Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eddy Rosfiati
"Menghadapi tindakan diagnostik coronary angiography dan kemungkinan diintervensi lanjut dengan PCI, pasien APS sering cemas, merasa tidak nyaman karena stres. Cemas dan tidak nyaman sebagai respon fisiologis dan psikologis tubuh, terlihat juga pada perubahan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pijat punggung terhadap tingkat kecemasan dan kenyamanan serta dampaknya pada tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu sebelum tindakan coronary angiography. Penelitian ini menggunakan desain equivalent pretest-posttest with control group quasi experiment, dengan pemilihan sampel probability simple random sampling sejumlah 30 responden. Data kecemasan dan kenyamanan dikumpulkan menggunakan kuesioner berskala 0–10, pengukuran tekanan darah dan jumlah denyut nadi menggunakan tensimeter digital dan suhu menggunakan termometer digital dengan baterai. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan sesudah pijat punggung pada tingkat kecemasan, tingkat kenyamanan, tekanan darah diastolik, nadi, respirasi, dan suhu (p= 0,002; 0,0001; 0,016; 0,0001; 0,005; 0,052). Pijat punggung dapat digunakan untuk mengurangi stres psikologis (kecemasan) dan meningkatkan kenyamanan pasien sebelum tindakan coronary angiography. Rekomendasi ditujukan kepada manajemen ruangan untuk mengaplikasikan pijat punggung sebagai bagian dari SPO angiography.

Dealing with coronary angiography diagnostic procedures and the possibility of being intervene with PCI, SAP patients are often anxious, feel uncomfortable due to stress. Anxiety and discomfort are physiological and psychological response, which can be noticed on the change in blood pressure status, pulse, respiration and body temperature. This research was conducted with the main objective to identify the effect of back rub on the level of patient anxiety and comfort before coronary angiography procedure. Design used in this research was an equivalent pretest-posttest with control group quasi experiment. Research was conducted using probability simple random sampling; with 30 respondents participated. A questionnaire was used for data collecting of anxiety level with 0–10 scale, digital sphygmomanometer was used for measuring blood pressure and pulse rate, and digital battery powered thermometer was used for measuring body temperature. The results showed differences after back-rub were found in anxiety, comfort, diastolic BP, pulse, respiration, and temperature (p= 0,002; 0,0001; 0,016; 0,0001; 0,005; 0,052). Based on the findings, it can be concluded that back-rub can be applied to reduce patient psychological stress (anxiety) and increase comfort before coronary angiography procedure. A recommendation is directed to the management of the ward to apply back-rub as a part of SOP of Angiography Procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
610 UI-JKI 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Wahyuni
"acute coronary syndrome (ACS) with complex coronary lesion and the increasing needs of coronary artery bypass grafting (CABG) procedures, there is an increasing need for a tool to perform early stratification in high-risk patients, which can be used in daily clinical practice, even at first-line health care facilities setting in Indonesia. It is expected that early stratification of high-risk patients can reduce morbidity and mortality rate in patients with ACS. This study aimed to identify diagnostic accuracy of platelet/lymphocyte ratio (PLR) and the optimum cut-off point of PLR as a screening tool for identifying a complex coronary lesion in patients ?45 and >45 years old. Methods: this was a retrospective cross-sectional study, conducted at the ICCU of Cipto Mangunkusumo Hospital. Data was obtained from medical records of adult patients with ACS who underwent coronary angiography between January 2012 - July 2015. The inclusion criteria were adult ACS patients (aged ?18 years old), diagnosed with ACS and underwent coronary angiography during hospitalization. Diagnostic accuracy was determined by calculating sensitivity, specificity, positive likelihood ratio (LR+), and negative likelihood ratio (LR-). The cut-off point was determined using ROC curve. Results: the proportion of ACS patients with complex coronary lesion in our study was 47.2%. The optimum cut-off point in patients aged ?45 years was 111.06 with sensitivity, specificity, LR+ and LR of 91.3%, 91.9%, 11.27 and 0.09, respectively. The optimum cut-off points in patients aged >45 years was 104.78 with sensitivity, specificity, LR+ and LR of 91.7%, 58.6%, 2.21 and 0.14, respectively. Conclusion: the optimum cut-off point for PLR in patients aged ? 45 years is 111.06 and for patients with age >45 years is 104.78 with diagnostic accuracy, represented by AUC of 93.9% (p<0.001) and 77.3% (p<0.001), respectively for both age groups.

Latar belakang: dengan meningkatnya angka kejadian Sindroma Koroner Akut (SKA) dengan lesi koroner kompleks dan meningkatnya kebutuhan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), maka diperlukan metode stratifikasi dini pasien risiko tinggi yang dapat digunakan pada praktis klinis sehari-hari, termasuk fasilitas kesehatan lini pertama sekalipun di Indonesia. Dengan melakukan stratifikasi pasien risiko tinggi, diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan kematian pada kasus SKA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi diagnostik dan nilai titik potong platelet/lymphocyte ratio (PLR) sebagai penapis lesi koroner kompleks pada pasien kelompok usia ≤45 dan >45 tahun. Metode: sebuah studi potong lintang retrospektif dilakukan di Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Data diambil dari rekam medis pasien SKA dewasa dan menjalani angiografi koroner dari Januari 2012 – Juli 2015. Kriteria inklusi adalah pasien dewasa (usia ≥18 tahun) dengan diagnosis SKA dan menjalani angiografi koroner pada saat perawatan. Akurasi diagnositik dinilai dengan menghitung sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif. Nilai titik potong ditentukan menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC). Hasil: proporsi pasien SKA dengan lesi koroner kompleks adalah 47,2%. Nilai titik potong optimal pada pasien usia ≤45 tahun adalah 111,06 dengan sensivitas 91,3%, spesifisitas 91,9%, nilai duga positif 11,27 dan nilai duga negatif 0,09. Pada kelompok usia >45 tahun, nilai titik potong optimal berada pada angka 104,78 dengan nilai sensivitas 91,7%, spesifisitas 58,6%, nilai duga positif 2,21 dan nilai duga negatif 0,14. Kesimpulan: nilai titik potong PLR optimal pada kelompok usia ≤45 adalah 111,06 dan pada kelompok usia >45 tahun adalah 104,78 dengan akurasi diagnositik masing–masing Area Under the Curve (AUC) 93,9% (p <0,001) dan AUC 77,3% (p <0,001)"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library