Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Padang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1992
306 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Herman
Bandung: Alumni, 1975
340.57 HER h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Gelar Datoek Sanggoeno Diradjo
Fort de Kock: Drukkerij Gebroeders LIE, 1924
340.575 IBR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Tri Astuti
"Tanah ulayat merupakan suatu wilayah dari suatu kaum yang diakui sebagai pemilik dari tanah yang telah dikuasai oleh kaum tersebut sebagai suatu pusaka tinggi, yang diturunkan dari nenek moyang kaum tersebut dari garis keturunan ibu (matrilineal), yang diakui secara hukum adat Minangkabau. Sebagai pusaka tinggi tanah ulayat tidak dapat dimiliki secara pribadi oleh angota kaum, hal ini dikarenakan tanah ulayat merupakan hak kepemilikan bersama anggota kaum, untuk mengolah, menikmati hasil dari tanah ulayat tersebut yang pengelolaannya diawasi oleh mamak kepala waris. dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang mengatur lebih lanjut mengenai penguasan, pengelolaan, dan kepemilikan tanah yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia, maka untuk pemerataan dan pembangunan diseluruh wilayah, maka hal-hal yang telah diakui oleh hukum adat disemua masyarakat hukum adat yang secara nyata masih ada keberadaannya, maka akan tetap diakui sebagai wilayah tanah adat. Akan tetapi penguasaan, pengelolaan dan kepemilikan tanah tersebut haruslah diselaraskan dengan kepentingan yang lebih luas untuk kepentingan pembangunan negara demi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan UU Agraria tersebut, ternyata ada pergeseran mengenai hak kepemilikan tanah ulayat, dimana disatu segi masih mempertahankan tanah ulayat tidak dapat dijual, atau tidak dapat dimiliki secara pribadi baik oleh anggota kaum maupun orang luar kaum, disisi lain karena adanya peluang untuk melakukan transaksi kepada orang pribadi maupun badan hukum  yang ingin berinvestasi diwilayah tanah ulayat, dengan cara pelepasan hak dari tanah ulayat tersebut sehingga tanah ulayat yang telah dilakukan pelepasan hak dibuatkan sertifikat dan menjadi sah berpindah kepemilikannya kepada orang pribadi maupun badan hukum. Hal inilah yang merupkan salah satu pemicu timbulnya sengketa yang berhubungan dengan tanah ulayat. Mamak kepala waris yang diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengelola tanah ulayat, harus dapat memilih dan memilah, apakah transaksi yang dilakukan dengan orang luar kaum tersebut dapat memberikan keuntungan bagi masa depan keturunan kaum, seperti masa depan Pendidikan, kehidupan ekonomi, dan tetap menjaga agar suatu kaum tidak kehilangan tanah ulayatnya, disinilah peran mamak kepala waris dalam mempertahankan masa depan dan keberadaan tanah ulayat yang merupakan harta pemersatu suatu kaum menurut adat Minangkabau.    

Ulayat land is an area of ​​a people who is recognized as the owner of the land that has been controlled by that people as a high heritage, which is inherited from the ancestors of that people through the maternal lineage (matrilineal), which is recognized according to Minangkabau customary law. As a high heritage, ulayat land cannot be owned privately by members of the clan, this is because ulayat land is a joint ownership right of members of the clan, to cultivate and enjoy the results of the ulayat land, the management of which is supervised by the head of the inheritance. with the enactment of Law no. 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles, which further regulates the control, management and ownership of land within the territory of the Republic of Indonesia, so that for equal distribution and development throughout the territory, things that have been recognized by customary law In all customary law communities that actually still exist, they will still be recognized as customary land areas. However, control, management and ownership of land must be aligned with broader interests in the interests of state development for the prosperity of all Indonesian people. In the implementation of the Agrarian Law, it turns out that there has been a shift regarding customary land ownership rights, where on the one hand it is still maintained that customary land cannot be sold, or cannot be owned privately either by members of the clan or people outside the clan, on the other hand because there is an opportunity to carry out transactions with Individuals or legal entities who wish to invest in customary land areas, by relinquishing rights to the customary land, so that the customary land for which the rights have been relinquished is made a certificate and ownership becomes legally transferred to the individual or legal entity. This is one of the triggers for the emergence of disputes related to communal land. The head of the heir who is given the responsibility to supervise and manage the ulayat land, must be able to choose and sort out whether transactions carried out with people outside the clan can provide benefits for the future of the clan's descendants, such as the future of education, economic life, and maintaining good health. a people does not lose their customary land, this is the role of the head of the waris in maintaining the future and existence of the customary land which is the unifying property of a people according to Minangkabau custom."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi
"ABSTRAK
Sistem kewarisan di Minangkabau sangat berbeda
dengan sistem kewarisan adat yang lain. Minangkabau
mengenal adanya harta pusaka kaum yaitu harta pusaka
tinggi dan harta pusaka rendah. Orang yang sangat
berpengaruh dan mempunyai kuasa penuh terhadap harta
pusaka kaum adalah mamak kepala waris atau lebih
dikenal dengan sebutan Mamak. Mamak di Minangkabau
pada umumnya adalah seorang laki-laki yang dituakan
memangku jabatan sebagai pemimpin dari suatu paruik.
Mamak mempunyai tanggung jawab besar terhadap
kesejahteraan dan keselamatan semua kemenakan. Manfaat
dari harta pusaka adalah untuk keselamatan nagari,
menjaga keselamatan kaum, melindungi anak-anak kecil
dan menjaga nagari dari orang-orang yang ingin berbuat
jahat. Oleh sebab itu sangat tidak diperbolehkan harta
pusaka itu dijual, digadaikan apalagi
dihilanglenyapkan oleh siapapun yang menjadi anggota
kaum Kecuali untuk kepentingan yang sanagat mendesak.
Dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang
memerlukan pembahasan yakni: Bagaimana bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh mamak kepala waris
terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris adat
Minangkabau, dan Bagaimana kedudukan mamak kepala
waris terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris
adat Minangkabau? Metode yang digunakan adalah
kepustakaan yang bersifat normatif dengan menggunakan
tipe penelitian eksplanatoris dengan tujuan evaluatif.
Setelah melihat kenyataannya dapat disimpulkan bahwa
pengawasan dan kedudukan mamak kepala waris yang
ditemukan sekarang ini hanya sebatas pada harta pusaka
tinggi, yaitu dalam bentuk Ganggam bauntuak yaitu hak
untuk mengelola, menikmati hasil dari apa yang telah
dikelola oleh seseorang atas tanah yang dikuasai dan
digunakan untuk keperluan kaum. Karena semakin
berkurangnya harta pusaka, sementara jumlah kemenakan
semakin bertambah maka sebaiknya mamak kepala waris
mempergunakan ranji dalam hal pemakaian harta pusaka
yang dipergenggam bauntuakkan, tujuannya agar semua
kemenakan dapat menikmati pemakaian ganggam bauntuak
tersebut secara nyata."
2005
T36893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chidir Ali
Jakarta: Pradnya Paramita, 1984
340.57 CHI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A.M. Datuk Maruhun Batuah
Djakarta: Poesaka Aseli, 1961
340.575 DAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus Hakimy Dt Rajo Penghulu
Padang: LKAAM Sumatera Barat, 1968
340.509 5 IDR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Anwar
Jakarta: Rineka Cipta, 1997
340.575 CHA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>