Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
London: Bellew Publishing, 1992
712 FUR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kirkwood, Niall
New York : Wiley, Wiley
712 KIR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yennel S. Suzia
"Sebagaimana diketahui bahwa untuk kesejahteraan dan martabat bangsa perlu pembangunan yang terus-menerus, tetapi hal ini dapat pula menyebabkan kerusakan alam yang akhirnya merugikan manusia pula. Oleh karena itu perlu adanya koreksian yang lebih holistik dan interaktif berupa pandangan kedepan yang jauh dari kepentingan sendiri, oleh karenanya kita perlu realistik dan punya kemampuan melihat kenyataan yang sebenarnya dalam kehidupan.
Secara mikro, Gelora Senayan merupakan Kawasan Hijau paru-paru kota, daerah resapan air, tempat hidupnya satwa burung dan elemen lunak dari bangunan kota; sedangkan serara makro, Gelora Senayan merupakan Landmark kebanggaan bangsa dan pusat kegiatan olahraga skala Nasional dan Internasional; namun, Gelora Senayan dengan berbagai alasan berkembang tanpa terkendali.
Konsep awal Gelora Senayan tahun 1958 selain berfungsi sebagai Landmark Kota Jakarta, Ruang Terbuka Hijau di daerah selatan dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat upacara Negara, dan merupakan salah satu dari 4 (empat) simpul pengikat lingkar luar Kota Jakarta, yaitu Grogol, Tanjung Priok, Cawang dan Semanggi. Berdasarkan konsep di atas, Gelora Senayan dengan Focal View Stadion Utama dapat dilihat dengan indah dan baik sebagai obyek Monumental dari arah Jembatan Semanggi, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Pintu Delapan dan Jalan Asia Afrika Untuk meliput dan menjaga keamanan segala kegiatan yang dilakukan di ,Gelora Senayan, dibangun dua bangunan penunjang penting yaitu Menara TVRI di seberang Jalan Pintu Delapan dan Komdak Metro Jaya di seberang sudut jalan Jenderal Gatot Subroto; sedang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Jenderal Gatot Subroto dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau kecuali setiap simpul perempatan jalan sebagai pandan.
Jelas sekali disini jika kita lihat konsep awal Gelora Senayan tahun 1958 dirancang dengan memikirkan kota Jakarta secara keseluruhan dengan memakai konsep jaring laba-laba. Seiring dengan perjalanan waktu keadaan pemaafaatan ruang yang ada sudah berubah dari rencana pemanfaatan ruang semula. Hal ini ada yang disebabkan kebutuhan Gelora Senayan itu sendiri untuk melengkapi fasilitas dan pembiayaannya atau kepentingan lain, dan Ruang Terbuka Hijau Lepas yang berada di samping Jembatan Semanggi tempat masyarakat dapat menikmati keindaran obyek Utama Gelora Senayan atau Upacara Kenegaraan itu, sudah berdiri Hotel Hilton lengkap dengan Apartemennya yang menjulang tinggi, sehingga Gelora Senayan yang awalnya didisain secara Kota Jakarta sudah kehilangan maknanya, dan dia sekarang tidak lagi bagian dari Jembatan Semanggi. Kehadiran Kodak Metro Jaya sebagai penunjang keamanan di Plaza yang menghadap Jembatan Semanggi jika berlangsung upacara tidak lagi berfungsi, karena sudah terhalang Apartemen tinggi. Demikian juga disepanjang Jalan Jenderal Sudirman, Jalur Hijau disepanjang jalan itu sudah berubah fungsi, dan di areal Gelora Senayan sudah berdiri Ratu Plaza serta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Perubahan ini dikarenakan pada setiap jalur hijau tidak ada penangkal, sehingga demikian mudahnya orang umtuk menguasainya.. Kekhawatiran perkembangan Gelora Senayan tanpa kendali terus berlanjut. Maka pada tahun 1989 Gelora Senayan dibenahi sesuai RBWK Kecamatan Tanah Abang sampai dengan tahun 2005, dengan mempertimbangkan Jaya dukung lingkungan yang ada, di mana lahan terbangun tidak boleh lebih dari 20%. Walaupun keberadaan Gelora Senayan sebagai skala kota Jakarta dengan focal view Stadion Utama sudah kekurangan makna, tetapi setidak-tidaknya sebagai paru-paru kota dan pusat keolahragaan masih tetap jadi tumpuan. Pada redisain ini peruntukan setiap blok sudah jelas sehingga kemungkinan penguasaannya sudah sangat kecil, kecuali kalau dipaksakan.
Studi ini bersifat diskriptif eksploratif yakni, merupakan pemaparan basil studi literatur, survey visual dan konsep pengembangan fungsi Gelora Senayan untuk mencapai standar Iternasional sesuai daya dukung lingkungannya dengan tetap mempertahankan ciri Gelora Senayan sebagai Landmark Kota dan Jalur Hijau paru-paru kota serta daerah resapan air.
Dari hasil studi Redisain Gelora Senayan, keadaannya dianggap masih memenuhi syarat lingkungan, dengan kawasan terbangun kurang dari 20% dan Ruang Terbuka Hijau lebih dari 60%, tetapi tentu hal ini sudah merupakan peringatan karena keadaannya hanya sedikit di atas persyaratan minimum.

Redesigning Gelora Senayan Complex and Its Environmental CapacityFor the welfare and national pride of a nation, there is need for a never-ending development. However, this in turn may harm nature and eventually man as well Therefore, there is need for correction which is more holistic and interactive in the form of farsightedness, away from self-interest. This means that we have to be realistic and possess the ability to see the real life as it is.
From the micro aspect, Gelora Senayan is a green belt, the lungs of the city, an area of water absorption, place here birds and soft elements of city buildings. Whereas, from the macro aspect, Gelora Senayan is a Landmark of pride of a Nation, the center of sports,activities on a National and International scale. However, Gelora Senayan with its various reasons developed uncontrolled.
The initial concept of- Gelora Senayan in 1958 was in addition to its function as a Landmark of Jakarta, the Green Belt in the Southern area can also be utilized as State Ceremonial Functions site and it constitutes as one of the four tie knots of the outer road of Jakarta, namely Grogol, Tanjung Priok, Cawang and Semanggi. Based on such a concept, Gelora Senayan with Stadion Utama fain Stadium as Focal View, its appearance can be seen as beautiful and proper as a Monumental Object from the Semanggi/Clover leaf bridge, General Sudirman Road, Pintu Delapan Road and Asia Afrika Road To cover and guard security of all activities conducted in Gelora Senayan, two important supporting buildings were constructed, namely TVRI Tower across Pintu Delapan Road and Metro Jaya Regional Police Command Head-Quarters across the corner of General Gatot Subroto Road; whereas, alongside General Sudirman Road and General Gatot Subroto Road are kept as open green space except at each inter-section knot which is used as mile stone guidance.
Thus, it is clear that if we see the initial concept of Gelora Senayan in 1958, the site was planned by taking into consideration Jakarta City in its totality by using the spin-web network concept In line with the pace of time, the situation of space utilization available has changed from the initial spatial planning. This is due to the need of Gelora Senayan itself in order to complete the facilities and funding or other interests. The open Green Space next to The Clover Leaf Bridge where people can enjoy the sight of a beautiful object The Main Stadium of Gelora Senayan or State Ceremonies, at present, there emerged the Tilton Hotel complete with its apartments. Thus, Gelora Senayan, which initially was designed as Jakarta City has lost its meanings and became not as a part of The Clover Leaf Bridge anymore. The presence of Metro Jaya Police Head-Quarters as security support at the Plaza facing The Clover Leaf Bridge should a ceremony take place, it does not function anymore as such because High Rise Apartments intervened, hence, hindered such a purpose. The same is true along General Sudirman Road, the green stretch of land along the road has changed function and in the Gelora Senayan area the Ratu Plaza and the Department of Education and Culture buildings has been erected.
This change was brought about because on every green stretch of land there is no deterrent, so that it became easy to lay claim to that land. The anxiety of uncontrolled development of Gelora Senayan continue. Therefore, in 1989, Gelora Senayan underwent rectification in accordance with RBWK of Tomah Abang sub-district up to the year 2005. By considering the supporting capacity and the environment available as well as the observance that the constricted space must not exceed 20%. Although the existence of Gelora Senayan as Jakarta City scale with the focal view the Main Stadium has reduced significance, however, at least, as the lungs of the city and center for sports it will remain to be the savior. In this redesign, the allocation for each block is already clear, so that the possibility of being claimed is very much insignificant, unless it is forced to surrender.
This study is descriptive in nature and constitutes an elaboration of literature study, visual survey of the formational development concept of Gelora Senayan to reach International Standard in accordance with the supporting capacity of its environment by maintaining and defending as ever the nature of Gelora Senayan as the City's Landmark and green belt, the lungs of the city as well as an area for water absorbtion. The results of Redesigning Gelora Senayan study disclosed that, its condition is still regarded as meeting the environmental criteria, with a constructed area which is less than 20% and an open green space of more than 80%. However, this fact should constitute a warning since the situation is only a little above the minimal requirements.
"
Depok: Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Prajoko
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Sunandar
"Terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membutuhkan prasarana dan sarana yang tinggi, sedangkan kapasitas lahan untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana di Kota Jakarta terbatas, sehingga ruang hijau sebagai sarana untuk menyerap CO2 menjadi sangat terbatas. Karakteristik ruang hijau diidentifikasi melalui survey lapangan pada 158 lokasi. NDVI didapatkan dengan mengolah Citra Aster yang selanjutnya dilakukan analisis Regresi Linier untuk mengetahui keterkaitan antara biomassa hijau, ketebalan tajuk, kerapatan tajuk persentase tutupan tajuk dan persentase tutupan vegetasi bawah dengan nilai NDVI. Hasil perhitungan estimasi daya serap CO2 ruang hijau di DKI Jakarta didapatkan hasil sebesar 61.597,65 Kg. Kebutuhan teoritis ruang hijau yang didapatkan dari hasil perhitungan metode Wisesa didapatkan hasil kebutuhan ruang hijau DKI Jakarta sebesar 2.927.648 Km2 atau sebesar 44,20%. Kemudian dengan menggunakan analisis spasial dilakukan kesetaraan antara nilai kebutuhan teoritis ruang hijau dan luas ruang hijau dengan pendekatan regional dikaitkan dengan hasil intepretasi temperatur permukaan dan pola penggunaan lahan eksisting 2008, sehingga didapatkan tingkat kebutuhan ruang hijau di DKI Jakarta Tahun 2009 memperlihatkan gambaran kebutuhan ruang hijau rendah pada sebagian selatan dan timur wilayah Jakarta, namun semakin menuju pusat DKI Jakarta semakin tinggi tingkat kebutuhan ruang hijaunya, yaitu Kecamatan Gambir, Senen, Johar Baru, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Palmerah dan Matraman yang berada pada tingkat kebutuhan kritis atau khusus dikarenakan kebutuhan ruang hijau yang sangat tinggi, input CO2 yang tinggi dengan jumlah penduduk serta aktifitasnya yang padat, namun kurangnya luas wilayah yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau.
......Occurrence of high population growth will require the infrastructure and facilities is high, while the capacity of land to support the provision of infrastructure and facilities in the city of Jakarta is limited, so the green space as a means to absorb CO2 becomes very limited. Characteristics of green space are identified through field surveys in 158 location. NDVI obtained by processing Aster images the next conducted Linear regression analysis to determine the link between green biomass, thickness of the canopy, canopy density and percentage canopy cover percentage of vegetation cover under with the NDVI values. The calculated estimate of CO2 absorption of green spaces in Jakarta to get the results of 61,597.65 kg. Theoretical needs green space obtained from the results of the calculation method obtained results Wisesa green space requirement for DKI Jakarta 2,927,648 km2, or by 44.20%. Then by using spatial analysis is equality between the value of the theoretical requirement of green space and green space area with a regional approach to interpret the results associated with the surface temperature and the existing land use pattern in 2008, so get the green space requirements in Jakarta in 2009 shows the image of a green space requirement low in some southern and eastern areas of Jakarta, but more toward the center of Jakarta higher the rate of green space requirement, namely Gambir, Senen, Johar Baru, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Palmerah and Matraman District which is at the level of critical or special needs due to green space requirements are very high, high CO2 input to the population and its activities are solid, but the lack of an area that can be used as green space."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T39438
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
New York: John Wiley & Sons, 1997
712.2 ECO (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mcdonald, Brian Thomas
Hoboken: John Wiley & Sons, 2006
712.3 MCD I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hannebaun, Leroy
Reston: Reston Publishing, 1981
712 HAN l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Balston, Michael
Massachusetts: Rockport Publishers, 2001
712.6 BAL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Holden, Robert
London: Laurence King Publishing, 1996
R 712 HOL i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>