Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuniarti Soeroso
Abstrak :
ABSTRAK
Air garam hangat dan H2O2 3% sating digunakan sebagai obat kumur untuk terapi keradangan Gingiva. Belum pernah dilakukan penelitian dibagian perio FKG UI mengenai efektivitas kedua bahan obat kumur tersebut terhadap keradangan gingiva. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan'efektivitas air garam hangat dengan larutan H2O2 3% sebagai obat kumur, terhadap penurunan keradangan gingiva secara klinis. Penelitian dilakukan pada 90 penderita gingivitis yang datang ke klinik periodonsia FKG UI, berusia antara 18-40 tahun, terdiri dari 52 wanita 39 pria. Sampel dibagi atas 3 kelompok dengan randomisasi. Kelompok I berkumur dengan air garam hangat 1,2%, kelompok II berkumur dengan lantan H202 3°/g kelompok III merupakan kelompok kontrol berkumur dengan air hangat. Konsentrasi air garam hangat 1,2% ditetapkan berdasarkan pemilihan beberapa takaran berat garam yang dianjurkan dan rasa yang paling dapat diterima didalam mulut. Masing-rnasing kelompok menggunakan obat kumur 2x 1 hari selama 5 hari, pagi dan malam.

Kumur-kumur dilakukan selama 1 menit. Pencatatan skor pink (Loa dan Silness) clan skor PBI (Modifikasi Papillae Bleeding Index dari Muhlemann) dilakukan pada hari ke 1 dan hari ke 5. Perubahan skor indeks plak dan skor PBI antara sebelum dan sesudah kumur-kumur air garam hangat 1,2%, H202 3% dan air hangat, diuji dengan "Paired Sample T Test" pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas air garam hangat 1,2% dan H2O2 3% terhadap perubahan skor indeks plak dan skor PBI (keradangan gingiva) dilakukan uji "Anova" pada tingkat kepercayaan 950/0. Hasilnya menunjukkan terdapat penurunan skor indeks plak yang bermakna sesudah berkumur air garam hangat 1,2% clan H2O2 3% (P < 0,05 ), sedang pada kelompok kontrol tidak terdapat penurunan skor indeks plak yang ber makna ( P > 0,05 ). Terdapat penurunan skor PBI atau keradangan gingiva yang sangat bermalcna setelah berkumur dengan air garam hangat 1,2%, H202 3% dan air hangat (p > 0,001 ). Antara ketiga bahan obat kumur tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna dalam menurunkan skor indeks plak (p > 0,05 ). Terdapat perbedaan efektivitas yang sangat bermakna antara ketiga bahan obat kmur didalam menurunkan skor PBI atau keradangan gingiva (p < 0,001 ). Air Karam hangat 1,2% lebih efektif dari H2O2 3% dalam menurunkan skor PBI. Air garam hangat 1,2% dan 102 3% lebih efektif dari kelompok kontrol dalam menurunkan skor PBI. Dapat diambil kesimpulan bahwa air garam hangat 1,2% lebih efektif dari H2O2 3% dalam menurunkan keradangan gingiva. Hal ini kemungkinan karena sifatnya sebagai antiseptik dan ada peran temperatur hangat terhadap vaskularisasi gingival.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ny. Lies Zubardiah B. Sunaryo
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya tambalan amalgam mengemper di daerah proksimal {TAMP) gigi posterior dan hubungannya dengan keradangan jaringan periodonsium pada 57 pasien berusia antara 15 sampai 55 tahun dengan umur tambalan minimal 0.5 tahun. Kerusakan jaringan periodonsium diukur dengan melihat luasnya kerusakan tulang alveolar pada gigi dengan TAMP. Luas kerusakan tulang alveolar pada TAMP diukur melalui foto ronsen, yaitu jarak dari batas semen-email (Cementoenamel junction) ke dasar kerusakan tulang alveolar pada TAMP, dikurangi jarak dari batas semen-email ke puncak tulang alveolar pada sisi kontrol.

Hasil yang diperoleh dari 279 tambalan yang diperiksa adalah 104 tambalan ditemukan mengemper (68.1 %), dan 22 tambalan tidak mengemper. Kerusakan tulang alveolar yang terjadi sebanyak 92{88.5 %). Jumlah tambalan amalgam di daerah proksimal gigi posterior 126 buah dan jumlah tambalan amalgam di permukaan lainnya (oklusal dan bukal) 124 buah. Umur TAMP dan ukuran TAMP arah horisontal mempunyai korelasi dengan besar kerusakan tulang alveolar (R = 0.25414), walaupun korelasi ini lemah namun cukup bermakna (Signifikansi F = 0.0343).

Tambalan amalgam mengemper proksimal memudahkan terjadinya penumpukan plak yang dapat mendorong terjadinya keradangan jaringan periodonsium dan kerusakan pada tulang alveolar.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiyohadi
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pek periodontal terhadap kesembuhan jaringan periodontium setelah tindakan kuret.

Penelitian ini telah dilakukan pada 6 pasien yang terdiri dari 4 pria dan 2 wanita dengan usia 18-35 tahun. Pasien mempunyai kelainan periodontitis marginalis kronis dengan poket supraboni 3-4 mm. Jumlah gigi yang terlibat sebanyak 80 gigi yang terbagi dalam 10 pasang kelompok gigi. Sebelum tindakan kuret, subyek dilakukan perawatan inisial yang meliputi pembersihan karang gigi, ?occlusal adjustment? dan intruksi untuk menjaga kebersihan mulut. Tindakan kuret dilakukan setelah Gingival index dan Plague index kurang atau sama dengan 1. Aplikasi pek periodontal dilakukan dengan menggunakan metoda "toss coin technic". Penilaian tingkat kesembuhan dievaluasi pada hari ke 7, 14 dan 21 dengan menggunakan parameter Papilla Bleeding Index.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada kesembuhan klinis jaringan periodontium setelah tindakan kuret pada kelompok gigi dengan atau tanpa penggunaan pek periodontal.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Oktawati Sarwansa
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besar perbedaan antara hasil pengukuran--pengukuran kehilangan perlekatan jaringan periodonsium. Pengukuran-pengukuran tersebut adalah kehilangan perlekatan klinis tanpa anestesi, dengan anestesi, saat operasi dan secara radiografis. Pengukuran dilakukan pada 80 sampel area proksimal gigi posterior bawah. Pengukuran klinis dilakukan memakai prob Williams dengan tekanan yang ringan sedangkan gambaran radiografis dilakukan dengan teknik "bisecting angle.

Hasil pengukuran kehilangan perlekatan klinis ternyata lebih kecil secara bermakna daripada pengukuran saat operasi, rerata perbedaannya sebesar 0,85 mm. Gambaran radiografis juga memperlihatkan hasil yang lebih kecil secara bermakna daripada pengukuran saat operasi, rerata perbedaannya sebesar 0,588 mm.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valeo Adika Laksana
Abstrak :
Latar belakang: Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri dominan penyebab periodontitis. Kebiasaan merokok merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit periodontal karena menyebabkan kondisi anaerob, sehingga mengubah keseimbangan microbiota normal. Eicosapentaeoic Acid (EPA) merupakan salah satu zat omega-3 yang memiliki sifat anti-inflmasi dan anti-bakteri. Peningkatan EPA dapat mengurangi keparahan penyakit periodontal, sedangkan EPA pada perokok lebih rendah dibanding bukan perokok. Tujuan: Untuk mendapatkan keterkaitan antara kadar EPA dalam darah dengan derajat keparahan periodontitis pada perokok. Metode: Desain observasi cross-sectional pada pasien usia 35-60 tahun dengan poket absolut > 4mm. Subjek dibagi menjadi grup bukan perokok, perokok ringan, dan perokok berat. Pengambilan sampel cairan krevikular gingiva (CKG) dilakukan untuk mendapatkan proporsi Porphyromonas gingivalis dengan menggunakan quantitative PCR; sedangkan sampel darah diambil untuk melihat kadar EPA. Hasil: Korelasi positif yang lemah ditemukan antara kadar EPA dalam darah dengan proporsi Porphyromonas gingivalis, namun tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Kadar EPA tidak dapat menjadi parameter keparahan periodontitis pada prokok, karena harus dipertimbangkan faktor predisposisi lainnya. ......Background: Porphyromonas gingivalis is one of the dominant bacteria in periodontitis. Smoking is a predisposing factor that can exacerbate periodontal disease because it causes anaerobic conditions thereby changing the balance of normal microbiota. Eicosapentaeoic Acid (EPA) is a substance in omega-3 that has anti-inflammatory and anti-bacterial properties. An increase in EPA can reduce the severity of periodontal disease, whereas EPA in smoking patients is lower than non-smoking patients. Objective: To obtain an association between EPA levels in the blood and the severity of periodontitis. Method: A cross-sectional observational design in patients aged 35-60 years with an absolute pocket > 4mm. Subjects were divided into non-smoking, light smoking and heavy smoking groups. Gingival clevicular fluid (GCF) samples were taken to obtain the proportion of Porphyromonas gingivalis using quantitative PCR, while blood samples were taken to see EPA levels. Results: A weak positive correlation was found between blood EPA levels and the proportion of Porphyromonas gingivalis, but was not statistically significant. Conclusion: EPA levels cannot be a parameter of the severity of periodontitis in smoking patients, other predisposing factors should be considered.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library