Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leny Harstaty
"Ketersediaan dana jangka panjang memang sangat dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya, termasuk di bidang usaha perbankan. Bagi bank, agar tenis berkembang maka haruslali memberikan kredit yang Iebíh banyak. Namun, bank mempunyai beberapa kendala antara lain sumber dana bank bersifat jangka pendek (giro, tabungan, deposito), sedangkan kredit umumnya jangka panjang sehingga bank menghadapi risiko mismatch, Begitu pula bagi bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), di mana KPR umumnya berjangka panjang 15 - 20 tahun. Sementara di lain pihak, bank tersebut mempunyal aset yang idle berupa tagihan KPR tersebut.
Guna menjembatani kebutuhan dana tersebut dan memanfaatkan aset yang idle tadi, dimungkinkan dengan cara melakukan asset backed securitization (ABS) atau efek beragun aseEt (EBA) atau melakukan sekuritisasi aset. Sekuritisasi aset merupakan instrumen pendanaan jangka panjang (3-10 tahun) dengan cara mengalihkan atau menjual aset berupa piutang atau tagihan ke pihak lain yang berfungsi khusus yang disebut special purpose vehicle (SPV). Kemudian SPV menerbitkan surat utang yang dljamin dengan portofolio aset tadi. Keuntungan sekuHtisasi net antara lain dapat meningkatkan likuiditas, karena pada dasarnya sekuritisasi aset merupakan penjualan aset, sehingga merupakan sumber dana baru atau tambahan likuiditas yang diperlukan perusahaan. Karena transaksi sekuritisasi aset diperlakukan sebagai penjualan aset, dengan begitu aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) akan berkurang, dan dapat dikatakan dengan jumlah modal yang sama, akan memperbaiki tingkat kecukupan modal dan melakukan ekspansi aktiva. Keuntungan lain, sekuritisasi net ? -khususnya oleh bank, dapat menutupi kesenjangan antara sumber dana dengan penyaluran dana.
Aset-aset yang dapat disekuritisasi adalah aset yang relatif aman, seperti tagihan KPR, tagihan kartu kredit, tagihan kredit kendaraan bermotor, dll. Sekuritisasi aset pada tagihan KPR agak berbeda dengan aset lain, di mana sekuritas hutangnya dapat pula diperdagangkan di pasar khusus mortgage, yang disebut pasar sekunder perumahan (secondary mortgage market). Adanya pasar sekunder perumahan ini akan memberikan likuiditas untuk sektor perumahan secara berkesinambungan dan berdampak pada penurunan tingkat bunga KPR yang dapat dinikmati masyarakat. Naniun, sebagai tahap awal, sekuritisasi aset pada tagihan KPR dijembatarn dengan adanya konsep secondary mortgage facility (SMF) sebagai lembaga yang memberi pinjaman kepada bank pemberi KPR. dengan jaminan portofolio tagihan ¡(PR. Pada SMF, tagihan KPR dijadikan jaminan, jadi bukan merupakan penjualan aset.
Konsep ini telah diterapkan di beberapa negara termasuk Malaysia, yang terbukti berhasil menciptakan suku bunga KPR yang rendah. Indonesia pun mulai mengadaptasi konsep SMF ini, mengingat suku bunga KPR di Indonesia tertinggi di banding negara di Asia Iainnya. Namun, kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil mengakibatkan tertundanya peiaksanaan sekuritisasi aset. Perusahaan yang niemungkinkan penerapan sekuntisasi aset atas tagihan KPR adalah Bank BTN. Bank negara yang mengkhususkan din menyalurkan kredit di bidang perumahan ini memiliki tagihan KPR yang besar jumlahnya. Dengan penerapan sekuritisasi aset melalui mekanisme SMF maupun dalam pengertian ?penjualan aset?, diharapkan BTN mempunyai sumber dana murah berjangka panjang yang cukup besar, sehingga dapat membiayai KPR lebih banyak lagi, dengan begitu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Muhammad
"Notaris merupakan salah satu unsur penting dalam setiap operasional transaksi perbankan terutama dalam pembuatan Akta Perjanjian Pembiayaan serta pembuatan akta-akta terkait dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Salah satu fungsi bank syariah yaitu menyediakan fasilitas pembiayaan kepada nasabah. Terdapat risiko dalam memberikan pembiayaan yaitu nasabah tidak dapat mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati dalam perjanjian, sehingga menyebabkan kualitas pembiayaan dapat di kategorikan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui pengambilalihan aset nasabah (AYDA) di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan Akta Penyelesaian Pembiayaan (Kewajiban-Kewajiban) Nomor x Tanggal 30 Desember 2009 yang tidak batal demi hukum di dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 474/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst Juncto Putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 258/PDT/2020/PT.DKI. Dalam menjawab permasalahan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dengan tipe penelitian preskriptif. Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik simpulan bahwa mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui AYDA dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu melalui mekanisme lelang dan penjualan dibawah tangan. Akta Penyelesaian Pembiayaan Nomor x telah memenuhi syarat sah perjanjian sehingga tidak batal demi hukum. Nasabah penerima fasilitas harus melihat kondisi keuangan dan kemampuan membayar pembiayaan pada saat pengajuan pembiayaan kepada bank syariah karena apabila nasabah penerima fasilitas tidak dapat memenuhi kewajibannya dan kualitas pembiayaan macet maka bank dapat melakukan AYDA.

Notary is an important element in every banking transaction operation especially on the process of drafting the Deed of Financing Agreement and the drafting of deeds that related to the settlement of problem financing. One of the functions of Islamic Banks is to provide financing facilities to customers. There is a risk in providing financing which are the customer cannot return the funds received based on agreement, therefore causing the quality of financing to be categorized into current, special attention, substandard, doubtful and loss. The problem discussed in this research are the non performing financing settlement mechanism through the takeover of customer’s assets (AYDA) at PT Bank Muamalat Indonesia Tbk and the Financing Settlement Deed (Obligations) Number x Dated on December 30, 2009 which is null on void on the District Court Verdict Number 474/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst Juncto Verdict of The High Court of The Special Capital Region of Jakarta Number 258/PDT/2020/PT DKI. In Answering the problem using a normative juridical research method that focused on the use of secondary data with a prescriptive type of research. Based on the results of the analysis, it can be conluded that the non performing financing settlement mechanism through AYDA can be carried out in 2 (two) ways, which are through the auction mechanism and underhand sales. Financing Settlement Deed Number x has fulfilled the legal requirements of the agreement so it its not null and void. the customer who receive the facility must look at the financial condition and ability to pay financing when applying for financing to sharia bank because if customer who receive the facility does not fulfill its obligations and the quality is bad then the sharia bank has the right to takeover the collateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library