Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Magdalena Jasin
"Peningkatan pembangunan apartemen di Jakarta dengan lokasi tidak hanya terkonsentrasi di kawasan pusat kota, tetapi telah menyebar ke kawasan pinggiran kota dan di kota-kota pinggiran seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang merupakan suatu fenomena tersendiri. Bagi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas, pembangunan sistem transportasi yang dilaksanakan pemerintah berupa pembangunan jaringan jalan lingkar luar, jalan layang dan jalan tol, telah menjadikan kawasan pinggiran kota sebagai salah satu lokasi permukiman yang cukup menarik dan ideal.
Penelitian mengenai motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas ini, dilakukan dengan pendekatan metode penelitian kuantitatif dengan studi verifikasi untuk menjajaki dan memahami motivasi dan profil penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas yang bermukim di lokasi kawasan pinggiran kota Jakarta.
Untuk mengetahui karakteristik masalah penelitian ini, digunakan metode tabulasi silang yaitu suatu cara untuk mengetahui hubungan komparatif dari dua variabel yang diteliti, yaitu motivasi dan kawasan pinggiran kota Jakarta. Cara ini merupakan penelitian satu tahap yang datanya berupa beberapa subyek pada waktu tertentu, dengan menggunakan instrumen kuesioner. Penetapan subyek penelitian dilakukan secara acak. Uji Hipotesis dilakukan setelah tabulasi antar variabel dilakukan, sehingga akan tampak distribusi tabulasi silang sebagai cerminan diterima atau ditolaknya Hipotesis penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, diambil kesimpulan bahwa motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas yang bermakna adaiah kebutuhan akan hunian, dengan faktor aksesibilitas yang tinggi terhadap pusat kegiatan, lokasi bebas banjir dan bebas polusi dan kepastian hukum dalam pemilikan.
Komunitas penghuni apartemen adalah dari golongan swasta, dengan posisi jabatan setingkat manager ke atas, mayoritas tingkat pendidikan penghuni adalah sarjana (S1), berpenghasiian sekitar di atas 10 juta rupiah/bulan sampai di atas 30 juta rupiah/bulan. Faktor yang berperan penting dan secara statistik bermakna terhadap hubungan motivasi penghuni apartemen golongan menengah-atas di kawasan pinggiran kota adaiah status keluarga dan status pekerjaan.
Motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas terhadap pemilikan lokasi permukiman di kawasan pinggiran kota lebih di dasarkan pada faktor kebutuhan akan kepraktisan dan keamanan dan bukan karena faktor pengakuan dan gaya hidup (Life style). Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber pengayaan bagi penelitian selanjutnya.

The phenomenal growth of apartment buildings in Jakarata is not only concentrated in the city center, but also scattered in the suburb and fringe region of Jakarta, such as Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi. The new system of transportation were built by government: outer ring road, fly over and by pass made the suburb and fringe region as a favorable place for living.
The accessibility and availability of good transportation system is the crucial factor in choosing the suburb and fringe region of Jakarta as location to live. The study on motivation of the middle-up income apartment's tenants is basically a normative research using the quantitative method.
To illustrate the characteristic of the problem, we apply the cross tabulation method, a technique for comparing two classification variables such as Motivation and Fringe region of Jakarta. The technique uses questionnaires and this is one shot research. Hypothesis test is a form of statistical inference in which a statement concerning a characteristic of a population. The Hypothesis test conducted after the tabulation of variables, therefore the distribution of the random sampling are reflected by the cross tabulation. Usually the value of its mean, is accepted or rejected based upon the value of the corresponding sample characteristic.
Based upon the research result, as a matter of fact, most of the tenants who live in the apartment comprise managers, directors of private sectors, with college graduate and monthly income between 10 millions rupiah/month until above 30 millions rupiahJ month.
Motivation of the middle-up income tenants to live in high rise apartements basically based on security, practical life rather than life style. Hopefully the result of this study can be used as a source for further study.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zebua, Mercyana Trianne
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48969
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Ferry Suwantoro
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Tulus H. P.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T40647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Ratih Kusumaningrum
"Kawasan kumuh di Indonesia terjadi karena tingginya urbanisasi, namun tidak diimbangi oleh edukasi maupun skill para migran, disatu sisi, lapangan kerja yang terbatas, menyebabkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan begitu sulit, begitu pula dengan keuangan para migran dan akhirnya banyaknya migran yang datang, menyebabkan tingginya permintaan akan hunian, namun kemampuan keuangan migran tidak dapat menjangkaunya sehingga mereka menempati lokasi daerah marginal tanpa adanya pelayanan infrastruktur dasar yang memenuhi standart pelayanan minimum.
Pembangunan Rusunawa di Marunda, Jakarta Utara adalah salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi pekerja kawasan industri, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan korban gusur serta kebakaran. Rumah susun dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui upaya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Kegiatan pembangunan rumah susun ini dinilai positif dalam mengurangi kekumuhan perkotaan karena sangat menghemat lahan.
Ketepatan penerima manfaat subsidi, dapat dilihat dari penerima subsidi sudah tepat sasaran atau belum dengan menggunakan metode Benefit Incidence Analysis yang menggunakan data SUSENAS dan data primer, kemudian diperkuat dengan menganalisis permasalahan pergeseran penerima subsidi tersebut dengan menggunakan metode depth interview dan sistem sewa menyewa yang ada di dalamnya, serta komparasi fakta lapangan dengan kebijakan yang berlaku, yaitu UU no 16 tahun 1985.
Dari hasil analisis BIA, secara umum ditemukan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi target sasaran program ini masih kesulitan masuk ke rumah susun karena tingginya harga hunian dan utilitas yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka. Untuk penghuni yang mendapatkan sistem subsidi, masyarakat miskin (Q1) belum mendapatkan manfaat dari program pemerintah ini, penerima manfaat terbanyak merupakan masyarakat yang memiliki penghasilan lebih tinggi (Q4). Pergeseran penerima manfaat ini disebabkan karena tingginya biaya hidup yang sulit dipenuhi oleh penghuni, sulitnya aksesibilitas transportasi, desain yang kurang sesuai dengan kegiatan penghuni. Sedangkan untuk penghuni dengan sistem non subsidi, penerima manfaat hampir merata dan hampir tepat sasaran karena tidak ada perbedaan yang mencolok antara masyarakat miskin (Q1) dengan masyarakat terkaya (Q5).
Mengacu pada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan layanan dasar kesehatan tersebut, namun agar program tersebut berkelanjutan, harus ada peran serta dari masyarakat, yaitu ikut menanggung biaya penyediaan layanan dasar, terutama layanan dasar air bersih yang sekarang ini belum tahu berapa besaran biaya yang harus ditanggung masyarakat. Penentuan besaran biaya air bersih tersebut, menggunakan metode willingness to pay dan menggunakan data primer. Besaran biaya air bersih ini perlu dilakukan untuk menghitung biaya service hunian, yang menurut UN Habitat tidak boleh melebihi 30% dari total pengeluaran rumah tangga, dan ketika masyarakat mengeluarkan pendapatannya lebih dari 30% untuk sewa rumah dan utilitasnya, maka hunian tersebut sudah tidak dapat terjangkau lagi oleh masyarakat dan akhirnya mereka akan kembali ke daerah marginal yang minim akan pelayanan dasar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 51% sample penghuni, mengeluarkan pendapatannya melebihi batas yang dianjurkan oleh UN Habitat, yaitu >30% untuk hunian dan utilitasnya, sehingga rumah susun tersebut sudah tidak lagi terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah ini.

Slum areas in Indonesia occurred because of the high urbanization, but not matched by education and skills of migrants, on the one hand, employment is limited, causing the competition to get a job so difficult, so they accept law salary, high housing demand for working and less supply in housing, make they fit into the marginal areas without basic infrastructure services that meet minimum service standards.
Development for Flats in Marunda, North Jakarta is one of the solutions in the supply of habitable housing for industrial workers, low income people (MBR) and evicted the victims and fire. Development for flats with the aim of improving the quality of neighborhoods through the efforts of rejuvenation, restoration and relocation. Apartment construction activity was assessed positively in reducing urban squalor because it can conserve land, encourage green open space and efficiency for development basic infrastructure.
The accuracy of the beneficiaries of subsidies, subsidies can be seen from the receiver is on target or not by using a method that uses the Benefit Incidence Analysis. This analysis using data from SUSENAS and primary data, and then amplified by analyzing the problems of shifting the subsidy recipients by using the method of depth interviews and a lease system that is in therein, as well as comparative facts on the ground with the policies in force, UU Rumah Susun (UURS) No. 16 year 1985.
From the analysis of BIA, in general it was found that low-income people who become the target of this program is still difficult entry into the apartment because of the high price of housing and utilities that are not proportional to their income. For residents who get a subsidy system, the poor (Q1) has not benefited from this government program, most beneficiaries are the people who have higher incomes (Q4). Beneficiaries of this shift is caused due to the high cost of living is difficult to fulfill by the occupant, the difficulty of accessibility of transportation, lack of appropriate design with the activities. As for residents with non-subsidy system, beneficiaries almost evenly and almost right on target because there was no significant difference between the poor (Q1) with the richest (Q5). Referring to the Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning, the government is obliged to provide basic services such health, but that the program is sustainable, there must be participation from the community, which helped underwrite the cost of providing basic services, especially basic services of clean water are not currently know how much amount of cost to be borne by society.
Determination of the amount of the cost of the clean water, using the method of willingness to pay and use the primary data. Cost of clean water is necessary to calculate the cost of residential service, which according to UN Habitat should not exceed 30% of total household expenditure, and when people spend more than 30% of their income for rent and utilities, then the occupancy is already out of reach again by the community and eventually they will return to marginal areas would be minimal basic services. From the result showed that as many as 51% sample of residents, to spend his income exceeds the limit recommended by the UN Habitat, which is> 30% for shelter and utilities, so the apartment is no longer affordable by low-income communities.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30283
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Wiley, 1976.
728.314 HOU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Algio Tantomo
"Air tanah adalah sumber daya yang terletak di bawah permukaan tanah yang dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kondisi suatu lingkungan Dikarenakan fungsi air yang sangat penting maka perlu di lakukan penelitian mengenai kondisi kualitas air Salah satu permasalahan yang terjadi pada wilayah Jakarta Selatan adalah penurunan muka air tanah relatif terhadap muka air laut yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, topografi dan tutupan lahan. Upaya dalam pengurangan pengambilan air tanah secara berlebihan juga perlu dilakukan agar tidak terjadi penurunan muka air tanah yang dapat menyebabkan intrusi air laut kedalam air tanah sehingga air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi oleh masyarakat di masa yang akan datang. Salah satu upaya dalam menanggulangi penurunan muka air tanah tersebut adalah melakukan zonasi terhadap kondisi hidrogeologi di Cekungan Air Tanah Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis penurunan muka air tanah pada sumur warga sekitar apartemen di Jakarta Selatan, analisis hidrogeokimia air tanah, dan kualitas air tanah. Ketiga metode ini dikombinasikan sehingga menghasilkan sebuah peta yang representatif dalam mengetahui kondisi hidrogeologi pada wilayah Jakarta Selatan Hasil dari analisis penurunan muka air tanah pada wilayah apartemen Jakarta Selatan menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan muka air tanah pada periode bulan Januari 2020 dan bulan Agustus 2020 dengan wilayah penurunan terbesar berada pada bagian selatan dari Jakarta Selatan sebesar 12-15 mdpl. Hasil analisis hidrogeokimia air tanah menunjukan bahwa air tanah yang berada pada Jakarta Selatan memiliki satuan salinitas berupa air tawar yang memiliki jenis air berdasarkan nilai konduktivitas berupa air tanah segar serta memiliki tingkatan intursi, terintrusi sedang pada bagian utara, terintrusi sedikit pada bagian tengah dan tidak terintursi pada bagian selatan dari wilayah penelitian. Kandungan komposisi kimia air tanah pada Jakarta Selatan bersumber dari mineral-mineral yang terlarutkan dari litologi di sekitar yang memiliki fasies air tanah adalah Ca-HCO3 dimana kandungan kimia ini membuat air tanah pada Jakarta Selatan bersifat sadah, menengah dan sangat sadah. Hubungan antar ion juga dapat menunjukan bahwa air tanah di Jakarta Selatan berkorelasi dengan litologi dari akuifer yaitu batupasir yang mengandung mineral Ca2+ dan HCO3-. Berdasarkan analisis kualitas air tanah Terdapat indikasi pencemaran air tanah pada wilayah Kebayoran Lama berdasarkan analisis bau, rasa dan pH dan indikasi pencemaran pada wilayah Jagakarsa, Setia Budi, Tebet, Mampang Prapatan, Pasar Minggu dan Kemang berdasarkan analisis nilai pH yang bersifat asam. Hal ini menjadikan satu- satunya wilayah yang memiliki air tanah layak konsumsi adalah wilayah Pesanggarahan dan sekitarnya dikarenakan memiliki nilai baku mutu yang memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan tahun nomor 492 tahun 2010.

Ground water is a resource that is located below the ground surface that can provide information and an overview of the condition of an environment. Due to the very important function of water, it is necessary to conduct research on the condition of water quality. One of the problems that occur in the South Jakarta area is a decrease in groundwater level. relative to sea level which can be caused by several factors, including rainfall, topography and land cover. Efforts to reduce excessive groundwater extraction also need to be made so that there is no lowering of the groundwater level which can cause sea water intrusion into groundwater so that groundwater can no longer be consumed by the community in the future. One of the efforts to overcome the decline in groundwater level is zoning the hydrogeological conditions in the Jakarta Groundwater Basin. The method used in this research is the analysis of the lowering of the groundwater level in the wells of residents around apartments in South Jakarta, the hydrogeochemical analysis of groundwater, and the quality of ground water. These three methods are combined to produce a map that is representative in knowing the hydrogeological conditions in the South Jakarta area.The results of the analysis of the reduction in groundwater level in the South Jakarta apartment area show that there has been a decrease in the groundwater level in the period January 2020 and August 2020 with the area of decline. the largest is in the southern part of South Jakarta at 12-15 masl. The results of the hydrogeochemical analysis of groundwater show that groundwater in South Jakarta has a salinity unit in the form of fresh water which has a type of water based on the conductivity value in the form of fresh ground water and has a level of intrusion, is moderately intrusive in the northern part, is slightly intruded in the middle and is not intruded. in the southern part of the study area. The chemical composition of groundwater in South Jakarta comes from dissolved minerals from the surrounding lithology which has a groundwater facies, which is Ca-HCO3, where this chemical content makes groundwater in South Jakarta hard, medium and very hard. The relationship between ions can also show that groundwater in South Jakarta is correlated with the lithology of the aquifer, namely sandstones containing Ca2 + and HCO3- minerals. Based on the analysis of groundwater quality, there are indications of groundwater pollution in the Kebayoran Lama area based on analysis of smell, taste and pH and indications of pollution in the Jagakarsa, Setia Budi, Tebet, Mampang Prapatan, Pasar Minggu and Kemang areas based on the analysis of acidic pH values. This makes the only area that has groundwater fit for consumption is the Pesanggarahan area and its surroundings because it has a quality standard value that meets the standards of the Minister of Health Regulation number 492 of 2010."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Benny Hasiholan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S36343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Herendraswari K.W.
"Rumah susun yang dibangun oleh pemerintah karena keterbatasan lahan di DKI Jakarta menuntut penghuninya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Pola bermukim secara vertikal menuntut penghuninya untuk hidup bersama dengan penghuni lainnya dalam satu bangunan, berinteraksi, bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal tersebut membuat penghuninya memiliki perasaan senasib, dan cenderung memiliki gaya hidup yang sama. Karena adanya persamaan itulah, maka timbul berbagai kepentingan yang sama dengan tujuan yang sama pu1a. Untuk mewujudkan berbagai tujuannya, maka penghuni melakukan berbagai aktivitas, termasuk di dalamnya adalah berorganisasi, berkumpul untuk mengutarakan berbagai aspirasinya. Hal tersebut membuat mereka memiliki ikatan-ikatan di antara warga komunitas. Untuk melakukan berbagai aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama, mereka membutuhkan tempat-tempal umum, yang disebut dengan ruang umum. Namun apakah ruang-ruang yang bersifat umum yang disediakan oleh pengelola rumah susun tersebut dapat memfasilitasi, memotivasi warganya untuk datang dan berkegiatan didalamnya. Apakah ruang publik yang tercipta dengan baik, indah, terawat, diciptakan untuk memberikan kesan dan suasana yang ingin diwujudkan dapat membentuk dan menggerakkan warganya untuk melakukan kegiatan berkomunitas?,ataukah hanya ruang umum yang sederhana, tidak terawat, kotor, yang dapat memfasilitasi kebutuhan warga komunitas? Dengan mengkaji dua rumah susun di Jakarta Pusat dengan kondisi ekonomi yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa ruang umum yang tercipta dengan baik, indah, terawat, belum dapat dikatakan dapat membentuk, menggerakkan komunitas di rumah susun. Ruang umum yang sederhana, minimalis, justru dapat memenuhi kebutuhan hidup warga komunitasnya. Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang berbeda di kedua rumah susun tersebut. Warga yang tingkat ekonominya lebih tinggi, dengan jam kerja yang padat, dengan ikatan komunitas di lingkungan pekerjaan lebih kuat, menyebabkan warga hidup individualis, tidak dapat bersosialisasi di lingkungan tempat tinggalnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>