Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tedjaningsih Hartono
Abstrak :
Krisis ekonomi di Indonesia yang dimuiai pada pertengahan tahun 1997, telah menjadi ancaman terhadap keadaan gizi masyarakat terutama anak yang berusia di bawah lima tahun (Bela). Di Kabupaten Garut berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 1998/1999 tercatat ada KEP (Kekurangan Energi Protein) total yang meliputi keadaan Gizi kurang dan gizi buruk; sebesar 27%. Keadaan ini meningkat dart tahun 1997 yang hanya 16,13 % dan tahun 1996 sebesar 5,2%. Semakin tingginya jumlah anak di bawah usia lima tahun (Balita) yang mengalami status gizi buruk telah mendorong pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi hal tersebut. Guna mengetahui penyebab mengapa jumlah anak rawan gizi naik meskipun telah dlambil sejumlah kebijakan untuk mengatasi hal ini, maka diperlukan suatu penelitian. Penelitian yang dilakukan membatasi permasalahan pada faktor-faktor yang berpengaruh pada status gizi anak; khususnya anak di bawah usia tiga tahun (Bate) sebagai fokus penelitian; yang selanjutnya dihubungkan dengan kebijakan yang telah dan akan diambil. Penelitian tentang faktor-faktor tersebut dilaksanakan di Desa Barusari dan Desa Sarimukti Kecamatan Semarang Kabupaten Garut Jawa Barat, pada bulan September s/d Nopember 1999 dengan responden sebanyak 184 orang anak yang berusia di bawah tiga tahun (batita), dan 184 prang ibu dari batita yang bersangkutan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tingginya angka kejadian anak dengan gizi kurang dan gizi buruk di Desa Barusari dan Sarimukti berhubungan signifikan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang kesehatan, status ekonomi keluarga, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan sanitasi rumah serta lingkungannya. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh dan memerlukan penelitian lebih lanjut adalah lebih tingginya angka kelompok usia Balita, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, dan kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan. Kemudian, untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang perlu diambil dalam rangka meningkatkan status gizi anak yang sesuai dengan kondisi setempat, dilakukan penelaahan masalah melalui tiga pendekatan yaitu melalui kebijakan yang sudeh ditetapkan oleh pemerintah dan bersifat top down, kebijakan yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten melalui pendekatan manajemen strategik, serta pendekatan community development planning yang dikembangkan oleh penulis berdasarkan data primer. Hasil penelaahan ini melahirkan alternatif kebijakan baru yang kemudian diprioritaskan dengan metoda AHP. Hasil pemilihan kebijakan dengan metoda AHP untuk jangka pendek adalah 'Pemberian bantuan pangan dan gizi', sedangkan untuk jangka panjang adalah 'Peningkatan taraf ekonomi'.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T2824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Ariyadi Suwandi
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan antara Bank Umum Swasta Nasional Devisa (BUSN Devisa) dan Bank Asing sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1997 serta untuk mengetahui perubahan fungsi biaya bank antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1997. Selain itu penelitian bertujuan juga untuk mengetahui perbedaan daya tahan terhadap krisis antara BUSN Devisa dan Bank Asing, serta mengevaluasi ketepatan penggunaan rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank.

Data yang digunakan adalah data sekunder dari Bank Indonesia untuk posisi akhir tahun 1996-2002. Sampel penelitian diambil sebanyak 34 bank sample yang terdiri dari 24 BUSN Devisa dan 10 bank asing. Untuk kelompok BUSN Devisa, sampel diambil sebanyak 24 bank dari populasi sebanyak 38 bank. Sementara itu, untuk bank asing diambil dari seluruh populasi bank yaitu 10 bank asing.

Analisis data dilakukan dengan cara
  1. menghitung rasio-rasio keuangan mencakup rasio likuiditas, solvabilitas,
  2. rentabilitas dan kualitas aktiva produktif;
  3. melakukan estimasi fungsi biaya bank dengan persamaan regresi tinier berganda;
  4. melakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan antara BUSN Devisa dan bank asing, perbedaan kinerja keuangan bank sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1997, serta perbedaan fungsi biaya bank antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1997. Uji statistik yang digunakan ada tiga yaitu (1) Mann-Whitney Test-, (2) Wilcoxon Signed Rank Test, dan (3) Uji Data Panel dengan Variabel Dummy.
Dari hasil perbandingan dengan melihat rasio-rasio tingkat kesehatan secara individual terlihat bahwa Bank Asing relative masih lebih baik dibandingkan dengan BUSN - Devisa, demikian pula jika dilihat secara keseluruhan tingkat kesehatannya maupun dan rasio biaya dibagi asset ternyata Bank Asing masih lebih baik dibandingkan BUSN - Devisa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun Bank Asing terkena dampak krisis seperti BUSN - Devisa namun pemulihannya relative lebih cepat dibandingkan BUSN - Devisa. Hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa untuk beberapa rasio yaitu CAR, PPAP, ROA, BOPO terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok bank tersebut. Dad uji statistik diperoleh pula bahwa kecuali CAR dan rasio PPAP, hampir seluruh rasla keuangan yang diuji menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan bank sampel sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1997.

Berdasarkan hasil estimasi fungsi biaya bank dari 34 bank sampel selama 6 tahun dengan memasukkan variabel dummy, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara fungsi biaya bank sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1997. Variabel yang secara signifikan mempengaruhi biaya total bank adalah tabungan dan deposito.

Berdasarkan angka rasio keuangan kelompok Bank Asing diperoleh hasil bahwa dalam beberapa rasio keuangan tidak mengalami perubdaan yang drastis selama selama periode krisis. Hal ini disebabkan bank asing berstatus kantor cabang sehingga kantor pusat bank asing dapat mendukung dalam hal terdapat permasalahan likuiditas atau permodalan. Berdasarkan evaluasi kinerja keuangan bank sejak periode krisis ekonomi 1997 diperoleh simpulan bahwa diperlukan tambahan tolok ukur yang bersifat kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi rasio keuangan yang telali digunakan. Selama ini penilaian kondisi bank hanya didasarkan pada risiko kredit, sehingga perlu diperluas dengan memperhitungkan risiko pasar.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Jhon Bernando
Abstrak :
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang terarah dan terpadu serta berkesinambungan dan guna mewujudkan usaha kecil yang tangguh dan mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha menengah salah satunya dilakukan dengan menggalakkan program "kemitraan". Diharapkan melalui kemitraan dapat secara cepat tercipta simbiosis mutualistik, sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil dapat teratasi, serta usaha kecil akan memperoleh berbagai manfaat dengan prinsip win-win solution.

Dalam konteks ini akan dikaji mcngenai dampak pelaksanaan program kemitraan tersebut, di DKI Jakarta, dengan mengambil studi kasus di PIK Pulogadung - Jakarta Timur. Kajian dipusatkan pada dampak berbagai pola kemitraan yang dilaksanakan pada usaha kecil tersebut, khususnya usaha kecil furniture, garment dan kulit. Teridentifikasi ada 3 (tiga) pola kemitraan pada usaha kecil furniture, garment dan kulit tersebut, yaitu sub-contracting up-stream, sub-contracting partial dan keterkaitan operasional. Khusus pada usaha kecil garment juga dapat diidentifikasikan pola kemitraan keterkaitan dagang.

Berdasarkan argumentasi tersebut sebelumnya, baik pada furniture, garment maupun kulit di DKI Jakarta, implementasi pola kemitraan SC-upstream memiliki tingkat fleksibilitas (kecocokan) yang relatif lebih tinggi dalam memberikan dampak terhadap perkembangan UK tersebut, dibandingkan dengan pola SC-partial maupun PKO. Akan tetapi dalam hal perlu lebih dicermati bahwa, memang implementasi pola kemitraan SC-partial pada UK furniture, garment maupun kulit di DKI Jakarta relatif kurang fleksibel (cocok) dibandingkan dengan pola SC-up stream, akan tetapi pola SC-partial ini masih relatif membawa dampak yang bagus terhadap perkembangan UK tersebut. Karena pada dasarnya tingkat perbedaan yang ada hanya pada akses permodalan, dimana pada UK yang mengikuti pola kemitraan SC-partial lebih suka menggunakan penyertaan modal sendiri. Hal ini terjadi karena memang struktur permodalan mereka berada pada tingkat yang kuat.

Sementara itu pada implementasi kemitraan PKO pada UK furniture, kulit maupun garment di DKI Jakarta, teridentifikasi memiliki tingkat fleksibilitas (kecocokan) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pola SC-up stream dan SC-partial. Hal tersebut terjadi karena UK yang mengikuti kemitraan PKO ini tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) di hadapan pengusaha UM atau UB mitranya. Karena pada dasarnya UK yang mengikuti kemitraan PKO ini hanya berfungsi sebagai "tukang jahit". Karena hanya sebagai tukang jahit, maka pada kenyataannya yang terjadi UK yang bersangkutan hanya menjual "jasa tenaga kerja".

Berdasarkan pada hasil penelitian, dan beberapa kesimpulan tersebut sebelumnya, mancatat bahwa pola kemitraan sub-contracting up-stream (SC-up steam) relatif paling cocok (fleksibel) diimplementasikan pada usaha kecil furniture, kulit maupun garment di DKI Jakarta pada khususnya, dan pada usaha kecil furniture, kulit maupun garment pada umumnya. Karena usaha kecil yang mengikuti pola kemitraan SC-up stream ini memiliki keunggulan; (a) Memiliki bargaining position yang tinggi, (b) Tidak memiliki karakteristik sebagai sekedar tukang jahit (maklon), dan (c) Pola hubungan kemitraan pada SC-up stream tersebut mencerminkan pola hubungan kerjasama dagang murni (kerjasama pemasaran). Karena keunggulan tersebut maka usaha kecil relatif menjadi pemegang kebijakan tingkat harga, kapasitas, jenis, mode, hingga ke kualitas produk.

Oleh karena itu hendaknya kebijakan pembinaan terhadap pengembangan usaha kecil di DKI Jakarta pada khususnya, dan usaha kecil pada umumnya, khususnya yang terkait dengan implementasi program kemitraan, hendaknya diarahkan pada pemilihan pola kemitraan SC-up stream tersebut. Akan tetapi syarat utama yang harus dipenuhi adalah, pihak pemegang kebijakan harus memberikan dukungan bantuan permodalan usaha yang cukup, misalnya dengan melepaskan kredit lunak dan membantu membukakan akses permodalan bagi usaha kecil furniture. Karena syarat utama usaha kecil dapat melakukan pola kemitraan SC-up stream ini harus memiliki dukungan kemampuan permodalan sendiri/mandiri yang kuat.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T7524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baban Sobandi
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji dimensi keadilan bagi hasil Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dilihat dan aspek struktur penerimaan kabupaten/kota dan kaitannya dengan PBBKB sebagai kompensasi terhadap pajak dan retribusi daerah yang hilang akibat pemberlakukan UU Nomor 18 Tahun 1997; relevansi keseluruhan panjang jalan sebagai faktor penentu bagi hasil, tarif, proporsi bagi hasil, formulasi bagi hasil, periode penyampaian dan ketepatan waktu penyampaian, mekanisme bagi hasil, serta kemungkinan kabupaten/kota untuk mengelola sendiri pajak ini. Dengan menggunakan metode evaluasi, fokus penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung, diperoleh temuan: Pertama, dampak pemberlakukan UU No.18/1997 dirasakan berbeda oleh daerah. Bagi Kabupaten Lebak, selain meningkatkan pendapatan, bagian PBBKB mampu mengkompensasi pajak dan retribusi daerah yang terpangkas. Bagi Kota Bandung dan Kabupaten Bogor, mampu meningkatkan penerimaan, tetapi bagian PBBKB tidak mampu menutup pajak dan retribusi yang hilang. Sedangkan bagi Kabupaten Bandung, justru menurunkan penerimaan daerah, dan bagian PBBKB tidak mampu mengkompensasi pajak dan retribusi yang hilang. Kedua, total panjang jalan sebagai faktor penentu bagi hasil dinilai tidak realistis, karena selain tanggung jawab kabupaten/kota dalam pemeliharaan hanya jalan kabupaten/kota, juga biaya pemeliharaan jalan tiap daerah tidak sama. Ketiga, ketidakjelasan dalam formulasi bagi hasil, mekanisme yang digunakan, dan total realisasi penerimaan setiap daerah, serta ketidaktentuan dalam periode penyampaian bagian daerah dan ketidaktepatan waktu penyampaiannya merupakan temuan lain dari penelitian ini. Untuk menjamin keadilan antar daerah maka direkomendasikan tiga alternatif formulasi bagi hasil PBBKB: (1) berdasarkan pendekatan pemerataan dan kebutuhan khusus dengan total kebutuhan biaya pemeliharaan jalan kabupaten/kota sebagai faktor penentu; (2) berdasarkan pendekatan pemerataan dan kebutuhan pembangunan secara umum dengan jumlah penduduk dan luas wilayah sebagai faktor penentu; (3) berdasarkan pendekatan pemerataan dan penerimaan dengan volume konsumsi bahan bakar atau jumlah kendaraan sebagai faktor penentu. Alternatif lainnya, pemungutan dan pengelolaan PBBKB diserahkan kepada kabupaten/kota.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrinof
Abstrak :
Setelah terjadi penurunan harga minyak di pasaran dunia awal tahun 1980-an Indonesia mulai memperluas sektor-sektor ekonomi yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Pada batas tertentu, perubahan sikap terhadap mekanisme pasar itu telah membuat daya saing dan produktifitas sektor ekonomi nonmigas Indonesia meningkat mulai menjelang pertengahan tahun 1980-an. Namun, secara keseluruhan peningkatan daya saing tadi belum optimal karena pemerintah masih memiliki sikap mendua dalam menerima sistem ekonomi pasar. Sikap mendua tersebut terlihat dari kebijakan-kebijakan protektif yang diberikan terhadap subsektor atau komoditas tertentu, dan terhadap kelompok usaha tertentu. Kebijakan-kebijakan protektif tadi tidak terlepas dari kekosongan institusi-institusi yang diperlukan bagi pemberlakuan sistem ekonomi pasar yang baik dan kekosongan institusi-institusi politik yang demokratis. Hingga berakhirnya kekuasaan pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, baik institusi ekonomi pasar maupun institusi-institusi politik yang demokratis di Indonesia masih jauh dari memadai. Kecuali dengan kemajuan pada institusi pasar modal, institusi-institusi pada pasar uang maupun pasar barang dan jasa masih banyak kelemahan dan kekurangan. Institusi yang mencegah persaingan usaha tidak sehat hampir tidak ada. Bank Indoensia sebagai Bank Sentral, juga berada pada posisi subordinat dari pemerintah (eksekutif). Sementara, institusi-institusi yang mengatur eksternalitas dan memerangi praktek-praktek korupsi juga sangat tidak memadai. Goncangan harga minyak kedua yang terjadi pada tahun 1986, di satu sisi makin mendorong pemerintah Indonesia meningkatkan jumlah sektor-sektor ekonomi yang diliberalisasi dan dideregulasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Upaya tersebut memang berhasil membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat tinggi melebihi rata-rata pertumbuhan tahunan sebelumnya. Namun memasuki fase ini, pemerintah Indonesia bukan saja tidak memperlihatkan upaya serius untuk membangun institusi-institusi ekonomi pasar, tetapi juga membiarkan perekonomian Indoensia tumbuh tinggi di atas kondisi bubble economy. Akibatnya, kondisi perekonomian Indonesia sejak akhir tahun 1980-an hingga sebelum krisis juga berhadapan dengan ancaman persoalan sosial yang berpotensi merusak pertumbuhan ekonomi yang sudah tinggi tadi. Ancaman persoalan sosial tadi memang tidak semuanya disumbangkan oleh persoalan ekonomi, melainkan juga konsekuensi dari sistem politik dan kebijakan-kebijakan pembangunan sosial yang dibuat pemerintah. Tetapi, kajian ini melihat, kesemuanya itu secara bersama-sama merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Besarnya angka kemerosotan ekonomi Indonesia setelah dilanda krisis tahun 1997 dan sulitnya memulihkan krisis tersebut jika dibanding dengan kemampuan negara-negara lain yang sama-sama dilanda krisis, menunjukkan bahwa keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga ditentukan oleh dukungan institusi politik, dan struktur serta perilaku sosial masyarakatnya. Dengan kata lain, bagi Indonesia, pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan tergantung juga kepada sejauhmana negara mengeluarkan panduan kebijakan yang tepat, dan sejauhmana kesungguhan pemerintah bersama lembaga legislatif membuat kebijakan-kebijakan untuk mewujudkan institusi-institusi yang diperlukan oleh sistem ekonomi pasar yang baik, lebih menyempurnakan lagi institusi-institusi politik, dan membuat kebijakan-kebijakan pembangunan sosial guna mewujudkan iklim sosial yang nyaman sebagai salah satu syarat dari iklim investasi yang baik.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaka Sumanta
Abstrak :
Dengan melihat fakta adanya disparitas kemiskinan antar daerah yang terus terjaga dari tahun ke tahun, penelitian ini bertujuan untuk menjajagi kemungkinan adanya fenomena lingkaran kemiskinan (poverty circle) di Indonesia, yaitu apakah "tingkat kemiskinan suatu daerah adalah fonomena penyebab sekaligus akibat". Lingkaran kemiskinan akan mengacu pada teori Nurkse (1953) yang menyatakan: tingkat kemiskinan yang tinggi suatu daerah terjadi karena rendahnya pendapatan perkapita daerah tersebut. Pendapatan perkapita yang rendah terjadi karena investasi perkapita yang rendah. Investasi perkapita yang rendah disebabkan oleh permintaan domestik perkapita yang rendah. Permintaan domestik perkapita yang rendah terjadi karena tingkat kemiskinan yang tinggi - demikian seterusnya - sehingga daerah yang terbelakang akan tetap terbelakang. Penelitian ini akan mencoba menyusun model ekonometrika yang mampu membuktikan, apabila ada fenomena lingkaran kemiskinan di Indonesia secara lebih aplikatif dalam rangka perencanaan kebijakan pengentasan kemiskinan yang sedang menjadi program prioritas pemerintah / pemerintah daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah disusun dan dilakukan metodologi penelitian yang terdiri atas 7 (tujuh) langkah yaitu: (1) merumuskan spesifikasi model lingkaran kemiskinan mengacu pada teori Nurkse di muka; (2) mengumpulkan dan memverifikasi konsistensi data terutama berkaitan dengan pemekaran wilayah; (3) menguji adanya hubungan kausalitas dua arch antara tingkat kemiskinan dengan pendapatan perkapita melalui uji Granger; (4) menaksir parameter model lingkaran kemiskinan dengan metoda Weighted Two Stages Least Squares; (5) mengevaluasi model apakah "bermakna secara teoritis" dan "nyata secara statistic"; (6) menguji daya prediksi model; dan (7) melakukan simulasi kebijakan menggunakan model yang dihasilkan. Melalui uji Granger dapat dibuktikan dengan tingkat nyata 5% bahwa terdapat hubungan dua arah antara tingkat kemiskinan suatu daerah dengan pendapatan perkapita daerah tersebut, baik bila kemiskinan diukur dengan PO (head-count index), P1, (tingkat kedalaman kemiskinan) maupun P2 (tingkat keparahan kemiskinan). Temuan ini menjelaskan adanya lingkaran kemiskinan dengan pola hubungan langsung. Melalui serangkaian tahapan analisis ekonometri, penelitian ini telah membuktikan adanya lingkaran kemiskinan dengan pola hubungan tidak langsung sebagaimana dinyatakan oleh Nurkse. Ada 3 (tiga) model lingkaran kemiskinan yang dihasilkan yaitu model lingkaran kemiskinan PO, P1 dan P2. Seluruhnya telah memenuhi kriteria "bermakna secara teori" dan "nyata secara statistik", namun model PO adalah yang terbaik dari kriteria ekonometri. Berbeda dengan teori Nurkse yang cenderung pesimistis terhadap masa depan daerah yang terbelakang, penelitian ini menghasilkan model lingkaran kemiskinan yang lebih optimistis dalam anti bahwa ada peluang bagi daerah yang terbelakang untuk keluar dari jebakan kemiskinan apabila mampu melakukan kebijakan sebagai berikut: (a) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat; (b) mengembangkan sektor industri dan jasa sehingga perannya meningkat dalam perekonomian daerah; (c) meningkatkan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung perekonomian daerah; (d) meningkatkan upah riil masyarakat; (e) meningkatkan kualitas tata pemerintahan daerah, terutama dengan mengurangi pungutan-pungutan yang tidak pro investasi, serta meningkatkan alokasi anggaran pembangunan dalam APBD yang lebih pro terhadap masyarakat miskin.
Considering the fact that inter-region disparity of poverty has been consistent year by year, this research has a main objective to study the existence of poverty circle in Indonesia: is the poverty level in one region both a "cause" and "consequence" phenomena? The poverty circle would refer to a theory from Nurkse (1953) stated that: the high level of poverty in one region occurred due to low income per capita. The low income per capita occurred due to low investment per capita. The low investment per capita occurred due to low domestic demand per capita. The low domestic demand per capita occurred due to the high level of poverty -- thus afterward turning back as a circle, make a poor region will never improve. This research would try to build an econometric model proving, if any, the phenomena of poverty circle in Indonesia. It would be useful for both central and local government to develop policies in poverty reduction program as one of the priority of nation agendas. To achieve those objectives, this research has developed a methodology consisting of seven steps. They were: (1) formulated the specification model of poverty circle referred to Nurkse theory as mentioned before; (2) collected data and verified its consistency related with region expansion;(3) examined the existence of two-way causality between poverty level and income per capita using Granger test as an indicator of poverty circle phenomena; (4) estimated the parameter of the model using Weighted Two Stages Least Squares; (5) evaluated the model using criteria of "theoretically meaningful" and "statistically significant"; (6) examined the prediction power of the model; and (7) conducted policy simulation using the model. Through the Granger test, the existence of two-way causality between poverty level and income per capita could be proved statistically with significance level of 5%, either measured by PD (head-count index), P1 (poverty gap index) or P2 (poverty severity index), These findings could explain poverty circle phenomena in sense of direct relationship between poverty level and income per capita. Through some stages of econometric analysis, this research has proved the existence of poverty circle in sense of indirect relationship between poverty level and income per capita as stated by Nurkse theory. There were three models of poverty circle resulted: the poverty circle model of P0, P1 and P2 with similar pattern. All models have met with criteria both "theoretically meaningful" and "statistically significant", but the PD model was the best econometric model. Differ with Nurkse's theory that relatively pessimistic about the future of poor regions, this research has resulted a poverty circle model which more optimistic. It means that there are some possibilities for poor regions to improve their condition as long as they can adopt the policies as follow: (1) increasing the quality of human resource particularly through. education and public health; (2) developing industries and services sector to increase their role in regional economic; (3) increasing the availability of infrastructure to support regional economic especially transportation (road) and energy (electricity); (4) to improve the real wages of community; (5) improving the quality of local government institution, especially by _cutting off retributions which are not pro to investment, and also increasing development commitment in the fiscal budget which is more pro to the poor people.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seswita
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan identitas budaya Mesir dan Arab yang dipermasalahkan dalam novel serta mengungkapkan usaha yang dilakukan tokoh utama dalam kaitannya dengan pencarian jati dirinya sebagai seorang wanita Mesir Muslim dan masalah identitas budaya. Penelitian ini menggunakan teori identitas budaya dari Stuart Hall dengan melihat unsur intrinsik karya sastra yaitu penokohan dan sudut pandang untuk mengungkapkan masalah identitas budaya Mesir mengenai citra Mesir yang dianggap sebagai bagian erat dari Arab. Citra tersebut diciptakan oleh Eropa dan Arab. Pencarian jati diri yang dikaitkan dengan krisis identitas Mesir membuat tokoh utama mengalami krisis identitas untuk menegaskan jati dirinya sebagai seorang wanita Mesir Muslim. Jati diri tersebut berhasil dia tegaskan ketika dia tinggal dan menetap di Amerika.
The objective of this research is to reveal the cultural identity of Egypt and Arab, which is problem in the novel, and also to show the attempt of the main character in accordance with her self searching identity as a Moslem Egyptian woman and the problem of cultural identity. Cultural identity's theory from Stuart Hall is used with the help of intrinsic values (character and point of view) to reveal the problem about the Egyptian image that is considered a great part of Arab. European and Arab create the image. The searching of self-identity which is connected by Egyptian crisis Identity caused the main character facing identity crisis in establishing herself as a Moslem Egyptian woman. The self-identity searching process of the main character is analyzed using positioning and being positioned from Stuart Hall's cultural identity's theory that identity finally can be established when she lived and stayed in United States.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edison P.S.
Abstrak :
Bank BBD merupakan salah satu bank pemerintah yang sejak tahun 1992 telah berbentuk badan hukum PT. Persero dan merupakan salah satu bank peninggalan jaman Belanda. Sebagai bank yang telah memiliki pengalaman cukup lama, bank BBD telah berhasil menjadi bank yang beroperasi dalam cakupan nasional dan bahkan telah memiliki cabang di beberapa manca negara. Berdasarkan jumlah dan luas operasinya maka bank BBD dikategorikan sebagai bank besar tingkat nasional. Perkembangan dan pertumbuhan bank BBD tentu tidak terlepas dari peran pemerintah dalam menjaga kestabilan sektor perbankan melalui beberapa kebijakan perbankan dan moneter yang dikeluarkan. Sebagai contoh, sejak tahun 1988, saat dikeluarkannya deregulasi perbankan atau lebih dikenal sebagai era liberalisasi perbankan, Bank BBD menggunakan keleluasaan ini dengan melakukan ekspansi melalui pendirian sejumlah kantor cabang, dan bahkan melebarkan jenis dan cakupan operasi perbankannya. Bank ini yang sebelumnya hanya bergerak atau ditugaskan mengelola kegiatan agribisnis (khususnya perkebunan) kemudian melebarkan jenis usahanya kepada corporate banking lalu menuju pada retail banking. Penulis sangat tertarik dalam mengamati kondisi dan lebih jauh kesiapan Bank BBD menghadapi persaingan dari bank asing pada era global nanti karena banyak pengamat dan ahli perbankan menyatakan bahwa hampir seluruh bank umum di Indonesia beroperasi pada kapasitas inefficient dan bahkan rapuh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan lebih kepada mikro ekonomi perbankan untuk mengetahui kondisi dan kinerja Bank BBD, khususnya dilihat dari kinerja dan standar penilaian kesehatan perbankan nasional. Konsep pemikiran teoritis yang melandasi analisis dari penelitian ini adalah konsepsi perbankan yang sehat yang dapat menopang laju pertumbuhan ekonomi. Konsepsi demikian dilandasi oleh konsep Repelita yang mempersiapkan Indonesia dari negara berbasis ogroindustri menuju negara yang perekonomiannya berbasis industri modern. Berdasar kerangka pemikiran seperti demikian di atas maka langkah awal penelitian ini dimulai dengan pengamatan terhadap sejarah perbankan nasional. Tujuannya untuk membandingkan beberapa dampak dari regulasi yang dikeluarkan pemerintah dari waktu ke waktu, dan untuk mengetahui kebijakan apa saja yang dapat menunjang kinerja perbankan dalam mengembangkan strategi bersaingnya. Kemudian penelitian dilanjukan kepada pengamatan terhadap kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja manajemen Bank BBD. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan salah satu alat analisa dari metode Manajemen Strategis yaitu Analisis S-W-O-T. Metode ini akan dengan jelas memberikan gambaran mengenai apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki Bank BBD. Dari penelitian pada bagian ini terlihat Bank BBD masih memiliki banyak kelemahan dalam penerapan strategi bersaingnya namun disisi lain memiki sumber daya yang dapat dijadikan peluang. Analisis mengenai alternatif-alternatif strategi apa yang tepat yang dapat diajukan bagi Bank BBD, hal ini dilakukan dengan menggunakan Policy Analysis. Sedangkan untuk menentukan pilihan strategi mana yang paling tepat ataupun merupakan strategi prioritas dari alternatif yang ada, diterapkan dengan menggunakan metoda Analysis Hierarchy Process (AHP). Metoda ini sangat cocok diterapkan pada kasus yang dipilih bagi penelitian ini, di samping itu, AHP dapat lebih memberikan suatu pilihan yang lebih tepat dan lebih obyektif dari pilihan strategi yang ada. Namun, dalam penerapannya penggunaan Metode AHP harus diawali dengan menyusun suatu kuesioner khusus yang disebut Kuesioner AHP. Tujuannya adalah untuk memperoleh pendapat dari para ahli sehingga hasil pilihan yang keluar .nantinya lebih tepat. Namun, pada bagian akhir disadari bahwa keberhasilan Bank BBD dalam menerapkan strategi hasil pilihan tersebut belum akan sempurna, sehingga perlu ditopang oleh langkah strategi berikutnya sebagai penunjang. Lagi, ditentukan oleh berhasil tidaknya bank ini mengkikis budaya buruk yang ada, dan ketegasan pihak otoritas moneter mengawasi kinerja perbankan khususnya Bank BBD. ......Based on its structural ownership, Bank BBD is a public bank with status of PT. Persero, meaning it is full government owned bank, which runs under the Department of Finance. The Bank was established to deal specifically with plantation or agribusiness. However, changes of conditions that occurred throughout the years have also influenced the Bank's intention and resulted to the expansion of its services into handling corporate banking as well. Looking to its financial instruments and its annual report released by Bank Indonesia, as a Central Bank and monetary authority, Bank BBD has been regarded as one of the 10 largest national public banks. Unfortunately, further investigation revealed that the majority of national banks have been performing inefficiently. By using banking micro economic approach with analysis of national and regional level, this research is generally intended to give an overall picture of conditions and opportunities that will surfaced by the future global trade in year 2003. In particular, this research will analyzed the capabilities and readiness of Bank BBD in facing the global competition. The research will begin with observing aspects such as the company external environment and regulation involved with the banking sector. Specifically, examining the company's conditions, policies that have been affirmed, and strategies that have been implemented. The focus of the research is the management strategy and policy application method, which have contributed to the company's performance. Management strategy method is used to observing internal aspects such as strength, weakness, opportunities, and threats, which have large influences on the bank's operational matter. The AHP method, on the other hand, is used as a supporting instrument in the strategy decision making or in selecting the right strategy from alternatives offered. To apply the method, a special questioner will be made called the AHP questioner. Some important policies which have been applied in the Bank BBD are (a) service expansion development to corporate banking (b) changes in its structural organization particularly in its marketing management. All activities are intended as an enhancement of the bank's services and performance. According to its financial indicator and banking healthiness appraisal instruments, the performance of Bank BBD is regarded as unsatisfactory. The indicator include (a) the bank is one of the oldest bank in Indonesia which is assumed to have experience in the banking sector (b) Bank BBD is a government bank that owns highly capable branches and human resources. In order to find out what have been the cause and problems in the bank's internal matter, as well as the external obstacles and threats, a Strategy Management Analysis Method called the SWOT Analysis is appropriate to use. This method provides appropriate analysis on examining the opportunities and policies or alternatives policies applied. To find the most suitable policy from alternative policies offered, the AHP method will be available at the end of this research. This method enable management team to determine the best choice from alternatives offered, involving the skill and opinion from experts, both for the company's internal and external matters. Decision on the right policy applied, with some improvement on the system and organizational management performance, will contribute to the capability of its customers. Further more, this will solidify the conditions and enhance the Bank's competitiveness in facing the future global competition.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uus Danu Kusumah
Abstrak :
Hutan memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia yaitu sebagai sistem penyangga kehidupan. Hutan memiliki beragam manfaat baik manfaat ekologis, manfaat ekonomis dan manfaat sosial. Manfaat ekonomis hutan dalam perekonomian negara I:idak dapat dipandang remeh. Selama iebih dari 3 dekade, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional dan berkontribusi dalam bentuk peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah. Salah satu bentuk pemanfaatan hutan dari sisi ekonomis adalah dengan berdirinya industri pengolahan kayu. FAO maupun Departemen Kehutanan melaporkan bahwa produksi basil hutan utama Indonesia pada tahun 1980 adalah kayu bulat yang diikuti dengan kayu gergajian dan kayu lapis, demikian pula dengan jumlah hasil hutan yang diekspor. Produksi kayu bulat menurun drastis pada tahun 1985, sementara produksi kayu gergajian dan kayu lapis meningkat sangat tajam pada tahun tersebut demikian pula dengan jumlah ekspornya, bahkan ekspor kayu lapis sudah jauh melampaui jumlah ekspor kayu gergajian. Ini berkaitan dengan dikeiuarkannya SKB Tiga Menteri (Pertanian, Perdagangan/Koperasi, dan Perindustrian) pada bulan Mei 1980 tentang penyediaan kayu dalam negeri dikaitkan dengan ekspor kayu bulat. SKB tersebut ditindaklanjuti dengan SKB Empat Dirjen (Kehutanan, Aneka Industri, Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar Negeri) pada bulan April 1981 tentang peningkatan industri pengolahan kayu terpadu yang berintikan industri kayu lapis. Kebijakan larangan ekspor kayu bulat ini, yang dike!tkan - dengan pengembangan industri pengolahan kayu di dalam negeri yang berintikan kayu lapis, bertujuan: (a) meningkatkan perolehan devisa dan ekspor kayu olahan, (b) memperluas kesempatan kerja di bidang industri hasil hutan, (o} meningkatkan nilai tambah, dan (d) memacu perkembangan ekonomi regional.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soma Somantri
Abstrak :
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17.508 pulau, memiliki 5,8 juta km2 perairan laut (terluas di antara negara-negara Asia), serta memiliki 81.000 km garis pantai (terpanjang di dunia). Wilayah perairan Indonesia terdiri dari 0,3 juta km2 perairan Wilayah; 2,8 juta km2 perairan Pedalaman dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEE). Wilayah perairan Indonesia mengandung potensi sumberdaya ikan yang sangat penting arti, peranan, dan manfaatnya sebagai modal dasar pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Potensi sumberdaya ikan laut, berdasarkan basil kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut tahun 1998, adalah sebesar 6,258 juta ton/tahun di Perairan Indonesia dan sebesar 1,931 juta ton/tahun di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Namtun demikian, potensi sumberdaya perikanan laut yang demikian besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Realisasi produk.si ikan laut Indonesia masih jauh dari potensinya, yaitu 3,637 juta ton atau 58,85% pada tahun 1997 dan 4.069,42 juta ton atau 63,49% pada tahun 2001. Visi pembangunan perikanan tangkap adalah mengembangkan usaha perikanan tangkap yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempunyai daya saing, serta memanfaatkan sumberdaya secara efisien dan berkelanjutan. Selanjutnya visi tersebut dijabarkan kedalam 4 visi, yaitu : (1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan; (2) Menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta Iingkungannya; (3) Membangun usaha perikanan tangkap yang berdaya saing; dan (4) Meningkatkan peran Sub Sektor Perikanan Tangkap terhadap pembangunan perekonomian nasional.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>