Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kolibonso, Susana Triana
"Penentuan hubungan maksila mandibula dalam arah sagital secara sefalometrik, dengan beberapa metoda pengukuran sering memberikan hasil yang berbeda. Penggunaan bidang referensi S-N dan Bidang oklusal adalah yang sering digunakan. Akan tetapi bidang oklusal (Wits) dan titik N (Nasion) dinyatakan merupakan titik yang tidak stabil. Bidang palatal dikatakan dapat digunakan untuk menentukan hubungan maksila mandibula dalam arah sagital, dan oleh beberapa peneliti dinyatakan bidang yang relatif stabil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengerahui apakah penilaian hubungan maksila mandibula dengan menggunakan referensi bidang SN dan oklusal memberikan hasil yang sama dan sesuai dengan bidang palatal. Sehingga bidang palatal dapat digunakan sebagai referensi alternatif.
Penelitian ini berdasarkan analisa sefalometrik sudut ANB, dan nilai Wits yang dilakukan pada pasien yang datang di klinik Pasca Sarjana FKG UI. Kriteria sampel adalah pasien dengan nilai sudur ANB dan Wits menunjukkan maloklusi klas I dan belum pernah perawatan orthodonti. pada distribusi normal akan terlihat berapa besar dari keseluruhan sampel yang juga menunjukkan maloklusi klas I.
Hasil penelitian menunjukkan ada sebanyak 32 sampel dari 35 sampel (91,4 %) rnenunjukkan adanya kesesuaian pengukuran antara App-Bpp terhadap ANB dan Wits. Hasil ini menunjukkan bahwa bidang palatal memberikan hasil yang konsisten, sehingga kemungkinan dapar digunakan sebagai alternatif dalam menentukan hubungan maksila mandibula dalam arah sagital."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnawati
"ABSTRAK
Pencabutan gigi untuk keperluan perawatan ortodonti telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan studi pendahuluan untuk melihat "Kecenderungan perawatan ortodonti dengan pencabutan gigi ditinjau dari faktor usia, jenis kelamin dan maloklusi " pada pasien ortodonti di Jakarta periode tahun 1993 - 1995.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti dengan pencabutan cenderung meningkat pada periode tersebut, meskipun prosentasenya masih dalam rentangan 25 % - 85 % . Pasien perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki. Pada penelitian ini terlihat bahwa kelompok umur 13-17 tahun adalah yang terbanyak mendapat perawatan ortodonti dan maloklusi yang terbanyak dijumpai adalah maloklusi klas I .
Angka prevalensi dan data-data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pencabutan cukup sering menjadi pilihan dalam melakukan perawatan ortodonti, meskipun pasien masih berusia muda dan maloklusi bersifat dental."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Prima Amelinda
"ABSTRAK
Abstrak Berbahasa Indonesia/Berbahasa Lain (Selain Bahasa Inggris):
Pendahuluan: Kalsifikasi sella turcica (sella turcica bridge) dan kalsifikasi tulang atlas (ponticulus posticus) dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya impaksi kaninus di palatal dan hipodonsia. Hal ini dapat terjadi karena sella turcica, tulang skeletal kepala dan leher, serta sel epitel dental memiliki keterlibatan gen dan berasal dari sel embriologi yang sama.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara sella turcica bridge dengan ponticulus posticus serta hubungan kedua struktur anatomi tersebut dengan impaksi kaninus di palatal dan hipodonsia.
Metode: Penelitian dilakukan secara potong lintang, dengan subjek sejumlah 51 foto sefalometri lateral pasien dari ras Deutro Malayid. Usia subjek diatas 14 tahun yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 17 foto sefalometri pada kelompok impaksi kaninus, 17 foto sefalometri pada kelompok hipodonsia dibandingkan dengan 17 foto sefalometri pada kelompok kontrol. Setiap foto sefalometri lateral dilihat klasifikasi sella turcica bridge dan ponticulus posticus (tidak ada kalsifikasi, kalsifikasi parsial, dan kalsifikasi lengkap). Hubungan antara sella turcica bridge dan ponticulus posticus dengan kelompok impaksi dan hipodonsia, serta antara sella turcica bridge dengan ponticulus posticus dianalisis dengan menggunakan uji independent chi square dan uji korelasi Kendall.
Hasil: Terdapat hubungan yang signifikan antara sella turcica bridge dengan impaksi kaninus dan hipodonsia, serta antara ponticulus posticus dengan impaksi dan hipodonsia masing-masing, dengan kekuatan korelasi sedang, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sella turcica bridge dengan ponticulus posticus.
Kesimpulan: Sella turcica bridge dan ponticulus posticus banyak ditemukan pada pasien dengan impaksi kaninus di palatal dan hipodonsia, sehingga adanya sella turcica bridge dan ponticulus posticus yang sudah terbentuk sejak awal dapat menjadi penanda adanya kemungkinan impaksi dan hipodonsia.

ABSTRACT
Introduction: Calcification of sella turcica known as sella turcica bridge and calcification of atlas vertebra known as ponticulus posticus might predict the occurance of palatally impacted canine and hypodontia. This might occur due to sella turcica, neck and shoulder skeletal development and dental epithelial cells share a common gene and embryologic origin. The purpose of this study was to investigate the association of sella turcica bridge and ponticulus posticus with palatally impacted canine and hypodontia and the association between sella turcica bridge and ponticulus posticus.
Methods: This cross sectional study was performed using lateral cephalogram of 51 Deutro malayid patients, age above 14, and devided into 3 groups. First group consist of 17 cephalograms palatally impacted canine patient, second group consist of 17 cephalograms hypodontia patient, compared with 17 cephalograms control patient. The type of sella turcica bridge and ponticulus posticus (no calcification, partial calcification and complete calcification) were evaluated on every lateral cephalogram. The association between sella turcica bridge with palatally impacted canine and hypodontia, ponticulus posticus with palatally impacted canine and hypodontia and the association between sella turcica bridge with ponticulus posticus was analyzed using independent Chi-Square and Kendall correlation.
Results: The calcification of sella turcica bridge and ponticulus posticus in palatally impacted canine and hypodontia patient is increased when compared to control patient. There is a significant association between sella turcica bridge with palatally impacted canine and hypodontia, ponticulus posticus with palatally impacted canine and hypodontia but there is no significant association between sella turcica bridge with ponticulus posticus.
Conclusion: Calcification of sella turcica bridge and ponticulus posticus is frequently found in patients with palatally impacted canine and hypodontia. The very early appearance during development of sella turcica bridge and ponticulus posticus should alert clinicians to possible impacted canine and hypodontia in life later.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deryana Marshadhianti
"ABSTRAK Pendahuluan: Meningkatnya jumlah pasien dewasa dengan restorasi sewarna gigi, seperti resin komposit, menyebabkan perekatan braket pada permukaan artifisial gigi menjadi suatu tantangan tersendiri karena sering terjadi kegagalan rekat. Saat ini, belum ada riset yang dilakukan untuk melihat perbedaan nilai kekuatan rekat braket (baik nilai kuat geser maupun nilai kuat tarik braket) antara pada permukaan email gigi dan resin komposit nanohibrid. Metode: 32 gigi premolar bawah dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok A1) spesimen email gigi (uji kuat rekat geser); kelompok A2) spesimen resin komposit nanohibrid (uji kuat rekat geser); kelompok B1) spesimen email gigi (uji kuat rekat tarik); kelompok B2) spesimen resin komposit nanohibrid (uji kuat rekat tarik). Braket direkatkan pada spesimen lalu diuji dengan menggunakan Universal Testing Machine Shimazu AG-5000 dalam waktu 24 jam setelah braket direkatkan. Hasil: Rerata nilai kuat rekat geser pada kelompok A1 sebesar 10.78 ± 0.13 MPa dan pada kelompok A2 sebesar 10.63 ± 0.18 MPa. Rerata nilai kuat rekat tarik pada kelompok B1 sebesar 10.74 ± 0.15 MPa dan pada kelompok B2 sebesar 10.65 ± 0.14 MPa. Pada uji statistik tidak terdapat perbedaan bermakna secara pada nilai kuat rekat geser maupun nilai kuat rekat tarik braket metal antara pada permukaan email gigi dan resin komposit nanohibrid. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada nilai kuat rekat geser maupun nilai kuat rekat tarik braket metal antara pada permukaan email gigi dan resin komposit nanohibrid. Seluruh kelompok memiliki nilai rerata kuat rekat geser dan nilai rerata kuat rekat tarik yang memadai untuk keperluan klinis perawatan ortodontik.

ABSTRACT
Introduction: The increasing number of adult patients with tooth-colored restorations, such as composite resins, causes the attachment of brackets on artificial surfaces of teeth to be a challenge because of frequent adhesive failures. At present, no research has been carried out to see the difference in bracket adhesive strength values (both shear bond strength and tensile bond strength) between the enamel surface and nanohybrid composite resins surface. Methods: 32 lower premolar were divided into 4 groups: group A1) dental enamel specimens for shear bond strength test; group A2) nanohybrid composite resins specimens for shear bond strength test; group B1) dental enamel specimens for tensile bond strength test; group B2) nanohybrid composite resins specimens for tensile bond strength test. The bracket was bonded to the specimens and tested using Universal Testing Machine Shimazu AG-5000 within 24 hours after the bracket was bonded to the specimens. Results: The mean value of shear bond strength in group A1 was 10.78 ± 0.13 MPa and in group A2 was 10.63 ± 0.18 MPa. The mean value of tensile bond strength in group B1 was 10.74 ± 0.15 MPa and in group B2 was 10.65 ± 0.14 MPa. In the statistical test there was no significant difference in the shear bond strength value or the tensile bond strength value between the metal bracket bonded to the enamel surfaces and to the nanohybrid composite resin surfaces. Conclusion: There was no significant difference in the shear bond strength and the tensile bonding strength value of the metal bracket bonded to the enamel surface and the nanohybrid composite resin surfaces. All groups have an adequate bond strength value for the clinical needs of orthodontic treatment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Chandra Nur Fitrany Fauza
"ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi antara orang awam Indonesia dan orang awam Korea di Jakarta terhadap estetika senyum.
Metode: Komponen senyum yang terdiri dari lebar mahkota, panjang mahkota, buccal corridor, gingival display dan smile arc pada foto senyum dimodifikasi secara digital dengan interval 1mm, sehingga diperoleh 20 foto senyum. Ke-20 foto ini kemudian dinilai oleh 35 orang awam Indonesia dan 35 orang awam Korea di Jakarta menggunakan visual analogue scale.
Hasil: perbedaan persepsi antara orang awam Indonesia dan orang awam Korea yang bermakna dapat ditemui pada panjang mahkota 12mm, buccal corridor 2,5mm dan 3,5mm, gingival display -0,5mm dan smile arc 2mm. Orang awam Indonesia dan orang awam Korea menilai lebar mahkota 8,5mm, panjang mahkota 10mm, buccal corridor 0,5mm, gingival display 0,5mm, smile arc 1mm sebagai komponen senyum yang paling estetis.
Kesimpulan: Orang awam Indonesia menilai panjang mahkota 12mm, buccal corridor 2,5mm dan 3,5mm, gingival display -0,5mm dan smile arc 2mm lebih estetis daripada orang Korea, namun terdapat kesamaan dalam memilih komponen-komponen senyum yang paling estetis.

ABSTRACT
Objectives: To compare the smile aesthetics perception between Indonesian and Korean laypeople.
Methods: Twenty smile photograps with altered features were used. Altered features included the following: crown width, crown length, buccal corridor, gingival display and smile arc. These photographs were assessed by 35 Indonesian laypeople and 35 Korean laypeople in Jakarta using a visual analogue scale.
Results: Significant differences in perception between Indonesian laypeople and Korean laypeople were found at 12mm crown length, 2,5mm dan 3,5mm buccal corridors, -0,5mm gingival display and 2mm smile arc. Indonesian and Korean laypeople assesed 8,5mm crown width, 10mm crown length, 0,5mm buccal corridor, 0,5mm gingival display and 1mm smile arc as the most aesthetic smile components.
Conclusion: Indonesian laypeople assesed 12mm crown length, 2,5mm and 3,5mm buccal corridor,-0,5mm gingival display and 2mm smile arc more aesthetically than Koreans, but there were similarities in choosing the most aesthetic components."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Tridianti
"Pendahuluan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri pada molar band pasca fitting band setelah sterilisasi dry heat oven dan steam autoclave yang sebelumnya telah dilakukan pre-sterilisasi alkohol dan ultrasonic cleaning bath.
Material dan metode : Empat molar band yang telah melalui proses fitting band pada pasien, dua band yang sebelumnya telah dilakukan pre-sterilisasi alkohol, satu band disterilkan dengan dry heat oven dan satu band dengan steam autoclave. Dua band berikutnya dilakukan pre-sterilisasi ultrasonic cleaning bath, masing-masing dilanjutkan dengan sterilisasi dry heat oven dan steam autoclave. Molar band dimasukkan ke dalam phosphatebuffered saline, dengan micropipette cairan diambil dan dituangkan ke cawan petri yang berisi Brain Heart Infusion. Kemudian dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam dan dihitung jumlah bakterinya.
Hasil : Terdapat perbedaan jumlah bakteri yang bermakna antara beberapa kelompok metode sterilisasi dan terdapat satu kelompok dengan perbedaan tidak bermakna, yaitu kelompok alkohol-steam autoclave dengan ultrasonic cleaning bath-steam autoclave.
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa steam autoclave merupakan metode sterilisasi yang terbaik karena memberikan hasil dengan jumlah bakteri yang paling minimal pada molar band yang telah melalui proses fitting band.

Introduction : This research objective is to determine the amount of bacteria in molar band post fitting band in patients, after undergone pre-sterilization by alcohol and ultrasonic cleaning bath followed with sterilization by dry heat oven and steam autoclave.
Material and methods : Four molar bands which already fitted to patients then divided into two groups. The first group of two bands were pre-sterilized by alcohol. One of the band was, then, sterilized by dry heat oven. And, the other band was sterilized by steam autoclave. The second group of two bands were pre-sterilized by ultrasonic cleaning bath. One of the band was then sterilized by dry heat oven and the other was sterilized by steam autoclave. The next step was to immerse all of the bands in phosphate-buffered saline solution. With micropipette, the solution was retrieved and dropped upon a petri dish containing brain heart infusion. The dish was then stored in an incubator for 24 hours prior to account the number of bacteria available.
Result : There is a profound difference in numbers of bacteria between methods of sterilization. And, there is a non significant difference between two groups which are alcoholsteam autoclave group and ultrasonic cleaning bath-steam autoclave.
Conclusion : The result pf research reveals that steam autoclave is the best method of sterilization which has the minimal amount of bacteria in post fitted molar band.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T30896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Kusumadewy
"ABSTRAK
Pendahuluan: Pergerakan gigi pada perawatan ortodontik merupakan kombinasi
proses resorbsi dan aposisi sehingga terjadi remodelling tulang. Gaya ortodontik
menyebabkan keluarnya mediator inflamasi seperti interleukin-1β dari ligamen
periodontal dan tulang alveolar sehingga merangsang resorbsi tulang. Salah satu
tren ortodontik saat ini adalah pemakaian braket self-ligating, yang dianggap
memiliki keunggulan dibandingkan dengan braket konvensional. Penelitian klinis
menunjukkan bahwa dengan braket self-ligating waktu perawatan lebih cepat,
nyeri berkurang, dan kerusakan periodontal minimal dibandingkan dengan braket
konvensional. Saat ini belum pernah ada penelitian dari aspek biologi molekuler
yang membandingkan kedua sistem braket ini dengan indikator interleukin-1β.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar IL-1 β pada perawatan
ortodontik menggunakan self-ligating dan konvensional.
Metode: 12 pasien baru klinik ortodonti FKG-UI, dengan derajat crowding 4-
9mm pada anterior mandibula, dibagi menjadi 2 kelompok menggunakan selfligating
dan konvensional. Subyek tidak memiliki penyakit periodontal dan
penyakit sistemik yang terkait dengan kerusakan tulang. Sampel diambil dari
cairan krevikular gingiva pada 0, 24jam, dan 4minggu setelah pemberian gaya,
kemudian diperiksa konsentrasi total IL-1 β menggunakan ELISA.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar IL-1β yang bermakna secara statistik pada
pemakaian braket self-ligating dibandingkan dengan braket konvensional pada 0
jam (p=0,093), 24 jam (p=0,327), dan 4 minggu (p=0,077), namun kelompok
braket self-ligating secara konstan memiliki rata-rata kadar IL-1β yang lebih
tinggi dibanding kelompok braket konvensional pada 24 jam (73,27±27,80 pg/ml
dan 56,45±28,76 pg/ml), dan 4 minggu (62,27±25,46 pg/ml dan 37,29±17,13
pg/ml)

Abstract
Introduction: Tooth movement in orthodontic treatment resulting from resorption
and apposition process that leads to bone remodeling. Orthodontic force will
trigger the release of inflammatory mediators such as interleukin-1β from the
periodontal ligament and alveolar bone to stimulate bone resorption. One current
trend is the use of self-ligating bracket, which is considered to have more
advantages compared with conventional bracket. Clinical studies have shown that
the using of self-ligating bracket will reduce treatment time, causing less pain, and
minimal periodontal damage compared with the conventional bracket. Until date,
none of the research comparing IL-β as an indicator of inflammation between two
bracket systems were done. The purpose of this research is to detect the IL-1 β
level on orthodontic treatment using self-ligating and conventional brackets.
Methods: 12 patients from orthodontic clinic faculty of dentistry Universitas
Indonesia, with the degree of crowding 4-9mm in the anterior mandible, divided
into 2 groups using self-ligating and conventional. The subjects did not have
periodontal disease and systemic diseases associated with bone destruction.
Samples taken from gingival crevicular fluid at 0, 24h, and 4week after giving
force, and then examined the concentration and total IL-1 β using ELISA.
Results: There were no statistically differences found in IL-1β level beetween
self-ligating compared with conventional brackets in 0 hour (p=0,093), 24 hour
(p=0,327), and 4 weeks (p=0,077) but self-ligating group contantly had higher
levels of IL-1β than the conventional at 24h (73,27±27,80 pg/ml versus
56,45±28,76 pg/ml), and 4 weeks (62,27±25,46 pg/ml versus 37,29±17,13 pg/ml)
Conclusion: There are differences in the cellular response beetween the use of
self-ligating brackets and conventional brackets"
2012
T30907
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Adisty
"Restorasi porselen untuk mahkota tiruan cekat semakin sering dijumpai pada pasien. Masalah yang mungkin terjadi saat bonding braket pada restorasi tersebut adalah braket mudah terlepas dan terjadi kerusakan pada porselen. Penggunaan bahan silane coupling agent dilaporkan dapat meningkatkan kekuatan rekat dan menjaga integritas porselen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kuat rekat geser pada pemakaian tiga bahan silane coupling agentdengan komposisi organosilane yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 21 plat porselen yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu yang menggunakan bahan silane coupling agent Monobond-Plus (Ivoclar vivadent), Ultradent Silane (Ultradent product) dan Porcelain Repair Primer (Ormco). Permukaan 21 plat porselen diberi etsa asam fosfat 37%, bahan silane coupling agent dan bahan adhesif Transbond XT (3M Unitek). Setelah braket direkatkan pada permukaan plat porselen dilakukan perendaman dalam aquadest selama 24 jamdan dilakukan pengujian kuat rekat geser dengan alat uji Universal Testing Machine Shimazu AG-5000. Hasil yang diperoleh terdapat perbedaan kuat rekat geser yang signifikan secara statistik dari ketiga bahan silane coupling agent. Bahan A mempunyai kuat rekat geser tertinggi (12,827 ± 1,228 MPa) dan B mempunyai kuat rekat geser terendah (6,295 ± 0,642 MPa). Ketiga bahan tersebut memenuhi kriteria kuat rekat geser minimal yaitu 6-8 MPa. Skor ARI pada bahan B memperlihatkan permukaan porselen yang bersih, sedangkan bahan A dan C memperlihatkan adanya bahan adhesif yang merekat seluruhnya di permukaan porselen.
Kesimpulan : Bahan A dan C baik digunakan jika porselen akan diganti, sedangkan bahan B baik digunakan jika porselen tidak akan diganti.

Porcelain crown restorations are more often found in patients. Problems that may occur when bonding the bracket on the restoration is easily dislodged bracket and there is damage to the porcelain. The use of silane coupling agent has been reported to increase the bond strength and maintain the integrity of the porcelain. This study aimed to see differences of shear bond strength using three materials of silane coupling agent with different organosilane composition. This study uses 21 porcelain plates that are divided into three groups, they are using silane coupling agent material Monobond-Plus (Ivoclar Vivadent), Ultradent Silane (Ultradent product) and Porcelain Repair Primer (Ormco). The surface of 21 porcelain plates are given a 37% phosphoric acid etching, silane coupling agent material and Transbond XT adhesive (3M Unitek). Once the bracket is bonded on the surface of the porcelain plate and soaking in distilled water for 24 hours and tested the shear bond strength with test equipment Universal Testing Machine Shimazu AG-5000. The results obtained there are statistically significant differences in shear bond strength from three silane coupling agent material. Material A has the highest shear bond strength (12.827 ± 1.228 MPa) and B has the lowest shear bond strength (6.295 ± 0.642 MPa). Those three ingredients meet the minimum criteria of shear bond strength,which is 6-8 MPa. ARI scores on material B showed a clean porcelain surface, while the materials A and C show the presence of bonding adhesive on the entire surface of the porcelain.
Conclusion: Materials A and C both used if the porcelain will be replaced, while materials B is good to use if the porcelain will not be replaced.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Hartono
"Latar Belakang: Rapid Maxillary Expander RME yang sering digunakan dalam mengoreksi defisiensi maksila secara transversal memiliki beberapa keterbatasan, seperti usia dan efek samping yang secara klinis kurang menguntungkan. Maxillary Skeletal Expander MSE merupakan pengembangan RME yang dikombinasikan dengan miniscrew. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan distribusi stress akibat penggunaan RME dan MSE di Region of Interest ROI kraniomaksila, yaitu molar satu M1 , alveolar palatal di regio M1, sutura palatina, sutura zigomatik, miniscrew, dan palatum di sekitar lokasi insersi miniscrew. Metode: Tengkorak kering manusia dipindai dengan Cone ndash;Beam Computed Tomography untuk membuat model tiga dimensi 3D kraniomaksila. Analisis data dilakukan secara visual dan numerik. Hasil: Gambaran distribusi stress di kelompok RME berada di palatal mahkota M1, mesial alveolar palatal, dan korteks inferior sutura palatina. Gambaran distribusi stress di kelompok MSE berada di cusp distopalatal M1, palatal alveolar palatal, dan korteks inferior dan superior sutura palatina. Gambaran distribusi stress di sutura zigomatik pada kedua kelompok terkonsentrasi di sutura zigomatikotemporal, sedangkan pada miniscrew dan area sekelilingnya terkonsentrasi pada miniscrew anterior dan area palatal tulang di sekeliling miniscrew anterior. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna distribusi stress pada ROI M1, tulang alveolar palatal M1, sutura palatina, dan sutura zigomatik di antara kelompok model kraniomaksila 3D RME dan MSE.

Background Transversal maxillary deficiency corrected with Rapid Maxillary Expander RME may result with some unfavorable side effects and limitations. Maxillary Skeletal Expander MSE , combined with miniscrews, was developed to overcome these drawbacks. This research was conducted to analyze the differences of stress distribution of maxillary expansion using RME and MSE in the Region of Interests ROIs first molars M1 , palatal alveolar bones of M1, palatine sutures, zygomatic sutures, miniscrews and their surrounding bones. Methods A dry skull was scanned using Cone Beam Computed Tomography, and rendered into a three dimensional 3D model of craniomaxillary structure. The data analysis was done visually and numerically. Result The stress distributions in RME group are located in palatal side of M1, mesial side of palatal alveolar of M1, and inferior cortex of palatine sutures. The stress distributions in MSE group are located in distopalatal cusp of M1, palatal side of palatal alveolar of M1, and inferior and superior cortex of palatine sutures. The stress distributions in zygomatic sutures on both groups are concentrated in zygomaticotemporal sutures, whereas in the miniscrews, the stress is concentrated on anterior miniscrews and palatal side of surrounding bones. Conclusion There are significant differences of stress distribution of maxillary expansion measured in the ROIs in craniomaxillary 3D model using RME and MSE."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Andini
"Temporary anchorage device TAD yang akan digunakan kembali akibat kegagalan pemasangan reinsertion atau perubahan lokasi pemasangan relocation harus melalui proses sterilisasi ulang. Bakteri Porphyromonas gingivalis PG adalah salah satu bakteri yang ditemukan pada daerah peri ndash; implantitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri nanopartikel perak terhadap PG pada TAD yang disterilisasi ulang menggunakan larutan nanopartikel perak P1 dibandingkan teknik autoclave P2 . Sebanyak 10 buah sampel pada masing ndash; masing kelompok direndam dalam larutan plak buatan dengan dominasi koloni PG ATCC 33277 selama 24 jam dalam suasana anaerob. Sampel kemudian diusap dan dibiakkan pada brusella agar darah selama 24 jam dalam suasana anaerob. P1 disterilisasi ulang dengan direndam dalam larutan nanopartikel perak selama 180 menit, P2 disterilisasi ulang dengan autoclave selama 40 menit pada suhu 1210C 2500F . Setelah sterilisasi ulang, sampel diusap dan dibiakkan kembali dengan teknik yang sama. Koloni PG sebelum dan setelah perlakuan 103 CFU / mL dihitung menggunakan Electronic Colony Counter ECC . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa larutan nanopartikel perak memiliki efek yang sama baiknya dengan autoclave terhadap PG.

Objective The aim of this study was to evaluate the number of Porphyromonas gingivalis PG colonies in used Temporary Anchorage Device TAD ndash for relocating or reinserting as the antimicrobial effect of silver nanoparticles solution compared with autoclave re sterilization technique. Materials and Methods Samples were 20 new TADs which separated into 2 groups, P1 and P2. Before re ndash sterilized, samples were immersed in a plaque forming solution dominated with PG ATCC 33277 and cultured under anaerobic condition for 24 hours. The material was obtained from samples using sterile cotton pellet and cultured on Brusella agar plate for 24 hours under anaerobic condition. P1 was re sterilized by silver nanoparticle solution for 180 minutes and P2 was re sterilized using autoclave for 40 minutes in 1210C 2500F . The cultured steps above were repeated to get the number of surviving PG colonies after re sterilization. The number of PG colonies were counted using Electronic Colony Counter ECC . Their antimicrobial activity was evaluated by comparing the number of PG colonies 103 CFU mL before and after re sterilization. Results No surviving PG colony existed of Brusella agar plate on both group after re ndash sterilized. Conclusions Silver nanoparticle solution is as effective as autoclave to againts PG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>