Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 3 Document(s) match with the query
cover
Randy Satria Nugraha Rusdy
"Dermatosis autoimun bulosa (DAB) adalah sekumpulan penyakit kronik autoimun dengan ciri lepuh dan lecet pada kulit dan/atau mukosa; termasuk di dalamnya adalah pemfigus dan pemfigoid. Gangguan psikologis yang berat, hingga misalnya keinginan bunuh diri, terkadang dijumpai. Tetapi, depresi pada DAB belum banyak diteliti. Sebuah studi potong lintang observasional-analitik dilakukan di sebuah rumah sakit rujukan tersier di Jakarta pada Desember 2020-Maret 2021 untuk mengetahui prevalensi depresi pada pasien DAB serta faktor sosiodemografi dan klinis yang berhubungan. Sejumlah 33 orang subjek berusia minimal 18 tahun yang terdiagnosis DAB, tidak sedang remisi, tanpa riwayat depresi sebelum diagnosis tersebut ataupun gangguan psikiatrik lainnya, mengikuti penelitian. Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) versi Bahasa Indonesia yang telah divalidasi digunakan untuk menapis depresi dengan nilai cut-off ≥10. Beberapa variabel sosiodemografi dan klinis, termasuk tingkat risiko stres berdasarkan life events (Skala Stres Holmes dan Rahe), serta keparahan penyakit berdasarkan Autoimmune Bullous Skin Disorder Intensity Score (ABSIS) diidentifikasi. Sebagian besar subjek adalah perempuan (69,7%), berusia 47,36±13,5 tahun, menikah (78,8%), tingkat pendidikan menengah (57,6%), tidak bekerja (57,6%), penghasilan rendah (60,7%), tidak memiliki riwayat depresi pada keluarga (100%), tingkat risiko stressful life events rendah (63,6%), terdiagnosis pemfigus vulgaris (60,6%), lama sakit 1-5 tahun (72,7%), median skor ABSIS 8,75, tanpa lesi mukosa (54,5%), bergejala terkait DAB (60,6%), keterlibatan lokasi terbuka (69,7%), disertai komorbid (78,8%), menggunakan kortikosteroid sistemik ≥4 minggu (78,8%) dengan rerata dosis harian <40mg/hari (87,9%), serta mendapat juga imunosupresan lain (66,7%). Prevalensi depresi pada pasien DAB adalah 24,2%, sedangkan pada pemfigus vulgaris sebesar 40%. Berdasarkan uji bivariat, terdapat hubungan depresi dengan tingkat pendidikan (p=0,082), tingkat stressful life events (p=0,015), diagnosis pemfigus vulgaris (p=0,012), dan keterlibatan lokasi terbuka (p=0,071). Analisis multivariat mendapatkan peningkatan risiko depresi pada tingkat pendidikan tinggi (adjusted OR 9,765; p=0,039), serta skor ABSIS yang lebih tinggi daripada 1 angka di bawahnya (adjusted OR 1,039; p=0,038). Prevalensi depresi pada DAB lebih tinggi daripada di populasi umum Indonesia. Penapisan disarankan khususnya pada pasien pemfigus vulgaris, berpendidikan tinggi, dan/atau dengan kondisi yang parah. Penelitian lanjutan diperlukan untuk memastikan temuan studi pendahuluan ini.

Autoimmune bullous diseases (AIBD) is a group of chronic autoimmune dermatoses characterized by blisters and sores on the skin and/or mucosa; among them are pemphigus and pemphigoids. Severe psychological problems, even leading to suicidal thought, are not uncommonly encountered. However, depression in AIBD is rarely studied. A cross-sectional, observational analytical study was conducted in a tertiary referral hospital in Jakarta from December 2020 through March 2021 to determine the prevalence of depression among AIBD patients and related sociodemographic and clinical characteristics. Thirty-three AIBD subjects aged 18 years or older, not in remission, without recorded depression prior to diagnosis or other psychiatric disorders, were recruited. A validated Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) in Indonesian language was used to screen depression with cut-off score ≥10. Several sociodemographic and clinical characteristics, including stress-risk level according to life events by Holmes and Rahe Scale and disease severity by Autoimmune Bullous Skin Disorder Intensity Score (ABSIS) were identified. Majority of subjects were women (69.7%), aged 47.36±13.5 year-old, married (78.8%), had middle-level education (57.6%), unemployed (57.6%), low income (60.7%), without family history of depression (100%), experiencing low-risk stressful life events (63.6%), diagnosed with pemphigus vulgaris (60.6%), disease duration 1-5 years (72.7%), median of ABSIS score 8.75, without mucosal lesion (54.5%), suffering from symptoms related to AIBD (60.6%), showing involvement of exposed areas (69.7%), with comorbidities (78.8%), treated with systemic corticosteroids ≥4 weeks (78.8%) with daily doses <40mg/day (87.9%), and receiving also other immunosuppressive agents (66.7%). Prevalence of depression was 24.2% among AIBD and 40% among pemphigus vulgaris patients. Bivariate analysis showed significant correlation between depression and education level (p=0.082), stressful life events score (p=0.015), diagnosis of pemphigus vulgaris (p=0.012), and involvement of exposed areas (p=0.071). Multivariate analysis showed increased risk of depression at high level of education (adjusted OR 9.765; p=0.039) and ABSIS score higher than 1 point below (adjusted OR 1.039; p=0.038). Prevalence of depression among AIBD patients was higher than that among Indonesia’s general population. Screening is advised especially among those with pemphigus vulgaris, high level of education and/or severe condition. Further study is needed to confirm these early findings."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Grace Nami
"Urtikaria kronik (UK) adalah urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dengan frekuensi minimal kejadian urtika sebanyak dua kali dalam 1 minggu. Urtikaria kronik merupakan penyakit yang umum dijumpai dengan insidens pada populasi umum sebesar 1-3%, serta melibatkan mekanisme patofisiologi yang kompleks. Urtikaria kronik lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak dan wanita dua kali lebih sering terkena daripada pria. Laporan morbiditas divisi Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta antara Januari 2001 hingga Desember 2005 menunjukkan jumlah pasien UK sebesar 26,6% dari total 4453 orang pasien baru.
Meski telah dilakukan pemeriksaan klinis maupun berbagai pemeriksaan penunjang, etiologi tidak ditemukan pada 80-90% pasien UK dan digolongkan sebagai urtikaria kronik idiopatik (UKI). Urtikaria kronik idiopatik seringkali menimbulkan masalah bagi dokter maupun pasien. Pada penelitian lebih lanjut ditemukan autoantibodi pelepas histamin pada 30-50% kasus UKI, sehingga digolongkan sebagai urtikaria autoimun (UA). Autoantibodi pada UA dapat dideteksi dengan beberapa pemeriksaan, antara lain uji kulit serum autolog (UKSA) atau disebut pula tes Greaves. Saat ini UKSA dianggap sebagai uji kiinik in vivo terbaik untuk mendeteksi aktivitas pelepasan histamin in vitro pada UA. Angka morbiditas UA di Indonesia belum pernah dilaporkan hingga saat ini. Soebaryo (2002) melaporkan angka kepositivan UKSA sebesar 24,4% pada 127 pasien UK, sedangkan Nizam (2004) memperoleh angka prevalensi kepositivan UKSA sebesar 32,1% pada 81 pasien UK.
Infeksi kuman Helicobacter pylori (Hp) merupakan infeksi bakterial kronik tersering pada manusia, mencapai 50% dari seluruh populasi dunia. Peran infeksi Hp sebagai etiologi kelainan gastrointestinal telah diterima luas. Studi lebih lanjut menemukan keterlibatan infeksi Hp pada berbagai kelainan ekstragastrointestinal, antara lain UKI.
Berbagai penelitian di Iuar negeri memperlihatkan tingginya prevalensi infeksi Hp pada pasien UKI, disertai dengan remisi klinis UKI pasca terapi eradikasi Hp. Pada penelitian-penelitian awal didapatkan angka prevalensi mencapai 80% dan remisi klinis pasta terapi eradikasi Hp terjadi pada 95-100% pasien. Pada penelitian-penelitian selanjutnya ditemukan prevalensi dan frekuensi keterkaitan yang bervariasi. Suatu studi meta-analisis mengenai infeksi Hp pada UKI menyimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya resolusi urtika empat kali lebih besar pada pasien yang mendapat terapi eradikasi Hp dibandingkan dengan pasien yang tidak diterapi. Namun demikian, remisi total hanya terjadi pada 1/3 pasien yang mendapat terapi eradikasi. Pengamatan ini mendasari timbulnya pemikiran bahwa Hp berperan penting sebagai etiologi pada sebagian kasus UKI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Amira Tjandrasari
"LES merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dan banyak terjadi pada  anak remaja dengan rata-rata onset usia 11-12 tahun. Sekitar 10% dari remaja dengan penyakit kronis seperti LES mengalami masalah psikososial, termasuk masalah emosi seperti depresi dan kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelatihan kecakapan hidup pada anak dengan LES dapat memperbaiki masalah emosi. Penelitian dilakukan dengan 30 subjek remaja perempuan dengan LES yang sudah mendapatkan pengobatan, dan nilai SLEDAI 0-5. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok secara acak tanpa penyamaran, perlakuan dan kontrol.  Pelatihan kecakapan hidup diberikan pada kelompok perlakuan sebanyak 1 kali dalam kelas. Perbaikan masalah emosi dinilai dengan membandingkan nilai SDQ sebelum pelatihan dan 4 minggu setelah pelatihan. Penelitian melibatkan 30 remaja perempuan dengan LES dengan usia rerata 14 tahun. Sebanyak 20/30 subjek memiliki nilai SDQ normal, 4/30 dengan SDQ borderline dan 6/30 dengan SDQ abnormal. Terdapat perbedaan bermakna selisih masalah emosi pada kedua kelompok (p: 0,025; effect size: 0,87). Pada kelompok yang mendapatkan pelatihan terdapat perbaikan nilai SDQ total (p: 0,001), nilai masalah emosi (p: 0,002), nilai masalah perilaku (p: 0,027) dan nilai masalah perilaku hiperaktif (p: 0,040) dibandingkan dengan awal studi. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya terdapat perubahan nilai masalah dengan teman sebaya (p: 0,011). Selain itu ditemukan pula perbaikan masalah emosi pada kelompok pelatihan yakni keluhan sakit fisik (p: 0,021), rasa khawatir (p: 0,020) dan perasaan gugup (p: 0,020). Studi ini menyimpulkan bahwa pelatihan kecakapan hidup-modul pengelolaan emosi efektif dalam memperbaiki masalah emosi pada remaja perempuan dengan LES secara signifikan, terutama gugup atau sulit berpisah dengan orangtua/pengasuhnya pada situasi baru, mudah kehilangan rasa percaya diri dan banyak kekhawatiran atau sering tampak khawatir.

SLE is a chronic autoimmune inflammatory disease and many occur in adolescents with an average age of onset of 11-12 years. About 10% of adolescents with chronic diseases such as SLE experience psycho-mental problems, including emotional problems such as depression and anxiety. The aim of this study is to determine whether life skills training in children with SLE can improve emotional problems. The study was conducted with 30 female adolescent with SLE who had received treatment and SLEDAI score 0-5. Subjects were divided into 2 groups randomly, not-blinding, experiment and control. Life skills training is given to the experiment group one time in group. Emotional problem improvement was assessed by comparing SDQ scores before training and 4 weeks after training. The study involves a total of 30 female adolescent with SLE with an average age of 14 years. A total of 20/30 subjects had normal SDQ values, 4/30 with borderline SDQ and 6/30 with abnormal SDQ. There were significant differences in the difference between emotional problems in the two groups (p: 0.025; effect size: 0.87). In the group that received training there was an improvement in the total SDQ value (p: 0.001), the value of emotional problems (p: 0.002), the value of conductive problems (p: 0.027) and the value of hyperactive behavior problems (p: 0.040) compared to the beginning of the study. Whereas in the control group there were only changes in the value of problems with peers (p: 0.011). In addition it also found improvements in emotional problems in the experiment group, they are complaints of physical pain (p: 0.021), anxiety (p: 0.020) and nervous feelings (p: 0.020). This study concludes that life skills training-emotion management module is significantly effective in improving emotional problems in female adolescent with LES, especially nervous or having difficulty separating from parents/caregivers in new situations, easily losing self-confidence and many worries or often seems worried."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library