Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syofriza Syofyan
"Kebijakan moneter Indonesia sampai saat ini pada dasarnya masih menggunakan paradigma lama yang mengandalkan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian. Mekanisme transmisi kebijakan moneter selama ini menyatakan bahwa Bank Indonesia (BI), dapat mengendalikan M (0) dan dengan asumsi multiplier uang (Money Multiplier) tetap, BI akan dapat mengendalikan M(1} dan M(2). Melalui pengendalian M(1) dan M(2), BI dapat mempengaruhi PDB Nominal atau permintaan agregat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Widayanto
"Air bersih merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya ketersediaan air bersih ini masih merupakan masalah. Hal ini karena terjadi ketimpangan antara kebutuhan dan penawaran air bersih. PDAM sebagai pemasok utama air bersih bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya masih menghadapi kendala dengan biaya pengolahan air baku yang semakin mahal. Hal ini karena air baku yang sebagian besar diperoleh dari Kali Brantas kondisinya semakin hari semakin memburuk kualitasnya.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas air Kali Brantas, seperti melalui PROKASIH untuk meningkatkan kualitas air sungai hingga mencapai golongan mutu air tertentu yang sesuai dengan peruntukan sungai tersebut. Namun demikian kebijakan tersebut belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan. Berbagai program implementasi PROKASIH lebih menunjukkan keberhasilan dalam jangka pendek, sedang dalam jangka panjang kurang berhasil. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman mengenai seberapa besar manfaat atau nilai air Kali Brantas bagi masyarakat maupun pemerintah.
Untuk mengetahui nilai air Kali Brantas digunakan metode Contingent Valuation. Metode ini adalah metode survei secara langsung bertanya kepada masyarakat tentang kemauan bayar (WTP) untuk peningkatan kualitas air Kali Brantas, setelah terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai karakteristik Kali Brantas.
Metode Contingent Valuation adalah metode yang tepat untuk mengetahui nilai air sungai, karena air sungai merupakan produk yang tidak dijual di pasar (non market good). Metode Contingent Valuation mampu mengukur nilai dari suatu barang yang tidak ada di pasar. Dalam metode Contingent Valuation, untuk dapat mengetahui maksimum kemauan bayar, cukup dengan memberikan informasi yang jelas mengenai barang tersebut kepada penerima manfaat. Dalam hal ini WTP akan berarti nilai kemauan untuk membayar masyarakat untuk mendapatkan kenaikan kualitas air sungai. Selanjutnya, informasi demografi masyarakat dikembangkan untuk mengetahui latar belakang penilaian masyarakat terhadap air sungai bersih.
Survei ini berhasil mendapatkan 1.114 responden rumah tangga dengan karakteristik sebagian besar tingkat pendidikan SD; pendapatan rumah tangga kurang dari Rp. 300.000,- per bulan; jumlah anggota rumah tangga rata-rata 4 orang; Jenis pekerjaan pedagang dan wiraswasta. Dari survei ini dapat diestimasi nilai ekonomi Kali Brantas adalah sebesar Rp. 3,179 milyar per tahun untuk masyarakat di sekitar Kali Brantas.
Berbagai kebijakan meningkatkan kualitas Kali Brantas dapat dilakukan dengan memanfaatkan temuan penilaian Kali Brantas. Kebijakan secara langsung dapat dilakukan dengan merealisasikan nilai kemauan bayar masyarakat dalam bentuk iuran/pungutan, misalnya untuk membangun instalasi pengolah limbah rumah tangga secara kolektif di suatu komunitas permukiman di sekitar Kali Brantas. Sedangkan kebijakan tidak langsung dilakukan dengan mempengaruhi variabel yang berhubungan dengan tingginya WTP masyarakat terhadap Kali Brantas. Dari model regresi logistik diketahui bahwa tingginya WTP dipengaruhi tingkat pendidikan dan pendapatan rumah tangga.
Penilaian ekonomi Kali Brantas dapat juga digunakan untuk melihat efektifitas dari program peningkatan kualitas Kali Brantas selama ini, menentukan biaya kerugian akibat menurunnya kualitas Kali Brantas, serta dapat pula digunakan sebagai masukan bagi penetapan tarif retribusi iuran atas penggunaan dan pencemaran air Kali Brantas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatia Martha Hendrati
"Penelitian tentang "Pengaruh Kebijakan Perdagangan Dalam Ekspor CPO Indonesia 1972 - 1995" dirasakan perlu, mengingat Indonesia sebagai negara sedang berkembang (NSB) yang ekspornya didominasi oleh komoditi primer seperti Crude Palm Oil (CPO). Saat ini Indonesia sebagai negara kedua terbesar pengekspor CPO dunia setelah Malaysia, yang diharapkan pada tahun 2005 menduduki peringkat pertama.
Kebijakan perdagangan yang tepat sebagai faktor non market atau faktor non ekonomi dalam konsep "Under Development" juga berperan dalam mempercepat proses pembangunan (Griffin,1969). Konsep tersebut belum diaplikasikan pada analisis penelitian-penelitian terdahulu.
Model yang dipakai mengacu pada "An Econometric Study of Primary Commodity" (Marian E. Bond, 1987) yang menganalisis ekspor dari dua sisi yakni sisi permintaan ekspor dan sisi penawaran ekspor. Hasil estimasi menunjukkan bahwa, permintaan ekspor CPO Indonesia pada negara-negara mitra dagang utama umumnya dipengaruhi secara negatif oleh harga ekspor relatif CPO Indonesia terhadap harga komoditi sejenis di negara pengimpor (a1 < 0) serta dipengaruhi secara positif oleh besarnya tingkat pendapatan di negara pengimpor (a2 > 0). Kecuali untuk permintaan ekspor negara Amerika Serikat dan Jepang, yang dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor CPO relatif Indonesia terhadap harga komoditi sejenis di negara pengimpor (a1 > 0) sebaliknya dipengaruhi secara negatif oleh besarnya tingkat pendapatan (a2 < 0).
Sedangkan hasil estimasi penawaran ekspor CPO Indonesia, dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor CPO Indonesia relatif terhadap harga domestic periode lalu (b2 > 0), kapasitas produksi (b3 > 0) dan kebijakan perdagangan yang pada era 1970-an berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor, sedangkan era 1990-an berpangaruh positif.
Analisis sisi penawaran ekspor lebih berpengaruh baik terhadap perkembangan ekspor CPO Indonesia maupun terjaminnya pasokan CPO untuk industri dalam negeri. Untuk itu dibutuhkan kebijakan yang dapat mendukung pendalaman dan diversifikasi produk CPO di sektor hilir, serta implikasi kebijakan yang memberikan kemudahan bagi investasi dan ekspor produk hilir CPO Indonesia.

The research about "The Influence of Trading Policy for export of CPO Indonesia in 1972-1995" is quitely needed, reminds that Indonesia as a developing countries (NSB) that its exports dominated by primary commodity such as Crude Palm Oil (CPO). In present, Indonesia is the second biggest CPO exporter after Malaysia in the world and it is predicted that Indonesia will be the first rank for this export in 2005.
The effective trading policy is the factor of non market or non economic factor in the "Concept of Under Development" which plays role to progress the development process (Griffin, 1969). This concept is not applicated yet to the previous research analysis.
The model based on "An Econometric Study of Primary Commodity" (Bond, Mariam E, 1987) that analyzes export from two aspects; export demand and export supply. The output of estimation shows that the export demand of CPO Indonesia to the countries of the main trading partnership is generally influenced negatively by the relatively export price of CPO Indonesia to the same classification of commodity price in the importer country (al < 0) and it is also influenced positively by the number of income level in the importer country (a2 ] 0). Except for the export demand in America and Japan which positively effected by export price of relative CPO in Indonesia to the same commodity price in the importer country (al > 0), while oppositely, it is negatively influenced by the number of income level (a2 < 0).
The estimation result of export supply CPO in Indonesia, positively influenced by export price of CPO indonesia to the privious domestic price (b2 > 0), production capacity (h3 > 0) and trading policy in 1970 which negatively influence export supply, while in 1990 it influence positively.
The analysis of export supply aspect is quitely. influenced to the progress of CP0 export in Indonesia or the security of CPO supply for local industry. That's why it is necessary a policy to support the itensification and diversification of CPO product in lower course sector, and policy implication which provides the subsidy from investment and export of lower course product to the CPO in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T2632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Chaerul Amachi
"ABSTRAK
Bagi Indonesia sektor migas masih sangat berperan terhadap penerimaan pemerintah. Hal tersebut nampak pada Tabel I peran penerimaan minyak dan gas terhadap penerimaan dalam negeri meningkat sejak tahun 1969 dari 27% menjadi 66% di tahun 1984/1985. Grafik 1 menggambarkan bahwa penerimaan dalam negeri diluar minyak dan gas (garis 4) adalah senantiasa berada dibawah pengeluaran rutin (garis 3). Ini menunjukkan bahwa penerimaan dalam negeri diluar minyak dan gas masih belum dapat menutupi pengeluaran rutin. Dengan demikian masalah peningkatan penerimaan non migas perlu memperoleh perhatian. Apalagi bila dilihat peran pemerintah dalam pembangunan nasional sangat besar, baik terhadap investasi domestik (Bambang Triyaso, 1984, 1985) maupun dalam mengejar pertumbuhan ekonomi (Snyder, 1985). Sebenarnya masalahnya cukup serius mengingat bahwa peran pemerintah melalui anggaran masih sangat besar ini membawa pengaruh luas terhadap perekonomian, dan pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Untuk dapat mengimbangi akibat penurunan harga minyak dan gas terhadap penerimaan pemerintah, sektor non migas harus ditingkatkan perannya. Pada kenyataannya peningkatan penghasilan sektor non migas ini, merupakan masalah yang pelik dan bukan hanya masalah ekonomi saja. Tetapi menyangkut pula bidang-bidang lainnya, bahkan yang lebih khusus (sub-specialities) seperti kewiraswastaan. Oleh karena itu kebijakan yang akan diambil dalam perpajakan perlu memperhatikan masalah yang kompleks dan dinamis tersebut. Dan ini merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran demikian pula dalam perencanaan. Karena tanpa budget perencanaan tidak dapat di implementasikan, sebagaimana dikemukakan oleh: Naomi dan Wildavsky dan Khalid .
Didalam konteks budgeting dan planning akan ditelaah mengenai salah satu aspek dalam perpajakan. Yaitu yang berkenaan dengan faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak, yang menyangkut masalah administrasi perpajakan termasuk perangkat undang-undangnya, kepatuhan serta kesadaran masyarakat wajib pajak, sistem pembukuan."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendriaty
"Ditahun 1990 United Nation and Development Programe (UNDP) memperkenalkan Human Development Index (HDI), sebagai indikator alternatif keberhasilan pembangunan. Kelebihan HDI dibanding indikator konvensional terutama PDB dan PDB perkapita adalah lebih mampu memberikan gambaran tentang pemberdayaan (empowerment) yang dilihat dari perubahan perbaikan kapasitas dasar manusianya. Kelebihan ini memungkinkan dilakukannya analisis yang lebih holistik, kontekstual dan manusiawi tentang hubungan antara kemajuan ekonomi dengan tingkat kesejahteraan manusia. Implikasi analisis ini pemahaman yang lebih dalam tentang alokasi sumberdaya manusia yang efisien, dalam pembangunan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlunya studi tentang keterkaitan antara kemajuan/pembangunan ekonomi dengan partisipasi kerja dan atau kesempatan kerja. Studi ini dimungkinkan karena indikator HDI telah digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen DaIam Negeri yang diberi nama lndeks Pembangunan Manusia (IPM), untuk mengukur tingkatan status pembangunan manusia, 297 kabupaten/kotamadya di Indonesia tahun 1990. Jika IPM merupakan ukuran pemberdayaan, maka salah satu ukuran penting dari efektifitas pemberdayaan tersebut adalah Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK).
Karena baik IPM maupun APAK mencerminkan permintaan dan penawaran, maka hubungan antara pembangunan ekonomi dengan partisipasi kerja dapat dianalisis dengan melihat hubungan APAK-IPM.
Hasil studi menunjukkan peningkatan kapasitas dasar manusia cenderung meningkatkan keinginan (partisipasi) kerja. Terlihat perbedaan pola hubungan APAK-IPM berdasarkan kategori jenis kelamin, tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) dan tingkat pendidikan. Perbedaan pola hubungan disebabkan karena faktor-faktor perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar wilayah dan atau sektoral, kelembagaan dan faktor-faktor sosial ekonomi seperti budaya, tata nilai dan pandangan hidup dalam masyarakat.
Hasil studi di atas mengindikasikan bahwa optimalisasi individu sangat holistik dan konstektual. Implikasi kebijakannya adalah reoricnlasi dan atau evaluasi kebijakan pembangunan, agar lebih mengarah kepada pemenuhan kebutuban dasar, perluasan kesempatan kerja, pengurangan kesenjangan ekonomi antar daerah, sektoral, pendidikan dan gender, pembangunan kelembagaan ekonomi dan perhatian yang lebih besar terhadap faktor-faktor non ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budipranoto Sudjanadipradja
"Seperti diketahui bahwa banyak pengambilan keputusan kebijakan publik tidak didasarkan pada analisis perhitungan dampaknya. Kasus paling menonjol adalah keputusan pemerintah memberikan hak monopoli kepada pihak swasta sebagai badan untuk mengatur percengkehan nasional yang dikenal dengan BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh). Dilihat dari sisi politik yang kontroversial karena intervensi dari anak penguasa waktu itu, dimana secara ekonomi tidak dapat dibenarkan.
Komoditi cengkeh sebenarnya memiliki karakteristik yang khusus karena konsumsi cengkeh dunia paling besar adalah Indonesia, dan produksi terbesarnya juga dimiliki oleh Indonesia, sehingga pada saat sekarang ini hampir tidak ada perdagangan internasional untuk komoditi cengkeh. Percengkehan didalam negeri juga memiliki karakteristik khusus, yang menjadi ajang perebutan bisnis elit politik yang ada. Tata niaga cengkeh silih berganti, namun tidak satupun yang memperbaiki nasib petani kita. Struktur pasar oligopseni pada pasar cengkeh petani dituding sebagai eksploitasi surplus produsen oleo pihak Pabrik rokok kretek.
Penelitian ini mengungkapkan apa dan bagaimana karakteristik pasar cengkeh di level petani pada satu sesi dan level politik disisi lain. Ternyata hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang baru, karena kondisi pasar cengkeh di level petani benar-benar merupakan persaingan bebas dan mengikuti hukum pasar, terpisah dari pengaruh kebijakan tata niaga yang ada di level politik. Juga anggapan selama ini bahwa peak pabrik rokok kretek melakukan eksploitasi tidak sepenuhnya benar, yaitu karena kebutuhan cengkeh PRK hanya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Pada tingkat political decision ditunjukkan konflik BPPC dan GAPPRI yang menarik dianalisis, yaitu antara monopolis by law dan manopsonis by nature dengan kemenangan dipihak GAPPRI. Untuk perkembangan percengkehan nasional maka petani pemerintah hanya terbatas sebagai fasilitator dan tidak mendistorsi pasar yang ada."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T20587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Mohammad Iqbal
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan pembebasan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) atas rumah, rusunawa dan rusunami dengan NJOP s.d. Rp. 1 Miliar dalam rangka membantu beban masyarakat golongan ekonomi lemah sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 259 Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dampak pelaksanaan kebijakan pembebasan PBB-P2 serta menghitung dan menganalisa besaran objek PBB-P2 yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pembebanan kembali atas PBB-P2 ditahun mendatang. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembebasan PBB-P2 berdampak pada penurunan jumlah SPPT terbit dan pokok ketetapan PBB-P2 tahun 2016 namun di sisi lain juga meningkatkan collection rate penerimaan PBB-P2. Selain itu terdapat masih banyaknya jumlah objek pajak yang diberikan fasilitas pembebasan PBB-P2 dibandingkan jumlah objek pajak yang dibebankan kembali PBB-P2 pada tahun mendatang dengan asumsi kenaikan NJOP BUMI per tahun sebesar 10% dan asumsi kenaikan NJOP BUMI per tahun berdasarkan kenaikan harga pasar rata-rata maksimum sebesar 20%.

Jakarta Provincial Government issued Land and Property Tax exemption policies for houses, rusunawa, and rusunami that valued up to IDR 1 Billion to help weak economy class society that regulated in Governor Regulation No. 259 Year 2015. The study aims to calculates the impact of Land and Property Tax exemption policies and calculates and analyze the PBB-P2 objects which have to be not imposed or to be imposed PBB-P2 in the coming years. This study using descriptive analysis method.
The results showed that PBB-P2 exemption policies impact to decreased SPPT issued and the tax assessments of PBB-P2 on 2016, but the collection rate of PBB-P2 revenue has been increase. In addition there are still many objects that is granted PBB-P2 exemption compared to the objects that is charged with the PBB-P2 on the upcoming years with the assumptions NJOP rise by 10% per year and the assumptions NJOP based on average market price rise by 20% per year.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T52635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Yusranil Fathi
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari krisis global dan bagaimana respon firm level terhadap kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor bahan mentah hasil tambang. Analisis menggunakan metode kuantitatif deskriptif terhadap data panel firm level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krisis ekonomi berdampak pada penurunan produktivitas perusahaan sebesar 0,69 kali dari produktivitas rata-rata tahunan tanpa terjadinya krisis. Dan produktivitas perusahaan industri pengolahan hasil tambang dalam negeri meningkat sebesar 1,79 kali ketika kebijakan larangan ekspor bahan mentah hasil tambang diberlakukan dibanding produktivitas sebelumnya ketika kebijakan tersebut belum diberlakukan.

ABSTRACT

This thesis aims to analyze the impact of global crisis and how firm level response to the Indonesian government policy concerning export ban of mining`s raw material. The analysis uses descriptive quantitative methods against the panel data of firm level. The results showed that the economic crisis had an impact that resulted to the decreasing of company productivity by 0.69 times the average annual productivity without the occurrence of crisis. And the productivity of the domestic milling industry increased by 1.79 times when the export miner`s export ban policy was enacted compared to previous productivity when the policy had not been enacted."
2018
T54365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariesto Andrew Agoes
"Tujuan utama penelitian ini adalah membuktikan praktek siklus anggaran politik pada pemilihan langsung kepala daerah tingkat Kabupaten dan Kota di Indonesia melalui perbedaan jumlah guru honorer pada tingkat SD, SMP, dan SMA. Dengan menggunakan data jumlah guru honorer di seluruh kabupaten/kota di Indonesia kecuali Jakarta (pemilihan tidak langsung) selang tahun 2014-2018, didapati bahwa terdapat perbedaan dalam jumlah guru honorer khususnya di tingkat SD dan SMP antara Kabupaten/Kota yang berada pada tahun politik dengan yang tidak berada pada tahun politik, dimana perbedaan ini membuktikan adanya praktek siklus anggaran politik seperti pada teori Rogoff (1990) dan hasil yang ditemukan oleh Sjahrir et al (2013) serta Coelho et al (2006)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabaruddin Amrullah
"Lewat catatan sejarah kita dapat mengetahui bahwa industri gula di Indonesia pernah mengalami masa keemasan (Sugar boom) pada masa pemerintahan Hindia Belanda antara tahun 1920-1930 dimana produksi mencapai sekitar 3 juta ton gula dan diekspor sekitar 2,6 juta ton. Pada tahun 1929 jumlah Pabrik Gula (PG) mencapai 179. Industri gula mulai runtuh tahun 1930-an akibat resesi ekonomi dunia (world recession). Pada tahun 1937 jumlah PG menyusut menjadi 92 buah, kemudian Zaman Jepang tinggal 20 buah. Setelah Indonesia merdeka, PG meningkat menjadi 30 buah pada tahun 1950, kemudian menjadi 51 pada tahun 1956, meningkat menjadi 67 pada tahun 1989, dan 68 buah tahun 1995. Kemudian meningkat menjadi 70 buah pada tahun 1997, di Jawa 57 unit dan di luar Jawa 13 unit.
Beberapa permasalahan yang mengemuka seperti: (i) sisi produsen meliputi; luas areal tebu di Jawa cenderung menurun, areal tebu di Jawa telah mencapai kondisi closing cultivation frontier, yaitu mencapai batas maksimal lahan subur yang layak untuk areal tebu akibat meningkatnya kompetisi penggunaan lahan, produktivitas leveling-off (kontribusi kenaikan produktivitas terhadap peningkatan produksi semakin kecil), subsidi pupuk telah dihapus, investasi berkurang, dana penelitian terbatas, faktor alam (kemarau, hama), (ii) sisi konsumen meliputi: kebijakan harga provenue terus meningkat yang mendorong harga naik ditingkat eceran, jumlah penduduk meningkat, pendapatan masyarakat meningkat, rupiah overvalued selama periode periode 1987-1996, hadirnya pesaing gula berupa: (a) pemanis alami, gula merah, gula kelapa, gula lontar, (b) pemanis sintetis, sakarin, sildamat, dll.
PeneIitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan: produksi, konsumsi, harga gula domestik, harga impor gula Indonesia, impor gula Indonesia, serta ekspor gula dunia, impor gula dunia, dan harga gula dunia. Kemudian mengevaluasi, meramalkan posisi industri gala domestik dalam kaitannya dengan perdagangan gula dunia melalui simulasi historis dan simulasi peramalan (historical and ex-ante simulation).
Dalam penelitian ini memakai data periode tahun 1969-1997 dengan model pendekatan ekonometrika, metode Two Stage Least Squares (2SLS) dipakai untuk mengestimasi model simultan yang dinamik. Model terdiri dari 11 persamaan (m), yaitu 8 persamaan strukturallperilaku dan 3 persamaan identitas; dan 52 variabel predetermined, yang terdiri dari 45 variabel eksogen dan 7 variabel lag endogen, sehingga total seluruhnya 63 variabel (K). Berdasarkan kriteria identifikasi model, maka semua persamaan overidentified, sehingga metode 2SLS dapat digunakan.
Hasil pendugaan model dimana nilai koefisien detenninasi (R2) masing-masing perilaku berkisar antara 0.791 - 0.989, dengan demildan secara umum variabel penentu yang dimasukkan dalam persamaan perilaku dalam penelitian ini menjelaskan dengan baik keragaan setiap variabel endogennya. Sementara nilai F yang berkisar antara 19.876 - 675.056, yang pada umumnya tinggi , maka dapat dinterpretasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penentu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen disetiap persamaan perilakunya. Kemudian Durbin-Watson (DW) berkisar 1.571 - 2.887, mengingat masalah korelasi serial (DW) hanya mengurangi efisiensi pendugaan dan tidak menimbulkan bias parameter regresi, maka hasil pendugaan model dalam penelitian ini dapat dinyatakan cukup representatif menggambarkan fenomena ekonomi gula di Indonesia, kaitannya dengan perdagangan gula dunia.
Kemudian untuk validasi nilai aktual variabel endogen menggunakan kniteria statistika yaitu Root Mean Square Percentage Error (RMSPE), proporsi dekomposisi Mean Square Error (MSE) Bari bias peramalan Theil's Inequality Coefficient, (U-Theil's) Proporsi bias (UM), bias regresi (UR), dan bias distribusi (UD), R2. Selanjutnya jika didekomposisikan kedalam proporsi bias (UM), bias regresi (UR), dan proporsi distribusi kesalahan non sistematik atau bias distribusi (UD), maka tampak bahwa sebagian besar nilai-nilai UM dan UR mendekati nol (0), serta nilai UD mendekati satu (1). Hal ini berarti bahwa sebagian penyimpangan simulasi lebih bersifat non sistematik dibanding penyimpangan regresi dan sistematik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model ekonometrika komoditas gula yang telah diestimasi dalam penelitian ini cukup valid untuk simulasi altematif kebijakan dan non kebijakan melalui analisis simulasi historis maupun peramalan (historical and ex-ante simulation).
Keterbatasan utama penelitian ini adalah luasnya lingkup permasalahan (aggregate) dan sifat ekonometrika yang termasuk ekonomi positif (arbitrary), sehingga tidak dapat menetapkan kebijakan terbaik secara spesifik. Keinginan untuk kembali menggapai swasembada gula di capai pada tahun 1984 dihadapkan pada situasi ekonomi gula domestik saat ini dimana laju pertumbuhan produksi sangat lambat (4,44%) dibanding laju pertumbuhan konsumsi (41,36%) dari periode tahun 1969-1997, atau terjadi defisit (produksi < konsumsi), sehingga mendorong peningkatan impor gula Indonesia. Pada tahun 1998 impor gula mencapai 1.8 juta ton atau sekitar 55% dari kebutuhan konsumsi gula domestik.
Impor gula Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh Stok Gula Domestik, Harga Gula Dunia, Kekuatan Intervensi Harga oleh Pemerintah Indonesia, Produksi Gula Indonesia, Produk Domestik Bruto Indonesia, Konsumsi Gula Indonesia, dan Bedakala Impor Gula Indonesia. Kuantitas Perdagangan Gula Dunia (ekspor dan impor) dalam jangka pendek memberikan respon inelastis (variabel endogen atau Harga Gula Dunia terhadap vaniabel eksogen atau Ekspor, Impor Gula Dunia) ini berarti bahwa dalam jangka pendek Harga Gula Dunia stabil. Sementara dalam jangka panjang Perdagangan Gula Dunia memberikan respon elastis yang berarti bahwa dalam jangka panjang sulit mencapai posisi harga stabil (harga bergejolak), sebab perubahan dalam jumlah Ekspor dan Impor, Gula Dunia masing-masing atau bersama-sama akan mempengaruhi Harga Gula Dunia.
Melalui Simulasi Historis, Dengan mempertahankan Swasembada Gula Absolut (tanpa impor), maka luas areal baik di Jawa maupun di luar Jawa meningkat. Kebijakan ini tepat ketika dimaksudkan untuk meningkatkan luas areal tebu. Melalui Simulasi Peramalan, dengan skenario menghapus intervensi harga oleh pemerintah Indonesia, maka luas areal tebu di Jawa dan di Luar Jawa akan menurun sebagai akibat dari ketidak mampuan berkompetisi dengan harga gula dunia, yang masuk ke Indonesia tanpa hambatan tarif (Bea Masuk=O), sehingga harga gula domestik anjlok. Berbagai kebijakan pemerintah untuk pengembangan industri gula domestik telah dilakukan antara, antara lain: subsidi pupuk, kredit usahatani tabu, price support (harga provenue), tataniaga dalam hal ini pengadaan, penyaluran, dan stok oleh Bulog.
Era liberalisasi menghendaki dihapuskannya berbagai bentuk proteksi, tanpa retriksi perdagangan. Perlindungan (protection) pemerintah terhadap industri gula domestik selama ini kurang mampu mendorong peningkatan produksi, implikasinya kemudian adalah meningkatnya jumlah impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat (income) meningkat, serta berkembangnya inndustri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai salah sate inputnya. Eksistensi industri gula domestik dapat "diselamatkan" melalui intervensi pemerintah dalam hal ini menggunakan instrumen pengenaan tarif bea masuk impor gula, yang pada saat ini gula masih dalam exception list, harga provenue, kemudian pada sisi industri gula domestik diharapkan untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksinya.
Tantangan bagi industri gula domestik adalah "serbuan" gula impor yang sangat murah sebagai akibat dari efisiensi, serta adanya dumping negara produsen utama gula dunia. Kendatipun demikian industri gula domestik juga memiliki peluang dan pangsa pasar yang demikian luas dalam negeri sehingga hal tersebut dapat merupakan kekuatan pendorong (driving force) untuk terus bertahan (survive) sekaligus meningkatkan produksi gula domestik. Kemudian yang sangat mendesak (urgent) adalah seberapa besar perhatian (concern) yang sungguh-sungguh dari pihak-pihak yang terkait dalam industri gula domestik, dalam haI ini para pelaku disisi produsen, serta penentu kebijakan (pemerintah) memberikan atensi terhadap upaya memacu peningkatan produksi gula domestik. Singkatnya diperlukan "political will" dan 'political action" para penentu kebijakan (decision makers) serta semangat dan kesadaran kolektif (consciousness collective) serta kemauan berbuat lebih banyak (willingness to do more) dari pihak-pihak produsen (petani dan industri gula) untuk meningkatkan efisensi dan produktivitasnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>