Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anthony Susanto
"ABSTRAK
Pada kehamilan terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang bertujuan menunjang pertumbuhan janin. Dari penelitian dinyatakan adanya diabetes gestasional akan meningkatkan angka penyulit bagi ibu maupun janin. untuk mengatasi hal ini dibutuhkan pengenalan dan diagnosis dini kasus diabetes gestasional.
Tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui tentang nilai normal TTGO, HbA1 dan fruktosamin pada wanita hamil trimester II dan III serta perubahannya.
Dalam pelaksanaan penelitian dilakukan TTGO dengan beban glukosa 75 g, pemeriksaan kadar gula darah dilakukan secara otomatis dengan alat Autoanalyzer Technican I yang berdasarkan prinsip reduksi; pemeriksaan HbA1 dengan kit produksi Human yang
berdasarkan metode ion exchange chromatography dan pemeriksaan fruktosamin dengan kit dari Boehringer Mannheim dengan prinsip reduksi NBT.
Sebagai subyek penelitian diperoleh 53 wanita hamil normal yang memeriksakan kehamilannya di poliklinik obstetri Bagian Obstetri Ginekologi FKUI/RSCM, yang memenuhi kriteria penelitian. Pemeriksaan pertama kali dilakukan pada kehamilan trimester II dan kedua kali pada trimester III. Sebagai kelompok kontrol, diperoleh 25 wanita tidak hamil yang memenuhi kriteria penelitian.
Hasil pemeriksaan kelompok wanita hamil trimester II untuk TTGO ialah: kadar gula darah puasa = 46,0-85,2 (65,7) mg/dL; kadar gula darah 1 jam setelah pemberian glukosa 75 g - 112,0-135,4 (123,7) mg/dL; kadar gula darah 2 jam setelah pemberian glukosa 75 g = 94,2-113,5 (103,9) mg/dL. HbA1 = 3,7-5,2 (4,4)`7.. Fruktosamin = 182,9-224,7 (218,8) umol/L.
Hasil pemeriksaan kelompok wanita hamil trimester III untuk TTGO ialah: kadar gula darah puasa = 46,0-81,4 (63,8) mg/dL; kadar gula darah 1 jam setelah pemberian glukosa 75 g = 126,4-148,3 (137,4) mg/dL; kadar gula darah 2 jam setelah pemberian glukosa 75 g = 103,9-133,1 (118,5) mg/dL. HbA1 = 4,8-6,7 (5,8) %. Frukosamin = 163,4-243,2 (203,3) umol/L.
Kadar gula darah puasa lebih rendah pada kehamilan trimester II dan III dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ditemukan perbedaan tidak bermakna antara kadar gula darah puasa hamil trimester II dan III. Terjadi penurunan toleransi glukosa selama kehamilan yang lebih nyata pada kehamilan trimester III dibandingkan trimester II. HbA dan fruktosamin lebih rendah pada kehamilan trimester II dan III dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Ditemukan korelasi yang buruk antara nilai HbA1 maupun fruktosamin dengan kadar gula darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah pemberian glukosa pada saat yang sama. Juga ditemukan korelasi yang buruk antara nilai HbA1 dan fruktosamin balk pada kehamilan trimester II maupun trimester III.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana DK Horasio
"ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak diderita penduduk dunia dari segala tingkatan sosial. Di Indonesia prevalensi DM cukup tinggi yaitu berkisar antara 1,37%.-2,3%. Dengan menurunnya insiden penyakit infeksi diIndonesia, DM sebagai penyakit degeneratif kronis cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan akan merupakan masalah kesehatan di kemudian hari. Banyak penyulit yang akan dialami oleh penderita DM antara lain nefropati diabetik, yang proses perjalanannya progresif menuju stadia akhir berupa gagal ginjal dan akan menyebabkan kematian. Gejala dini penyakit ini dapat dikenai dengan peningkatan ekskresi albumin urin yang lebih besar .dari pada normal, tetapi belum dapat dideteksi dengan Cara konvensional. Keadaan ini disebut mikroalbuminuria atau secara klinis disebut nefropati diabetik insipien. Pada stadium ini kelainan masih bersifat reversibel dan bila dilakukan penatalaksanaan yang baik maka proses nefropati diabetik (ND) yang akan berlangsung dapat dicegah. Dengan demikian, dapat diperpanjang harapan hidup penderita DM.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan data kadar albumin urin kelompok kontrol sehat dan penderita NIDDM, membuktikan bahwa ekskresi albumin pada penderita NIDDM lebih besar dari pada kantrol sehat, serta ada korelasi antara lamanya DM dan peningkatan ekskresi albumin urin.
Penelitian dilakukan terhadap 25 orang kontrol sehat dan 100 penderita DM yang dibagi menjadi 4 kelompok, tiap kelompok 25 orang, menurut lamanya penderita diabetes yaitu kelompok DM I (<2 tahun), kelompok DM II (2-5tahun), kelompok DM III (5-10 tahun) dan kelompok DM IV (> l0 tahun). Urin kumpulan 12 jam (semalam) diperiksa terhadap albumin (makroalbumin) dengan carik celup Combur-9, kadar albumin kuantitatif dengan Cara RIA dan juga dihitung kecepatan ekskresinya. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan penyaring untuk menyingkirkan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan proteinuria.
Pada kelompok kontrol sehat didapatkan rata-rata kadar albumin urin (KAU) adalah 3,45 ug/ml (SD3,65 ug/ml; rentang nilai 2,02 - 4,90 ug/ml) dan rata-rata kecepatan ekskresi albumin urin (KEAU) 2,74 ug/menit {5D=2,60 ug/menit, rentang nilai 1,72-3,76 ug/menit), sedangkan pada kelompok DM didapatkan nilai rata-rata yang lebih besar dari pada kelompok kontrol sehat dan secara statistik ada perbedaan bermakna (p<0,05). Dari 100 penderita NIIDM yang diperiksa dengan carik celup Combur-9 didapatkan 91 penderita memberikan basil negatif dan 9 penderita positif. Dan dari 91 penderita ini bila diperiksa dengan RIA ternyata ada 10 penderita (11%) berdasarkan KAU dan 21 penderita (23,1%) berdasarkan KEAU telah menunjukkan mikroalbuminuria. Dari keseluruhan 100 penderita NIIDM berdasarkan KAU didapatkan 617. normaalbuminuria, 14% mikroalbuminuria dan 5x makroalbuminuria. Sedangkan berdasarkan KEAU didapatkan 70% normoalbuminuria, 26% mikroalbuminuria dan 4% makroalbuminuria.
Hasil pemeriksaan KAU dan KEAU pada penderita DM sangat bervariasi, namun dapat dilihat bahwa rata-rata KAU dan KEAU makin meningkat dengan bertambah lamanya menderita DM dan pada perhitunaan statistik ada korelasi antara lamanya DM dan meningkatnya eksxresi albumin urin (r=0,36). Juga didapatkan bahwa dengan bertambah lamanya DM, prevalensi mikroalbuminuria makin meningkat. Antara lamanya DM dan tingginya kadar glukosa darah tidak
ada korelasi (r=0,04), sedangkan antara tingginya kadar glukosa darah dengan KAU dan KEAU didapatkan adanya korelasi yang cukup bail: yaitu r=0,47 an 0,56).
Prevalensi mikroalbuminuria didapatkan lebih tinggi bila dinyatakan dengan KEAU dari pada KAU, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan berdasarkan KEAU Iebih sensitif dari pada KAU. Oleh karena itu dianjurkan memeriksa KEAU untuk menentukan adanya mikroalbuminuria?"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. M. Hidayat
"ABSTRAK
Hipertensi esensial secara umum telah dikenal sebagai penyebab utama kelainan vaskuler yang dapat mengakibatkan stroke, gagal jantung, penyakit jantung koroner, kelainan mata dan gagal ginjal. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapatkan hipertensi pada kira-kira 70-901 kasus perdarahan otak dan pada lebih kurang 501 penderita infark miokard. Kombinasi hipertensi dengan faktor risiko PJK lainnya meningkatkan risiko PJK beberapa kali lipat. Namun karena hipertensi sendiri berlangsung tanpa gejala, sering kali hipertensi baru disadari setelah timbul penyulit.
Gejala dini adanya penyulit pada ginjal diduga berupa adanya peningkatan ekskresi albumin dalam urin yang lebih banyak dari normal, tetapi belum dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan konvensional. Keadaan ini dikenal sebagai mikroalbuminuria. Deteksi dini mikroalbuminuria diharapkan dapat membantu upaya pencegahan terhadap timbulnya morbiditas dan mortalitas akibat timbulnya penyulit berupa gangguan faal ginjal. Pencegahan dini diharapkan dapat memperpanjang masa hidup penderita.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya mikroalbuminuria pada penderita hipertensi esensial, dan apakah ada korelasi antara lama dan beratnya hipertensi dengan derajat mikroalbuminuria.
Penelitian dilakukan terhadap 74 orang penderita hipertensi esensial dan 23 orang kelompok kontrol. Penderita hipertensi dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan derajat dan lama hipertensi yaitu hipertensi ringan (HR) terdiri dari HR (5 tahun 17 orang, HR 5-10 tahun 9 orang, HR 10-15 tahun 15 orang, HR >15 tahun 14 orang, dan hipertensi sedang (HS) terdiri dari HS (5 tahun 11 orang dan HS 10-15 tahun 8 orang).
Bahan berupa urin kumpulan 12 jam (malam). Kadar albumin kuantitatif diperiksa dengan cara RIA dan dihitung kecepatan ekskresi albumin (KEAU). Sebelumnya dilakukan pemeriksaan penyaring untuk menyingkirkan faktor-faktor yang meningkatkan protein urin.
Pada kelompok kontrol didapatkan nilai KEAU rata-rata 2.48 ug/men (5D 2.39 ug/men). Pada masing-masing kelompok HR berturut-turut didapatkan nilai KEAU 2.33 ug/men (SD 1.85 ug/men), 2.40 ug/men (SD 1.19 ug/men), 4.70 ug/men (SD 5.00 ug/men), 12.58 ug/men (SD 15.13 ug/men dan pada kelompok HS masing-masing 4.2 ug/men (SD 4.8 ug/men ) dan 14.0 ug/men (SD 14.2 ug/men). Nilai kontrol ternyata lebih rendah dari nilai peneliti lain. Pada kelompok hipertensi untuk kelompok HR kurang dari 10 tahun belum dijumpai mikroalbuminuria namun tampak adanya kecenderungan peningkatan ekskresi albumin dengan bertambah lama dan beratnya hipertensi. Mikroalbuminuria ditemukan pada kelompok HR 10-15 th, HS 10-15 th dan HR >15 th, masing-masing 1, 2 dan 3 orang atau 8.11 dari 74 penderita. Didapatkan adanya korelasi sedang (r = 0.47) antara meningkatnya ekskresi albumin dengan lamanya hipertensi, tetapi tidak dijumpai korelasi dengan tingginya tekanan diastolik dan sistolik (r = 0.24 dan 0.18).
Dari hasil penelitian ini disarankan agar para penderita hipertensi untuk melakukan pemeriksaan albumin urin secara berkala untuk mendeteksi dini adanya mikroalbuminuria guna mencegah timbulnya penyulit pada ginjal. Untuk lebih memastikan dan melengkapi hasil penelitian ini perlu ditentukan prosedur baku untuk pemeriksaan mikroalbuminuria antara lain meliputi penentuan jenis sampel, cara pengumpulan dan penyimpanan sampel, serta metode pemeriksaan. Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat longitudinal, serta penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak. juga penelitian antar pusat untuk memastikan korelasi derajat mikroalbuminuria dengan lama dan tingginya hipertensi."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Witono Santoso
"ABSTRAK
Talasemia β merupakan penyakit herediter yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan fisik maupun mental. Penyebaran penyakit ini terutama bersifat etnis dan adanya perkawinan antar bangsa menyebabkan angka kejadian semakin tinggi dan merata.
Penemuan penderita talasemia β heterozigot berdasarkan pemeriksaan analisis Hb dinilai mahal dan cukup sulit.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pola kadar HbA2 dan HbF penderita talasemia β heterozigot serta gambaran parameter hematologis penderita talasemia β heterozigot dan talasemia β-HbE; mendapatkan fungsi diskriminasi yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring talasemia β heterozigot serta menilai perubahan kadar HbA2 pada talasemia β heterozigot yang disertai defisiensi besi setelah pengobatan besi selama 3 bulan.
Dari bulan Maret 1988 sampai akhir tahun 1990 di UPF Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM telah dilakukan pemeriksaan analisis Hb terhadap 740 contoh darah penderita. Sejumlah 31,1% (230/740) didiagnosis sebagai talasemia β heterozigot dan sejumlah 2,2% (16/740) sebagai talasemia β-HbE. Rasio penderita wanita terhadap pria adalah 1,1:1 untuk talasemia β heterozigot dan 1,67:1 untuk talasemia β-HbE. Pola HbA2
normal HbF tinggi merupakan bentuk talasemia β heterozigot yang paling sedikit ditemukan, namun mempunyai gambaran parameter hematologis yang lebih berat dibandingkan pola lainnya.
Kadar Hb pada talasemia β heterozigot berkisar antara 5,8-16,5 g/dl dengan rata-rata 11,63 g/dl dan pada talasemia β-HbE antara 3,2-8,2 g/dl dengan rata-rata 6,10 g/dl. Nilai Ht pada talasemia β heterozigot berkisar antara 20,9-57,1% dengan rata-rata 35,48% dan pada talasemia β-HbE antara 9,4-26,5% dengan rata-rata 19,57%. Terdapat kadar Hb dan nilai Ht yang lebih rendah secara bermakna pada penderita talasemia β heterozigot dibandingkan talasemia bentuk HbA2 tinggi. Demikian juga halnya pada penderita wanita dibandingkan pria.
Hitung eritrosit pada penderita talasemia β heterozigot berkisar antara 2,20-8,27 juta/μl dengan rata-rata 4,67 juta/μl dan pada talasemia p - HbE antara 1,54-4,08 juta/μl dengan rata-rata 3,01 juta/μl. Pada penderita wanita hitung eritrosit lebih rendah dibandingkan penderita pria.
Nilai VER pada penderita talasemia β heterozigot berkisar antara 55-111 fl dengan rata-rata 76,9 fl, sedangkan pada talasemia β-HbE antara 52-80 fl dengan rata-rata 64,7 fl. Nilai HER pada penderita talasemia β heterozigot antara 15,1-33,5 pg dengan rata-rata 25,19 pg dan pada talasemia β-HbE 17,0-23,9 pg dengan rata-rata 20,27 pg. Kedua parameter ini berbeda bermakna dibandingkan dengan kontrol.
Hitung trombosit yang meningkat pada talasemia β heterozigot, dan talasemia β-HbE, karena peningkatan eritrosit mikrositik dan poikilosit yang terukur sebagai trombosit. Hitung retikulosit absolut yang meningkat dengan RPI normal menunjukkan terjadinya eritropoisis yang tidak efektif.
Pada 3 penderita talasemia β heterozigot dengan defisiensi besi setelah diobati besi diperoleh peningkatan kadar HbA2 dari rata-rata 2,56% sebelum pengobatan menjadi 4,95% pada akhir pengobatan disertai peningkatan kadar feritin serum.
Fungsi diskriminasi Hb+(4xHER)-(0,5xVER)-83, memberikan sensitifitas 73%, spesifisitas 95% dan efisiensi 76,3%. Fungsi diskriminasi 4,657.(0, lxHb)-SASARAN-MIKR, memberikan sensitifitas 92%, spesifisitas 100% dan efisiensi 95%. Dengan menggunakan gabungan kedua fungsi tersebut diperoleh peningkatan sensitifitas, spesifisitas dan efisiensi sampai 100%.
Kesimpulan penelitian ini adalah Talasemia β heterozigot pola HbA2 tinggi HbF normal merupakan pola paling banyak ditemukan. Talasemia β heterozigot dan talasemia β-HbE mengakibatkan terjadinya perubahan parameter hematologis. Perubahan ini meliputi kadar Hb, nilai Ht, nilai VER & HER, hitung trombosit dan hitung retikulosit absolut serta morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi. Pada penderita wanita perubahan parameter ini menjadi semakin nyata.
Kadar HbA2 dipengaruhi oleh anemia defisiensi besi. Dengan demikian pemeriksaan kadar HbA2 pada penderita dengan dugaan adanya anemia defisiensi besi, sebaiknya dilakukan setelah penderita diobati terlebih dahulu.
Fungsi diskriminasi yang terdiri dari parameter hematologis sebagai variabel dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring talasemia β heterozigot. Karena fungsi diskriminasi berbeda antara satu alat dengan alat yang lain, maka dianjurkan mencari fungsi diskriminasi yang sesuai untuk masingmasing alat tersebut.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Iman
"Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain mengakibatkan kematian, penyakit ini juga mempunyai daepak sosial dan ekonomi. Hal ini mengakibatkan diperlukannya suatu usaha penanggulangan yang dapat memasyarakat.
Lipoprotein plasma serta lipid yang dibawanya, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap timbulnya PJK. Latihan fisik yang teratur akan eempengaruhi metabolisme lipoprotein, sehingga diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya PJK.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh latihan fisik yang teratur terhadap gambaran lipid plasma, dan juga faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap PJK. Selain itu juga diteliti adanya korelasi antara perubahan berat badan dan perubahan gambaran lipid.
Penelitian dilakukan terhadap 36 siswa Kursus Lanjutan Perwira II Kesehatan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Pada awal pendidikan dibagikan kuesioner, sedangkan pengambiian darah, pengukuran beret badan dan tekanan darah dilakukan pada awal dan akhir pendidikan. Terhadap darah dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol-HDL, trigliserida, glukosa, dan asam urat, sedangkan kadar kolesterol-LDL diperhitungkan dengan rumus Friedewald.
Gambaran awal rata-rata lipid plasma para siswa tidak lebih baik dari keadaan populasi pada umumnya. Setelah latihan fisik teratur yang dilakukan 6 hari dalam seminggu selama 18 minggu, didapatkan penurunan nilai rata-rata kadar kolesterol total, kolesterol-LDL , trigliserida dan asam urat, meskipun secara statistik tidak bermakna. Sedangkan kadar glukosa menurun secara bermakna.
Sebaliknya juga terjadi peningkatan bermakna kadar kolesterol-HDL, yang selanjutnya mengakibatkan penurunan bermakna rasio kolesterol total/kolesterol-HDL dan rasio kolesterol-LDL/kolesterol-HDL. Mengingat rasio kolesterol total/kolesterol-HDL dan rasio kolesteroI-LDL/kolesterol-HDL merupakan prediktor yang berbanding lurus dengan risiko kejadian PJK, serta kadar kolesterol-HDL adalah prediktor yang berbanding terbalik dengan kejadian PJK, dapat diharapkan bahwa latihan ini telah dapat menurunkan risiko PJK.
Pada penelitian ini juga tampak bahwa perubahan gambaran lipid plasma lebih merupakan akibat dari latihan fisik teratur ketimbang perubahan berat badan. Sedangkan perubahan kadar kolesterol total setelah latihan lebih merupakan perwujudan perubahan kadar kolesterol-LDL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Hanafi Pertamana
"Latar Belakang Penelitian
Kapasitas kerja fisik (KKF, physical working capacity) yaitu derajat metabolisme (kerja) yang dapat dicapai oleh seseorang. KKF menilai kesanggupan seseorang untuk melakukan kerja fisik dinamis berat yang berlangsung dalam waktu relatif cukup lama (1).
WHO (1969) merumuskan bahwa physical performance capacity atau potensi untuk mencapai prestasi dari segi fisik, ditentukan oleh daya aerobik maksimum dan kapasitasnya, daya anaerobik maksimum dan kapasitasnya, kekuatan otot maksimum serta ketahanannya, koordinasi sistem neuromuskuler dan toleansi subjektif terhadap kerja (2).
Di laboratorium Ilmu Faal, KKF diukur dari daya tangkap oksigen maksimum atau daya aerobik maksimum yang disingkat sebagai V02 max. Tetapi hingga saat ini belum ada indikator kuantitatif baku yang dapat digunakan secara pasti sebagai prasyarat tercapainya optimasi latihan berupa peningkatan KKF yang nyata (1).
Mengingat dalam setiap kerja fisik tubuh memperoleh energi dari hasil metabolisme aerob dan anaerob (3,4), maka selain pengukuran V02 max. yang mengukur sistem kardiorespirasi (aerobik), perlu pula dilakukan pengukuran kadar asam laktat (AL) darah yang menilai kemampuan anaerobik tubuh.
Kemampuan anaerobik ini menjadi lebih penting setelah diketahui bahwa endurance performance mempunyai korelasi lebih baik terhadap AL daripada V02 max. (5).
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Priyana
"Permasalahan
Jumlah penduduk di kota kota besar di Indonesia khususnya di Jakarta meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Kepadatan lalu lintas yang meningkat cenderung meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas. Akibatnya kebutuhan akan darah transfusi juga turut meningkat. Hal tersebut terbukti dari meningkatnya jumlah permintaan akan darah transfusi baik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) maupun di Palang Merah Indonesia (PMI). Selain untuk mengatasi perdarahan akibat kecelakaan lalu lintas, banyak keadaan lain yang memerlukan darah seperti perdarahan pada persalinan dan operasi. Pada beberapa penyakit hanya diperlukan bagian tertentu dari darah, oleh karena itu dilakukan usaha pemisahan darah menjadi komponen-komponen darah seperti konsentrat sel darah merah, konsentrat trombosit, konsentrat leukosit dan plasma. Dengan memisahkan darah menjadi komponen-komponen darah, maka pemakaian darah dapat lebih efisien, karena 1 kantung darah donor dapat digunakan oleh beberapa penderita sesuai dengan kebutuhan.
Di Indonesia darah untuk transfusi disediakan dan diproses oleh Lembaga Transfusi Darah Palang Merah Indonesia DKI Jakarta (LTD PMI DKI Jakarta). Darah tersebut berasal dari para donor sukarela yang dengan ikhlas menyumbangkan darahnya demi kemanusiaan. Untuk memenuhi permintaan darah yang makin meningkat, LTD PMI berusaha meningkatkan jumlah produksinya dengan meningkatkan jumlah donor darah (tabel 1 dan 2).
Agar dapat melayani permintaan darah setiap waktu, LTD harus mempunyai persediaan darah yang disimpan. Darah simpan ini diperlukan pada saat kebutuhan meningkat, pada saat jumlah donor menurun seperti pada bulan puasa dan untuk memenuhi permintaan akan golongan darah yang langka.
Walaupun LTD PMI DKI Jakarta telah berhasil meningkatkan jumlah produksinya untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat, tetapi kualitas produk PMI belum pernah diteliti. Padahal seperti pada pengobatan lain, keberhasilan pemberian darah atau komponennya tidak hanya tergantung pada kuantitasnya saja tetapi juga dari kualitasnya (1,2,3)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soetardhio
"ABSTRAK
Perdarahan merupakan salah satu penyulit dan penyebab kematian yang sering dijumpai pada penderita gagal ginjal akut maupun kronik. Angka kematian yang disebabkan karena perdarahan pada penderita gagal ginjal sekitar 10 %.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis gangguan hemostasis pada penderita gagal ginjal terminal sehingga usaha untuk mengatasinya lebih terarah. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh hemodialisis terhadap gangguan hemostasis tersebut.
Penelitian dilakukan terhadap 30 penderita gagal ginjal terminal yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Subdivisi Ginjal dan Hipertensi FKUI-RSCM Jakarta, yang terdiri dari 21 pria dan 9 wanita, berusia antara 33 sampai 62 tahun. Kelompok kontrol terdiri atas 30 orang sehat yang tidak termasuk kriteria tolakan.
Pemeriksaan yang dilakukan pada penelitian ini ialah masa perdarahan, hitung trombosit, masa protrombin plasma, masa tromboplastin parsial teraktivasi, masa trombin, EDP, PF3 dan agregasi trombosit terhadap ADP 10uH, 5uM dan luM. Pengambilan bahan penelitian untuk penderita ialah sesaat sebelum dilakukan hemodialisis dan segera sesudah hemodialisis, untuk kontrol, pengambilan bahan penelitian segera setelah memenuhi kriteria.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan yang bermakna antara kelompok GGX sebelum HD dengan kelompok kontrol dijumpai pada masa perdarahan, hitung trombosit faktor trombosit 3, MT dan FDP, sedangkan MP, MTPT dan agregasi trombosit tidak berbeda bermakna. Karena rata-rata hitung trombosit pada kelompok GGK masih dalam batas normal, maka disimpulkan penyebab masa perdarahan yang memanjang adalah gangguan fungsi trombosit yaitu aktivitas faktor trombosit 3, MT yang memanjang mungkin disebabkan fungsi atau kadar fibrinogen yang menurun atau mungkin karena adanya inhibitor.
Dari penelitian ini ternyata efek HD tidak terlihat pada masa perdarahan maupun hitung trombosit, sedangkan terhadap tes koagulasi dan faktor trombosit 3 efek HD adalah memperburuk, mungkin ini karena efek heparin.
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gangguan hemostasis pada gagal ginjal terminal, untuk mengetahui penyebab MT memanjang, perlu diperiksa fibrinogen baik kadar, fungsi maupun adanya inhibitor. FDP dilanjutkan dengan D. diner. Faktor von Willebrand dan adhesi trombosit untuk mengetahui fungsi trombosit.
Efek heparin sebaiknya dinetralkan dengan menambah protamin sebelum pengambilan sample sesudah HD.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Gunawan
"ABSTRAK
Norplant, suatu cara kontrasepsi implant yang hanya mengandung progesteron, telah diperkenalkan di Indonesia dengan nama KB susuk.
Berdasarkan kepustakaan pemberian harmon steroid terbukti dapat menimbulkan perubahan profil lipid dan memperbesar risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data mengenai perubahan profil lipid serta menilai besarnya risiko terjadinya penyakit jantung koroner pada akseptor Norplant dibandingkan dengan akseptor kontrasepsi oral. Selain itu juga untuk mendapat asupan mengenai perkiraan saat terjadinya perubahan profil lipid akseptor Norplant dan Noriday serta jenis uji laboratorium yang diperlukan untuk memantaunya.
Penelitian dilakukan terhadap 2 kelompok akseptor Norplant, masing-masing 26 orang akseptor Norplant selama 2 tahun dan 19 orang akseptor Norplant selama 4-5 tahun yang berasal dari Klinik Raden Saleh, Jakarta. Akseptor kontrasepsi oral yang diteliti berasal dari Klinik KB Rumah Sakit Angkatan Udara Halim, Jakarta, juga terdiri dari 2 kelompok, masing-masing 13 orang akseptor Noriday selama 2 tahun dan 21 orang akseptor Noriday selama 4-5 tahun. Sebagai kontrol adalah talon akseptor Norplant yang berasal dari Klinik Raden Saleh, Jakarta.
Terhadap masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol-total dan trigliserida secara enzimatik serta kolesterol-HDL dan kolesterol-LDL dengan cara presipitasi dan enzimatik. Dilakukan pula penghitungan rasio kolesterol-total/ kolesterol-HDL dan kolesterol-LDL/ kolesterol-HDL. Pemeriksaan dilakukan antara bulan April - Juni 1987 di Bagian Patologi Klinik FRUI-RSCM, Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian Norplant sampai dengan 5 tahun lamanya tidak menimbulkan perubahan profil lipid yang bermakna dan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Demikian juga dengan pemakaian Noriday, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa, keeuali kadar trigliserida, profil lipid akseptor Noriday sampai dengan 5 tahun lamanya tidak mengalami perubahan yang bermakna dan tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Profil lipid kelompok akseptor Norplant juga tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok akseptor Noriday.
Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa pemakaian Norplant dan Noriday sebagai alat kontrasepsi sampai dengan 5 tahun lamanya tidak memperbesar risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Walaupun demikian nilai-nilai parameter lipid akseptor Norplant dan Noriday terlihat cenderung meningkat bersamaan dengan lamanya pemakaian. Karena itu pada penggunaan Norplant atau Noriday lebih dari 5 tahun disarankan agar pemantauan profil lipid dilakukan secara teratur setiap tahun. Parameter lipid yang dipantau adalah kadar kolesterol-total, trigliserida, kolesterol-HDL dan kolesterol-LDL serta penghitungan rasio kolesterol-total/kolesterol-HDL dan kolesterol-LDL/kolesterol-HDL.
Penggunaan Norplant dan Noriday sebaiknya dihentikan bila profil lipid menunjukkan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan dianjurkan untuk dilakukan penilaian status kardiovaskulernya.
Selain itu juga perlu dilakukan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil lipid pada pemakaian Norplant dan Noriday lebih dari 5 tahun lamanya.
Terhadap calon akseptor Norplant atau Noriday sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pemantauan profil lipid. Bila profil lipid yang didapat terletak di atas nilai cut off, dianjurkan agar menggunakan cara kontrasepsi yang lain."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indika Pitono
"Permasalahan
Bagian Patologi Klinik FKUI merupakan bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan identik dengan Instalasi Laboratorium Klinik RSCM (ILK) yang secara organisatoris merupakan bagian dari Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM). RSCM merupakan Rumah Sakit Rujukan (RS tipe A) dengan kapasitas 1440 tempat tidur dan 13 poliklinik. ILK berfungsi menunjang klinisi dalam menangani penderita rawat jalan maupun rawat nginap. Dalam menjalankan fungsinya ILK melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap bahan penderita baik yang dikirim dari ruangan atau yang diambil di tempat pengambilan sampel yang terdapat di ILK.
ILK sendiri terdiri dari beberapa seksi yaitu seksi Kimia, seksi Hematologi, seksi lmunologi, seksi Bakteriologi dan Seksi Pendidikan. Seksi Pendidikan lebih banyak melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pendidikan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jumlah pemeriksaan yang dilakukan ILK kurang lebih 200 jenis pemeriksaan. Jumlah sampel yang diperiksa berasal dari kurang lebih 200 - 300 penderita setiap hari. Pemeriksaan terhadap jumlah sampel yang relatip banyak dengan berbagai macam pemeriksaan, dilaksanakan secara saling terkait oleh 99 karyawan.
Sebagai bagian dari Rumah Sakit Rujukan, ILK dituntut menjalankan fungsinya sebaik-baiknya, yang berarti mampu mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat, akurat, selesai dalam waktu sesingkat-singkat mungkin dan sampai kembali ke tangan klinisi dalam waktu sesingkat mungkin pula. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai macam upaya telah dilakukan seperti meningkatkan mutu maupun jumlah petugas, menerapkan metoda baru yang lebih tepat, menjalankan sistem pemantapan mutu baik interna maupun eksterna, melakukan otomatisasi dengan menggunakan automated-analyzer serta usaha usaha memperbaiki sistem administrasi.
Dengan adanya otomatisasi, pemeriksaan sampel yang relatip banyak dapat dilakukan dalam waktu yang relatip singkat, akan tetapi pencatatan serta distribusi hasil masih dilakukan secara manual. Hal ini berakibat bahwa hasil pemeriksaan yang selesai dalam waktu yang relatip singkat tersebut, masih belum sampai ke tangan klinisi dalam waktu yang relatip singkat pula. Selain itu beban ILK yang besar menyebabkan berbagai macam laporan yang dibuat oleh ILK dapat diselesaikan dalam waktu yang relatip lama serta kurang akurat. Penggunaan sistim informasi diharapkan dapat mempercepat administrasi hasil pemeriksaan serta memperbaiki pelaporan yang ada sampai saat ini.
1. 2. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah merencanakan sistem informasi berbasis jaringan di ILK dan memberi gambaran bagaimana sistem informasi dapat membantu ILK dalam menjalankan fungsinya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>