Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budhiantini Bagyo Moeliodihardjo
"ABSTRAK
Sefalometri rontgenografik lateral merupakan sarana yang sangat membantu dalam bidang orthodonsi baik untuk keperluan klinis maupun penelitian. Pada umumnya analisis sefalometri rontgenografik lateral dilakukan dari hasil penapakan sefalometri lateral rontgenografik secara manual yang cukup sederhana karena hanya membutuhkan alat-alat yang sederhana yaitu dengan pinsil, kertas asetat, penggaris dan busur. Salah satu dari cara manual yang dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi komputer pada saat ini adalah cara Rocky Mountain. Pada teknik ini setelah dilakukan penapakan secara manual, seluruh penapakan tersebut harus dipindahkan dengan alat digitizer ke layar monitor. Apabila terdapat kesalahan pengukuran, tidak dapat langsung diperbaiki pada rekaman penapakan tersebut (data sekunder), melainkan harus dilakukan penapakan ulang dari sefalogram asli.
Pada penelitian ini sefalometri rontgenografik lateral tersebut direkam secara langsung dengan memanfaatkan kemampuan pengolahan citra digital komputer garlic yaitu dengan alat penangkap citra (image grabber). Hal ini dilaksanakan tanpa harus melakukan pemindahan seluruh hasil penapakan manual seperti yang diterapkan pada cara Rocky Mountain, karena data yang disimpan adalah data primer. Hasil perekaman sefalogram dengan teknik ini memungkinkan dilakukannya perbaikan kesalahan dan memeriksa ketepatan penapakan. Teknik ini selanjutnya disebut sebagai teknik komputer.
Sampel yang digunakan adalah 30 sefalogram yang dipakai sebagai sampel pada penelitian lain mengenai pertumbuhan. Ketiga puluh data tersebut telah pula diukur secara manual dan cara yang dipakai oleh Rocky Mountain Orthodontic (RMO) diagnostic services. Hasil pengukuran secara manual dan dengan RMO dibandingkan dengan teknik komputer memakai Test statistik ?Anova? satu arah. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara cara manual, cara RMO, dan teknik komputer.
Untuk menguji kehandalan (reliability) teknik komputer, dilakukan pengukuran oleh dua operator yang berbeda, dan hasilnya dibandingkan satu sama lain dengan ?students t-test?. Pada tes kehandalan ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil pengukuran kedua operator."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Monika
"ABSTRAK
Pendahuluan: Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, zoledronate bisphosphonate dalam bentuk gel emulsi telah terbukti meningkatkan jumlah apoptosis sel osteoklas. Aplikasi topikal dalam bentuk gel telah banyak digunakan pada rongga mulut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas fisik gel zoledronate bisphosphonate sebagai salah satu syarat dalam pengembangan produk baru.
Metode: Formulasi gel zoledronate dibuat dari carboxylmethylcellulose (CMC), gliserin, dan sodium benzoat dengan dosis 40 μg zoledronate dalam setiap 25 mg gel. Gel disimpan pada suhu 25°C dan 40°C selama 28 hari dan dievaluasi viskositas, pH, daya sebar, daya lekat, dan kadar obat pada awal, hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-28.
Hasil: Pada penyimpanan suhu 25°C, uji repeated measure ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada parameter viskositas, daya sebar, dan daya lekat antar waktu penyimpanan (p>0,05). Pada parameter kadar obat dan pH, terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0,05) namun secara kuantatif masih dalam batas normal. Sementara pada hari ke-28 penyimpanan suhu 40°C, gel mengeras sehingga pengujian hanya dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada semua parameter uji stabilitas (p<0,05) antar waktu pengamatan pada suhu 40°C. Hasil uji t-test independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada semua parameter (p>0,05) antar suhu penyimpanan pada hari ke-7 dan ke-14.
Kesimpulan: Nilai viskositas, daya sebar, daya lekat, kadar obat, dan pH gel zoledronate stabil selama 28 hari pada suhu penyimpanan 25°C. Pada suhu 40°C setelah hari ke-14, gel zoledronate menjadi tidak stabil karena konsistensi gel mengeras pada hari ke-28.

ABSTRACT
Introduction: In the previous study, topical application of zoledronate bisphosphonate in gel emulsion has been proven to increase the number of osteoclasts apoptosis. In the oral cavity, topical application is commonly used in gel form; therefore, this study was conducted to evaluate the physical stability of zoledronate bisphosphonate in gel form as one of the prerequisites in developing a new drug product.
Methods: The gel formulation was prepared using carboxylmethylcellulose (CMC), glycerine, and sodium benzoate in a dosage form of 40 μg zoledronate in every 25 mg gel. The gels were stored at 25°C and 40°C for 28 days and evaluated for viscosity, pH value, spreadability, adhesive strength, and drug content on the 1st day, 7th day, 14th day, and 28th day.
Results: At the 25°C of storage, repeated measure ANOVA test shows no statistically significant changes in viscosity, spreadability, and adhesive strength between the 7th, 14th, and 28th day (p>0,05). The changes in drug content and pH value were statistically significant (p<0,05) but quantitatively still in the normal range. Meanwhile, on the 28th day at the 40°C of storage, the gel hardened; therefore, the stability test could only be performed on the 7th and 14th day. There were statistically significant changes in all parameters (p<0,05) between the 7th, 14th, and 28th day at 40°C. The t-test independent shows no statistically significant changes in all parameters (p>0,05) between the 25°C and 40°C of storage on the 7th and 14th day.
Conclusion: The zoledronate bisphosphonate gel was stable in viscosity, spreadability, adhesive strength, drug content, and pH value at 25°C for 28 days. At 40°C of storage, zoledronate gel was unstable after 14 days because the consistency of the gel hardened on the 28th day.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Handoko Utomo
"Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan gambaran kraniofasial pada masa pubertal yang sama yang dievaluasi
dengan metode cervical vertebral maturation (CVM) antara anak dengan celah
bibir dan langit-langit unilateral komplit pasca labioplasti dan palatoplasti
dibandingkan dengan anak tanpa celah bibir dan langit-langit.
Material dan metode: Subyek penelitian yang terdiri dari 14 anak dengan celah
bibir dan langit-langit unilateral komplit pasca labioplasti dan palatoplasti dan 14
anak tanpa celah bibir dan langit-langit yang berada pada masa pubertal. Periode
pubertal dievaluasi menggunakan metode cervical vertebral maturation (CVM)
yang dikembangkan oleh Baccetti et al, 2002.Dilakukan pengukuran sefalometri
linier dan angular pada sefalogram lateral dari subyek penelitian meliputi 11
variabel. Uji t tidak berpasangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan
gambaran kraniofasial antara kedua kelompok.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada: panjang basis kranium anterior
(p=.002), panjang keseluruhan basis kranium (p=.001), panjang maksila (p=.000),
panjang mandibula (p=.000), tinggi ramus mandibula (p=.000), panjang badan
mandibula (p=.002), tinggi wajah anterior atas (p=.004). Tidak terdapat perbedaan
bermakna pada: panjang basis kranium posterior (p=.051), tinggi wajah anterior
bawah (p=.206), tinggi wajah posterior (p=.865), pola pertumbuhan/tipe wajah
(p=.202).
Kesimpulan: Kompleks nasomaksila merupakan area yang paling terpengaruh
oleh adanya celah bibir dan langit-langit unilateral

Abstract
Introduction: The purpose of this study was to evaluate craniofacial morphology
of pubertal children with complete unilateral cleft lip and palate following
labioplasty and palatoplasty.
Materials and methods: A series of 14 consecutively treated subjects with
complete unilateral cleft lip and palate following labioplasty and palatoplasty
were compared with 14 pubertal stage-matched controls with normal craniofacial
structure. Pubertal stage was determined with cervical vertebral maturation
(CVM) method improved by Baccetti et al, 2002.Lateral cephalograms were used
for comparison. An unpaired t-test was run for 14 subjects with complete
unilateral cleft lip and palate and 14 normal subjects.
Results:: There were significant cephalometric differences in anterior cranial
base length (p=.002), cranial base length (p=.001), maxillary length (p=.000),
mandibular length (p=.000), mandibular ramus height (p=.000), mandibular body
length (p=.002), and upper anterior face height (p=.004). There was no significant
cephalometric difference in posterior cranial base length (p=.051), lower anterior
face height (p=.206), posterior face height (p=.865), growth pattern/ facial type
(p=.202).
Conclusion: The maxillary complex was most affected by cleft lip and palate but
growth disturbance in chidren with complete unilateral cleft lip and palate were
not restricted only at the maxilla."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31135
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Presti Bhakti Pratiwi
"ABSTRAK
Latar belakang: transpalatal arch masih banyak digunakan pada perawatanortodonti dengan pencabutan premolar sebagai reinforced, untuk mencegahkehilangan penjangkaran. Dampak tekanan ortodonti pada jaringan periodontaldengan dan tanpa TPA dapat diketahui dengan mengetahui besar distribusi stresspada jaringan periodontal. Besar distribusi stress pada jaringan periodontal gigimolar satu dan dua secara in vivo tidak mungkin dilakukan. Maka dilakukanmelalui simulasi tiga dimensi 3D dengan Finite Element Analysis FEA .Tujuan: untuk melihat perbedaan distribusi stress minPS, maxPS dan vonMS pada gigi molar satu atas dengan TPA, TPA dan melibatkan gigi molar dua dantanpa TPA jika diberikan gaya distalisasi kaninus dengan daya sebesar 150g.Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratorikdengan membuat model tengkorak secara tiga dimensi yang terdiri dari model gigimolar pertama atas dan tulang alveolar pendukungnya pada model maksila 3Ddengan TPA, dengan TPA dan melibatkan gigi molar dua dan tanpa TPA,kemudian dilakukan simulasi distalisasi kaninus dengan gaya 150g dengan FEA.Hasil: Ada perbedaan besar distribusi stress yang bermakna pada model 1 TPA ,model 2 TPA M2 dan model 3 tanpa TPA pada gigi molar satu atas dan tulangaveloar sekitar gigi molar satu atas p 0,000 ; p< 0,05 Kesimpulan: Nilai distribusi stress minPS, maxPS dan vonMS tertinggi padamodel tanpa TPA, kemudian nilainya menurun pada model TPA dan model TPAyang menyertakan gigi molar dua, baik pada gigi maupun tulang alveolar.
Background:
ABSTRACT
The transpalatal arch is used as a reinforced anchorage onextraction case to prevent anchorage loss. It is impossible to measure humanperiodontal stress distribution, so an alternative approach with three dimensionsimulation using Finite Element Analysis FEA .Aim: This study aimed to compare stress distribution on upper first molar dan itsalveolar bone with TPA, with TPA and upper second molar and without TPAwhen 150g force was applied during canine movement.Methods: This experimental laboratory was done with the contruction of the 3Dmodel that consist of 3D model of maksila with TPA, with TPA and upper secondmolar and without TPA. Canine distalization simulation was done with 150 gramdistalization force.Result: The result showed that stress distribution on 1st model 1 TPA , 2ndmodel 2 TPA M2 and 3rd model 3 without TPA was significantly higher onthe upper first molar and its alveolar bone.Conclusion: The highest stress distribution minPS, maxPS dan vonMS is on themodel without TPA and the number decrease on a model with TPA and modelTPA with the upper second molar."
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anie Lestari
"Tujuan perawatan ortodonsi diantaranya mendapatkan profil wajah yang optimal. Para ortodontis berpendapat bahwa posisi bibir merupakan faktor yang sangat penting dalam menilai estetika wajah seseorang . Dalam upaya menegakkan diagnosa pada faktor estetika dan rencana perawatan ortodonsi sering timbul keraguan, karena saat ini masih dipakai norma standar ras Kaukasoid yang mungkin saja tidak sesuai untuk bangsa Indonesia. Seperti diketahui penilaian wajah cantik menarik sifatnya subjektif dan banyak dipengaruhi oleh perasaan, akan tetapi hasil perawatan yang diharapkan seharusnya bersifat subjektif dan objektif. Dengan demikian penilaian yang objektif dari masyarakat umum perlu sekali. Sebagai sampel, masyarakat Jawa dipilih secara acak oleh penulis dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian ini mendapatkan nilai posisi bibir pada wanita yang dipandang balk terhadap garis E dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa dan untuk mengetahui apakah nilai posisi tersebut sama dengan standar Kaukasoid yang diteliti oleh Chaconas.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menanyakan kepada 76 responden suku Jawa terhadap penilaian 25 serf gambar profil wajah tentang posisi bibir yang dianggap baik.
Hasil penelitian menunjukkan 52.7 % responden memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm dan bawah 0 mm dari garis E. 23.7 % memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm bibir bawah + 1.4 mm .
Penulis menyimpulkan bahwa posisi bibir yang dianggap baik dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa terhadap garis E Chaconas adalah - 0.58 mm untuk bibir atas dan 0 mm untuk bibir bawah . Posisi tersebut berbeda dengan standar Chaconas yaitu posisi bibir atas berada di depan nilai standar."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1995
T-4018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library