Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmad Isnanta
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan kematian mendadak. SKA kebanyakan terjadi pada usia di atas 45 tahun, Namun beberapa tahun terakhir ini angka kejadian infark miokard usia muda meningkat. Tujuan: Mengetahui perbedaan karakteristik angiografi koroner pada pasien SKA usia ≤45 tahun dengan pasien SKA usia > 45 tahun. Metode: Beratnya stenosis pembuluh darah diukur dengan Vessel Score (jumlah pembuluh darah koroner yang sakit dengan stenosis ≥ 70%) dan Stenosis Score. Hasil: Diteliti sebanyak 322 pasien SKA yang telah menjalani angiografi koroner di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta mulai Januari 2008 sampai Desember 2012. Pasien dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok satu adalah pasien usia ≤45 tahun dan kelompok kedua pasien usia>45 tahun. Ditemukan 322 pasien SKA (72 kasus ≤45 tahun dan 250 kasus >45tahun). Distribusi jumlah pembuluh darah yang sakit (vessel score) 1 VD (single vessel diseases) terbanyak pada usia ≤ 45 tahun (43.1 % vs 26.0 % ), sedangkan 3 VD (triple vessel diseases) terbanyak pada usia > 45 tahun (31.6 % vs 18,1 %). Hasil skor stenosis menunjukkan lebih rendah pada usia ≤ 45 tahun dibandingkan usia  45 tahun (median skor stenosis 4 vs 8) dengan perbedaan yang bermakna (p<0,001). Pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis yang terbanyak adalah Left Anterior Descending baik kelompok usia ≤ 45 tahun dan usia  45 tahun (65.3% and 74.0%). Pembuluh darah Left Circumflex dan Right Coronary Artery lebih sedikit pada usia ≤ 45 tahun dan bermakna secara statistik (26,4% dan 31,9% vs 46,4% dan 57,2%, p=0,002 dan 0,001). Simpulan: Jumlah pembuluh darah koroner yang sakit (vessel score) dan skor stenosis lebih kecil pada usia ≤ 45 tahun dibanding usia > 45 tahun
ABSTRACT
Background: Acute Coronary Syndrome (ACS) is the manifestation of coronary heart disease which can cause sudden death. ACS mostly occurs at the age > 45 years, but recently the incidence of myocardial infarction increases in yong ages. Objective: To determine compared between coronary angiography of acute coronary syndrome patients age ≤ 45 years with acute coronary syndrome patients age > 45 years. Methods: The severety of coronary stenosis was determined by Vessel score and Coronary score. Significant vessel score was defined as stenosis of angiography of more or equal to 70% lumen stenosis by eyeball examination Results :A total of 322 ACS patients who undergone coronary angiography in ICCU Cipto Mangunkusumo from January 2008 to December 2012. Patients were divided into two groups. One patient group is less or equal to the age of 45 years (72 cases) and the second group of patients over the age of 45 years (250 cases). Distribution of number of blood vessels disease 1 VD (single vessel diseases) highest in the age group ≤ 45 years (43.1 % vs 26.0 % ), while 3 VD (triple vessel diseases) highest in the age group > 45 years (31.6 % vs 18,1 %). stenosis score was lower at age ≤ 45 years to compare age > 45 years (median stenosis score 4 vs 8) with statistical significant difference (p < 0.001 ). The Left Anterior Descending Artery significant lesion was found high at the both age groups (65.3% and 74.0%). But the significant stenosis lesion was less found in Left Circumflex and Right Coronary Artery at the age ≤ 45 years (26,4% and 31,9% vs 46,4% and 57,2%, p=0,002 and 0,001). Conclusion :The number of coronary arteries diseases (Vessel score) and Stenosis score is lower at the age ≤ 45 years compared to patients age > 45 years.
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fadjri AS
Abstrak :
Adesi dan agregasi pletelet serta pembentukan trombin merupakan rangkaian proses pembentukan trombus yang mendasari sindrom koroner akut (SKA). Oleh karena itu terapi utama SKA adalah heparin dan anti agregasi platelet, disamping obat anti iskemia. Heparin berat molekul rendah (low molecular weight heparin LMWH) memiliki profil farmakokinetik yang lebih baik jika dibandingkan dengan heparin tak terfraksinasi (unfractionated heparin / UFH). Dari berbagai jenis LMWH, hanya enoxaparine yang memperlihatkan keuntungan jika dibandingkan dengan UFH dalam mencegah kematian, infark miokard dan angina berulang pada SKA. Manfaat tersebut mungkin bukan hanya disebabkan oleh efeknya terhadap pembentukan trombin tetapi juga oleh pengaruhnya terhadap adesi dan agregasi platelet melalui interaksi dengan faktor von Willebrand (vWF). Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek UFH dan enoxaparine terhadap peningkatan nilai vWF pada akhir terapi dan 48 jam setelah penghentian terapi pada penderita APTS atau IMA non-Q. Pada penelitian ini nilai vWF diperiksa dengan menggunakan teknik double antibody sandwich ELISA Penelitian dilakukan terhadap 37 subyek yang terdiri dari 19 subyek yang diterapi UFH dengan target APTT 1,5 - 2 x kontrol dan 18 subyek diterapi enoxaparine 1 mg/kg BB subkutan, 2 x sehari. Dilakukan pemeriksaan nilai vWF pada awal terapi (vWF1), akhir terapi (vWF2) dan 48 jam setelah penghentian terapi (vWF3). Terdapat efek penekanan. terhadap peningkatan nilai vWF hingga saat penghentian terapi secara bermakna oleh enoxaparine (192,1 ± 57,5 % menjadi 172,8 ± 63,0 %, rerata lama terapi 4,8 ± 1,0 hari, p=0,23), tetapi tidak demikian halnya dengan UFH (165,4 ±42,1 % menjadi 216,1 ±66,5 % rerata lama terapi 52,0 hari, p= 0,009). Terdapat perbedaan bermakna peningkatan nilai vWF pada awal hingga saat penghentian terapi (A vWF2-1) antara kedua kelompok tersebut (p =0,01). Dengan menggunakan data yang dapat dilengkapi hingga pemeriksaan nilai vWF 48 jam setelah penghentian terapi (UFH n=9 dan Enoxaparine n-13) masih dijumpai efek penekanan oleh enoxaparine terhadap peningkatan nilai vWF. Efek tersebut tidak dijumpai pada subyek yang diterapi dengan UFH.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gogor Meisadona
Abstrak :
Latar belakang: Dehidrasi sering terjadi pada stroke iskemik akut SIA dan secara teoretik dapat memperburuk luaran pasien dengan menurunkan curah jantung dan meningkatkan viskositas darah sehingga menurunkan aliran darah otak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dehidrasi dapat memperburuk luaran klinis dan fungsional SIA. Metode: Studi kohort dilakukan antara Oktober 2016-April 2017. Sebanyak 44 subjek ikut penelitian dan dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan rasio ureum/kreatinin darah dan osmolalitas serum. Dehidrasi didefinisikan sebagai rasio ureum kreatinin 332,1 atau osmolalitas darah >310 mOsm/kg pada hari pertama masuk rumah sakit. Luaran diukur dengan 2 skala: 1 perbedaan nilai National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS pada hari pertama dan ke-7 pascaawitan; dan 2 nilai modified Rankin scale mRS pada hari ke-30 pascaawitan. Hasil: Sebanyak 44 subjek ikut serta dalam penelitian dehidrasi, n = 21; kontrol, n = 23 . Sebanyak 25 subjek 57 adalah pria; 4 subjek 9 mengalami partial anterior circulation infarct PACI dan 40 subjek 91 mengalami lacunar infarct LACI . Dehidrasi tidak berhubungan dengan perburukan NIHSS nilai p = 0.176 atau nilai mRS-30-hari yang buruk nilai p = 1.00 . Satu-satunya variabel yang berhubungan dengan perburukan NIHSS atau nilai mRS-30-hari yang buruk adalah PACI nilai p masing-masing 0.003 and 0.001. Kesimpulan: Dehidrasi tidak berhubungan dengan perburukan NIHSS atau nilai mRS-30-hari yang buruk. Studi lebih lanjut dibutuhkan dengan kriteria diagnostik dan luaran yang lebih baik. ...... Background: Dehydration occurs frequently in patients with acute ischemic stroke AIS and theoretically can worsen patient rsquo s outcome by decreasing cardiac output and increasing blood viscosity resulting in decreased cerebral blood flow. The aim of this study was to determine whether dehydration worsened clinical and functional outcome of AIS. Method: A cohort study was performed between October 2016 and April 2017. There were 44 subjects with AIS recruited. Subjects were divided into 2 groups on the basis of blood ureum creatinine ratio and serum osmolality. Dehydration is defined as ureum creatinine ratio 332,1 or blood osmolality 310 mOsm kg at admission day. Outcome was measured with 2 scale 1 National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS score difference on admission compared to score at day 7 of hospitalization and 2 modified Rankin scale mRS at day 30 after AIS onset. Result: A total of 44 subjects were enrolled dehydration, n 21 control, n 23. 25 subjects 57 were male 4 subjects 9 had partial anterior circulation infarct PACI and 40 subjects 91 had lacunar infarct LACI . Dehydration was not associated with either NIHSS worsening p value 0.176 or poor 30 day mRS p value 1.00 . The only variable associated with poor NIHSS and mRS outcome was PACI p value 0.003 and 0.001, respectively. Conclusion: This study found that dehydration in AIS was not associated with poor 7 day NIHSS and 30 day mRS outcome. Further study with better diagnostic and outcome criteria is required.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Herlina
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berisi gambaran EWS pada 6-8 jam sebelum kejadian code blue atau kegawatan medis yang terjadi di ruang rawat. Penelitian ini dilakukan di ruang rawat dewasa gedung A RSUPN CM. Populasi penelitiannya adalah seluruh klien dewasa yang dirawat di ruang rawat gedung A.Sampel yang diambil adalah klien dewasa yang mengalami code blue.Desain penelitianyang dibuat adalah berupa deskriptif dan bersifat retrospektif. Data yang dikumpulkan diperoleh dari status klien. Berdasarkan penelitian sebelumnya deteksi dini yang dilakukan sangat berguna untuk mengurangi resiko munculnya henti jantung Duncan Mc Mulan, 2012 . Oleh karena itu maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul ldquo;Gambaran Early Warning Score 6-8 jam Sebelum Kejadian Code Blue atau Kegawatan Medis Di Ruang Rawat Dewasa Gedung A RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo rdquo.
ABSTRACT
The prevalency of code blue and mortality in the hospital was being increased.because of that needed a standard to decrease mortality. One of the standard is EarlyWarning Score. The aim of this research was to know description of early warningscore 6 8 hours before code blue in general ward. The sample was 86 clients thathave code blue. The design was descriptive retrospektif. The data analysis wasunivariat. The result show that characteristic median age was 48, median length ofstay of 7 days, the gender male 48. The most of medical diagnosis are cancer andleukemia 22. The reason of emergency calling almost was respiratory distress48 55,8 . TMRC action in form of CPR 38, monitoring clinical clients post codeblue were ICU ICCU HCU 36. The most category of early warning score was yellow32. Based on this result shows that monitoring using early warning score tool shouldbe done early, in order to decrease emergency calling in general wards.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library