Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lady Carnadya
"Pemberontak moral, yaitu individu-individu yang berpaling dari norma-norma sosial dan menolak untuk bertindak sesuai dengan norma-norma sosial, sangat penting untuk memulai perubahan untuk melakukan isu-isu yang sedang berlangsung di masa sekarang. Isu tersebut dapat terkait dengan masalah lingkungan, termasuk konsumsi makanan hewani yang ditemukan berdampak negatif pada habitat manusia. Penelitian dalam domain pemberontak moral telah menunjukkan bahwa pemberontak moral dapat meningkatkan efektivitas pesan mereka dengan menghindari penggunaan bahasa moral. Namun, penelitian ini berhipotesis bahwa penggunaan bahasa moral oleh pemberontak moral dapat meningkatkan keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan hewani. Selain itu, penelitian ini juga menghipotesiskan efek moderasi budaya kolektivistik versus individualistik pada penggunaan bahasa moral oleh pemberontak moral. Penelitian ini berhipotesis bahwa dampak bahasa moral melemah di negara individualistis dibandingkan dengan negara kolektivistik. Dalam survei eksperimental, penelitian ini menguji asumsi apakah penggunaan pernyataan bermuatan moral versus pernyataan tidak bermuatan moral dapat mempengaruhi kemauan masyarakat untuk mengonsumsi makanan hewani. Namun, hasilnya tidak memberikan hasil yang signifikan. Untuk meringkas, penelitian ini berusaha untuk mencari cara baru yang menarik bagi pemberontak moral untuk meningkatkan strategi komunikasi mereka dan menyajikan ide-ide baru untuk lebih meningkatkan penelitian yang lebih menarik dalam domain pemberontak moral.

Moral rebels, which are individuals who turn away from social norms and refuse to act in accordance with them, are substantial to initiate changes to undertake issues that are ongoing in the present times. The issues can be related to environmental problems, which include the consumption of animal-based food that is found to negatively impact the human habitat. Research in the domain of moral rebels has shown that moral rebels can increase the effectiveness of their message by avoiding the use of moral language. However, this study hypothesizes that the use of moral language by moral rebels can increase people's willingness to consume animal-based food. Moreover, this study also hypothesizes the moderating effect of collectivistic versus individualistic culture on the use of moral language by moral rebels. This study hypothesizes that the impact of the moral language is weakened in an individualistic country compared to a collectivistic country. In an experimental survey, this study tested the assumption of whether the use of a morally charged statement versus a non-morally charged statement can affect people's willingness to consume animal-based food. Yet, the result did not yield any significant results. To summarize, this study pursues to seek an interestingly new way for moral rebels to improve their communication strategy and present new ideas to further improve more exciting research in the domain of moral rebels."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmin
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial demografi yang
mempengaruhi pola permintaan pangan hewani (ikan, daging, unggas, telur dan
susu) dan pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap proporsi
pengeluaran pangan hewani pada rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) tahun 2013 dengan melakukan analisis terhadap 13.018 sampel rumah
tangga. Metode analisis adalah analisis deskriptif serta analisis ekonometrika
menggunakan model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan
penduga Iterated Linear Least Square (ILLS). Penelitian ini menunjukkan bahwa
konsumsi pangan hewani dipengaruhi oleh harga sendiri, harga komoditas lain,
jumlah anggota rumah tangga, golongan pendapatan, wilayah tempat tinggal
(perdesaan/ perkotaan), dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Nilai
elastisitas harga sendiri menunjukkan permintaan komoditas bersifat inelastis
untuk ikan dan susu, sementara daging, unggas dan telur bersifat elastis.
Berdasarkan nilai elastisitas harga silang, semua komoditi pangan hewani
merupakan barang substitusi kecuali komoditi daging merupakan barang
komplementer bagi unggas. Komoditi ikan dan telur termasuk barang normal
sedangkan komoditi daging, unggas dan susu termasuk barang mewah

ABSTRACT
The study was conducted to determine the socio-demographic factors affecting
animal-based food demand (fish, meat, poultry, eggs and dairy) and the effect of
price fluctuation and household income to expenditure share of animal-based food
in South Sulawesi Province. The primary data for the study was National
Socioeconomic Survey (Susenas) data in 2013. The study performed descriptive
analysis and econometric analysis on 13.018 household samples. Quadratic
Almost Ideal Demand System (QUAIDS) models with Iterated Linear Least
Square (ILLS) estimator was applied for the econometric analysis. The study
showed demand pattern of animal-based household food was affected the price of
animal-based food, the price of other commodities, number of household member,
income class, residential area (urban/rural), and education level of the household
head. The price elasticity of animal-based food showed inelastic for fish and
dairy; whereas meat, poultry and egg were tended to be elastic. Based on the
cross-price elasticity, all animal-based food commodities substituted each other
except for meat which was complimentary to poultry. Fish and egg were
categorized as necessity goods, as for meat, poultry and dairy are categorized as
luxury goods."
2016
T47504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Ahya Putra
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati perilaku makan nokturnal serta membandingkan preferensi pakan dan waktu makan setelah matahari terbenam dan menjelang matahari terbit Tarsius fuscus di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP). Pengambilan data perilaku makan T. fuscus menggunakan metode scan animal sampling dan ad libitum sampling selama 26 hari dengan total waktu pengamatan 6240 menit. Waktu pengamatan terbagi atas dua fase, yaitu pada sore hari pukul 17.00--21.00 WIB dan pagi hari pukul 03.00--07.00 WIB. Perilaku makan T. fuscus di penangkaran menunjukkan masih mempertahankan aktivitas makan crepuscular nokturnalnya dengan adanya beberapa titik puncak waktu makan pada preferensi waktu makan yaitu sore hari setelah matahari terbenam dan pagi hari menjelang matahari terbit. Preferensi spot atau tempat makan T. fuscus yaitu jantan dan betina pada kemiringan 10o--80o serta anak pada kemiringan 0o--10o. Preferensi jenis pakan T. fuscus yang teramati yaitu ulat pada jantan serta jangkrik pada betina dan anak.

A research that aims to observe the nocturnal and crepuscular feeding behavior of Tarsius fuscus that also compares their feed and feeding preferences was carried out at Primate Research Center. The data for feeding behavior of T. fuscus is collected using the focal animal sampling and ad libitum sampling methods for 26 days with a total observation time of 6240 minutes. The tarsier?s were observe at different time periods, during evening (05.00--09.00 pm western time) and morning (03.00--07.00 am western time). The feeding behavior of T. fuscus in captivity shows they still maintain their crepuscular nocturnal feeding activity which has peak feeding times with preferred feeding time during after sunset and before sunrise. The preferred eating spot/position of male and female T. fuscus is at a slop 10o--80o and at a slope 0o--10o for infant. The feed preferences T. fuscus is caterpillar on males and crickets on females and infant."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64143
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leondy Tristan
"Kemampuan orangutan untuk mengenali sumber pakan alaminya merupakan salah satu syarat yang perlu dipenuhi sebelum hewan tersebut dilepasliarkan kembali dari fasilitas rehabilitasi seperti Sintang Orangutan Center (SOC). Tujuan dari pengamatan terhadap kemampuan orangutan rehabilitan dalam mengenali pakan alaminya adalah untuk menilai kelayakan individu tersebut untuk dilepasliarkan. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.30 sampai 15.30 WIB setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat pada bulan Januari – Maret 2024 menggunakan metode focal animal sampling dan ad libitum untuk mengamati kemampuan orangutan rehabilitan dalam mengenali sumber pakan alaminya. Individu yang diamati merupakan orangutan kandidat rilis dengan nama Awin, Kingkong, Tom, dan Oli. Aktivitas harian dan penggunaan tajuk juga digunakan sebagai data penunjang. Individu Awin mengenali 27 jenis pakan dengan preferensi berupa buah kempilik (Lithocarpus lucidus), buah bungkang (Syzygium polyanthum), dan buah kayu (Muntingia calabura). Individu Kingkong mengenali 38 jenis pakan dengan preferensi buah kempilik, buah bungkang, dan kubal (Willughbeia angustifolia). Individu Tom mengenali 39 jenis pakan dengan preferensi serit (Scleria sp.), buah leban (Vitex pinnata), dan kempilik serta semut dengan jumlah yang sama. Individu Oli mengenali 20 jenis pakan dengan preferensi daun muda entelang (Garcinia parvifolia), semut, dan rayap. Standar internasional yang digunakan sebagai syarat pelepasliaran orangutan adalah mengenali setidaknya 25 jenis makanan lokal, dan tiga dari empat individu orangutan kandidat rilis sudah memenuhi syarat tersebut. Individu Awin, Kingkong, dan Tom sudah memenuhi salah satu syarat untuk dilepasliarkan, sedangkan individu Oli masih butuh waktu lebih banyak untuk pembelajaran di sekolah hutan.

The ability of orangutans to recognize their natural food sources is one of the prerequisites for release into the wild from rehabilitation facilities like Sintang Orangutan Center (SOC). This study aims to observe the ability of rehabilitant orangutans to recognize their natural food sources and ultimately assess the suitability of said individual for release into the wild. Monitoring was conducted from 08.30 to 15.30 WIB four times a week on Mondays, Tuesdays, Thursdays, and Fridays of January through March in the year 2024 using focal animal sampling and ad libitum method to observe the ability of rehabilitant orangutans to recognize their natural food sources. Individuals used as subjects are release candidates Awin, Kingkong, Tom, and Oli. Daily activities and canopy preference were recorded as supplementary data. Awin recognized 27 kinds of food with preference for Lithocarpus lucidus, Syzygium polyanthum, and Muntingia calabura. Kingkong recognized 38 kinds of food with preference for Lithocarpus lucidus, Syzygium polyanthum, and Willughbeia angustifolia. Tom recognized 39 kinds of food with preference for Scleria sp., Vitex pinnata, and Lithocarpus lucidus as well as ants with the same eating frequency. Oli recognized 20 kinds of food with preference for Garcinia parvifolia, ants, and termites. The standard prerequisite for release into the wild used internationally stated that at minimum, the orangutan should be able to recognize at least 25 kinds of food, with at least half available year-round. Three of the four release candidates have met the requirement, with only Oli needing more time in the forest school."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library