Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisawati Susanto
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa yang hidup intraselular. Infeksi primer pada wanita hamil dapat menyebabkan abortus, kematian intrauterin dan kelainan kongenital pada. bayi, sedangkan pada penderita imunokompromais infeksi dapat berakibat fatal. Diagnosis toksoplasmosis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan serologi, namun pemeriksaan ini tidak memuaskan, sedangkan pengobatan dini perlu dilakukan. Reaksi rantai polimerase (PCR) dengan target gen B1 dan gen P30 dengan cara ekstraksi DNA yang sederhana merupakan salah satu teknik yang dapat mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan gen B1 dan gen P30. PCR dengan target gen B1 dilakukan pada berbagai konsentrasi DNA murni T.gondii yaitu : 5; 2,5; 1; 0,1; 0,01; 0,001; 0,0001 dan 0,00001 ng / 50 µl larutan PCR. Konsentrasi DNA murni T.gondii dalam DNA darah manusia sehat adalah 25; 10; 5; 2,5; 1; 0,1; 0,01; 0,001 dan 0,0001 ng / 50 µl larutan PCR. Berbagai jumlah takizoit dalam 100 µl darah manusia sehat adalah 1000; 100; 50; 40; 30; 20; 10; 5 dan 1 takizoit Untuk PCR dengan target gen P30 dipakai konsentrasi DNA murni T.gondii sebagai berikut : 1; 0,5; 0,25; 0,1; 0,01; 0,001 dan 0,0001 ng / 50 µl larutan PCR. Konsentrasi DNA murni T.gondii dalam DNA manusia sehat adalah : 10; 5; I; 0,25; 0,05; 0,01; 0,025 ng / 50 pl larutan PCR; serta jumlah takizoit dalam 100 µl darah manusia sehat adalah 1000; 100; 50; 40; 30; 20 dan 10. Hasil dan kesimpulan : Dengan cara ekstraksi DNA sederhana konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan target gen B1 adalah 0,0001 ng , untuk campuran DNA murni dengan DNA manusia sehat 0,001 ng dan untuk campuran darah manusia sehat dengan suspensi takizoit DNA dari 1 takizoit dengan target gen P30 terdeteksi DNA murni 0,001 ng, untuk campuran DNA murni dengan DNA manusia sehat 0,025 ng dan untuk campuran darah manusia sehat dengan suspensi takizoit DNA dari 20 takizoit. Kesimpulan :
1. Dengan cara ekstraksi sederhana uji dengan target gen B1 lebih sensitif dari gen P30.
2. Jumlah siklus yang diperlukan pada penelitian ini adalah 50 siklus.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochida Rasidi
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: W. kalimantani ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Palmieri dkk pada lutung P. cristatus di Kalimantan. Parasit ini mirip dengan W. bancrofti yang merupakan parasit filaria terpenting di dunia. Parasit ini hanya ditemukan pada manusia, tidak terdapat pada hewan, sehingga pengobatan, patologi dan imunologi penyakit filariasis ini tidak dapat dipelajari dengan baik (model hewan yang baik sampai sekarang belum ditemukan). Ditemukannya W. kalimantani pada lutung Presbytis memberikan landasan untuk memakai parasit dan hewan tersebut sebagai model wukereriasis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan larva filaria W. kalimantani dalam nyamuk Ae. togoi sebagai vektor eksperimental. Nyamuk Ae. togoi yang dipelihara di laboratorium diinfeksi dengan mikrofilaria W. kalimantani dari lutung P. cristatus. Nyamuk disimpan dalam kamar dengan suhu 26° C dan kelembaban 80%. Setiap hari setelah infeksi 10 ekor nyamuk dibunuh, 5 ekor langsung dibedah dalam larutan garam faal untuk mempelajari perkembangan larva, dan 5 ekor lainnya dimasukkan dalam alkohol panas 70% untuk kemudian diwarnai dengan trikrom agar dapat diukur panjang, lebar dan ekor larva. Pengukuran dilakukan dengan mikrometer dengan pembesaran 100 dan 450 kali; setiap hari diukur ± 30 ekor larva.

Hasil dan Kesimputan:

1. Larva W. kalimantani menjadi bentuk infektif dalam nyamuk Ae. togoi daLam waktu 16 1/2-20 1/2 hari setelah infeksi. Panjang larva stadium III W. kalimantani tidak berbeda banyak dengan Larva stadium III W. bancrofti (1655,8-1648,7 μ).

2. Pola perkembangan larva W. kalimantani dalam nyamuk Ae. togoi menyerupai perkembangan Larva W. bancrofti dalam nyamuk Cx. guinquefasciatus. Kami berpendapat bahwa nyamuk Ae. togoi dapat dipakai sebagai vektor eksperimental di laboratorium.
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Suarsini
Abstrak :
ASBTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Di Indonesia kasus infeksi oleh cacing Echinostoma spp. belum banyak dilaporkan, tetapi di beberapa tempat tertentu ditemukan secara endemi. Infeksi pada manusia terjadi secara kebetulan, yaitu bila manusia makan keong air yang mengandung metaserkaria dalam keadaan mentah atau setengah matang. Tujuan umum penelitian ini adalah ingin mengetahui keadaan infeksi cacing Echinostoma spp. pada keong Bellamya javanica (Vivi para javanica) yang merupakan sumber infeksi bagi manusia di Indonesia. Sejumlah 2500 keong telah dikumpulkan, dan secara acak dipilih 500 ekor untuk dilakukan pembedahan dan pemeriksaan metaserkaria. Metaserkaria yang dikumpulkan diinfeksikan terhadap mencit putih. Telah diinfeksi 30 ekor mencit- putih, masing-masing dengan 150 ekor metaser karia. Untuk keperluan identifikasi, cacing dewasa yang tumbuh dalam usus mencit dikumpulkan, kemudian dipulas dengan teknik pulasan 'trichrome' yang dimodifikasi. Hasil dan Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan angka infeksi metaserkaria Echinostoma, spp. setinggoi 100 % pada keong B. javanica. Rata-rata tiap keong mengandung 802 ekor metaserkaria. Infektivitas metaserkaria pada mencit cukup Tinggi, yaitu dari 30 ekor mencit terdapat 27 ekor {90%) positif, sedangkan jumlah produksi seluruhnya 133 ekor cacing. Jadi tiap mencit rata-rata mengandung 9 ekor cacing. Hasil identifikasi spesies diperoleh 75 ekor (56,4%) E. recurvatum, 24 ekor (18,0%) E. ilocanum, dan 10 ekor (7,6%) E. revolutum; lainnya 24 ekor (18,0%) tidak dapat diidentifikasi. Dengan demikian dapat dikimpulkan bahwa keong B. javanica merupakan hospes perantara II cacing Echinostoma spp. yang sesuai dan berperan sebagai sumber infeksi potensial bagi manusia.
ABSTRACT Scope and Method of Study: Cases of echinostomiasis are rarely reported in Indonesia, but in some places endemic foci have been found and are considered as of . public health importance. Human infections occurred accidentally, and man got the infection by way of consuming raw or half cooked snails which contained metacercariae. The general objective of this study is to know whether Echinostoma spp. larvae found in B. javanica (Vivipara javanica) snails are the potential source of infection for man in Indonesia. In this study 2500 snails were collected, and 500 snails were randomly selected for dissecting and searching for metacercariae. Experimental infection of 30 white mice were then carried out with 150 metacercariae for each mouse. For species identification, adult worms were stained by a modified trachoma staining technique. Findings and Conclusions: The infection rate of Echinostoma in B. javanica was found to be 100 %, with a mean number of 802 metacercariae for each snail. The infectivity of metacercariae for white mice is quite high: of 30 mice infected, 27 (90%) were positive. A total of 133 adult worms were found; the worms found in each mouse varied from 1 - 27, with a mean of 5 worms per mouse. Identification results: 75 (56.5%) were identified as E. recurvatum, 24 (18.2%) E. ilocanum, 10 (7.6%) E. revolutum, and 24 (18.2%) could not be identified. Thus, based on this evidence, the snail B. javanica could be considered as a potential host for Echinostoma spp.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirya Dharma K. Liman
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian Toxocara canis dan T. cati merupakan penyebab utama visceral larva migrans. Penyakit ini dikaitkan dengan adanya hubungan erat antara manusia dengan peliharaannya yaitu anjing dan kucing. Banyak kasus visceral larva migrans dilaporkan di luar negeri sedangkan di Indonesia sampai sekarang belum ada laporan mengenai penyakit tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi Toxocara pada anjing dan kucing yang merupakan sumber infeksi bagi manusia dan melakukan studi deskriptif mengenai morfologi Toxocara yang ditemukan di Indonesia. Pengumpulan sampel dilakukan secara selektif dan pemeriksaan tinja anjing dan kucing dilakukan dengan teknik langsung dan cara sedimentasi. Anjing dan kucing yang tinjanya positif dengan telur Toxocara diberi obat pirantel pamoat untuk memperoleh cacing dewasa. Kemudian dilakukan pemeriksaan telur dan cacing dewasa guna mempelajari morfologinya. Hasil dan Kesimpulan: Telah diperiksa 60 ekor anjing dan 100 ekor kucing. Prevalensi T. canis pada anjing 38,3% dan T. cati pada kucing 26,0%. Tidak ditemukan infeksi campur antara kedua jenis cacing balk pada anjing maupun pada kucing. Ukuran telur T. canis 90,25 + 5,95 u x 78,8 + 5,4 u dan telur T. cati 77,39 + 4,6u x 65,57 + 8,07 U. Telur T. canis lebih besar daripada telur T. cati. Hasil pemeriksaan morfologi cacing dewasa: panjang tubuh T. canis jantan lebih panjang daripada panjang tubuh T. cati jantan; alae T. cati lebih lebar daripada alae T. canis; esofagus, ventrikel dan spikula T. cati lebih panjang. Kesimpulannya ialah prevalensi T. canis 38,3% dan T.'cati 26,0%; tidak terdapat infeksi campur; morfologi telur dan cacing dewasa T. canis dan T. cati berbeda.
Scope and Method of Study: Toxocara canis and Toxocara cati are the principal etiology of visceral larva migrans. This disease in man is due to the existence of a close relationship between man and domestic animals, namely dogs and cats. In the literature many cases of visceral larva migrans have been reported, but up to now, there is no report of this disease in Indonesia. The aim of this study is: to determine the pre-valence rate of Toxocara infection in dogs and cats which are the source of human, to carry out a descriptive study and to compare the morphology of the eggs and the adult worm of Toxocara found in this study. Sampling were done selectively. Faecal specimens from each animal were examined by direct and sedimentation methods. Those dogs and cats whose faeces showed positive Toxocara eggs were given pyrantel pamoate to obtain the adult worms. The morphology of the eggs and adult worms of Toxocara canis and Toxocara cati were studied. Findings and Conclusions: In this study faecal specimens from 60 dogs and 100 cats have been examined. The prevalence rate of T. canis in dogs was 38,3% and that of T. cati was 26,0.- No mixed infection could be found. T. canis eggs measured: 90,25 + 5,97 u by 78,8 + 5,40 u, while T. cati were 77,39 + 8,07 u. Thus the T. canis eggs were larger than the eggs of T. cati. the results of the morphological study of the adult worms were as follows: the body length of males T. canis was longer than the males of T. cati, T. cati alae were broader than those of T. canis, while the length of the esophagus of T. cati was longer than that of T. canis. It was concluded in this study that the prevalence rate of T. canis and T. cati was respectively 38,3% and 26,0%. No mixed infection of T. canis and T. cati could be found in dogs as well as in cats. The result of the morphological study of T. canis eggs and adult worms differed from that of T. cati.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wahyuningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Aspergillus merupakan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Salah satu di antaranya adalah alergi, yang mempunyai manifestasi klinik asma bronkial. Di Indonesia peran Aspergillus dalam menimbulkan serangan asma bronkial belum diketahui. Untuk itu dilakukan pemeriksaan sputum terhadap adanya Aspergillus pada 75 orang penderita asma dan 62 orang sehat. Pengambilan sputum dilakukan pada saat serangan dan satu minggu sesudahnya. Sputum dibatukkan ke dalam cawan Petri steril; dilakukan pemeriksaan langsung dan biakan. Biakan dianggap positif bila tumbuh jamur Aspergillus satu koloni atau lebih. Hasil pemeriksaan kelompok penderita asma pada saat serangan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan satu minggu sesudah serangan. Juga dibandingkan antara kelompok asma dan kelompok sehat. Selain itu dilakukan pemeriksaan tes imunodifusi dengan antigen Aspergillus untuk mencari zat anti terhadap Aspergillus.

Hasil dan Kesimpulan: Hasil pemeriksaan sputum pada 53 orang (yang kembali) penderita asma pada saat serangan dan satu minggu sesudahnya memberi hasil 27 orang positif pada saat serangan dan negatif sesudahnya. Pengujian statistik menunjukkan adanya ketergantungan antara Aspeuillus dan serangan asma (p<0,01). Tujuh puluh lima orang penderita asma diperiksa pada saat serangan dengan cara langsung, 22 orang positif (23%) dan dengan biakan 45 orang positif (60%). Pada orang sehat dengan cara yang sama didapatkan 6 orang (9,6%) dan 9 orang (14,5%) positif. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara serangan asma dan Aspergillus (p<0,01). Odds ratio 8,8 menunjukkan Aspergillus memang mampu menyebabkan penyakit. Perbandingan hasil pemeriksaan sputum satu minggu sesudah serangan dan orang sehat menunjukkan adanya perbedaan bermakna, hal ini berarti bahwa satu minggu sesudah serangan belum menggambarkan keadaan normal. Hasil pemeriksaan tes imunodifusi menunjukkan bahwa sebagian besar tidak ada invasi Aspergillus ke dalam jarigan.
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robiatul Adawiyah
Abstrak :
Latar Belakang: Kriptokokosis meningeal merupakan infeksi oportunistik yang muncul pada penderita terinfeksi HIV di Indonesia. Penyebab utama kriptokokosis adalah Cryptococcus neoformans. Laporan terkait karakteristik klinis, mikologis dan laboratorium klinis pada pasien AIDS dengan kriptokokosis meningeal belum ada di Indonesia. Tujuan: Mengetahui karakteristik klinis, mikologis dan laboratoris pasien AIDS dengan kriptokokosis meningeal di Jakarta. Metode: Penelitian deskripsi retrospektif dengan desain potong lintang ini dilakukan di RSCM dan RSKO untuk data klinisnya dan pemeriksaan laboratoriumnya dilakukan di laboratorium departemen Parasitologi FKUI dan Westerdijk Fungal Biodiversity Institute, Utrecht, the Netherlands. Hasil: Gejala klinis utama adalah sakit kepala. Pasien yang hidup lebih banyak dari yang meninggal di RS. Isolat Cryptococcus sp. seluruhnya memproduksi melanin, membentuk empat fenotipe koloni, memiliki dua jenis mating-type dan empat genotipe (AFLP1, AFLP1 A, AFLP2 dan AFLP3). Terdapat infeksi campur mating-type dan genotipe pada satu pasien. Hitung CD4 mayoritas rendah. Diskusi: Mating-type terbanyak adalah α- α karena lebih virulens. Genotipe yang ditemukan sesuai laporan di dunia. Infeksi campur mating-type dan genotipe diduga karena jamur yang menginfeksi memiliki mating-type dan genotipe yang berbeda. Kesimpulan: Sakit kepala merupakan gejala klinis terbanyak. Genotipe terbanyak adalah AFLP1. Terdapat infeksi campur mating-type dan genotipe pada satu pasien. ......Background: Meningeal cryptococcosis is an opportunistic infection in HIV-infected patients. The main cause of cryptococcosis is Cryptococcus neoformans. Reports related to clinical, Mycological and laboratory characteristics in AIDS patients with meningeal cryptococcosis do not yet exist in Indonesia. Objective: To determine the clinical, Mycological and laboratory characteristics of AIDS patients with meningeal cryptococcosis in Jakarta. Methods: This retrospective description study with cross-sectional design was conducted at RSCM and RSKO for clinical data and laboratory tests were carried out in the laboratory of the department of Parasitology FKUI and Westerdijk Fungal Biodiversity Institute, Utrecht, the Netherlands. Results: The main symptom is headache. Patients live more than those who died in the hospital. All isolates of Cryptococcus sp. produce melanin, forming four colony phenotypes, having two types of mating-type and four genotypes (AFLP1, AFLP1 A, AFLP2 and AFLP3). There were a mixed mating-type and genotype infection in one patient. Discussion: Most mating-types are α- α because they are more virulent. Genotype found is the same with reported in the world. The mixed mating-type and the genotype because suspected infecting fungi have different mating-types and genotypes. Conclusion: Headache is the most symptom. Most genotypes are AFLP1. There was a mixed mating-type and genotype infection in one patient.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny
Abstrak :
Latar belakang: Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan jenis kanker tersering pada anak. Faktor penyakit dan kemoterapi dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi makro maupun mikro. Zinc adalah salah satu nutrien mikro yang memiliki banyak peran fisiologis dalam tubuh, namun kadarnya berkurang pada penyakit limfoproliferatif. Defisiensi zinc cenderung meningkatkan morbiditas pada anak LLA, salah satunya infeksi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mencari proporsi defisiensi zinc pada LLA anak serta hubungannya dengan kejadian infeksi. Pasien dan metode: Disain penelitian potong lintang deskriptif-analitik, tempat pelaksanaan di Departemen Patologi Klinik dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Jumlah subjek 81 anak LLA, yang terdiri dari 26 pasien baru dan 55 pasien pada berbagai fase kemoterapi. Kadar zinc diukur menggunakan prinsip kolorimetri dengan alat spektrofotometer otomatis. Hasil: Proporsi defisiensi zinc pada pasien yang baru terdiagnosis sebesar 65.4 n= 26 dan pada pasien kemoterapi sebesar 49 n= 55 . Terdapat hubungan bermakna antara defisiensi zinc dengan kejadian infeksi p= 0.003; RR= 3.2, 95 CI 1.33 ndash; 7.69 Kesimpulan: Defisiensi zinc ditemukan pada anak dengan LLA sebelum kemoterapi dimulai, maupun pada berbagai fase kemoterapi. Risiko infeksi lebih besar pada anak LLA yang mengalami defisiensi zinc. Suplementasi zinc dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan prognosis, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya. ...... Background: Acute lymphoblastic leukemia ALL is a most common malignancy in children. Disease factors and chemotherapy effects may cause both macro or micro nutritional imbalance. Zinc is one of the micro nutrients that has many physiological roles in the body, but the levels may decrease in ALL. Zinc deficiency tend to increase morbidity in children with ALL, including infection. Objective: The present study was done in order to find the proportion of zinc deficiency in pediatric ALL patients and to identify its relationship with the incidence of infection. Patients and methods: This cross sectional study was carried out in the Departement of Clinical Pathology and Department of Paediatric Health, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. We conducted 81 paediatric ALL patients, consisted of 26 newly diagnosed and 55 in various phases of chemotherapy. Zinc levels were measured using colorimetric method by an automatic spectrophotometer. Results: The proportion of zinc deficiency is 65.4 in newly diagnosed patients and 49 in children with various chemotherapy phases. There is a significant association between zinc deficiency and the incidence of infection p 0.003 RR 3.2, 95 CI 1.33 ndash 7.69. Conclusion: zinc deficiency was found in children with LLA, and has significant association with the risk of infection. Zinc supplementation may be considered to improve the prognosis, however futher study of safety and side effect is necessary.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Wahyuni M.
Abstrak :
Infeksi akut atau reaktifasi infeksi Toxoplasma gondii (T. gondii) berpotensi mengganggu kehamilan dan hasil kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi T. gondii pada wanita hamil dengan gangguan kehamilan di Makassar serta faktor yang mungkin berperan pada kondisi tersebut. Spesimen darah vena dan atau darah plasenta dan atau cairan amnion/ketuban dikumpulkan di RS. Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan jejaringnya. DNA T. gondii pada spesimen diidentifikasi menggunakan Nested-PCR. Informasi mengenai data demografi, status dan kondisi kehamilan dan faktor risiko infeksi dilakukan oleh dua orang peneliti. Sejumlah 55 wanita hamil berpartisipasi pada penelitian ini dan dikelompokkan menjadi kelompok kasus dan kontrol berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ultrasonografi dan kondisi hasil kehamilannya. Proporsi wanita hamil yang terinfeksi T.gondii lebih besar pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol (65.4% vs 34.6%, p<0.001). Proporsi partisipan yang menggunakan air dari perusahaan daerah air minum (PDAM)/ sumur terbuka sebagai sumber air utama dan mengolah daging mentah lebih tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol. Partisipan yang menggunakan air pipa kota / sumur terbuka sebagai sumber air utama keluarga, minum air yang difilter (tidak dimasak), membolehkan kucing liar masuk rumah, kontak dengan tanah, makan sayuran mentah/ tidak dicuci, dan mengolah daging mentah memiliki proporsi yang lebih tinggi pada kelompok yang terinfeksi T.gondii infeksi dibanding yang tidak infeksi. Terdapat hubungan positif antara infeksi T. gondii dengan gangguan kehamilan di Makassar yang perlu dicermati dan mendapatkan tata laksana yang adekuat untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis kongenital. Diperlukan suatu regulasi untuk melindungi masyarakat, terutama wanita hamil dari paparan ookista maupun kista jaringan. ......Acute infection or reactivation of Toxoplasma gondii (T. gondii) infection has a potency to interfere with pregnancy and pregnancy outcomes. The study aimed was to identify T. gondii infection in pregnant women with pregnancy disorders in Makassar. Information regarding demographic data, pregnancy status and condition, and risk factors for infection were carried out by two researchers. The factors that may play a role in these conditions were also investigated. Venous blood and or placental and or amniotic fluid was collected at the teaching hospitals of the Faculty of Medicine, Hasanuddin University. Toxoplasma gondii DNA in the specimen was identified using Nested-PCR. A total of 55 pregnant women participated in this study and were categorized into case and control groups based on the results of history taking, physical examination, abdomen ultrasonography results, and pregnancy outcome. The proportion of pregnant women infected with T. gondii was greater in the case group than the control group (65.4% vs 34.6%, p<0.001). The proportion of participants who use PDAM/open wells as the main source of water for their families and processed raw meat was higher than the control group. Participants who use local water company/open wells as the family's main water source, drink filtered water (non-boiled), allow stray cats into the house, contact with soil, eat raw/unwashed vegetables, and process raw meat have a higher proportion in T. gondii infected- than the non-infected group. There is a positive relationship between T. gondii infection and pregnancy disorders in Makassar which needs to be watched out for and receive adequate treatment to prevent congenital toxoplasmosis. Regulations are needed to protect the public, especially pregnant women, from exposure to oocysts and tissue cysts.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nora Harminarti
Abstrak :
ABSTRAK
Toksoplasmosis okular adalah infeksi yang menyerang satu atau kedua mata, yang disebabkan oleh coccidia Toxoplasma gondii. Infeksi dapat diperoleh selama kehamilan dari ibu atau melalui konsumsi daging yang tidak dimasak dan yang terinfeksi, sayuran atau air yang terkontaminasi. Konfirmasi toksoplasma sebagai etiologi masih bergantung pada uji serologi toksoplasma dan pemeriksaan oftalmologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan IgG anti toksoplasma pada cairan mata untuk diagnosis toksoplasmosis okular. Metode Penelitian yang digunakan adalah studi potong-lintang, retrospektif terhadap 46 sampel serum untuk pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti toksoplasma, serta IgG anti toksoplasma dan PCR toksoplasma dari cairan mata. Hasil penelitian berupa keluhan utama pasien adalah kabur. Dari data sekunder hasil pemeriksaan pada serum 43 93,5 positif IgG anti toksoplasma, 2 4,3 positif IgM anti toksoplasma, serta terdapat hasil IgG dan IgM anti toksoplasma keduanya positif pada 2 sampel. Dari dua keadaan hasil positif serologi serum IgG dan IgM ini ternyata hasil pemeriksaan serologi IgG cairan mata dan deteksi DNA dengan menggunakan PCR hasilnya negatif. Dilihat dari hasil pemeriksaan serologi cairan mata 23 50,0 IgG anti toksoplasma yang terdeteksi pada cairan mata positif dan 6 13 PCR positif. Terdapat korelasi sedang antara serologi mata dan serum. Pemeriksaan serologi dan PCR pada cairan mata dapat digunakan untuk membantu diagnosis toksoplasmosis okular.
ABSTRACT
Ocular toxoplasmosis is an ophthalmology infectious disease affecting one or both eyes, caused by the coccidia Toxoplasma gondii. Infections may be acquired during pregnancy from the mother or through the ingestion of uncooked and infected meat, contaminated vegetables or water. Confirmation of Toxoplasma as the aetiology still relies on the Toxoplasma serology test and the ophthalmology examination. This study aims to analyze the use of anti Toxoplasma IgG in vitreus humor for the diagnosis of ocular toxoplasmosis. Methods of this study is a cross sectional, retrospective from 46 serum samples examined for IgG and IgM anti Toxoplasma and IgG anti Toxoplasma and PCR Toxoplasma from aquous humor. Chief complaint was loss of vision. From 46 sample of secondary data serum 43 93,5 positive IgG, 2 4, negative IgM anti Toxoplasma. We also found IgG and IgM anti Toxoplasma results were both positive 2 sample. Althought results positive for serological serum both IgG and IgM but the result for IgG aquous humor serology and detection of DNA by using PCR was a negative. Result for serologic examination aquous humor 23 50.0 IgG anti Toxoplasma detected in positive aquous humor and 6 13 PCR Toxoplasma positive. There are correlation beetwen aquous and serum serologic. Serologic examination of aquous humor and PCR could be used to help diagnose ocular toxoplasmosis.
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny
Abstrak :
ABSTRAK
Pasien mikosis meningkat sejalan dengan bertambahnya populasi imunokompromi. Pengetahuan tentang jamur penyebab dan respons terhadap antijamur penting dalam tatalaksana mikosis yang dipengaruhi oleh geografi, sehingga penting untuk menelitinya sesuai wilayah dalam hal ini Jakarta. Penelitian bersifat retrospektif dilakukan di Laboratorium Parasitologi FKUI dengan meneliti data tahun 2004-2015. Didapatkan 16478 isolat dari 14707 bahan klinis. Golongan khamir terbanyak adalah C. albicans, C. tropicalis dan C. parapsilosis, sementara golongan kapang adalah Aspergillus dan Fusarium. Sebagian besar khamir peka terhadap flukonazol dan Aspergillus seluruhnya peka terhadap vorikonazol. sebagian besar uji kepekaan khamir peka terhadap itrakonazol sedangkan kepekaan kapang hanya sekitar 50 peka.
ABSTRACT Patients with mycosis rise along with increasing number of immunocompromised population. Awareness to causative fungi and its susceptibility to antifungals is important in mycoses treatment which is influenced by geographic conditions, so investigation by region is needed, in this case Jakarta. Retrospective study was conducted to investigate data at Parasitology laboratory FKUI from 2004 2015. There were 16,478 isolates obtained from 14,707 clinical specimens. The most common yeasts are C. albicans, C. tropicalis and C. parapsilosis, whereas Aspergillus and Fusarium were the most common mold. Most of the yeasts are sensitive to fluconazole and itraconazole, the whole Aspergillus are sensitive to voriconazole, whereas the susceptibility to itraconazole is only about 50 .
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>