignoring the psychology and the social aspects that also play a vital role in deciding a proper strategy towards the problem. The purpose of this study was to identify the extent of vulnerability of coastal flood affected areas in Cilincing Subdistrict, identify the relationship of psychosocial adaptation factors of society (psychological, sociological, cultural), and analyze the influence of capacity (social, economic, environmental) factors on community psychosocial adaptation. The study uses a quantitative approach, using a combination of quantitative-qualitative methods, and Spearman correlation analysis. The area of vulnerability of the area to coastal floods in the District of Cilincing is spread in almost all regions, covering an area of 12,22 Km2 or 37,16% of the area. Based on the results, it can be inferred that psychological adaptation determines society's sociological and anthropological adaptation. Psychological adaptation has a negative relationship to sociological adaptation with a correlation coefficient (R) = -0,298 with significant value 0,00. Indicating the higher the psychological adaptation, the lower the sociological adaptation of society. Sociological adaptation has a positive relationship to cultural adaptation with correlation coefficient (R) = 0,474 with significant value 0,00. Indicating the higher the sociological adaptation, the higher the anthropological adaptation. In addition, for community capacity, only social capacity has a significant effect on psychosocial adaptation. This is because the environmental changes caused by the disaster give rise to interrelationships between the social and psychological individuals that have an impact on mental health, coping strategies, and their adaptation efforts to the disaster.
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T52623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrayadi Nawawi
Abstrak :
Pesatnya pertumbuhan pembangunan perkotaan telah membawa implikasi makin terbebaninya kondisi lingkungan perkotaan. Meningkatnya laju migrasi penduduk yang mengarah ke kawasan perkotaan disebabkan kurang meratanya pembangunan antara kota dan desa di mana sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat lebih banyak terdapat di perkotaan. Lahan pekerjaan yang menjanjikan lebih tersedia di perkotaan. Banyaknya penduduk yang masuk dan menetap diperkotaan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara penyediaan kebutuhan prasarana kota dengan kebutuhan penduduk. Menurut data yang dikemukakan dalam RT/RW Palembang 1999-2009 menyebutkan bahwa dari total luas Kota Palembang yaitu 40.061 ha, dengan total luas daratan 38.253 ha dan luas perairan 1.808 ha. Kawasan daratan yang diperuntukkan sebagai kawasan budi daya pada tahun 1998 seluas 33.688 ha, sementara kawasan lindung yang ditetapkan seluas 485 ha. Pada tahun 1999 kawasan budi daya bertambah menjadi 37768 ha, sementara kawasan lindung masih dengan luasan yang sama, yaitu 485 ha. Luas kawasan yang diperuntukan sebagai lahan perumahan seluas 15522 ha. Saat ini lahan yang diperuntukan sebagai lahan perumahan baru mencapai 25% dari total kawasan peruntukannya. Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian: belum optimalnya pemanfaatan lahan untuk perumahan di kota Palembang. Selanjutnya pertanyaan penelitian di kemukakan sebagai berikut: Faktor-faktor apakah yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan perumahan di Kota Palembang? Bagaimana prediksi tekanan pertumbuhan penduduk terhadap ketersediaan lahan untuk perumahan? Bagaimana model dinamik yang menggambarkan rencana tata ruang Kota Palembang yang didasarkan pada pertumbuhan penduduk dan keterbatasan sumberdaya lahan perumahan? Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Mengetahui faktor-faktor apakah yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk perumahan di Kota Palembang 2. Mengetahui prediksi pemanfaatan lahan untuk perumahan diKota Palembang 3. Membuat model Pemanfaatan lahan untuk perumahan di Palembang Untuk mencapai tujuan tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode ex post facto dan metode survey. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang menggambarkan pertumbuhan penduduk dan unit perumahan di Kota Palembang. Pendekatan analisis yang digunakan disamping pendekatan deskriptif dan analisis spacial juga dilakukan pendekatan dengan model sistem dinamik, menggunakan software Powersim Versi 2.5. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pendekatan analisis yang dilakukan untuk pemecahan masalah digunakan pendekatan secara deskriptif berdasarkan output simulasi model. Pendekatan analisis ini dilakukan untuk melihat prediksi pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan unit perumahan di Kota Palembang. Model yang dihasilkan disimulasikan selama kurun waktu 50 tahun simulasi yaitu 1997-2047. Berdasarkan simulasi model yang dibangun, daya dukung kola Palembang yang dapat menampung unit perumahan yang dibangun akan mencapai puncaknya pada tahun ke 37 (2033), Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: - Faktor-faktor yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan di Kota Palembang diantaranya adalah faktor ekonomi, transportasi, karateristik lahan dan fear of crime. - Lahan yang diperuntukan sebagai kawasan perumahan di Kota Palembang masih dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk sampai dengan tahun 2033 (tahun ke 37). - Lahan dimaksud sudah termasuk lahan rawa yang diperuntukkan sebagai kawasan perumahan. Pendekatan model dinamika sistem dapat mengakomodasi dan membantu dalam menganalisis kebijakan pemanfaatan lahan perumahan yang termasuk dalam perencanaan tata ruang Kota Palembang.
The rapid growth of urban development has led to implication of burden on environmental condition. The increase of civilian migration to urban region is caused by the unbalanced development between urban and rural area. The great number of people migrating living in urban area results in the imbalance of infrastructure availability and civilian necessity. According to the mentioned data in The regional city planning (RTRW) in 1994-2004, the total area of Palembang city is 40. 061 acre. The total area of mainland is 38.253 acres, while the total area of sea is 1.808 acres. The total area that is used for preservation in 1998 as wide as 33.688 acres, while the conservation that was determined is 485 acres. The preservation area in 1999 increased to 37768 acre, while the conservation is still the same. The total area of open space is located at non-profitable area economically. The dependence of inhabitants on the area whose sufficient economic instrument causes the land use for housing not optimum. Based on the description that was mentioned above, the writer formulates problems as follows: - What factors that influence the land use for housing in Palembang city? - How is prediction the increase of population and land availability for housing? - Is that an existing dynamic model that describes the regional city planning in Palembang city, which is based on the increase of population and the limited resources for housing? The aim of this research is the optimum of land use for housing to achieve this aim, the researcher uses the qualitative and quantitative approach with the ex post-facto and survey method. The character of this research is descriptive method, which describes the growth of population and housing unit in Palembang city. Besides the descriptive method, which is based on output simulation model, the researcher also applies the dynamic system model using the powersim software version 2.5. The data used this study is: primary and secondary data. This analysis conducted to predict the increase of population and the growth of housing unit in Palembang city. The result of this model was simulated as long as fifty years from 1996-2033. According model simulation, the carrying capacity of Palembang city that can accommodate the housing unit will reach the peak in 2033. Based pn explanation above, the researcher draws the conclusion as follows: 1. Factors that influence land use in Palembang city are economy, transportation, Land characterization and fear of crime. 2. The natural population growth and movement or urbanization influenced the increase of population. 3. The model of dynamic system enables to direct policy of land use for housing, which is based on the increase of population growth.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmanto Budi Nugroho
Abstrak :
Penambangan batubara adalah salah satu bentuk kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Salah satu lokasi penambangan PT BHP Arutmin berada di Kecamatan Kintap, Kabupaten Kotabaru dan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Laut. Kegiatan operasi yang sudah berlangsung sekitar 10 tahun telah menimbulkan beberapa dampak dan perubahan lingkungan terutama fisik- kimia. Salah satu dampak penting yang dipantau dan dikelola adalah kuatitas udara terutama parameter debu. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas udara ambien dengan berbasis pada parameter NO2, SO2 dart Debu (TSP) sebagai akibat kegiatan penambangan batubara, menganalisis perubahan daerah penyebaran zat pencemar sebagai akibat kegiatan operasional penambangan Batubara PT Arutmin dan memperkirakan besarnya konsentrasi zat pencemar debu pada masa mendatang beserta daerah penyebarannya sesuai dengan rencana kegiatan penambangan batubara di PT Arutmin Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas didalam tesis ini seperti : deskripsi hasil kimia, lokasi kegiatan, kegiatan produksi tambang, kondisi kualitas udara ambien, penyebaran pencemar khususnya debu dari tambang terbuka ke daerah lain di sekitar lokasi penelitian. Penelitian tesis yang dilakukan merupakan jenis penelitian survey lapangan untuk memperoleh data primer kualitas udara, pengkajian data sekunder pengukuran masa lalu (expost patio) dan permodelan matematis kondisi saat ini dan masa yang akan datang. Lokasi penelitian tesis ini dilakukan di wilayah kontrak karya penambangan PT BHP Arutmin Tambang Satui, Penelitian ini hanya dibatasi pada daerah yang menjadi wilayah konsesi penambangan dan fasilitas penunjang lainnya beserta daerah sekitar lokasi penambangan yang terdekat dengan lokasi tambang dan jalan angkut (haul road). Berdasarkan hasil pengukuran untuk parameter debu masih belum melampaui baku mutu. sedangkan untuk SO2 terdapat satu lokasi melebihi baku mutu dan untuk NO2 di keseluruhan lokasi sudah melebihi baku mutu. Berdasarkan hasil uji statistik dengan membandingkan konsentrasi hasil pengukuran saat ini dan masa lalu ternyata telah terjadi perbedaan signifikan nilai rata-rata hasil pengukuran kualitas udara ambien untuk parameter SO2 dan NO, (1< 0,05), sedangkan untuk debu tidak ada perbedaan signifikan. Hasi! analisis penyebaran menunjukkan telah terjadi pergeseran penyebaran pencemar Debu dan SO2 dengan arah penyebaran berpusat di daerab sekitar tambang aktif saat ini, sedangkan untuk NO 2 lokasi penyebaran masih tetap berpusat di lokasi yang sama yaitu Simpang Empat Sumpol. Lokasi penyebaran debu Bari tahun 1996 s/d 1999 masih berpusat pada daerah sekitar jalan angkut (haul road) Berdasarkan hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa untuk lokasi yang diidentifikasi sumber emisi dominan dari tambang terdapat hubungan positif yang kuat antara kenaikan produksi tambang dan konsentrasi debu ambien (R2= 0,9), sedangkan lokasi yang cukup terbuka dengan berbagai aktifitas lain selain tambang terdapat hubungan positif namun kekuatan hubungannya sangat rendah (R.2 < 0,2). Berdasarkan hasil simulasi model matematis penyebaran pencemar menggunakan persamaan dasar Gaussian untuk tipe sumber emisi Area dan sumber Garis diperoleh angka ketelitian model (uji AME dan RMSE) dengan input emisi dari kegiatan transportasi yang melalui jalan angkut (haul road) memiliki ketelitian balk (90 % < x 95%) untuk keseluruhan lokasi pengukuran dan waktu pengukuran serta lokasi yang berada searah dengan arah angin (downwind) dan memiliki ketelitian sangat baik (> 95% ) untuk nilai rata- rata harian. Berdasarkan hasil tersebut maka dilakukan simulasi model untuk kondisi tahun 2005 dan 2010. Hasil simulasi model menunjukka bahwa untuk tahun 2010 terdapat beberapa lokasi yang akan melebihi baku mutu dan penyebaran pencemar debu masih terbatas pada daerah sekitar jalan angkut (haul road). Berdasarkan hasil pengukuran rutin, pengukuran lapangan pada saat penelitian dan hasil simulasi model, penyebaran pencemar yang hanya terbatas pada sekitar lokasi jalan angkut. Keterbatasan penyebaran dan tingginya konsentrasi debu disekitar jalan angkut dibandingkan dengan lokasi yang berjarak cukupjauh dari jalan angkut disebabkan oleh : posisi sumber emisi yang berada dipermukaan tanah mengakibatkan tinggi pencampuran pencemai relatif rendah, stabilitas atmosfer di lokasi penelitian umumnya tergolong tidak stabil sehingga selain terjadi penyebaran pencemar ke arah horisontal juga terjadi penyebaran pencemar ke arah vertikal, dan posisi lokasi terhadap sumber emisi yang sangat tergantung pada arah angin yang bertiup. Peningkatan intensitas emisi yang diperkirakan akan terjadi seiring dengan meningkatnya produksi hingga 5 juta ton/tahun cukup signifikan menyebabkan kenaikan konsentrasi terutama kontribusi dari PT Arutmin namun tidak mengubah pola penyebaran dan masih terbatas pada daerah sekitar penambangan dan jalan angkut. Berdasarkan kondisi penyebaran pencemar yang hanya terpusat disekitar jalan angkut dan lokasi tambang maka diperlukan penanganan masalah debu di jalan angkut dengan menggunakan cara sebagai berikut : 1. Pengendalian emisi dengan usaha : meningkatkan frekuensi penyiraman jalan, perkerasan dan peningkatan stabilitas jalan, pengaturan kecepatan kendaraan di lokasi tertentu yang berdekatan dengan permukiman, perencanaan alternatif pangangkutan lain selain menggunakan truk 2. Pengendalian pada media perantara dengan pembuatan zona penyanggan yaitu penanaman pohon sebagai penghalang penyebaran debu dan meninggikan tanggul di pinggirjalan angkut yang saat ini sudah ada 3. Pengendalian pada penerima yaitu dengan penanaman tanaman penghalang di sekitara rumah, meningkatkan jarak rumah dengan jalan angkut minimal 50 meter dari jalan angkut. E. Daftar Kepustakaan : 33 (1980-2000)
Ambient Air Quality Impact from Coat Mining ActivitiesCoal is a non-renewable resource that has been widely mined in Indonesia. Surface coal mines create environmental problems in the vicinity. Coal and overburden gives rise to air pollution as particulate is blown off and remains suspended in the air. In addition, the exhausts of the diesel-driven heavy machinery and vehicle that concentrate in the area also contribute to degradation of air quality. As a case study, the surface coal mining activities of PT Arutmin Indonesia at Satui Mine that has been operated for about 10 years are evaluated in the present study. The purpose of this study is to evaluate the change in the ambient air quality caused by the surface coal mining activities and subsequently their dispersions based on parameter NO2, 502, and dust (total suspended particulate). Special impedance is also given to forecast dust concentration and its dispersion area. The existing air quality data that were directly measured in the mining vicinity were compared with the air quality standard. In order to evaluate the change in the air quality, those existing data were also statistically compared to the history of air quality. Furthermore, mathematical modeling was used as a basis for forecasting of dust concentration and its dispersions. By comparing the existing air quality with the standard, it can be observed that dust and SO2 concentrations still meet the standard except in one location for SO2, whereas NO2 concentrations are exceeded the standard for all the sampling locations. Results of statistical test for parameter SO2 and NOX (i0.05) show significant differences in mean concentration between the existing and the history of air quality data. In contrast, there are no significant differences for dust. Based on the dispersion analysis on S02 and, dust, it can be observed a shift of the center of concentration isopleths to- the active mining pit. Where as the center of NOL concentration isopleths still remains in the same location, which is in Simpang Empat Sumpol, Results of linear regression suggest that the production capacity of coal is positively correlated with the ambient dust concentration (R2 = O.(?). That positive correlation, even though at very much lower degree (R2 < 0.2), still can be observed in the open area at the approximate distances from the mining pit. Gaussian equation simulation was performed using the data of all sampling locations and sampling times. As the inputs, theft was two types of emission source, which were area source and line source from the transportation activities passing through the haul road. The results show that the model accuracy index (AMIE and RMS[ tests) is good (90% f x < 95%). Even better accuracy was obtained (> 95 %) for downwind locations and daily mean concentration. Furthermore, the simulation is extended to estimate the air quality from year 2005 to 2010. Thus, it can be observed that the pollutant will exceed the standard in some locations and the dispersion pattern shows the accumulation of dust along the haul road. The accumulation of dust along the, haul road may be explained by considering that the emission source which located in ground level may limit the mixing height; lower atmospheric stability may also cause the vertical dispersion instead of horizontal dispersion alone; and variation in wind direction. The emission concentrations are expected to rise as the production capacity reaches 5 million ton per annum. However, the dispersion patterns are predicted to remain in the mining pit area and along the haul road. The following abatement strategies are proposed to minimize the air quality impact along the haul road: 1. Emission control, such as increase the frequency of spraying the haul road, vehicle speed regulation near the residential area, and seeking for alternative of less polluted type al-vehicle. 2. Buffering zone. such as planting trees, bushes and shrubs adjacent to the haul road and elevated or depressed the haul road. 3. Control in recipients, such as planting of trees in the house yard and increase the distance of the house from the haul road. E, Number of References: 33 (issued from 1980 to 2000)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Unu Nurdin
Abstrak :
Sampah merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh kota-kota metropolitan, besar, sedang, dan bahkan menjadi permasalahan nasional, sehingga pengelolaannya harus diberikan prioritas utama. Pencemaran paling utama di Indonesia adalah pencemaran oleh limbah domestik terutama yang berasal dari rumah tangga, oleh karena luasnya daerah pencemaran dan besarnya jumlah korban. Ditambah lagi pada beberapa dekade belakangan ini adanya kecenderungan pemakaian karakter barang konsumsi yang tidak akrab lingkungan, seperti plastik, styrofoam dan lain-lain. Berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Jakarta dapat mencapai 29.567 m3/hari atau kurang/lebih 2,92 liter/orang/hari, sedangkan yang sampai saat ini hanya mampu diatasi oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta baru sekitar 76,12% atau 22.507 m3/hari. Dari sisanya pun hanya sebagian kecil saja yang ditanggulangi oleh Dinas PU DKI Jakarta, Dinas Pertamanan DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya serta lebih sedikit lagi yang dicoba dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara daur ulang. Penanganan sampah di wilayah DKI Jakarta sebenarnya telah diupayakan dari waktu ke waktu untuk mengurangi dampak negatifnya, mulai dari tahap pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai dengan pembuangan akhir. Namun adanya keterbatasan sumber daya yang ada mengakibatkan hasil yang dicapai belum optimal. Dilain pihak, permasalahan sampah yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan, bukan semata-mata permasalahan teknis dan manajemen semata, tetapi juga dituntut adanya peran serta masyarakat termasuk sektor swasta. Gambaran tentang tumpukan sampah atau pun pengotoran sungai/kali di Jakarta bukan hanya urusan Pemerintah Daerah saja, tetapi juga harus dilihat dengan keadaan yang lebih menyeluruh serta proporsional. Meskipun pengelolaan kebersihan lingkungan telah diatur melalui peraturan-peraturan dan penyelenggaraan kebersihan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, tetapi sehari-hari masih dengan mudah ditemui adanya tumpukan- tumpukan sampah bertebaran ditempat-tempat bukan tempat pengumpulan sampah. Berbagai upaya mengatasi hal tersebut di atas telah dilakukan, dimulai dengan lebih mengintensifkan cara pengumpulan dan pengangkutan sampah dengan mempertimbangkan kondisi dari masing-masing permukiman, pembuatan dan penyediaan Lokasi Pengumpulan Sampah (LPS) yang lebih banyak, maupun pemanfaatan sampah yang masih dapat dipergunakan seperti pembangunan Usaha Daur-ulang dan Produksi Kompos (UDPK), namun Cara-cara di atas masih belum mampu memecahkan masalah inti permasalahan sampah. Kenyataan di lapangan, di beberapa daerah pemukiman umumnya, partisipasi masyarakat sering disalahartikan dengan cenderung hanya menunggu keterlibatan pemerintah saja, dalam hal ini Dinas Kebersihan DKI Jakarta yang mempunyai tugas khusus mengelola masalah sampah. Padahal pengelolaan sampah sebaiknya sudah dimulai dari sektor rumah tangga sebagai struktur terbawah yang saling berinteraksi, baru meningkat pada sektor-sektor diatasnya. Untuk itu masih diperlukan upaya selain masalah teknis semata, yaitu dengan adanya upaya peran serta atau partisipasi masyarakat yang dimulai dengan melaksanakan pengumpulan dan pengangkutan sampah terpadu dari rumah-rumah ke tempat penampungan sementara, terutama di daerah-daerah yang kurang atau tidak terjangkau langsung oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sehingga untuk mengatasi permasalahan sampah tidak akan terselesaikan oleh upaya pemerintah saja, melainkan masyarakat juga perlu diajak berperanserta secara aktif. Bagi Kotamadya Jakarta Utara, permasalahan sampah layak dianggap sebagai prioritas cukup utama mengingat wilayah tersebut mempunyai tingkat heterogenitas penduduk yang sangat tinggi, dengan tingkat disiplin dan kurangnya kesadaran masyarakat, ditambah wilayah dengan kontribusi 13 sungai yang berhilir di sana dengan beberapa daerah yang mempunyai kontur lebih rendah dari permukaan bumi dan mempunyai 17 lokasi permukiman kumuh, sehingga semuanya dapat berakumulasi, dapat membentuk kultur masyarakat yang kurang mendukung upaya pengelolaan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mengetahui hubungan faktor status sosial dan status ekonomi terhadap kenaikan tingkat peran serta masyarakat dalam kebersihan, yang terbagi atas beberapa parameter seperti: upaya melakukan pewadahan sampah, upaya melakukan pemilahan sampah, upaya membuang sampah pada tempatnya, upaya membayar retribusi sampah sesuai jumlah dan waktunya, keikutsertaan dalam setiap kegiatan kebersihan, dan kepatuhan dalam setiap peraturan kebersihan. Atas dasar hal tersebut disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Ada keterkaitan antara status sosial dan status ekonomi masyarakat dengan tingkat peran serta masyarakat di bidang kebersihan. 2. Ada hubungan antara status sosial masyarakat dengan tingkat peran serta masyarakat di bidang kebersihan. 3. Ada hubungan antara status ekonomi masyarakat dengan tingkat peran serta masyarakat di bidang kebersihan. 4. Ada perbedaan yang berarti antara tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lama tinggal, status kependudukan, dan pendapatan terhadap besamya peran serta di bidang kebersihan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei dan pendekatan korelasional. Analisis data diolah melalui program SPSS yang dipergunakan untuk mengetahui tingkat hubungan antara variabel status sosial dan status ekonomi terhadap peran serta masyarakat dalam kebersihan secara lebih mendalam. Pada pemilihan wilayah kecamatan dan kelurahan sebagai populasi survei dilakukan dengan metode Stratified Random Sampling, sedangkan pemilihan responden sebagai populasi target dilakukan dengan metode Proportional Random Sampling. Melalui metode di atas direncanakan diambil 160 responden, dengan harapan terdapat sejumlah perbandingan kondisi keluarga dengan status sosial dan status ekonomi yang diinginkan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1. Terdapat hubungan yang sangat erat antara faktor status sosial dengan status ekonomi dari masyarakat. 2. Terdapat korelasi antara faktor status sosial dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam kebersihan. 3. Terdapat korelasi antara faktor status ekonorni terhadap peningkatan peran serta masyarakat dalam kebersihan. 4. Terdapat korelasi bermakna, meskipun kecil antara faktor status sosial dan status ekonomi dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam kebersihan. ......Garbage is one of the problems up against by metropolitan cities, small and big cases and even as national matters, so its management has to put in the first priority. The main pollution in Indonesia is pollution due to domestic waste mainly originated from household, therefore spreading polluted area and amount of who are suffering of its impact. In addition the latest period tend to miscellaneous consumption product harmful to environment such as plastics, Styrofoam etc. According to the data from Dinas Kebersihan DKI Jakarta, every day public in Jakarta could produce garbage of 29,567 m3/day or + 2, 92 liter/person/ day, whereas this office could handle it only 86,12% or 22,507 m3/day. The others were overcome by Dinas PU (Public Work Office) Dinas Pertamanan (Gardening Office) and Pasar Jaya and at least waste recycled by people. Actually, the handling of garbage in DKI Jakarta have been done from time by time to minimize its negative impacts, started from its collection, transportation, processing and to the final disposal But due to the less of the human resources, the results achieved still not optimum. On the other hand, the waste problem faced by Dinas Kebersihan was not only caused by technical and management problems, but also the public participation including private sectors is very required to overcome this problem together. Description of garbage stack or dirty rivers are not problems of local government only, but it should be viewed in a more comprehensive and proportional circumstances. Although the environmental sanitation management has been by regulations and its implementation was done the by government institutions, but in daily life it's easily to be found the garbage everywhere that is not in its collection place. Many efforts has been done to overcome these problems, started by doing more intensive ways of collection and transportation of garbage by either considering the condition of each settlement, the making and providing more of garbage collection place (LPS), nor the use of garbage which can be used such as the development of recycling business and compos production (UDPK), but those ways still can not overcome the main of waste problem. In fact, generally in some urban areas public participation often being misunderstood and tends to wait the government's involvement only, in this case Dinas Kebersihan DKI Jakarta is the one who has a special duty to manage the waste problem. Whereas waste management is better started from household sector as the lowest structure is which interacted, and then increase to the upper sector. Therefore it's still required the other efforts beside a technical problem that is doing an integrated from houses to the temporary places of garbage collection, especially for the areas that can not be achieved directly by Dinas Kebersihan DKI Jakarta, so to overcome garbage problems will not only be solved by government's efforts but also by active participation of the community. For the Municipality of North Jakarta, the waste problems are deserved to be put as the first priority considering to the area that has high heterogenity of population with less dicipline and awareness, in addition the area contributed by 13 rivers that empty into lower land sea surface, and 17 slum areas, so Those could be accumulated to community culture who are less supporting the waste management. This study was aimed to search and find out socio-economic relationship factors towards the increasing of community participation level in sanitation, which is divided into some parameters such as : effort in providing grange place, effort in identifying of garbage, effort in throwing garbage in its proper place, effort to pay retribution (tax) of garbage accordance with the volume and removal schedule, public participation in every sanitary activities and obedience in every sanitary regulations. Based on the explanation above, the hypothesis has been arranged as follows: 1. There is a relationship between social and economic status with the public participation level. 2. There is a relationship between social statuses with the public participation level. 3. There is a relationship between economic statuses to the public participation level. 4. There is a difference among education level, kind of job, long of stay, citizenship status and income level to toward participation in sanitation. This research uses survey research method and correlative approaches. Data analysis used SPSS program to know the relationship level among social status to the participation of public in sanitation. In choosing of sub districts and villages as survey population, stratified random sampling method was used, whereas the choosing of respondents as target population, proportional random sampling method was used. By this method, 160 respondents were taken with assumption there is s number of comparisons of family with the souse-economic status desired. The result of this research showed that : 1. There is a tight relationship between social status factor and economic status factor. 2. There is a correlation between social status factor and the increasing of public participation in sanitation. 3. There is a correlation between economic status factor and the increasing of public participation in sanitation. 4. There is a significant correlation, although a little between socio-economic status factor and the public participation in sanitation.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T5200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Susetyo Edi Prabowo
Abstrak :
Kota Semarang sebagai ibu kota propinsi Jawa Tengah terletak antara garis 6° 50' - 7° 10' Lintang Selatan dan garis 109° 35' - 110 50' Bujur Timur. Dibatasi sebelah barat oleh kabupaten Kendal, sebelah timur oleh kabupaten Demak, sebelah selatan oleh kabupaten Semarang dan sebelah utara oleh Laut Jawa dengan garis pantai sepanjang 13,6 km. Secara administratif kota Semarang meliputi 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan dengan luas wilayah 373,70 km2 dengan topografi merupakan wilayah berbukit-bukit dan daerah yang landai terletak di sepanjang pesisir utara. Kawasan ini merupakan dataran rendah aluvial dengan ketinggian bervariasi antara 0 - 250 m dpl. Kota Semarang tidak terlepas dari permasalahan pemenuhan kebutuhan air, karena daerah sekitarnya mengalami pertumbuhan yang pesat terutama dengan berkembangnya lokasi industri. Besarnya resapan air hujan di sebagian daerah Semarang terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Garang dengan jumlah rata-rata 121.775.200 m3/tahun (Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 199912000). Yang memiliki luas 195.57608 km2 (52,75% luas kota Semarang). Penduduk Kota Semarang pada tahun 1998 tercatat berjumlah 1.272.648 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk selama tahun 1998 sebesar 0,842% (Kota Semarang Dalam Angka, 1998). Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kepadatan penduduk cenderung naik seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Namun disisi lain penyebaran penduduk pada masing-masing wilayah kecamatan belum merata, kecamatan Semarang Tengah tercatat sebagai wilayah terpadat sedangkan kecamatan Mijen merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan terendah. Saat ini sekitar 30% kebutuhan air bersih masyarakat kota Semarang terpenuhi oleh PDAM (]ICA, 1998). Disisi lain kapasitas produksi air PDAM sangat tergantung pada air sungai, karena di kota Semarang sudah mulai terjadi krisis air tanah. Data pada tahun 1997 memperlihatkan setengah dari total kapasitas air PDAM, kurang lebih 0,901 m3/detik diambil dari sungai Garang. Sampai tahun 2015 prediksi kebutuhan air bersih kota Semarang mencapai 12,218 m3/detik. Sehingga sebagian besar penduduk dan kebutuhan industri di daerah Semarang harus memenuhi kebutuhan air bersih dari budi daya sendiri, yaitu dari air tanah dengan cara membuat sumur gali, dan sumur bor. Perkembangan pengambilan air tanah di kota Semarang meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain peningkatan jumlah penduduk pembangunan sarana dan prasarana perkotaan sehingga terjadi perubahan peruntukan lahan. Dengan adanya perubahan ini, kemampuan tanah untuk meresapkan air menjadi sangat terbatas hal ini ditunjukkan antara lain dengan meningkatnya limpasan kumulatif air aliran permukaan. Nilai limpasan air permukaan suatu wilayah merupakan daya kumulatif dari masing-masing jenis tata guna lahan. Maka daya melimpaskan air suatu lahan tergantung pada pola tata guna lahannya (Guritno, 2000). Penulis mencoba untuk menentukan daya dukung lahan di DAS Garang dengan bantuan SIG. Bahan penelitian adalah ekosistem kawasan resapan air (Recharge Area) dan ekosistem lainnya yang terkait di DAS Garang dan sekitarnya yang diperoleh dalam bentuk data spasial serta tabular. Data sekunder yang dikumpulkan melalui proses digitasi disusun menjadi peta digital. Beberapa peta digital tersebut kemudian di overlay sebagai dasar analisis terhadap keperluan penelitian ini. Dari hasil analisis terhadap pola tata guna lahan di DAS Garang pada tahun 1993 diperoleh nilai limpasan kumulatifnya (Ckum) sebesar 0.5288069 (> 0.4) menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan di DAS tersebut buruk sedangkan pada tahun 1998 nilai limpasan kumulatifnya (Ck ) justru meningkat menjadi sebesar 0.53550415. Kedua fakta tersebut diatas mengindikasikan bahwa pola tata guna lahan di DAS Garang menunjukkan penurunan dari tahun 1993 ke tahun 1998 sehingga memerlukan perhatian yang serius pada masa mendatang.
The city of Semarang, capital of Central Java is situated between 60 50' - 7° 10' latitude and 109° 35' - 110° 50' longitude. It is bordered by Kendal Regency on the west, by Demak Regency on its east, on the south by Semarang Regency and at its north is the 13,6 km. Coast line of the Java sea. Administratively the city of Semarang consists of 16 districts and 177 sub districts covering an area of 373,70 square km. With a topography of rolling hills and gently sloping land at its northern coast. The whole region is an alluvial lowland lying at 0 to 250 meters above sea level. Semarang city is not free from the problems of adequate water supply, due to the rapid development of its surrounding areas, in particular that of its industry. The area with the highest annual rainfall with an average of 121.775.200 m3/year (Directorate of Geology and Environmental, 1999/2000) is situated along the Garang river stream area at the southern part of Semarang a total area of 195.57608 square lcm (52,75% Semarang total area). The population amount of Semarang city recorded in 1998 is 1.272.648 and has an annual growth by 1998 of 0,842% (Semarang city in numbers, 1998). Within the last 5 year its population density has tended to increase that is commensurate wit its population growth. However, its population is unevenly distributed among the districts, with Central Semarang district recorded as the most densely populated area, and Mijen district having the lowest density. At present about 30% of the city population's water requirement is supplied by PDAM (ICA, 1998). However, the production capacity for fresh water relies mostly on adequate river water, due to the merging problem of decreasing grand water levels in the city. Data?s from 1997 show that half of PDAM supply capacity, roughly 0,901 cubic m/sec., is water taken from the Garang river. By year 2015 it is predicted that demand for fresh water will reach 12,218 cubic rn3/sec. Most of Semarang's population industrial needs for fresh water will have to be supplied through own resources, namely by digging along boring wells. Thus the rapid increase of ground water use in Semarang city is in direct relation to the population increase and industrial development. Unfortunately the increase in population means building more infrastructures which in turn caused a change in land use. With the increased land use, the capability of the ground surface to absorb water has decreased, as can be seen from the increasing cumulative surface watershed. Thus the rate of of watershed capacity depends on the cumulative results from the various cities? land use. The watershed capacity of an area depends on the pattern of land use system deployed in that area (Guritno, 2000). The writer tries to assess the Garang river stream area (DAS) land capacity by using SIG. The research material comes from the water recharge area ecosystem and other ecosystems related to DAS Garang and surroundings, collected in spatial and tabular data form. The secondary data collected by digitations process was compiled into a digital map. Several of the digital maps were then overlaid as the basis for this research requirement. From the results of an analysis of the land use system pattern at DAS Garang in 1993, a cumulative watershed capacity of (Ck?m) 0.5288069 (> 0.4) was concluded which indicates that the capability of this particular DAS is bad, even when in 1998 the cumulative watershed capacity increased slightly to 0.53550415. Both the above findings indicate that the pattern of land use at DAS Garang has decreased in effectiveness and such requires serious attention in the near future.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutaryana
Abstrak :
Campak adalah penyakit virus akut(paramyxavirus) sangat mudah menular melalui udara atau kontak langsung namun tergolong penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Di Indonesia penyakit campak telah masuk pada tahap reduksi dengan cakupan imunisasi (>90 %) namun Case fatality rate (CFR) eukup tinggi yaitu sekitar 1,7 - 2,4 oleh karena itu penelitian kearah mencari faktor penyebab penyakit campak pads balita dalam hal ini dibatasi pada faktor kesehatan lingkungan dan karakteristik anak balita yang berkaitan dengan kejadian penyakit campak pada balita menjadi sangat beralasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekwensi, hubungan dan mencari model faktor kesehatan lingkungan (16 variabel) dan karakteristik anak balita (5 variabel ) dengan kejadian penyakit campak pada balita. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut dengan metode kasus kontrol, jumlali sampel masing masing 150 kasus dan 150 kontrol total 300 sampel (1:1), rentang waktu antara Bolan Juli 2000 aid Bulan Desember 2001. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 21 Variabel yang dilakukan uji hubungan bevariat ada 15 variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan p 0.05 (hipotesis ditolak). Dan 5 variabel p > 0.05 (hipotesis gagal ditolak). Model akhir tanpa interaksi didapat lima variabel utama yang berhubungan dengan kejadian campak adalah Imunisasi nilai B (3.340), Jendela (1.468), Vit A ( 1.319), Kepadatan ( 0.885) dan Cahaya (0.846) dengan konstanta -5.218. Faktor paling dominan adalah imunisasi dengan OR 28.228 pada CI 95 % 11.789-67.588, sedangkan setelah melalui uji interaksi terdapat dua variabel tunggal dan 2 yang berinteraksi yaitu 1286 (Imunisasi), 1,393 (Cahaya by Jendela), 0.933 (Kepadatan), dan 0.947 (Cahaya by Vit A) dengan konstanta -3.951 faktor paling dominan yang dapat mempengaruhi kejadian campak adalah Imunisasi dengan nilai B = 3.951 dengan QR = 26.72 nilai C195 % = 11.301-63.201 Untuk aplikasi penanganan program ini tentu memerlukan strategi khusus, yang intinya perlu pelayanan kesehatan masyarakat yang komprehensif berupa pelayanan promosi dan pencegahan berupa pelayanan intensif pelaksanaan imunisasi dan pemberian vitamin A serta melaksanakan perbaikan kesehatan lingkungan fisik rumah terutama sistem pencahayaan, jendelanisasi, dan pengurangan kepadatan kamar. ...... Measles is an accute viruses deseases (paramyxovirus)_ It is very easy infected to other people direct contact, but can be prevented by immunization. In Indonesia measles deseases is in reduction phase with immunimtion trap >90 %, but the Case fatality rate (CFR) is high between 1.7 - 2.4. There efor the study to find the risk factor of measles on childhood in this case is limited on environtmenal health factor and the characteristic of childhood that is associated with measles incidence of childhood is very reasonable. The purpose of this study is to know the distribution anda freqkfency, the association and find the environment health factors model (16 variables) and characteristik of childhood (5 variable) with the measles incidence on Childhood at Garut District 2000-2001 year. This study was being done at Garut district using case control method_ The sample of this study is 300 ehilldhood (150 cases and 150 control) the study last from July 2000 --- Descember 2000. The result of this study showed that from 21 variable there is 16 variabels is significant because p < 0.05. The multivariate final model are : immunization B velue (3.340), Windows (1.468), Vit A ( 1.319), Crowding ( 0.885) and Lighting (0.846), constanta -5.218. The strenght of Factor is immunization with OR 28.228 at CI 95 % 11389-67.588. Interaksi test result is 3.286 (Imunisation), 1.393 (Light by windows), 0.933 (Croeding, and 0.947 (Lighting by Vit A), constanta -3.951 and strenght factor is Imunisation with B value = 3.951 , OR = 26.72 Cl 95 % = 11.301-63.201 Sugestion for program Aplication cocerning measles program in Garut District is a comprehensif action, covering Promotion, prevention, Curative dan Rehabilitation. The priority program are Immunization programe, Vitamin A, and Rehabilitation of Window, sistem of Lighting Room and reduction of Ovbercrowding.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 8197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>