Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azrimaidaliza
Abstrak :
Hasil pemantauan gizi dan kesehatan (Nutrition and Health Surveillance System/NSS) tahun I999-2003 menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur <-2 SD dari median NCHS), yaitu di atas 30% (klasifikasi WHO) pada balita di daerah kumuh perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi gizi kurang tersebut lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan dibandingkan daerah kumuh pedesaan. Kota Jakarta merupakan salah satu daerah kumuh perkotaan yang terrnasuk dalam daerah pengumpulan data NSS. Di daerah ini, prevalensi gizi kurang tinggi pada anak usia 12-23 bulan (Juni-September 2003), yaitu 42% dan prevalensi ASI eksklusif paling rendah dibandingkan dengan ketiga daerah kumuh perkotaan lainnya (Surabaya, Semarang dan Makassar), yaitu hanya 1%. Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan data sekunder NSS yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur 6-24 bulan daerah kumuh perkotaan di Jakarta tahun 2003. Jumlah sampel sebanyak 1031 anak dan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis Regresi Logistik Ganda. Hasil penelitian menunjukkan anak umur 18-24 bulan berisiko mengalami gizi kurang 3,041 kali dan anak umur 12-17 bulan berisiko mengalami gizi kurang 2,443 kali dibanding anak umur 6-11 bulan. Kemudian anak dengan berat badan lahir < 2,5 kg berisiko mengalami gizi kurang 3,018 kali dibanding anak dengan berat badan lahir > 2,5 kg. Selanjutnya ibu dengan IMT S 18,5 berisiko mempunyai anak gizi kurang sebesar 1,828 kali dibanding ibu dengan IMT > 18,5. Adapun keluarga dengan jumlah balita > 2 orang berisiko mempunyai anak gizi kurang 1,407 kali dibanding keluarga dengan jumlah balita 1 orang. Faktor paling dominan berhubungan dengan status gizi anak adalah umur bayi/anak berikutnya berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah balita. Umur bayi/anak terutama umur 18-24 bulan berisiko lebih besar menderita gizi kurang karena pada umur tersebut anak mulai mengalarni gangguan pertumbuhan akibat efek kurnulatif dani faktor ASI dan makanan yang tidal( diberikan secara adekuat pada umur sebelumnya. Di samping itu, anak mempunyai riwayat berat badan lahir rendah sehingga sulit mengejar ketinggalan pertumbuhannya, status gizi ibu yang kurang balk dan banyaknya balita dalam keluarga berdampak pada pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu pemantauan status gizi anak, status gizi ibu prahamil, selama hamil dan pasta hamil. Selain itu, perlu penyuluhan mengenai pemberian MP-ASI umur 4-6 bulan dan pemberian makanan tambahan pada anak serta suplementasi vitamin pada ibu.
Nutrition and Health Surveillance System (NSS) year 1999-2003 shows prevalence of underweight (weight for age < -2 SD from NCHS median) is very high , that is above 30% (WHO classification) on infant at rural and urban slum areas. An underweight prevalence at urban slum areas is higher than rural slum areas. Jakarta is the one of slum area that include in NSS data collection area. In this area, prevalence of underweight children 12-23 months of age (June-September 2003), is 42% and prevalence of exclusive breastfeeding is the lowest compared with other three urban slum areas (Surabaya, Semarang and Makassar), is only 1%. This research is a survey research using NSS secondary data that aimed to identify factors that related with nutrient status of children 6-24 months of age in urban slum of Jakarta year 2003. Total sample are 1031 children and data analysis consist of univariate, bivariate and multivariate. Multivariate analysis use double logistic regression analysis. Research result show child 18-24 months of age have risk in having underweight 3,041 times and child 12-17 months of age have risk in having underweight 2,443 times compared with child 6-11 months of age. Moreover, child with birth weight < 2,5 kilo have risk in having underweight 3,018 times compared with child with birth weight >. 2,5 kilo. While mother with Body Mass Index (BMI) BMI > 18,5. Meanwhile family with under-five child member > 2 have risk 1,407 times in having underweight child compared to family with one under-five child member. The most dominant factor related to child nutrient status is child age, after that birth weight, mother's BMI and under-five child member. Child 18-24 months of age have bigger risk in having underweight because, at that age, the child begin to have growth problem result from cumulative effect from breastfeeding factor and not enough food given at previous age. Besides that, child with low birth weight record is difficult to catch up their growth, mother nutrient status and the amount of under-five child impact to child growth. Thus, the need of children nutrient status surveillance, mother nutrient status of before pregnancy, during pregnancy and after pregnancy. Besides that, the need of health promotion about complementary feeding 4-6 month age and extra food distribution to child and vitamin supplement to mother.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhanifah
Abstrak :
Anemia masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, termasuk anemia di kelompok remaja. Selain berdampak terhadap fungsi kognitif dan memori, juga menurunkan kapasitas kerja, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi sekolah. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 prevalensi anemia remaja putri masih sangat tinggi yaitu 51,7%. Tujuan penelitian ini adalah ontuk menilai pengaruh perubahan Hb siswi anemia pada kelompok yang mendapatkan TID multi zat gizi mikro dan kelompok yang mendapatkan TTD program Depkes dan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan studi analisis yang menggooakan data primer, dengan disain penelitian quasi exsperiment. Data diperoleh dengan cara pemeriksaan hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin menggooakan alat Spectrofotometer, wawancara dengan kuesioner, formulir FFQ. Penelitian ini dilakukan pada siswi di 3 Madrasah Tsanawiyah Kota Bekasi dengan jumlah sampel 90 orang. Variabel dependen adalah perubahan konsentrasi Hb dan variabel independen adalah suplementasi TTD dengan variabel konfonding : Hb awal, umur menarche, lama haid, kebiasaan makan sumber makanan hem, non hem, peningkat absorpsi Fe, penghambat absorpsi Fe, pengetahuan anemia siswi, pendidikan ayah dan ibu siswi. Analisis data dilakukan dengan Paired t test, Independent t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase anemia pada 358 siswi di tiga Madrasah Tsanawiyah Kota Bekasi sebanyak 90 siswi (25,1%)$. Setelah dilakukan pemberian TID selama 6 minggu dengan 3 kali seminggu pemberian pada siswi anemia temyata hanya tinggal 17 siswi (18,9"/o) yang masih anemia. Rata-rata perubahan konsentrasi Hb sebelum dan sesudah suplementasi adalah bennakna. Rata-rata perubahan konsentrasi Hb pada kelompok TID program Depkes 2,444 gr/dl dan perubahan konsentrasi Hb pada kelompok multi zat gzi mikro sebesar 2,555 gr/dl, tetapi perbedaan perubahan konsentrasi Hb antara kelompok TID program Depkes dan TId multi zat gizi mikro adalah tidakbermakna (p > 0,05). Variabel yang paling berpengarubterhadap perubahan konsentrasi Hb siswi adalah status konsentrasi Hb awal. Dari hasil penelitian disimpulkan temyata suplementasi TID menurunkan prevalensi secara bennakna walaupun secara statistik TID program multi zat gizi mikro dan TID program Depkes tidak berbeda secara bennakna Saran kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi menjalankan program penyuluhan kepada masyarakat terutarna kepada remaja putri untuk mengonsumsi makan gizi seimbang terutama yang bersumber zat besi. Kepada pihak sekolah untuk mengembangkan program pencegahan dan penanggulangan anemia melalui pendidikan kesehatan dan gizi, pemberian tablet tarnbah darah hagi siswi haid dan anemia bekerjasama dengan puskesmas melalui program UKS. ......Anemia still become public health problem, especially in teenage girl. Beside its impact on cognitive functions and memories, it also decreasing working capacity, so that decrease concentration and achievement. SKRT Household Health Survey, 1995 showed that prevalence of anemia. Was 51,7%. The study aimed to assessing the effect of changing in anemia student in group obtained multi micro nutrient and group obtained iron supplemental from Depkes and internal and external factors that influenced. This study used primary data and quasi experiment design. The data obtained from Hb test with Cyanmethemoglobin methode using spectrophotometer, interview, and FFQ. This study was conducted in 90 student at 3 Madrasah Tsanawiyah, Bekasi City. Dependent variable is changed Hb concentration and independent variable are iron supplement and then confounding variable consist of first Hb, age of menarche duration of menstruation, food habits on heme, non heme , increasing absorption Fe, student's knowledge of anemia, father's education, and mother's education. Data analyzed with pained t test and independent t test. The tesult showed that percentage of anemia in 358 studets at 3 Madrasah Tsanawiyah Bekasi City were 90 student (25,1%). After giving iron supplement along 6 weeks and 3 times in week remain 17 student (18,9%) still anemia. Mean of changing Hb concentration before and after supplementation is significant. Mean of changing Hb concentration in group of iron supplement from was 2,444 grid! and changing Hb concentration in group of multi micro nutrient was 2,555 grid!, but the difference of changing Hb concentration between iron supplement from Depkes and multi micro nutrient were not significant (p > 0,05). The most influence variable to changing Hb concentration was First Hb concentration status. I summary iron supplement can decreased the prevalence although in Statistic is not significant. To prevent and treatment anemia some effort like communication, information and education meet to be done.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnadi
Abstrak :
Air Susu lbu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. yang sanggup untuk mernenuhi kebutuhan gizi seorang bayi untuk masa hidup enam bulan pertama kehidupannya. Survei Demogmfi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 rnenunjukkan bahwa bayi Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI Eksklusif sampai usia 1,6 bulan saja., sedangkan bayi yang rnendapatkan ASI Eksklusif sampai umur 4 - 5 bulan hanya 14 %. Berdasarkan laporan WHO (2000) bayi-bayi di Indonesia yang menyusu secara cksklusif kurang dari I5 %. Di Kabupaten Tangerang pemberian ASI eksklusif masih relatif rendah yaitu ibu yang melakukan inisiasi awal sebesar 9,8 % dan ibu yang memberikan ASI eks\006)_ Dcngan dfhmikian masalah meny\.1s\.ni ASI Eksklusif di Kabupaten Tangerang masihjauh di bawah target cakupan kabupaten atau nasional sebesar 80 %. Penelitian ini menganalisis data sekunder dari " Sur'/ei Kinerja Berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010 ?. Tujuan penelitian untuk rnengetahui gambaran dan faktor-faktor apa. saja yang berhubungan dengan pemberian ASI ekskluisf di Kabupaten Tangerang _ Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (Cross Sectional ) dan sebagai responden adalah ibu rumah tangga yang mempunyai balita Iebih 6 - I2 bulan dengan jumlah sampel. seo, yang dimbil dengan cara memilih sampel secara selektif berdasarkan kriteria inklusi dan cksklusi dari ibu rumah tangga yang mempunyai balita. Hasil Studi analisis didapat bahwa ASI ekskiusif sebesar 18,5 %, Pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga/ tidak bekemja sebesar 74.4 %. Pendidikan adalah tamat sekolah dasar sebesar 30,2 %. Tempat persalinan lebih banyak memilih praktek bidan/klinik sebesar 37,2 % dan rumah sendiri 42,1 %. Penolong persalinan sebagian besar ditoiong oleh bidan scbesar 55,9 % dan dukun 32,3 %. Ikut Keluarga Berencana scbesar 79,5 % dan alat kontrasepsi yang paling sering digunakan adalah suntjkan sebesar 80 %. Variabel pendidikan mcrupakan variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Untuk meningkatkan pcmberian ASI eksklusif perlu dilakukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi Izmgsung petugas kesehatan di desa dengan kader, tim penggerak PKK dan ibu-ibu dalam bcntuk pertemuan instmmen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusifdan ibu harus menezima banyak informasi secara benar mengenai ASI untuk mencapai kcbcrhasilan menyusui. Pelatihan pada tenaga kesehatan terutama tentang ASI Eksklusif dan hal-hal yang terkait dengan ASI cksklusif seperti pcrsoalan yang terjadi selama menyusui yang dimulai scbelum masa pcrsalinan, sarnpai sesudah persalinan. Meningkatkan promosi ASI eksklusif melalui media elektronik seperti radio dan media cetak yang lebih menekankan keuntlmgan ASI ekskluisf dibandingkan susu fonnula merupakan kunci penting penyebaran praklck tentang pemberian ASI Pemberdayaan petugas kesehatan (dokter, bidan dan paramedis lainnya) untuk menmgkaucan pengetanuan dan keu°a.mpuan pelugas daiam rangka peningkatan pemberian ASI.
Breast milk is a fat emulsion in protein, lactose, and organic mineral salts excreted by mother?s breast glands as main food for baby which sufficient to fulfill the baby nutrition needs for the first 6 months. Indonesian Demography and Health Survey (SDKJ: Survei Demograli dan Kesehatan Indonesia) in 2002-2003 showed that, in average, Indonesian babies have exclusive breastfeeding only until the age of 1.6 month, and babies who have exclusive breastfeeding until the age of 4 -5 months are only 14%. Based on WHO report in 2000, there are only 15% of Indonesian babies which are breastfed exclusively. In Tangerang district, the numbers of exclusive breastfeeding are still relatively low: mothers who have done early initiation are 9.8%, and mothers who have done exclusive breastfeeding are 27.8% (Care, 2006). This is, by far, still under rhe district or national target which is 80%. This research analyzed secondary data of the ?Survei Kinerja Berdasarkan indikator Kabupaten Tangerang Sehat 20l0? (performance survey based on Kabupaten Tangerang Sehat 2010 indicators). The objective of this research is to obtain description and factors which are related with exclusive breastfeeding in 'Tangerang district. Design model used in this research is cross sectional, and the respondents are housewives who have 6 - 12 months old baby with total sample of 660, taken selectively based on inclusion and exclusion criteria of housewives having infant. Analysis study results showed that the number of exclusive breastfeeding is l8.5%, 74.4% of the respondents are non-working housewives. 30.2% of the respondents are elementary school graduates. For baby delivery place, 37.2% chose clinics / midwife place and 42.1% chose their own places. The delivery process is mostly helped by midwife (55.9%) and by ?dulcun? (32.3%). 79.5% of the respondents follow Keluarga Berencana (family planning program) and most used contraceptive method is injection (8O%). Education level variable is the most dominant variable related with exclusive breastfeeding. In order to improve the number of exclusive breastfeeding it is necessary to conduct intensive guidance /teaching through direct communication between health officers in the villages / rural areas and group leaders, PKK response team, and mothers in mothers community forum about exclusive breastfeeding. Mothers / housewives must have sufficient and correct information about breastfeeding in order to breastfeed successfully. Training of the health officers is needed especially about exclusive breastfeeding and its related matters, such as the problems during breastfeeding started before delivery (prenatal) until alter delivery (postnatal). Promoting exclusive breastfeeding through electronic media such as radio and press which point the advantages of exclusive breastfeeding compared to fomiula milk is a key point in spreading the practice of breastfeeding. It is also important to intensify the role of health officers (doctors, midwives, paramedics) to improve the knowledge and skill of the officers in order to increase the practice of breastfeeding.
Depok: Universitas Indonesia, 20007
T32047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiretno Yulianti
Abstrak :
Hipenensi merupakan salah satu penyakit degcncratif yang banyak diderita oleh usia lanjut, merupakan penyakit yang melibatkan system sirkulasi darah dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Hipcrtensi meningkatkan risiko terjadinya infark myocard acute, penyakit jantung koroner, kerusakan parenkim ginjal, dan stroke (Newman,2002) sedangkan mcnurut Krummel (2000) mempakan faktor risiko untuk penyakit jantung koroner, stroke, dan kegagalan jantung kongestif. Semakin tinggi tekanan darah semakin tinggi pula risiko Penyakit jantung koroner. Prevalensi hipertensi senakin meningkat dengan bertambahnya usia (Scottish lntercollcgiate Guidelines Network, 2001). Dilaporkan bahwa lebih dari 50% usia lanjut menderita hipertensi. Kamso (2000) mendapatkan hipertensi di 6 kota Indonesia sebesar 52,5%, sedangkan di kota Bogor prevalensi hipertensi pada usia lanjut belum dikctahui tetapi kunjungan pasien usia lanjut kc puskcsmas dengan hipertensi dalam dua tahun terlihat peningkatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada usia lanjut di Kota Bogor dan faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi. Sampcl pada penelitian ini betjumlah 104 orang usia lanjut (72 perempuan dan 32 laki~laki) berusia 60-86 tahun. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dan acak sistematis di dua kecamatan, yaitu kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Utara. Penelitian ini dilakukan dengan melihat hubungan antara status gizi, umur, jenis kelamin, riwayat hipcrtensi dalam keiuarga, sosioekonomi (tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, dan status perkawinan), dan gaya hidup ( olahraga, kebiasaan merokok, stres, dan konsmnsi lemak dan garam). Penelitian mendapatkan hasil prevalensi hipertensi pada usia lanjut di kota Bogor sebesar 66,3%, lebih linggi dari hasil penelitian di Indonesia 52,5% (Kamso,2000) dan di kota Depok 57,4% (Sitorus, 2002), tetapi hampir sama dengan data di Amerika Serikat, yaitu sekitar 60-71% (NHANES III). Faktor - faktor yang berhubungan secara bermakna dengau hipertensi adalah jenis kelamin dengan nilaj p= 0,0l8; OR=l,040 (95%CI: 0,448-2,4l7), Status gizi dengan niiai p= 0,047; dan OR = 4,053 (95%Cl: 1,109-14,8l3), dan kcbiasaan olahraga dengan nilai p= 0,0l0 dan nilai 0R= 0,306 (95% CI: 0,131-0,715). Dari hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan hipertcnsi adalah jenis kelamin. Hasil pcnelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pembinaan kesehatan usia lanjut melalui pembinaan secara terpadu di Posbindu dari segi kesehatan berupa upaya promotif, preventif, maupun kumtif dan rehabilitatif. Upaya pencegahan hipertensi yang dapat diusulkan adalah pelatihan senam dan olahraga khusus untuk usia lanjut, pola hidup sehat sejak sebelum memasuki usia lanjut, dan menjaga Indeks Massa Tubuh agar tidak lebih dari 25 kg/1112.
Hypertension, the one of degenerative disease in older people, is a disease that involve blood circulation system and one of health community problems. Hypertension can improve acute myocard infarction, coronary heart disease, renal parenchym damages; and stroke (Newman, 2002) and Krummel (2000) said that hypertension is a risk factor for coronary heart disease, stroke, and congestive heart failure. Increase of blood pressure may cause the increase the risk of coronary heart disease. Hypertension prevalence is as high as aging process (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2001). It had been reported that more than 50% older people have hypertension. In Bogor city the prevalence of hypertension in older people are unkown but hypertension patients at primary health care (Puskesmas) are increasing at the last two years. The objective of this study are to know the hypertension prevalence in older people at Bogor city and factors involved. The samples are 104 older people (72 female and 32 male) aged 60-86 years. Samples was taken with proportional and sistemically random methods at two subdistricts, Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Utara. This study was to see the factors that are involved to hypertension such as nutritional status (BMI), age, sex. genetic, socioeconomic status( education. occupational status, income, and marriage ), and lifestyle ( exercise, smoking habit, stress, fat, and salt consumption). This study concluded that the hypertension prevalence in older people at Bogor city is 66.3o/o, higher than Kamso (2000), which is only 52,5% and Sitorus (2002) at Depok which is only 57.4%. But it simllar with the re;'Uit of NHANES III in US about 60 71% which depend on race. Factors that significanly involved with hypertension are sex with p value = 0.018; OR=I,040 (95%CI: 0,448-2,417), BMI with p value= 0.047 and OR = 4,053 {95%CI: 1,109-14,813), and exercise with p value = 0.010 and OR=0,306 (95% Cl: 0,131-0,715). The multivariate foWld that the dominant factor is sex. We hope that the result of this study analysis can be used for increase the health of elderly with coordinating the activities at Posyandu by Puskesmas in promotive, preventive. curative and rehabilitative programme. The best effort to reduce the rate of hypertension and get optimal results on older people is to provide them with a special exercise that are led by an in-structure, healthy life style, and BMI, don't be more than 25 kglm'.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilowati
Abstrak :
Tesis ini menganalisis hubungan antara durasi pemberian ASI dan variabel lainnya terhadap status gizi anak umur 12-24 bulan di Kelurahan Cigugur Tengah, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode proporsional random sampling. Pengumpulan data menggunakan Seca® digital weight scale, wooden length board, formulir food recall 24 jam, dan kuesioner pengetahuan ibu. Rata-rata durasi pemberian ASI didapati 15 bulan. Prevalensi gizi kurang tergolong rendah (< l0%), tetapi prevalensi anak pendek (20.7%) dan kurus (10.6%) cukup tinggi. Anak pendek kemungkinan mengindikasikan kckurangan gizi kronis. Durasi pemberian ASI berkorelasi signifikan dengan status gizi anak (indeks PB/U dan BB/PB). Nilai korelasi (r) paling tinggi pada indeks PB/U (r= 0.403. Analisis tabulasi silang menguatkan adanya hubungan positif antara durasi pemberian ASI dan ASI eksklusif dengan pertumbuhan linier pada anak. Model regresi menjelaskan sekitar 23.1% variabilitas variabel dependen status gizi anak terhadap ketujuh variabel independen. Model regresi cocok dengan data yang ada (nilai p = 0.000). Status Gizi Anak (PB/U) = 0.706 + 0.790 durasi ASI + 0.685 ASI eksklusif - 0.086 diare - 0.209 ibu bekelja - 0.186 pengetahuan ibu - 0.260 asupan energi - 0.083 asupan protein.
This thesis analyzed the association between breastfeeding duration and other variables to children nutritional status of age l2-24 months in Cigugur Tengah Village, Cimahi Tengah District, Cimahi Municipality. This study used cross sectional design. Sampling method was proportional random. Data collected using Seca® digital weight scale, wooden length board, 24-hours food recall form, and mother knowledge questionnaire. Breastfeeding duration average was found 15 months. The prevalence of malnutrition was classified low (< 10%), but the prevalence of stunted (20.7%) and wasted (10.6%) were moderately high. Stunted children might indicate chronic malnutrition. Breastfeeding duration was found significantly correlated to children nutritional status (height-for-age index, and weight-for-height index). The highest correlation value was lbund on the index of height-for-age (r = 0.043).Cross-tab analysis strengthened positive association between breastfeeding duration and exclusive breastfeeding to children linear growth. Regression model explained about 23.1% variability of children nutritional status dependent variable for seven independent variables. Regression model fitted on the available data (p value = 0.000). Children nutritional status (height-for-age index) = 0.706 + 0.790 breastfeeding duration + 0.685 exclusive breastfeeding-0.086 diarrhea - 0.209 working mother - 0.186 mother?s knowledge - 0.260 energy intake - 0.083 protein intake.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T32329
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Morika Septie
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi mie instan pada balita di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Berdasarkan hasil penelitian, paling banyak balita tergolong dalam tingkat konsumsi tinggi (≥2-3x/minggu) yaitu 58,6%. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur, besar keluarga, dan jumlah anak dalam keluarga dengan konsumsi mie instan pada balita, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, pengeluaran perkapita, pembelanjaan makanan, pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu dengan konsumsi mie instan pada balita. Balita yang memiliki tingkat konsumsi mie instan tinggi lebih banyak berasal dari keluarga miskin, memiliki ibu berpendidikan rendah dan berpengetahuan gizi rendah. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan ibu balita untuk membatasi pemberian mie instan pada usia balita dengan tidak banyak memasukkan bumbu agar balita tidak terpapar garam dalam jumlah berlebih sejak usia dini.
ABSTRACT
This study aimed to determine the factors associated with instant noodles consumption in chidren under five at Pasir Putih Sub District, Sawangan District, Depok 2011. This study is a quantitative research with cross sectional design. Based on the results, most children under five (58,6%) is categorized to the high consumption levels (≥ 2-3 times/week). There is a significant association between age, family size, and number of children in families with instant noodle consumption in children under five, but there is no significant relationship between gender, per capita expenditure, spending on food, maternal education and maternal nutritional knowledge with instant noodles consumption in children under five. Children with high levels of instant noodles consumption more aged > 24 months, from poor families, having mother with low education and low nutrition knowledge. Based on the results of the study, the author suggest the mother to restrict the feeding of instant noodles for children under five in order to not exposed to excessive amounts of salt from an early age.
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>