Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beresniak, Daniel
Paris: Editions Assouline, 1997
R 366 BER s
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Errydian Syahidi
"Penelitian mengenai peranan direktorat jenderal pajak dalam pencapaian target kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak, melakukan evaluasi implementasi kebijakan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak sudah tepat untuk mencapai target kebijakan 10 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan dalam upaya pencapaian target kebijakan 10 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penelitian ini dilakukan pada Direktorat Jenderal Pajak Pusat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah positivist social science dan metode penelitian kualitatif deskriptif, yang berarti tidak sampai menganalisis hubungan kasualitas antara berbagai aspek yang diteliti dan juga menggunakan teknik pengumpulan data sebagai dasar analisis antara lain Studi Kepustakaan, Observasi / lapangan dan wawancara terhadap nara sumber yang berkompeten. Penelitian juga dilakukakan untuk menganalisis efektifitas implementasi kebijakan tersebut. Analisis tersebut didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan seperti yang dikemukakan oleh Edwar III (1980:9). Faktor-faktor tersebut adalah communication, resources, dispositions or attitudes and bureaucratic structure.
Terkait dengan hal tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pengaruh komunikasi terhadap efektifitas implementasi kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak, menguraikan pengaruh sumbersumber yang dimiliki oleh Direktorat jenderal Pajak terhadap efektifitas implementasi kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak, menguraikan pengaruh disposisi di Direktorat Jenderal Pajak terhadap efektifitas implementasi kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak serta menguraikan pengaruh struktur birokrasi terhadap efektifitas implementasi kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan direktorat jenderal pajak dalam pencapaian target kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak yang paling berat adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pajak. Faktor-faktor seperti sumber-sumber, disposisi, struktur birokrasi tidak terlalu bebengaruh secara signifikan terhadap efektifitas implementasi kebijakan 10 juta nomor pokok wajib pajak, kecuali faktor komunikasi yang dianggap kurang effektif sehingga tidak sampai terhadap sasaran yang diharapkan. Walaupun dari sisi jumlah, 10 juta NPWP sebenarnya telah tercapai, namun tingkat akurasinya banyak menimbulkan banyak pertanyaan. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan sosialisasi secara berkelanjutan baik bagi masyarakat yang belum terdaftar maupun yang sudah terdaftar untuk menambah pengetahuan wajib pajak tentang hak dan kewajibannya, perlu disusun suatu sistem informasi tentang data base wajib pajak, sehingga tercipta suatu sistem kebersinambungan atas data-data yang dimiliki dan pemberian previlege khusus bagi Wajib Pajak yang terdaftar.

This research was talked about policy of directorate-general of taxation on target achievement of 10 million identification of taxpayer number. The research was evaluating of policy implementation, includes the policy that had made by directorate-general of taxation to achieve the goals, and also what were factors impluance on target achievement of 10 million identification of taxpayer number policy. The research object was directorate-general of taxation.
Using positivist social science approach and kualitatif deiscription method, which means not to analyze the causality between researched aspect and also doing library research, field observation and interviews with a very competent source to collect the data. The research objective was to analyze the effectiveness of policy implementation of achievement of 10 million identification of taxpayer number policy. This analyze based on four main factors have influenced the effectiveness of policy implementation according Edward III (1980:9). These four main factors are communication, resources, dispositions or attitudes and bureaucratic structure.
Related with these factors or variables, the goal of this research, as follows: describing policy implementation of achievement of 10 million identification of taxpayer number policy, describing the influence of the factorupon the effectiveness of policy implementation of achievement of 10 million identification of taxpayer number policy.
The result from this research shows that role of directorate-general of taxation on target achievement of 10 million identification of taxpayer number policy, the hardest job was to increase the citizen awareness to the state taxation. Factors such as resources, dispositions or attitudes and bureaucratic structure was not significantly influence to policy implementation of achievement of 10 million identification of taxpayer number policy, except communication aspect was not totally effective to achieve the goals. Even from the number of identification of taxpayer number have been achieved, but there are a lot of question about data accuracy. In accordance with the result of research, directorate-general of taxation, continuity has to socialite to all the citizen of the importance of tax for the country, make the information system abaut data base of taxepayer which should be up date in certain times,and also give privileges for the registered taxpayer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24573
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
[Jakarta;Jakarta;Jakarta;Jakarta, Jakarta]: Amanah Putra Nusantara, 1995
060 IKA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Harris
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010
346.06 FRE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Edward H.
"Globalisasi merupakan perluasan dan pendalaman integrasi pasar barang, jasa. dan keuangan antara negara di dunia. Proses globalisasi telah mengalami akselerasi seperti tercermin dalam peningkatan rasio perdagangan dunia dan investasi. Proses akselerasi mi disebabkan oleh faktor universal untuk liberalisasi dan internasionalisasi produksi dan distribusi.
Dengan adanya proses globalisasi mi peluang pasar global bagi produk-produk ekspor Indonesia meningkat walaupun pada saat yang sama tingkat persaingan bertambah ketat. Indonesia harus bersaing dengan eksportir negara lain. terutama negara-negara ASEAN. yang menghasilkan produk manufaktur padat karya, padat modal, dan teknologi (seperti tekstil dan elektronika yang merupakan produk ekspor unggulan) yang inemiliki keunggulan komparatif yang serupa.
Keunggulan komparatif Indonesia dengan biaya tenaga kerja yang relatif murah dan kekayaan alain yang melimpah tidak cukup lagi untuk dapat mempertahankan, apalagi meningkatkan, daya saing ekspor Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia hams mencari sumber-sumber keunggulan baik melalui peningkatan efisiensi dan produktivitasnya, kapabilitas inovasi dan teknologi, kinerja dunia usahanya, maupun dukungan dan pemerintab melalui kebij akaii deregulasi yang transparan dan debirokratisasi yang konsisten.
Akhir kata selain Pemerintah dan dunia keuangan nasional, dunia Usaha Swasta dan BUMN sebagai pelaku ekonomi nasional, perlu membina sumber-sumber keunggulannva untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya di samping bersikap antisipatif serta responsif terhadap perubahan pasar global. Dalam berbisnis, pelaku ekonomi nasional harusnya telah tertransformasi melakukan usaha dengan standar dan kinerja global dan tidak lagi mengharapkan fasilitas ataupun proteksi pemerintah. Pemerintah melalui segala kebijakannya hendaknya mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif yakni terjadinya mekanisme pasar bagi semua pelaku ekonomi nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T7377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kholik
"Penelitian ini berusaha menggambarkan dan menganalisis dinamika hubungan antara dua Ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, pasca Orde Baru. Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini mencakup; (1) Bentuk-bentuk hubungan yang dilakukan Muhammadiyah dan NU pada kurun waktu 1998-2003; (2) Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi hubungan dan (3) Bagaimana pola hubungan Muhammadiyah dan NU pasca Orde Baru.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teori-teori yang digunakan adalah teori integrasi dari Banton dan Etzioni, yang dikaitkan juga dengan teori fungsional dan konflik untuk memperkaya pembahasan. Metode pengumpulan data yang digunakan merupakan gabungan antara wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa setidaknya terdapat delapan bentuk hubungan yang terjalin antara Muhammadiyah dengan NU dalam kurun waktu 1998-2003, yang meliputi penyelenggaraan pengajian bersama Muhammadiyah-NU, upaya pengamanan Sidang Umum MPR 1999, penyelenggaraan kegiatan tasyakur kemerdekaan, kemitraan dalam mengembangkan usaha kecil, safari dakwah Muhammadiyah-NU, membangun gerakan moral, umrah bersama, dan gerakan anti korupsi. Apabila dipetakan, kedelapan bentuk hubungan tersebut mencakup bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Faktor-faktor yang menjadi latar belakang hubungan antara Muhammadiyah dengan NU dalam kurun waktu tersebut meliputi komitmen untuk menyukseskan Sidang Umum MPR 1999, memperkuat tali ukhuwah islamiyah, mengikis perbedaan khilafah, upaya merajut kembali komitmen berbangsa dan bernegara di antara komponen bangsa, menumbuhkan sikap saling mendukung untuk keutuhan NKRI, memberdayakan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan umat, mencegah terjadinya konflik massa antara Muhammadiyah dengan NU, keprihatinan atas terjadinya krisis dan konflik sosial, dan keinginan untuk memerangi dan memberantas korupsi yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara paling korup.
Pola hubungan antara Muhammadiyah dengan NU pada kurun waktu pasca Orde Baru ditentukan oleh tiga hal, yaitu: pertama, berbasiskan pada spirit Ukhuwah Islamiyah yang mengikat kedua Ormas ini; kedua, adanya unsur generasi muda baru yang progresif sebagai penghubung dan perekat; ketiga, mengembangkan bentuk-bentuk hubungan yang bersifat non politis (di luar bidang politik).
Dari hasil penelitian juga diperoleh gambaran bahwa ketiga pola hubungan tersebut mampu mendorong kearah penguatan integrasi sosial antar keduanya. Mengacu pada pandangan Banton (1967) integrasi tersebut dapat terjalin karena perbedaan yang ada dalam kedua organsisasi itu tidak dimaknai sebagai hal yang penting. Para eskponen kedua ormas ini menyadari sepenuhnya perbedaan yang dimiliki, terutama menyangkut masalah khilafiah yang selama ini menjadi ganjalan, namun kini mereka memandang bahwa masalah-masalah khilafiah tidak lagi diperdebatkan bahkan ada upaya untuk mengikisnya.
Pola intergrasi yang tercipta, seperti diklasifikasikan oleh Etzioni, mencakup integrasi normatif yaitu pada integrasi yang dibangun berbasiskan pada semangat ukhuwah yang telah digariskan dalam ketentuan normatif Al Quran dan Hadist. Pada sisi lain juga tercipta integrasi fungsional, ketika NU dan Muhammdiyah dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing saling bekerjasama dalam berbagai bidang, seperti tampak dalam kerjasama pemberantasan korupsi. Selain itu juga tercipta integrasi korsif, yaitu pada level generasi muda, yang didorong oleh suatu tekanan dari luar berupa kondisi aktual yang sempat mengancam, terutama akibat terjadinya konflik pada level alit tokoh Muhammdiyah dan NU.
Penegasan berkenaan dengan teori yang digunakan dalam konsteks studi ini menunjukkan bahwa perspektif fungsional-struktural dan konflik yang digunakan secara terpilah (sendiri-sendiri) memiliki keterbatasan jangkauan. Sehingga dengan merujuk pada pandangan Lockwood dilakuan upaya untuk mengkombinasikan kedua perspektif tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai persepsi anggota arisan mengenai manfaat dari arisan. Dalam hal ini penelitian memfokuskan pembahasan mengenai apakah persepsi anggota arisan mengenai manfaat keuangan dari arisan dapat mempengaruhi keputusan mereka mengikuti kegiatan arisan. Apakah persepsi mengenai manfaat sosial juag dapat mempengaruhi huubungan diantara keduanya. Peneliti menemukan bahwasanya terdapat pengaruh yang positif antara persepsi anggota mengenai manfaat keuangan dari arisan terhadap keputusan mengikuti arisan. Namun, sebaliknya persepsi manfaat sosial tidak mempengaruhi keputusan anggota mengikuti arisan. Persepsi manfaat sosial memiliki potensi menjadi penguat/pelemah hubungan antara persepsi manfaat keuangan dan keputusan mengikuti arisan dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan.

ABSTRACT
This study discusses the perception of arisan members regarding the benefits of arisan. In this case the research focuses on the discussion of whether the perception of arisan members regarding the financial benefits of arisan can influence their decision to participate in arisan activities. Whether perceptions of social benefits can also influence the relationship between the two. The researcher found that there was a positive influence between members perceptions of the financial benefits of social arisan on members decisions to join arisan. However, on the contrary the perception of social benefits does not affect the decision of members to join arisan. The perception of social benefits has the potential to be a reinforcer/weakener of the relationship between the perception of financial benefits and the decision to join arisan viewed from the results of the tests conducted."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Blau, Peter M.
London: Routledge & Kegan Paul, 1966
301.4 BLA f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Brussells: Belgian Business Federation, 1974
338.493 BEL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Samy, Luke
"The permanent building societies of England grew from humble beginnings as a multitude of small and localized institutions in the nineteenth century to become the dominant players in the house mortgage market by the interwar period. The movement cultivated an image of being a champion of home ownership for the working classes, but housing historians have questioned whether building societies really lived up to this claim. This book fills a major gap in the historiography of the movement by investigating the class profile of building society members, and how the design of different building societies affected their accessibility, efficiency, and risk-taking practices between 1880 and 1939. These themes are explored through a case study approach, the results of which show that building societies did lend to working-class households before the first and second world wars, with some societies showing a greater commitment to working-class home ownership than others. The phenomenal growth of some of these institutions in the interwar period and the ensuing competition which emerged between them brought about profound changes in their firm structure which impaired their ability to reach out to lower-income households as efficiently as before. The findings of this research are relevant to both past and present debates about the optimal design of financial institutions in overcoming social exclusion in credit markets, and the deleterious effects that firm growth, market competition, and managerial self-interest can have on their performance and stability."
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20469932
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>