Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amallia Ashari
"Fenomena perilaku merokok pada remaja di Indonesia semakin meningkat. Perokok percaya bahwa merokok dapat mengurangi stres. Tekanan dan lingkungan pertemanan maupun akademik dapat memicu timbulnya stres yang dialami oleh remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres dan perilaku merokok pada remaja SMA/K Kabupaten Tangerang. Sampel penelitian ini berjumlah 111 remaja pelajar SMA/K Kabupaten Tangerang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini menggunakan instrument DASS-42 (r = > 0,6) untuk mengukur tingkat stres dan instrument perilaku merokok (r = >0,6) untuk mengukur perilaku merokok pada remaja. Analisis bivariat menggunakan Chi-square. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat stress sedang tidak mempengaruhi terjadinya perilaku merokok pada remaja sehingga hasil yang di dapat perilaku merokok dapat terjadi karena pengaruh dari faktor lain. Penelitian selanjutnya dapat menggali secara kualitatif kemampuan individu dalam menghindari pengaruh teman untuk merokok atau dilakukan penelitian tentang upaya menghindari rokok dari pengaruh teman. Peneliti juga dapat menggali faktor-faktor remaja yang dapat mempengaruhu stress dan dampak yang bisa terjadi pada remaja.
......The phenomenon of smoking behavior in adolescents in Indonesia is increasing. Smokers believe that smoking can reduce stress. Pressure and the social and academic environment can trigger the stress experienced by adolescents. This study aims to determine the relationship between stress levels and smoking behavior in high school adolescents in Tangerang Regency. The sample of this study amounted to 111 adolescent high school students / K Tangerang Regency with purposive sampling technique. This study used the DASS-42 instrument (r = > 0.6) to measure stress levels and the smoking behavior instrument (r = > 0.6) to measure smoking behavior in adolescents. Bivariate analysis using Chi-square. The results showed that moderate stress levels did not affect the occurrence of smoking behavior in adolescents so that the results obtained smoking behavior could occur due to the influence of other factors. Further research can explore qualitatively the individual's ability to avoid the influence of friends to smoke or conduct research on efforts to avoid smoking from the influence of friends. Researchers can also explore adolescent factors that can influence stress and the impact that can occur on adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Amaliah
"Latar belakang: Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun sistemik yang 10-20% kasusnya memiliki awitan sejak masa kanak. Kesintasan anak dengan LES di negara maju maupun berkembang jauh meningkat sejak beberapa dekade terakhir. Meskipun kesintasannya meningkat, tidak semua anak dan remaja LES dapat memasuki masa dewasa dengan baik. Layanan transisi remaja merupakan jembatan penghubung antara layanan kesehatan anak dan dewasa yang mulai banyak dikembangkan untuk remaja dengan kebutuhan medis khusus seperti LES.
Metode: Studi pre-eksperimental pada remaja LES berusia 15 tahun hingga 17 tahun 6 bulan dilakukan di RSUPNCM dalam kurun waktu antara Desember 2022 hingga Mei 2023. Dalam studi ini seluruh subyek diikutkan dalam modul transisi remaja yang kegiatannya dilakukan secara daring maupun luring. Kegiatan daring meliputi 3 kali pemaparan materi dan diskusi interaktif dengan tema LES, masa remaja, dan layanan kesehatan di klinik dewasa. Kegiatan luring dilakukan melalui bermain peran menyerupai suasana saat melakukan kunjungan mandiri di layanan kesehatan dewasa yang dilakukan pada akhir penelitian. Luaran modul transisi dinilai dengan membandingkan rerata skor TRAQ 6.0 Bahasa Indonesia sebelum dan sesudah mengikuti modul transisi.
Hasil: Terdapat 36 remaja LES yang mengikuti modul transisi, namun hanya 32 subyek yang mengikuti ≥75% kegiatan. Rerata skor TRAQ 6.0 Bahasa Indonesia sebelum mengikuti modul adalah 3,4 (0,6). Rerata tersebut meningkat menjadi 3,8 (0,6) setelah mengikuti modul (p=0.001). Tidak ada hubungan antara lama sakit, derajat aktivitas penyakit, dan kunjungan mandiri terhadap skor TRAQ 6.0 Bahasa Indonesia sebelum mengikuti modul transisi.
Simpulan: Modul transisi remaja terbukti dapat meningkatkan kesiapan transisi remaja dengan LES berusia 15-17 tahun.
......Background: Systemic lupus erythematosus (SLE) is a systemic autoimmune disease in which 10-20% of cases have an onset in childhood. The survival of children with SLE in both developed and developing countries has increased greatly in the last few decades. Although survival has increased, not all children and adolescents with SLE can enter adulthood well. Adolescent transition services are a bridge between child and adult health services which have begun to be developed for adolescents with special medical needs such as SLE.
Methods: The pre-experimental study on LES adolescents aged 15 to 17 years 6 months was conducted at Cipto Mangunkusumo General Hospital from December 2022 to May 2023. In this study, all subjects were included in the adolescent transition module, whose activities were carried out both online and offline. Online activities include 3 presentations of material and interactive discussions on the themes of LES, adolescence, and health services in adult clinics. Offline activities are carried out through role playing, resembling the atmosphere during independent visits to adult health services carried out at the end of the study. The main outcome of the transition module was assessed by comparing the average Indonesian TRAQ 6.0 score before and after participating in the transition module.
Results: There were 36 LES adolescents who took part in the transition module, but only 32 subjects took ≥75% of the activities. The average Indonesian TRAQ 6.0 score before taking the module was 3.4 (0.6). The mean increased to 3.8 (0.6) after participating in the module (p=0.001). There is no relationship between disease duration, degree of disease activity, and independent visits to the Indonesian TRAQ 6.0 score before joining the transition module.
Conclusion: The transition module has been proven to increasing transition readiness of adolescents aged 15 to 17 years with SLE."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Tunggal Mulyandari
"Mempersiapkan kehidupan remaja sebagai fase unik perkembangan manusia merupakan suatu investasi berdampak besar bagi berbagai aspek kehidupan. Salah satu fase masa transisi kehidupan pada periode perkembangan remaja yaitu membentuk sebuah keluarga. Remaja perlu dipersiapkan mengenai hal-hal dalam merencanakan pernikahan sesuai siklus kesehatan reproduksi. Perencanaan kehidupan berkeluarga diantaranya merencanakan usia menikah, jumlah anak yang diinginkan, jarak kelahiran antara 2 anak, serta keinginan memakai alat/ cara KB di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan keterpaparan informasi dengan perencanaan kehidupan berkeluarga pada remaja di Indonesia.
Desain penelitian cross-sectional menggunakan data survei RPJMN tahun 2015 Modul Remaja. Sampel penelitian ini yaitu remaja laki-laki dan perempuan belum kawin usia 15-24 tahun di Indonesia. Keterpaparan informasi yang berperan dalam perencanaan kehidupan berkeluarga yaitu keterpaparan informasi KB, keterpaparan informasi KRR, serta keterpaparan informasi GenRe. Media yang efektif diakses remaja untuk memperoleh informasi diantaranya media elektronik televisi, website/internet , media cetak koran/majalah, poster , dan media luar ruang spanduk, billboard/baliho . Sosialiasi GenRe perlu lebih digencarkan kepada masyararakat luas khususnya remaja. Pemanfaatan berbagai jenis media serta keterlibatan pihak lain dibutuhkan dalam upaya optimalisasi penyebarluasan informasi terkait KB, KRR, dan GenRe.
......
Preparing adolescent life as a unique phase of human development is an investment has a major impact on many aspects of life. One phase of the transition of life in the period of adolescent development is to form a family. Adolescents need to be prepared on matters in marriage planning with reproductive health cycle. Planning in family life including planning the age of marriage, the number of children, the birth spacing, and the desire to use kind of family planning in the future. This study aims to see the relationship of information exposure and adolescent planning in family life in Indonesia.
Cross sectional research design using RPJMN survey data 2015 Adolescent Module. The sample of this research is never married men and women 15 24 years old in Indonesia. Exposure of information that plays a role in adolescent planning in family life is exposed to family planning KB information, exposed to adolescent health reproductive KRR information, and exposed to GenRe information. The effective media used by adolescents to get information is electronic media television, website internet, print media newspapers magazines, posters, and outdoor media banners, billboards. Socialization of GenRe needs to be more intensify to the community, especially adolescent. Utilization of various types of media and involvement of any partners needs to optimize dissemination of information related to KB, KRR, and GenRe."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Ketut Aryastami
"Latar Belakang: Stunting atau tumbuh pendek sudah dimulai dari kandungan ibu dengan indikasi BBLR dengan pertumbuhan dibawah kurva standar. Masa kritis pertumbuhan terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan. Studi ini dilakukan untuk meneliti pengaruh pertumbuhan dini terhadap pertumbuhan pada usia pra-pubertas.
Metode: Disain penelitian adalah retrospektif, menggunakan data panel Indonesian Family Life Survey tahun 1993, 1997, dan 2000. Studi populasi adalah rumah tangga, mencakup 13 dari 27 provinsi yang ada pada tahun 1993 dengan keterwakilan urban-rural dan nasional. Sampel adalah anak usia 0-2 tahun pada baseline, diukur kembali pada usia 4-6 tahun dan 7-9 tahun (pra-pubertas). Data analisis dilakukan dengan metode Regresi Logistik Ganda.
Hasil: Pertumbuhan usia dini menentukan pertumbuhan usia pra-pubertas. Faktor- faktor yang berpengaruh pada pendek usia dini antara lain miskin (OR=1,78; 95%CI=1,06-2,99), tinggal di perdesaan (OR=2,92; 95%CI=1,74-4,90), sanitasi lingkungan yang buruk (OR=1,84; 95%CI=1,10-3,09). Stunting pada usia 4-6 tahun dipengaruhi oleh pendek pada usia dini (OR=3,73; 95%CI= 2,160-6,343).
Pengaruh dan pola pertumbuhan pendek (P) dan normal (N) pada usia dini (02) dan usia 4-6 tahun (46) menunjukkan, 77,1% anak 02P_46P tumbuh tetap pendek pada usia pra- pubertas (OR=27,43; 95%CI=11,68-64,43). Sebanyak 59,5% anak 02N_46P mengalami growth faltering dan menjadi pendek (OR=14,00; 95%CI=5,95-32,95). Anak yang usia 02P_46N sebanyak 84,3% tumbuh tetap normal (OR=1,48; 95%CI=0,55-4,00; p=0,441) pada usia pra-pubertas. Perbaikan pertumbuhan setelah usia dini didukung oleh adanya perbaikan ekonomi secara umum.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stunting pada usia pra-pubertas berbeda menurut disain yang digunakan dalam analisis. Analisis dengan disain cross-sectional menunjukkan, faktor yang berpengaruh terhadap stunting pada pra-pubertas adalah pendek pada usia dini, miskin, sanitasi lingkungan dan jenis kelamin; sedangkan analisis dengan disain longitudinal menunjukkan, stunting pada usia pra-pubertas secara signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan pada usia dini dan pola pertumbuhan antara usia dini dan pra-pubertas.

Background: Stunting or growing short has been started in the womb of mothers, indicated by having low birth weight and grew in deviation curve. Critical window of growth taken place at first 1000 days of life. This study was conducted to investigate the influence of early growth, towards the growth of pre-puberty's period.
Method: The design of the study was retrospective, utilizing the Indonesian Family Life Survey panel data of 1993, 1997, and 2000. Study population was Indonesian households covering 13 out of 27 provinces in 1993 for the representativeness of urban-rural and national. Sampel was children age of 0-2 years old at the baseline, followed up at age of 4-6 years and 7-9 years (pre-puberty). The method of data analysis was Multivariate Logistic Regression.
Results: Early child growth was appointed growth of pre-puberty. Factors related to stunted or short at early life was poverty (OR=1,78; 95% CI=1,06-2,99), urban settlement (OR=2,92; 95% CI=1,74-4,90), as well as poor hygiene and sanitation (OR=1,84; 95% CI=1,10-3,09). Short at age of 4-6 years is related to short at early age (OR=3,73; 95% CI= 2,160-6,343).
Early growth and growth pattern of stunted (S) and normal (N) at early age or age of 0-2 years (02) and age of 4-6 years (46) showed, 77,1% of 02S_46S stayed stunted (OR=27,43; 95%CI=11,68-64,43). As much as 59,5% of 02N_46S experienced growth faltering becoming stunted (OR=14,00; 95%CI=5,95-32,95). Children who were 02S_46N account for 84,3% growed normal (OR=1,48; 95%CI=0,55-4,00; p=0,441) at pre-puberty. Growth improvememnt of these subjects seemed supported by the economic development in general.
Factors related to pre-puberty growth differed between the methods of analysis. Cross- sectional analysis showed that factors related to pre-puberty growth were short in early age, poverty, health sanitation and sex; meanwhile longitudinal analysis of growth showed that pre-puberty growth significantly influenced by early growth and growth pattern in between the age period.
Conclusion and novelty: the growth at early age and growth pattern in between age period appointed the pre-puberty growth. Novelty of this study is stunted or short at age 0-2 and continuously short at age 4-6 year was at risk of stayed short at pre-puberty (7-9 year). In addition, grew normal at early age, but short at age 4-6 year was also at risk of stunting at pre-puberty. However, short at age 0-2, but getting normal or catch up at age of 4-6 was protective or stayed normal at pre-puberty.
Recommendation: Recommendation of this research is that a multi-center study need to be conducted at the pocket areas of NTT and Papua so that problems related specific solution can be done to prevent stunting. Efforts in stunting intervention should be focused at first 1000 days of life, and if necessary be followed up until age of five years. The implementation of standard operational procedure of mother's and baby's cohorts as well as KIA's book should be strengthened. In addition, law enforcement of those procedure should be complemented with structured trainings of the midwives as a capital of a valid data that can be used to study growth in relation to degenerative diseases in the future. Intergrated programs with other sectors should be conducted hands in hands to reduce stunting through community empowerment as well as households income's generation."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Hariani
"Menarche dini merupakan salah satu faktor risiko kanker payudara yang berhubungan dengan lama pajanan estrogen. Penelitian mengenai faktor-faktor risiko menarche dini belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan gizi, antropometri dan komposisi tubuh, serta aktivitas fisik dengan kadar estradiol dan menarche dini. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan subjek remaja putri 13-15 tahun di Jakarta, sejak Januari 2014 sampai Januari 2015. Analisis asupan gizi dilakukan dengan metode 24-hour recall dan Food Frequency Questionnaires (FFQ) semikuantitatif. Variabel antropometrik dan komposisi tubuh meliputi berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT), dan persentase lemak tubuh. Namun ditambahkan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) dan lingkar pinggang (LP). Aktivitas fisik dinilai dengan Physical Activity Questionnaire (PAQ). Kadar estradiol serum diukur pada fase folikuler. Menarche dini adalah usia saat menstruasi pertama kali kurang dari 12 tahun. Terdapat 189 remaja putri usia13-15 tahun yang dilibatkan dari 8 SMP di Jakarta. Asupan gizi remaja putri berdasarkan PUGS cukup karbohidrat, kurang protein, tinggi lemak, dan rendah serat.
Berdasarkan kriteria z-score IMT/U dari WHO, ditemukan sebanyak 3,2% gizi kurang, 73,5% normal, 18% mengalami overweight dan 5,3% mengalami obese. Lebih dari 90% subjek penelitian memiliki aktivitas fisik rendah. Proporsi menarche dini pada penelitian ini 22,8%. Kadar estradiol berkorelasi positif dengan asupan energi, protein, dan lemak. Berdasarkan kategori asupan, median estradiol berhubungan dengan asupan karbohidrat dan lemak. Terdapat korelasi negatif antara kadar estradiol dan LLA, LP serta z-score IMT/U. Terdapat hubungan antara menarche dini dan variabel-variabel antropometrik LLA dan LP serta z-score IMT/U. Tidak terdapat hubungan antara menarche dini, asupan gizi, aktivitas fisik, dan kadar estradiol. Faktor determinan kadar estradiol adalah asupan energi, protein, lemak dan zscore IMT/U, sedangkan faktor determinan menarche dini adalah LP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa untuk menurunkan faktor risiko kanker payudara, perlu memperhatikan faktor-faktor yang terkait kadar estradiol dan menarch.
......Early menarche has been known as a risk factor of breast cancer because its association with the length of exposure time to estrogen. There are not much studies has been done on risk factors of early menarche. The aim of this study was to know the association among nutritional intake, anthropometry and body composition, physical activity, estradiol level and early menarche. This was a cross-sectional study involving adolescent girls aged 13-15 years in Jakarta, between January 2014 and January 2015. Interview on nutritional intakes were done by using the 24-hour recall and semiquantitative Food Frequency Questionnaires (FFQ). The anthropometric and body composition variables included body weight, body height, body mass index (BMI) and body fat percentage; however, additional variables were also measured, i.e. mid-upper arm circumference (MUAC) and waist circumference (WC). Physical activity was assessed by using the Physical Activity Questionnaires (PAQ). Serum estradiol levels was measured during follicular phase. Early menarche was defined if the first menstruation occurred before the age of 12 years. There were 189 adolescent girls enrolled in this study from 8 junior high schools in Jakarta.
Based on guidelines of balanced nutrition, nutritiotional intake of adolescent girls were adequate carbohydrate intake, low protein intake, high fat intake, and low fiber intake. based on the WHO z-scores of BMI per age, there was 3,2% underweight, 73,5% normal, 18% overweight and 5,3% obese subjects. More than 90% of the study subjects had mild physical activity. The proportion of early menarche was 22.8%. Estradiol level was positive correlated with the intakes of energy, protein, and fat. Based on the diet intake category, median estradiol level was associate with the intakes of carbohydrate and fat. There was a negative correlation between estradiol level and MUAC, WC, and z-scores BMI per age. There was an association between early menarche and antrophometric measures (MUAC and WC) and z-scores BMI per age. No association was found between early menarche and nutritional intake, physical activity, or estradiol level. Determinant factors of estradiol level were the intakes of energy, protein, fat, and z-score BMI per age; while determinant factor of early menarche was waist circumference. To conclude, in order to reduce breast cancer risk, we should paid attention on factors associated with increased estradiol level and early menarche i.e. fat intake, physical acitivity and normal body weight."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Naelufara
"ABSTRAK
Pada setiap tapan perkembangan selalu ada tugas-tugas atau sejumlah
perilaku yang harus dipenuhi, yang merupakan harapan atau tuntutan dari
masyarakat. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah adanya
perubahan dari homosocial interest menjadi heterosocial concern, dimana
remaja mulai tertarik dan menaruh perhatian pada lawan jenis (Rice,1990).
Pada masa remaja akhir menjelang dewasa, umumnya remaja telah memiliki
pacar. Bila keadaan dirinya tidak sesuai dengan peran untuk usianya maka
hal ini diartikan sebagai suatu kegagalan baginya yang akhirnyaberpengaruh
terhadap pandangan orang tersebut mengenai dirinya.
Penelitian ini ingin menguji apakah benar bahwa ada perbedaan yang
bermakna pada konsep diri remaja yang sudah berpacaran dengan yang
belum berpacaran.
Subyek penelitian ini adalah remaja akhir usia 18-22 tahun baik yang sudah
berpacaran ataupun belum berpacaran. Subyek dipilih pada usia 18-22 tahun
karena pada umumnya remaja dengan usia tersebut sudah pernah
berpacaran.
Penilaian konsep diri ini diukur dengan menggunakan Tennessee Self-
Concept Scale (TSCS) yang terdiri atas tiga dimensi eksternal yaitu dimensi
diri identitas, kepuasan diri, dan diri tingkah laku serta lima dimensi internal
yaitu, dimensi diri fisik, diri moral-etik, diri personal, diri keluarga dan diri
sosial, penelitian ini dilakukan pada 66 remaja yang sudah berpacaran dan
65 remaja yang belum berpacaran. Setelah data terkumpul dan dilakukan analisa diperoleh hasil yang
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja
yang sudah berpacaran dengan remaja yang belum berpacaran. Remaja
yang sudah berpacaran memiliki konsep diri yang lebih tinggi atau positif
dibandingkan remaja yang belum berpacaran.
Kami berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat
dan dapat memberi masukan bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja,
sehingga mereka dapat lebih memahami tahap perkembangan remaja
beserta kebutuhan-kebutuhannya."
2004
S3463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library