Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
Loebis, A.B. (Ali Basja)
Jakarta: Pusat Informasi Hukum, 1978
362.734 LOE a
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Arsandy Rananda D. S.
"Adopsi internasional di Indonesia telah menjadi kenyataan sosial, dan hubungan hukum keperdataan semacam ini diliputi unsur-unsur asing yang menjadikan perbuatan hukum ini memiliki hubungan yang kompleks antara para pihak terkait sehingga memiliki konsekuensi hukum yang kompleks pula. Adopsi internasional ini merupakan persoalan HPI sehingga tinjauan dengan menggunakan aspekaspek HPI akan membantu menguraikan dan menentukan hukum yang seharusnya diberlakukan dalam persoalan tersebut dengan demikian, fungsi hukum sebagai pelindung dan penjamin hak-hak warganegaranya dapat diterapkan secara tepat. Kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan kasus-kasus contoh adalah Indonesia perlu terus mengupayakan terciptanya suatu sistem adopsi domestik maupun internasional yang kredibel dan menjamin perlindungan anak.
International adoption in Indonesia has become a social reality and it is complex because there are foreign elements surrounding it, making its legal consequences complex as well. International adoption is a Private International Law matter, hence an analysis using aspects of Private International Law will help in determining what is the applicable law so a resolution can be achieved and the law can excell in its function of guardians of public interests. In conclusion based on the case studies, Indonesia have to continue taking steps for establishing a credible adoption system that will ensure the protection of children."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46683
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ariqa Nindya Luana
"Sudah menjadi hak anak untuk diakui dan memperoleh hubungan hukum dengan kedua orang tuanya, terlepas dari dalam keadaan apa pun anak tersebut dilahirkan. Pada dasarnya, pengakuan anak dikenal sebagai suatu lembaga untuk memfasilitasi pengakuan orang tua terutama ayah atas anak yang lahir di luar perkawinan. Dalam penjelasan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, pengakuan anak lebih dikenal sebagai pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama dan disetujui oleh ibu kandung anak tersebut. Berkaitan dengan pendefinisian tersebut, Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan mengsyaratkan adanya perkawinan antara kedua orang tua anak yang akan diakui untuk melangsungkan perkawinan yang sah secara agama. Hal tersebut menimbulkan kejanggalan tersendiri, sebab ketentuan tersebut seakan menggeser makna “anak luar kawin”, sebab menurut pemahaman umum, anak luar kawin dikenal sebagai anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah menurut hukum agama. Selain itu, ketentuan tersebut telah menutup akses hak asasi bagi anak-anak hasil perkawinan adat untuk diakui. Nyatanya dalam keadaan kongkrit, perkawinan adat berdasarkan aliran kepercayaan masih marak dilakukan di Negara Indonesia, mengingat tingkat pluralisme yang sangat tinggi dan kentalnya hukum adat dalam Sebagian titik masyarakat Indonesia. Oleh karenanya dibutuhkan suatu pemahaman komprehensif untuk dapat melaksanakan pengakuan anak hasil perkawinan adat di Negara Indonesia.
It is one of a child's rights to be acknowledged and obtain a legal relationship with his parents, regardless of the kind of situation they were born into. Child acknowledgment is an institution that facilitates parents' acknowledgment, especially fathers, for children born out of wedlock. In the elucidation of Article 49 paragraph (2) of Law Number 24 of 2013 concerning Population Administration, child recognition is better known as a father's confession to his child born from a legal marriage according to religious law and approved by the child's biological mother. In connection with this definition, Article 49 paragraph (2) of Law Number 24 of 2013 concerning Population Administration requires a marriage between the child's two parents to be recognized to carry out a religiously legal marriage. It gives rise to its peculiarity because the provision seems to shift the meaning of "children outside of wedlock." In general understanding, "children out of wedlock," commonly known as children born outside a legal marriage according to religious law. In addition, this provision has closed access to children's rights from customary marriages to be acknowledged. In fact, in concrete circumstances, customary marriages based on beliefs are still prevalent in Indonesia, given the very high level of pluralism and the thickness of customary law in some areas of Indonesian society. Therefore, a comprehensive understanding is needed to acknowledge children born from customary marriages in the State of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elizabeth Panatitty Nanaricka
"Convention on Protection of Children and Co-Operation in Respect of Intercountry Adoption (“Convention on Intercountry Adoption”) merupakan salah satu konvensi HCCH yang berhasil diratifikasi oleh 104 negara, yang menawarkan perlindungan dan kerja sama secara khusus pada negara peserta terhadap pengangkatan anak antarnegara. Dalam Penulisan ini, Indonesia, sebagai negara yang belum mengaksesi Convention on Intercountry Adoption, akan dibandingkan dengan Jerman sebagai negara peserta Konvensi ini. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan Convention on Intercountry Adoption, apabila diaksesi oleh Indonesia serta membandingkan dengan Negara Jerman melalui kasus-kasus pengadilan di Indonesia maupun di Jerman. Sejarah Konvensi Pengangkatan Anak antarnegara, prinsip the best interest of the child, sampai dengan implementasi pengangkatan anak akan dibahas dalam penulisan ini agar lebih mudah menganalisis hukum materiil dan hukum formil dalam pengangkatan anak antarnegara. Selain itu juga, peraturan pengangkatan anak Indonesia dan Jerman akan dijabarkan, dan menjawab apakah Indonesia perlu untuk mengaksesi Konvensi ini, walaupun Indonesia telah mempunyai peraturan yang cukup mengenai pengangkatan anak antarnegara di Indonesia.
Convention on Protection of Children and Co-Operation in Respect of Intercountry Adoption (“Convention on Intercountry Adoption”) is one of the successful convention of the Hague Convention, which has been ratified by 104 states. This Convention offers safeguards and cooperation between the contracting states for intercountry adoption. In this research, Indonesia, as a country that has not yet ratified the convention, will be compared to Germany as one of the contracting states of this convention. This research intends to analyze the significance of Convention on Intercountry Adoption if Indonesia decides to accede. Furthermore, through analyzing the court decisions, a comparison with Germany has also been made. The background of the intercountry adoption convention, the principal of the best interest of the child, and the implementation of intercountry adoption is analyzed for a better understanding between the substantive law and the procedural law of intercountry adoption. Moreover, Indonesian’s and Germany’s regulations regarding intercountry adoption is explained to identify if Indonesia needs to accede Convention on Intercountry Adoption, while having regulations that has been already governing intercountry adoption in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
M. Budiarto
Jakarta: Akademika Pressindo, 1991
346.017 8 BUD p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
B. Bastian Tafal
Jakarta: Rajawali, 1989
346.017 8 BAS p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
M. Budiarto
Jakarta: Akademika Pressindo, 1985
346.017 8 BUD p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
B. Bastian Tafal
Jakarta: Rajawali, 1983
346.017 8 BAS p
Buku Teks Universitas Indonesia Library