Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniawan Abadi
Abstrak :
Risk Based Inspection atau disingkat RBI merupakan sebuah metode untuk merencakan pemeriksaan peralatan statis yang berdasarkan risiko yang dimiliki oleh suatu peralatan produksi. Kegiatan inspeksi, pengamatan dan pemeriksaan diperlukan untuk memastikan kesiapan kondisi operasi. Hal ini adalah untuk memastikan keselamatan kerja, produktivitas dan keuntungan operasi menjadi tujuan perusahaan. Penelitian kali ini di titik beratkan pada peralatan bejana tekan (Absorber, Separator dan Filter) pada fasilitas pra-pemrosesan gas. Hasil inspeksi dan perhitungan menunjukkan bahwa ketebalan sisa material masih cukup dan mengindikasikan korosi merata. Hasil perhitungan PoF dan CoF diperoleh bahwa Gas Absorber, Separator dan Filter memiliki risiko menengah ? tinggi yang memerlukan perhatian. Sedangkan Absorber memiliki tingkat resiko tertinggi disebabkan konsekuensi finansial. Dari penilaian FFS API 579 ditemukan bahwa absorber masih dapat beroperasi hingga 55 tahun kedepan dihitung dari waktu studi. PV elite adalah alat bantu perencaan yg dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan sekarang dan sisa umur bejana tekan. Pada studi ini, Absorber memiliki sisa umur yang cukup panjang dan juga MAWP (Maximum Allowable Working Pressure) melibihi MAWP yang dibutuhkan. ......Risk Based Ispection or known as RBI is one methodes to plan inspection on static equipment based on own risk in production facilities. Inspection activity, monitoring and assesmemt are required to ensuring operation readiness. This is also to ensure Safety, Productivity and Operational advantage are the Company Objectives. This research focused on three pressure vessel at the Gas pre-treatment facilities named Absorber, Separator and Filter. These facilities are expoxed with high CO2 from raw gas. Inspection and calculation result show that the remaining thickness of these pressure vessel is still adequate and indicate uniform corrosion. The result calculation of PoF and CoF of the equipment was found that the Absorber, Separator and Filter have a medium-high level of risk that required special attention. While the Absorber has highest operation risk due to higher financial consequency. From Fitness for Service API 579 assessment it is found that the absorber could be in service for next 55 year from day of study. PV elite is the design software that utilized to study pressure vessel design and also has capability to perform evaluating the current state and remaining life of existing vessels. In this study, the absorber has a good remaining life and also the MAWP (Maximum Allowable Working Pressure) exceeds required MAWP.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T46593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franciscus Ventus Nagoya
Abstrak :
Sebagian besar jaringan pipa bawah laut di Indonesia dipasang dengan menggunakan metode S-Lay, dengan menggunakan kapal tongkang yang dilengkapi dengan mooring spread, tensioner dan stinger. Selama pemasangan pipa bawah laut, beban statis terjadi dikarenakan bentuk konfigurasi pipa dari atas kapal sampai di dasar laut, dimana pipa akan mengalami tegangan aksial (axial tension) dan momen lentur (bending moment) di dua area kritis, yaitu overbend dan sagbend. Selain itu beban fatik juga terjadi pada saat pemasangan pipa bawah laut dikarenakan beban lingkungan (seperti arus dan gelombang). Cacat yang terjadi pada proses pengelasan akan mengalami pertumbuhan retak (crack growth) dikarenakan beban fatik. Analisa retak dengan pendekatan fracture mechanics atau yang lebih dikenal dengan Engineering Critical Assessment (ECA) dilakukan dengan mempertimbangkan beban fatik akibat variasi ketinggian gelombang signifikan (wave height significant) untuk 0.5m, 1.0m dan 1.8m. BS 7910 digunakan sebagai acuan dalam menentukan kriteria cacat yang diperbolehkan baik untuk cacat diluar dinding pipa (external flaw) dan cacat didalam dinding pipa (internal flaw), dimana kedalaman cacat disimulasikan dari kedalaman (a) 1mm – 3mm. Dari hasil analisa ditemukan bahwa panjang cacat (2c) yang diperbolehkan mengalami penurunan sebesar 12.7% - 25.0% dari ketinggian gelombang 0.5m ke 1.8m untuk cacat diluar dinding pipa, sementara untuk cacat didalam pipa ditemukan bahwa panjang cacat (2c) yang diperbolehkan mengalami penurunan sebesar 5.9% - 13.6% dari ketinggian gelombang 0.5m ke 1.8m. Hasil ini dapat menjadi dasar bagi kontraktor instalasi pipa bawah laut untuk melakukan sensitivitas beban fatik dalam optimisasi untuk menentukan cacat yang diperbolehkan berdasarkan aktual beban gelombang yang terjadi. ......Most of the subsea pipelines in Indonesia are installed using the S-Lay method with pipelay barges equipped with mooring spreads, tensioners, and stingers. During the installation of subsea pipelines, static loads occur due to the pipeline configuration from the firing line of the pipelay barge up to seabed. Where the pipe will experience with axial tension and bending moment in two critical areas, which are overbend and sagbend. In addition, fatigue loads also occur during the installation of subsea pipeline due to environmental loads (i.e., currents and waves). Defects that found after welding will growth due to this fatigue loads. Crack analysis with a fracture mechanics approach or known as Engineering Critical Assessment (ECA) is carried out by considering the fatigue load due to significant wave height variations for 0.5m, 1.0m, and 1.8m. BS 7910 is used as a standard reference in order to determine the allowable defects criteria for an external flaw and internal flaw, where the depth of the defect (a) is simulated from a depth of 1mm – 3mm. From the analysis found that the allowable defect length (2c) decreased by 12.7% - 25.0% from a significant wave height of 0.5m to 1.8m for an external flaw. While for an internal flaw, it is found that the allowable defect length (2c) decreased by 5.9% - 13.6% from a significant wave height of 0.5m to 1.8m. These results can be used as a basis for subsea pipeline installation contractors to perform fatigue load sensitivity to optimize the allowable defects based on the actual wave load that occurs at site.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Putri Perwitasari
Abstrak :
ABSTRAK Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 memiliki ketahanan korosi menyeluruh dan korosi terlokalisasi di berbagai lingkungan. Akan tetapi, baja tahan karat dua fasa SAF 2205 rentan terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan ketangguhan baja tahan karat SAF 2205. Pada penelitian ini dilakukan investigasi pengaruh perlakuan panas baja tahan karat SAF 2205 terhadap korosi sumuran dengan melihat temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Nilai temperatur kritis korosi sumuran diinvestigasi menggunakan polarisasi potentiodynamic dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) di larutan NaCl 1M. Hasil pengujian menunjukkan nilai temperatur kritis korosi sumuran baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah 650C dan perlakuan panas tidak mempengaruhi nilai tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa austenit.
ABSTRACT Duplex stainless steel SAF 2205 has good corrosion reistance of uniform and localized corrosion in various environments. However, duplex stainless steel SAF 2205 is susceptible to pitting corrosion in chloride environment. Heat treatment was done to improve the toughness of duplex stainless steel SAF 2205. This research was investigated influence of heat treatment on pitting corrosion resistance of duplex stainless steel SAF 2205 by looking at the Critical Pitting Temperature (CPT). The value of critical pitting temperature was investigated by using potentiodynamic polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) methods in 1 M NaCl solution. The results showed that the critical pitting temperature of duplex stainless steel SAF 2205 is 650C and heat treatment didn?t affect the critical pitting temperature. Moreover, the result showed that the austenite phase is susceptible to pitting corrosion.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maylani Tiarna Riasmin
Abstrak :
Paduan zirkonium dikembangkan untuk aplikasi biomaterial karena sifat biokompatibilitasnya yang baik dengan magnetic susceptibility lebih rendah dibandingkan biomaterial logam lain. Pengembangan pembuatan paduan Zr-12Mo dengan metode metalurgi serbuk dapat dijadikan solusi alternatif terhadap proses cor yang memerlukan peleburan zirkonium dan molibdenum yang memiliki titik lebur tinggi. Proses sinter merupakan tahapan penting yang menentukan sifat akhir produk metalurgi serbuk. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh temperatur dan waktu sinter terhadap densitas, porositas, struktur mikro serta sifat mekanis paduan Zr-12Mo yang diproduksi dengan berbagai parameter sinter. Penelitian menggunakan temperatur sinter 1000°C, 1100°C dan 1200°C dengan variasi waktu tahan 2 dan 4 jam di masing-masing temperatur. Sampel dilakukan pengujian densitas, XRD dan kekerasan, pengamatan dengan OM dan SEM, serta pengujian terhadap sifat bioaktif dengan menguji terbentuknya lapisan hidroksiapatit setelah perendaman dalam SBF selama seminggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur sinter lebih dominan dalam mempengaruhi hasil proses sinter dibandingkan waktu tahan karena peningkatan temperatur sangat meningkatkan difusi. Porositas minimum, densitas dan kekerasan maksimum serta difusivitas Mo dalam Zr optimal dicapai pada temperatur sinter 1200°C dengan waktu tahan 4 jam. ...... Zirconium alloys have been developed for biomaterial applications because it has good biocompatibility with magnetic susceptibility that is lower than other metallic biomaterials. Developing of Zr-12Mo alloys by powder metallurgy method can be used as alternative solution for casting process that need melting of zirconium and molybdenum which have high melting point. Sintering process is the important stage which determining final properties of powder metallurgy’s products. This research is aimed to study the effects of sintering time and temperature on density, porosity, microstructure, and mechanical properties of Zr-12Mo alloys produced by various sintering parameters. This research uses sintering temperatures of 1000°C, 1100°C and 1200°C with holding times for 2 and 4 hours for each temperature. Samples are examined by density, XRD and hardness testing, observation with OM and SEM, and also bioactive testing by proving the forming of hidroxyapatite layers after soaking in SBF for a week. The results show that sintering temperature more dominant in affecting sintering products than holding time because the increase of sintering temperature increase the diffusion greatly. Minimum porosity, maximum density and hardness with optimal diffusivity is achieved by using sintering temperature of 1200°C with holding time for 4 hours.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Deny Kristyanto
Abstrak :
ABSTRAK Pengolahan pirometalurgi saprolit dengan proses peleburan yang dilakukan di Indonesia membutuhkan biaya produksi yang mahal. Kemudian telah diteliti proses pengolahan nikel saprolit dengan reaksi karbotermik. Namun proses ini belum menghasilkan recovery nikel yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari solusi baru yaitu dengan penambahan kalium sulfat.. Bahan baku yang digunakan adalah bijih saprolit dengan kandungan nikel sebesar 1.8 % dan batu bara sebagai reduktor. Jumlah penambahan kalium sulfat dilakukan bervariasi (0 %, 10 %, 15 %, dan 20 %). Begitu juga dengan temperatur reduksi yang digunakan (800 °C, 900 °C, 1000 °C, 1100 °C). Semua sampel direduksi di dalam furnace kemudian dikarakterisasi menggunakan alat XRD, SEM, dan AAS. Pada akhir penelitian diketahui bahwa recovery optimal diperoleh pada sampel tanpa kalium sulfat dan temperatur reduksi 800 °C.
ABSTRACT Saprolite Pyrometallurgy pr°Cessing by smelting performed in Indonesia requires expensive production costs. Then have researched the pr°Cessing of saprolite with karbotermik reaction. However, this pr°Cess has not resulted in high nickel recovery. Therefore, this study was conducted to look for a new solution by the addition of potassium sulfate. The raw material used is saprolite ore with a nickel content of 1.8% and coal as a reductant. Total additions of potassium sulfate was varied (0%, 10%, 15%, and 20%). So also with the reduction temperature used (800 ° C, 900 ° C, 1000 ° C, 1100 ° C). All samples were reduced in the furnace and then characterized using XRD tool, SEM, and AAS. At the end of the study note that the optimum recovery was obtained in samples without potassium sulfate and temperature reduction is 800 °C.
2014
S53295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Ayu Kencana
Abstrak :
Sel tunam merupakan salah satu energi alternatif yang potensial untuk dikembangkan mengingat potensi dan jenis sumber energi yang terbarukan. Salah satu jenis sel tunam adalah Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC). Pada PEMFC terdapat komponen penting yang disebut dengan pelat bipolar. Pelat bipolar memiliki prosentase terbesar dalam berat dan biaya pembuatan sel tunam. Pada penelitian ini dibuat pelat bipolar karbon komposit dengan 80%wt matriks dan penguat yang terdiri dari 90-100% wt grafit dapur busur listrik (EAF) dan 0-10% wt carbon black FEF 550 dan 20%wt polimer sebagai pengikat yang terdiri dari epoksi resin dan pengeras dengan perbandingan 1:1. Pembuatan pelat bipolar ini dengan variabel penambahan 0-10%wt carbon black FEF 550 yaitu 0;2,5;5;7,5 dan 10%wt carbon black FEF. Proses pencampuran menggunakan pengaduk berkecepatan tinggi dengan kecepatan 28.000 rpm dan dicetak menggunakan metode cetak kompresi dengan tekanan 55 MPa, suhu 100°C, selama 4 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi optimum terdapat pada 10%wt carbon black FEF 550 dimana dihasilkan nilai densitas sebesar 2,34 gr/cm3, porositas 2,39%, kekuatan fleksural 30,06 MPa, dan konduktivitas listrik 6,52 S/cm.
Fuel cell is one of the potentially alternative energy to be developed due to its potential and kind as renewable energy sources. Fuel cell has many types and one of them is PEMFC (Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell). Bipolar plate is one of main components in PEMFC which have the largest percentage in fuel cell weight and production cost. In this study, the bipolar plate materials made from carbon composites. Constituent materials carbon composites are 80wt% matrix and reinforcement, consist of 95wt% Graphite EAF (Electric Arc Furnace) and 0-10%wt carbon black FEF 550 and 20% polymer as binder consist of epoxy resin and hardener with ratio 1:1. The addition variabels 0-10%wt of carbon black FEF 550 are 0;2,5;5;7,5 and 10%wt. The mixing process used high-speed mixer with mixing speeds 28.000 rpm and to form the plate used compression molding with pressure 55 MPa, 100°C, for 4 hours. The test results showed that the maximum composition was 10%wt carbon black FEF 550 which values are density 2,34 gr/cm3, porosity 2,39%, flexural strength 30,06 MPa and electric conductivity 5,52 S/cm.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanita Firda Adelia
Abstrak :
Paduan aluminium 2024-T3 biasa digunakan dalam industri penerbangan seperti komponen pada pesawat terbang. Material ini digunakan karena sifatnya yang ringan dan cenderung tahan korosi jika dibandingkan dengan material selain aluminium, namun jika dibandingkan dengan paduan aluminium seri lainnya, paduan aluminium 2xxx cenderung memiliki ketahanan korosi yang rendah. Untuk memperbaiki sifat ini, maka dilakukan proses anodisasi dengan larutan elektrolit asam oksalat 0,5 M selama 30 menit. Proses anodisasi dilakukan pada temperatur 0, 10, dan 20°C serta rapat arus 15, 20, dan 25 mA/cm2. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kedua variabel tersebut terhadap kekerasan mikro dan laju korosi tiap sampel. Didapat hasil bahwa nilai kekerasan mikro paling tinggi pada permukaan sampel didapat pada sampel 0°C - 20 mA/cm2 dengan nilai kekerasan sebesar 543 HV. Sedangkan ketahanan korosi paling baik diperoleh pada sampel 20°C - 20 mA/cm2 dengan laju korosi sebesar 0,00004 mm/year. ...... Aluminum alloy 2024-T3 is commonly used in the aviation industry as components of aircrafts. This material is used because of its light weight and good corrosion resistant when compared to material other than aluminum, but when compared to other series of aluminum alloy, aluminum alloy 2xxx tend to have low corrosion resistance. To improve this property, then carried out the anodizing process with 0,5 M oxalic acid for 30 minutes. Anodizing was carried out at temperatures of 0, 10, and 20°C also at current densities of 15, 20, and 25 mA/cm2. The research aim is to know the influence of both these variables against the corrosion rate and micro-hardness of each samples. The result shows that the highest micro-hardness on the surface of samples is obtained at 0°C and 20 mA/cm2 with a value of 543 HV. While the most excellent corrosion resistance is obtained at 20°C and 20 mA/cm2 with the rate of corrosion of 0,00004 mm/year.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annida Jihan Maulida
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam penelitian ini dilakukan proses pembentukan lapisan karbida kromium pada material baja SUJ 2 sebagai perlakuan permukaan dengan metode pack cementation menggunakan campuran serbuk berupa FeCr, Al2O3, dan NH4Cl dengan komposisi masing-masing sebanyak 60 , 37 , dan 3 . Proses TRD dilakukan didalam vacuum furnace dengan temperatur 980 dengan variasi waktu tahan selama 4, 6, dan 8 jam untuk dipelajari pengaruhnya terhadap sifat mekanik dan fisik material. Hasil dari pengamatan menggunakan mikroskop optik menunjukkan adanya peningkatan ketebalan lapisan seiring dengan penambahan waktu tahan. Pada substrat juga ditemukan fasa yang terbentuk berupa pearlite, cementite. Pengamatan menggunakan SEM menunjukkan morfologi lapisan yang cukup baik yang dibuktikan dari tidak terbentuknya banyak porositas. Karakterisasi XRD menunjukkan senyawa karbida kromium dalam lapisan berada dalam bentuk Cr23C6 dan Cr7C3. Pada pengujian kekerasan mikro Vickers didapat hasil dengan kekerasan sebesar 1738.62, 1738.72, dan 1739.64 HV untuk setiap variabel, masuk kedalam spesifikasi kekerasan aplikasi pin silent chain sebesar 1700 HV dan laju aus yang didapat menurun seiring dengan kenaikan kekerasan, dimana untuk masing-masing waktu tahan sebesar 0.000698, 0.000658, dan 0.000627 mm3/m.
ABSTRACT<>br> In this study, the formation of chromium carbide layer on SUJ 2 tool steel substrate as a surface treatment by thermo reactive diffusion process with pack cementation method was observed. The powder used are Al2O3, NH4Cl, and FeCr as carbide forming elements with the composition of 37 , 3 , 60 for each. TRD process performed in rotating vacuum furnace for 4, 6, and 8 hours on 980oC. The result shows time variation effect on the carbide layer. Microstructure of SUJ2 after TRD process observed by Optical Microscope shows the layer thickness increases as the increasing of holding time. The microstructure phase identified as pearlite and cementite. The morphology of carbide layer observed with SEM shows a smooth and dense layer with almost no porosity formed. Cr23C6 and Cr7C3 found on the layer by XRD and microhardness obtained using Vickers hardness testing for each samples are 1738.62, 1738.72, and 1739.64 HV. The wear rates are inversely proportional with the hardness value where the values are 0.000698, 0.000658, and 0.000627 mm3 m.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalhah Hanif Ramadhan
Abstrak :
ABSTRAK
nergi merupakan dasar dari pertumbuhan ekonomi dalam kehidupan manusia. Ketergantungan terhadap energi tak terbarukan seperti batu bara, minyak bumi, dan gas bumi menghasilkan siklus eksploitasi energi yang semakin lama akan berkurang. Hal ini mendorong penemuan yang mengarah kepada pembentukan dan penggunaan sumber energi baru. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari proses sintesis Li4Ti5O12 yang memiliki struktur nanorod dan pembuatan komposit dari anoda LTO nanorod dengan unsur Sn nano yang diberikan karbon aktif dengan variasi jumlah Sn nano sebesar 10 , 15 , dan 20. Sintesis LTO nanorod diawalkan dengan proses sol ndash; gel, yang kemudian dilanjutkan dengan proses hidrotermal dengan larutan NaOH 10M pada suhu 180oC selama 24 jam untuk memperoleh struktur nanorod. Serbuk TiO2 nanorod hasil hidrotermal dicampur degan sumber litium yaitu LiOH menggunakan alat ball mill untuk menghasilkan serbuk LTO nanorod dan dilakukan sintering pada suhu 750oC. Karbon aktif hasil penggerusan di aktivasi menggunakan larutan NaOH 1M yang diaduk selama 3 jam lalu dipanaskan selama 4 jam pada suhu 110oC dalam oven vakum. Hasil pemanasan pada oven lalu dipanaskan kembali pada tube furnace dengan suhu 700oC untuk menghilangkan zat pengotor. Serbuk LTO hasil sinter dan serbuk karbon aktif yang telah diaktivasi dicampur pada agate untuk menghasilkan LTO/AC. Serbuk Timah nano dengan kemurnian 99.9 dicampurkan untuk mendapatkan komposit LTO/AC/Sn nano. Serbuk ini akan menjadi material aktif untuk anoda baterai litium ion. Untuk mengkarakterisasi produk sintesis dilakukan pengujian XRD, SEM-EDS, BET dan pengujian performa baterai EIS, CV, dan CD. Hasil XRD menunjukkan beberapa fase pengotor seperti TiO2 Brookite, TiO2 Rutile, dan Li2Ti3O7. Hasil SEM menunjukkan terbentuknya produk partikel nanorod pada masing sampel dengan aglomerasi terjadi dari hasil proses mekanokimia. Hasil BET menunjukkan peningkatan luas permukaan dengan penambahan karbon aktif. Hasil uji performa baterai menunjukkan peningkatan kapasitas discharge seiring dengan penambahan unsur Sn pada uji CV, sedangkan uji EIS menunjukkan konduktivitas yang dimiliki oleh 3 sampel dipengaruhi oleh persebaran unsur dan morfologi pelapisan koin baterai.
ABSTRACT<>br> Energy is one of the basic needs for economic growth and human life. The dependence towards non renewable energies like coal, crude oil, and others becomes a cycle of exploitation that soon will come to an end. This problem pushes innovation and advancements through renewable energies. This research was conducted to understand the process of LTO synthesis that has a nanorod structure and the synthesis of anode composite of LTO and nano Tin that was given activated carbon where the variation of Tin addition were 10 , 15 , and 20 . The synthesis of LTO nanorod began with the sol ndash gel process, and proceeded by hydrothermal process which adds NaOH 10M that was heated at 180oC in a 24h period to achieve nanorod structure. TiO2 nanorod powder which was the product of hydrothermal reaction was mixed with LiOH as Lithium source with ball mill and then sintered at 750oC in a tube furnace to achieve better crystallinity. Activated carbon was achieved by grinding of coarse carbon and activated by NaOH 1M as a reagent that was mixed for 3h and heated for another 4h at 110oC in a vacuum oven to destroy volatile elements. LTO nanorods that were sintered and activated carbon powder are mixed together on an agate to achieve a mix of LTO AC. Tin nano powder with a 99.9 purity level was mixed to achieve LTO AC Sn nano composite. This powder was used as an active material for lithium ion battery anode. Sample characterization used XRD, SEM EDX, BET and performance tests using CV, CD, and EIS. XRD results showed impurities such as TiO2 Brookite, TiO2 Rutile, and Li2Ti3O7. SEM results showed formation of nanorod structures on each sample, with agglomeration happening as a result of mechanochemical reaction. BET results showed the improvement of surface area for each sample which shows the effect of activated carbon on all samples. Performance test on anode showed an increase of discharge capacity through the increasing addition of Tin nano powder through CV test, while EIS test shows that morphology of the surface coating on battery coins showed a significant effect on conductivitiy.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Salmadewi
Abstrak :
Pada perkembangan teknologi terbaru dilakukan penambahan nanopartikel ke dalam media quench untuk meningkatkan konduktivitas termal dalam perpindahan panas yang disebut sebagai nanofluida. Pembuatan nanofluida diawali dengan milling partikel biomassa karbon batok kelapa selama 15 jam dengan kecepatan 500 rpm untuk mereduksi ukuran, kemudian nanopartikel tersebut dengan konsentrasi 0,1%w/v, 0,3%w/v dan 0,5%w/v didispersikan ke dalam fluida dasar oli 5W-40 menggunakan ultrasonikasi, baik tanpa penambahan surfaktan maupun dengan penambahan surfaktan Sodium Dodecylbenzene Sulfonate (SDBS), Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB), atau Polyethylene glycol (PEG) sebanyak 3%w/v untuk meningkatkan stabilitas. Proses perlakuan panas dilakukan dengan memanaskan baja karbon S45C hingga suhu 900 ̊C kemudian di quench menggunakan media quench berupa nanofluida karbon batok kelapa. Karakterisasi nanopartikel dilakukan dengan SEM, EDS dan PSA, selanjutnya karakterisasi nanofluida dilakukan dengan pengujian zeta potensial, viskositas dan konduktivitas termal, sedangkan Baja S45C dikarakterisasi dengan OES, kekerasan dan struktur mikro. Secara garis besar terjadi penurunan konduktivitas termal nanofluida dengan meningkatnya konsentrasi nanopartikel. Konduktivitas termal tertinggi dimiliki oleh nanofluida dengan konsentrasi 0,3%w/v dengan penambahan surfaktan CTAB dengan nilai 0,173 W/mK. Setelah dilakukan heat treatment pada baja S45C menggunakan media quench nanofluida dapat diamati peningkatan kekerasan, namun penggunaan konsentrasi nanopartikel yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya aglomerasi sehingga saat nanofluida tersebut digunakan sebagai media quench dapat menurunkan kekerasan baja S45C. Kekerasan tertinggi dimiliki oleh baja S45C yang di quench menggunakan nanofluida dengan konsentrasi 0,1%w/v serta penambahan surfaktan SDBS maupun PEG dengan nilai kekerasan keduanya 0,36 HRC. Nanofluida dengan konduktivitas termal tertinggi sebagai media quench tidak menunjukan hasil kekerasan yang tertinggi pada baja S45C. ...... In the latest technological developments, nanoparticles are added to the quench media to increase thermal conductivity in heat transfer, which is known as nanofluid. The fabrication of nanofluids starts with milling coconut shell carbon biomass nanoparticles for 15 hours at 500 rpm to reduce their particle size, then the nanoparticles with concentrations of 0.1%w/v, 0.3%w/v, and 0.5%w/v respectively are dispersed into 5W-40 as base fluid using ultrasonication, either without the addition of surfactants or with the addition of the surfactant Sodium Dodecylbenzene Sulfonate (SDBS), Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB), Polyethylene glycol (PEG) with a concentration of 3%w/v to increase the stability. The heat treatment process is carried out by heating S45C carbon steel to a temperature of 900°C and then quenched with coconut shell carbon nanofluid as a quench media. Nanoparticles are characterized with SEM, EDS, and PSA, then the nanofluids are characterized by testing the zeta potential, viscosity, and thermal conductivity, while S45C steel was characterized by OES, hardness and microstructure observations. In general, the thermal conductivity of nanofluids decreases with the increasing concentration of nanoparticles. The highest thermal conductivity value was obtained by nanofluids with a concentration of 0.3%w/v with the addition of CTAB surfactant, which the value is 0.173 W/mK. After heat treatment of S45C steel using nanofluid as media quench, an increase of hardness in S45C steel can be observed, but the use of an excessive concentration of nanoparticles can cause agglomeration of nanoparticles in nanofluid so that when nanofluid is used as a quenching medium it can reduce the hardness of S45C steel. S45C steel which is quenched using nanofluid with a concentration of 0.1% w/v with the addition of SDBS or PEG surfactants has the highest hardness and the value is 0.36 HRC. The highest thermal conductivity in nanofluid didn’t show the highest hardness value of S45C steel after quench.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>